Jules menghentikan langkah kakinya, lalu merapikan lengan pakaiannya dengan acuh tak acuh. “Apa ucapanmu berguna?”Jerremy berjalan ke hadapan Jules, lalu bertatapan dengannya. “Kalau Keluarga Tanzil tidak menjaga Lisa dengan baik, aku pasti akan beri pelajaran kepada kalian nanti.”Kening Jules tampak berkerut. Dia tidak berbicara sama sekali.…Keesokan harinya.Jessie pergi ke kantor, lalu meminta guru untuk mencabut hukumannya terhadap Juliana. Sang guru pun menatapnya dengan syok. “Tapi dia sudah melakukan kesalahan. Apa kamu yakin kamu tidak mempermasalahkannya lagi?”“Dia sudah minta maaf sama aku. Jadi, aku ingin beri dia satu kesempatan untuk berubah. Aku yakin dia pasti akan merenungkan kesalahannya.”Berhubung Jessie sudah membuat keputusan, guru juga setuju untuk mencabut hukumannya terhadap Juliana.Di gedung bawah, Juliana bergegas ke kantor guru. Kebetulan dia bertemu dengan Jessie.Juliana pun mendengus. “Nggak seharusnya aku percaya sama omonganmu.”Jessie mengerutkan
Sepertinya karena menemukan ada bayangan di kaca jendela. Si wanita pun terkejut spontan melepaskan headset melihat ke sisi Jessie.Jessie juga terbengong sejenak.Wanita di hadapannya kelihatan biasa-biasa saja, tidak tergolong sangat cantik. Hanya saja, dia tipikal wanita semakin dilihat semakin enak dipandang. Jessie tersenyum dengan canggung. “Maaf, tadi aku sudah ketuk pintu, tapi kamu nggak kedengaran.”Wanita itu melihat ke sisi Jessie sejenak, lalu mengalihkan pandangannya. Sikapnya kelihatan acuh tak acuh. “Aku lanjut latihan gitar dulu.”“Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu kamu lagi.” Jessie pun meninggalkan ruangan.Keesokan harinya, ada kelas akting. Jessie memikul ranselnya sembari berjalan ke dalam aula dengan kaki terpincang-pincang. Luka di ujung jari kakinya semakin membengkak di hari ketiga. Bahkan, Jessie merasa sakit ketika berjalan.Setibanya di depan pintu aula, tetiba tampak Jules sedang berbicara dengan seorang perempuan. Perempuan itu tak lain adalah teman s
Jules mengusap ujung mata Jessie. “Sekarang kamu lagi kesal. Jelas sekali kamu lagi cemburu.”“Aku nggak lagi kesal!”“Kamu sendiri tidak sadar kalau kamu lagi cemburu.”Jessie tidak tahu bagaimana menjelaskannya lagi.Tatapan Jules tertuju pada bibir Jessie.Tatapan membara itu membuat Jessie merespons. Dia memalingkan kepalanya. “Dasar berengsek.”Jules pun tersenyum. “Kenapa aku malah jadi berengsek?”“Apa kamu juga bersikap seperti ini terhadapnya?” Jessie semakin marah saja. Dia merasa ada yang berbeda dengan Jules. Dia berubah menjadi semakin kurang ajar saja.Jules menyipitkan matanya. “Terhadap siapa?”“Teman satu asramaku,” gumam Jessie.Jules tertegun sejenak. Dia menatap sosok perhitungan Jessie, lalu spontan tersenyum. “Dasar bodoh, ini namanya bukan cemburu?”Jessie merasa kesal dan tidak berbicara lagi.Jules mengangkat pipi Jessie, lalu mengusap kulit putih mulusnya. “Dacia itu adik sepupuku.”Jessie merasa bingung. “Tapi dia nggak mirip blasteran?”Dacia tidak mirip sep
Jessie menyadari sepertinya Dacia tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain. Jangan-jangan semua karena gosip yang beredar?Gosip itu masih belum diketahui kebenarannya. Semua yang didengar belum pasti adalah kenyataan. Bagaimanapun, orang yang bersangkutan pasti akan lebih jelas.Jessie dan Dacia telah tinggal satu asrama selama satu minggu. Hanya saja, tidak banyak interaksi di antara mereka. Biasanya Dacia hanya menjawab pertanyaan Jessie saja. Cedera Jessie sudah sembuh. Dia mengikuti ujian ulang dan akhirnya mendapat nilai tinggi.Saat keluar aula, Jessie menyadari ada seorang lelaki berumur 20-an tahun yang mengenakan jas sedang mengusik Dacia.Jessie berjalan menghampirinya, lalu mengulurkan tangan mencengkeram lengan Dacia yang ditarik oleh si lelaki. “Tuan, kamu bukan murid sekolah kami. Kalau kamu nggak lepasin dia, aku bakal panggil sekuriti.”Si lelaki mengamati Jessie sekilas. Tatapannya seketika menjadi muram. “Siapa kamu? Kenapa kamu malah ikut campur!”Jessie m
