Jessie meminum teh susu dari sedotan. “Boleh. Lagi pula Kak Jerry masih belum jemput aku. Ayo, kita pergi.”Mereka berdua pergi ke restoran. Yura pergi ke kasir untuk memesan makanan.Jessie mengambil teh susu, pergi mencari tempat duduk. Pada saat ini, Yura memalingkan kepala dan menjerit, “Jessie, kamu bisa makan pedas, nggak?”Kebetulan Jules sedang berjalan di koridor lantai dua. Saat mendengar nama “Jessie”, langkah kakinya spontan berhenti. Dia pun melihat ke lantai bawah.Yura sedang memperlihatkan menu kepada Jessie. Lantaran mencondongkan tubuhnya, Yura pun menutupi sosok Jessie.Ketika menyadari Jules berhenti, Derrick pun bertanya, “Tuan Muda, ada apa?”Jules mengalihkan pandangannya. “Tidak apa-apa.” Usai berbicara, Jules melanjutkan langkahnya.Derrick menghentikan mobil di hadapan Jules. Kemudian, dia menuruni mobil, lalu membukakan pintu untuk Jules.Setelah memasuki mobil, pandangan Jules tak berhenti tertuju pada jendela luar, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Fir
“Kak Jerry, tadi kamu pergi ketemuan sama Jules?” tanya Jessie sekali lagi.Pantas saja Jerry bisa bertanya seperti itu ketika di restoran, sempat ketemuan dengan siapa tadi.Jerry menarik napas dalam-dalam sembari melipat kedua tangannya. Ekspresinya kelihatan sangat tidak bagus. “Aku memang pergi menemuinya. Hanya saja, dia sudah tidak ingat kita lagi.”Jessie tertegun sejenak. Dia menunduk dan tidak berbicara.Bukankah Jules mengalami kecelakaan? Selama ini Jessie mengira Jules sudah ….Jody sungguh tidak berdaya. Dia berjalan ke sisi Jessie dengan perlahan. “Jessie, Jules sudah tidak ingat sama kamu dan Jerry lagi. Jerry merahasiakan masalah ini darimu karena tidak ingin kamu sedih saja.”Jessie menunduk. “Emm, aku mengerti.”Sebenarnya mereka khawatir reaksi Jessie akan sangat besar ketika mengetahui masalah Jules. Tak disangka dia akan bersikap setenang ini.“Jessie, apa yang lagi kamu pikirkan?” Jessie merasa kaget. “Apa maksud Kakak?”Jody masih tetap berbicara dengan tenang,
Julie memang masih muda, tapi sangat sulit untuk bisa membaca pikirannya. Bahkan, ayah kandungnya sendiri juga tidak memahaminya, apalagi Andreas yang hanya merupakan pamannya.Dua hari kemudian, ketika kabar Jules dan Andreas akan berkunjung ke kediaman terdengar sampai ke telinga ketiga anak, mereka bertiga menunjukkan ekspresi yang berbeda.Jerry duluan mengungkapkan ketidakpuasannya. “Bisa-bisanya dia ke rumah kita?”Jody tidak berbicara, hanya menatap Jessie saja. Tampak Jessie sedang menunduk. Entah apa yang sedang dipikirkannya.Javier meletakkan cangkir tehnya, lalu berkata dengan serius, “Jerry, mereka itu tamu. Kamu mesti jaga sikapmu.”Jerry melipat kedua tangannya di depan dada. “Aku hanya tidak suka dengan anggota Keluarga Tanzil.”Steven tidak memasukkan ucapan Jerry ke hati. Dia menatap Javier. “Kapan Andreas ke sini?”Javier melihat jam tangannya sekilas. “Sepertinya sebentar lagi.”Steven mengangguk. “Kalau begitu, kalian siap-siap dulu.”Jerry tidak berbicara lagi, la