Setelah tersadar dari bengongnya, terlihat pantulan bayangan Dacia dari dalam cermin. Dia sedang berdiri di belakang Jessie.Dacia baru saja selesai membasuh tubuhnya, sepertinya dia juga ingin menukar pakaiannya. Namun, hanya terdapat satu cermin di dalam asrama. Jessie malah terus menggunakannya di saat memilih pakaian.Jessie berkata dengan canggung, “Aku sudah selesai. Kamu pakai sana.”Saat Jessie hendak kembali ke kamarnya, tetiba terdengar suara Dacia. “Aku merasa pakaianmu itu cukup bagus.”Jessie terbengong di tempat. Dia memalingkan kepalanya, lalu menatap Dacia sedang menunjuk sepotong terusan berwarna biru muda.Jessie mengeluarkannya. “Yang ini?”Dacia mengangguk.“Terima kasih.” Jessie tersenyum, lalu segera berlari ke kamarnya.Sekitar pukul sembilan, Jessie menunggu di depan gerbang sekolah. Ada banyak murid-murid yang keluar masuk. Setelah menunggu sepuluh menit, masih tidak ditemukan batang hidung Jules.Jessie menggigit bibir bawahnya, lalu mengeluarkan ponsel untuk
Belum sempat Jessie merespons, Dacia berjongkok untuk menggendongnya. “Clara, apa kamu merindukanku?”Si anak perempuan membenamkan kepalanya di dalam leher Dacia. Dia mengangguk, lalu menatap Jessie dengan ketakutan.Dacia menyerahkan Clara kepada pengasuh. Pengasuh pun menggendongnya ke dalam kamar.Jessie tersadar dari bengongnya, lalu bertanya dengan syok, “Dia … dia putrimu?”Jangan-jangan Dacia benar-benar telah melahirkan?Dacia memalingkan kepalanya untuk bertanya, “Kamu juga percaya sama gosip itu?”Jessie menggeleng. Dia memang tidak percaya, tetapi dia merasa penasaran dengan hubungan Dacia dan anak perempuan itu.Bagaimanapun, Clara baru berusia satu tahun. Seandainya dia benar-benar adalah buah hati Dacia, seharusnya dia memang berusia seperti ini. Kecuali, Dacia melahirkan di saat usia 16 tahun. Namun, semuanya tidak memungkinkan.Dacia melipat kedua tangannya di depan dada. “Dia itu putrinya lelaki di sekolah waktu itu.”Jessie merasa syok. “Lelaki yang gangguin kamu?”D
Kedua mata Jessie terbelalak lebar. Pikirannya menjadi hampa. Saat ini, Jessie tidak meronta lagi.Lantaran tidak berpengalaman dalam berciuman, Jessie pun tidak tahu cara untuk mengambil napas. Wajahnya pun tampak merona lantaran terus menahan napas. Dia hampir kehabisan oksigen.Jules melepaskan bibir Jessie, lalu menatap kedua mata yang berlinangkan air mata. “Jessie, maafkan aku.”Hati Jessie terasa penat. Air mata tak berhenti menetes. “Apa semuanya bisa diselesaikan dengan kata maaf? Dasar penipu!”Jules mengusap bibir Jessie. “Aku tidak pernah kepikiran untuk memungkiri janjiku. Tapi, ada urusan mendadak ….”Ibunya malah didiagnosis mengidap tumor tulang belakang. Tumor mesti segera diangkat. Jika tidak, ibunya akan mengalami kelumpuhan.Saat Jules hendak menjelaskan, dia menyadari Jessie telah memblokir nomornya.“Meski kamu ada urusan, kamu juga bisa hubungi aku ….” Jessie menyeka air matanya, lalu memalingkan wajahnya. “Aku juga bukan orang yang berhati sempit. Tadi waktu aku
Berbeda dengan Jules, perilakunya di luar bayangan Lisa. Dia kelihatan sangat tenang, tetapi sebenarnya dia sangatlah sadis.Andreas masih akan melindunginya lantaran Lisa adalah “penyelamatnya”. Jules memang menghormati keputusan Andreas. Namun, dia tidak akan membiarkan Lisa hidup tenang di belakang.“Kimin.” Jules melihat ke sisi pengurus rumah. “Aturkan pekerjaan rumah yang paling melelahkan untuknya. Keluarga Tanzil tidak menghidupi pengangguran. Suruh pelayan untuk mengawasinya. Kalau dia berani malas-malasan, jangan beri dia minum setetes air pun.”Kimin mengangguk. “Baik.”Wajah Lisa terasa sangat sakit. Dia masih duduk di atas lantai. Biasanya, Lisa tidak pernah melakukan pekerjaan rumah di rumahnya. Setelah tinggal di Kediaman Tanzil, dia malah harus melakukan semuanya.Kedudukan Lisa di Kediaman Tanzil bahkan lebih rendah daripada pelayan. Sepertinya kehidupannya lebih buruk daripada diusir dari Kediaman Tanzil. Tidak! Lisa mesti mencari cara untuk bangkit kembali.…Keesoka