Di sisi lain, saat Jerry turun ke lantai bawah, tampak Andreas, Jody, Javier, dan Steven sedang duduk di ruang tamu. Lantaran tidak menemukan batang hidung Jules, Jerry berjalan ke sisi Jody, lalu berbisik di sampingnya, “Kak, di mana dia?”Jody tahu siapa yang dimaksud Jerry. “Di halaman.”Saat Jessie hendak membawa Rezeki kembali ke kandang, tiba-tiba Rezeki melompat keluar dari pelukannya dan berlari.“Rezeki!” Jessie terkejut, segera mengejarnya. “Rezeki, kembali!”Rezeki bagai kuda liar saja yang berlari kencang di lapangan.Jessie sungguh kecapekan untuk mengejarnya. Pada saat ini, Rezeki berhenti di depan pohon sembari menggonggong.Jessie spontan mendongakkan kepalanya. Tampak seekor kucing liar sedang terjepit di ranting pohon dan tak berhenti mengeong.Tanpa berbasa-basi, Jessie langsung melipat lengan pakaiannya ke atas, lalu memanjat ke atas pohon dengan gesit.Kucing liar menatap Jessie yang mendekatinya dengan penuh waspada. Ketika Jessie mengulurkan tangan hendak melepas
“Sebentar,” panggil Jules dengan memalingkan kepalanya. Tidak terlihat ekspresi apa pun di wajahnya. “Kalau kita tidak saling kenal, seharusnya aku tidak pernah menyinggungmu?”Sikap Jessie sangat aneh. Entah kenapa Jules tidak menyukainya.Jessie memiringkan tubuhnya. Tatapannya tertuju pada wajah Jules. “Apa kamu nggak bisa pikir sendiri? Pokoknya ….” Jessie terdiam beberapa saat, lalu melanjutkan, “Aku nggak suka sama kamu.”Jody dan Jerry buru-buru ke halaman karena merasa khawatir. Namun setelah melihat gambaran ini, mereka baru mengetahui bahwa kekhawatiran mereka itu berlebihan.Jessie memang bodoh dan gampang percaya dengan orang lain, hanya saja semuanya terjadi apabila tidak ada konflik terhadap orang itu sebelumnya. Mengenai hal ini, dia cukup mirip dengan Claire, yang sama-sama “pendendam”.Jessie masih perhitungan terhadap ucapan Jules yang telah melukai hatinya. Meskipun sekarang Jules sudah tidak mengingatnya lagi, tidak berarti semuanya tidak pernah terjadi. Hingga saat
Jules berdiri di belakang lukisan cat minyak “Jatuhnya Malaikat” yang digantung di dinding. Lukisan itu diberikan Julie kepada Jessie ketika di Area Andes waktu itu. Entah apa yang sedang dilihat Jules.Tadinya Jessie tidak ingin meladeninya, berlagak tidak melihatnya, lalu berjalan pergi. Tetiba Jules malah berkata dengan perlahan, “Lukisan ini cukup menarik.”Langkah kaki Jessie berhenti. Dia memalingkan kepalanya dengan bingung. Tatapannya tertuju pada lukisan itu. Sejujurnya, Jessie tidak peduli dengan makna di balik lukisan itu. Dia hanya merasa lukisan itu cukup cantik.Hanya saja, setelah Jules berbicara seperti itu, dia pun semakin penasaran saja. “Apa ada maksud lain?”Jules masih menatap lukisan di hadapannya. Dia menjelaskan dengan datar, “Pertama kali melihat lukisan ini, aku hanya melihat orang-orang sedang berusaha menyelamatkan malaikat untuk kembali ke asalnya. Namun setelah dilihat-lihat, sepertinya orang-orang itu sedang mengikat malaikat.”Jessie mendekat. Hanya saj
Jules melepaskan tangan Jerry dengan perlahan. “Kenapa aku mesti jauhi dia?”Jerry langsung berkata, “Pokoknya jauhi dia.”Kemudian, Jerry berjalan pergi.…Keesokan harinya, Jules, Andreas, dan Steven sedang menyantap sarapan di lantai bawah. Beberapa saat kemudian, Jessie dan kedua abangnya baru menuruni tangga.Steven berkata dengan tidak berdaya, “Kenapa bangunnya siang sekali? Tidak sopan menyuruh tamu menunggu kalian.”Andreas tersenyum. “Tidak apa-apa. Namanya juga lagi liburan sekolah. Wajar kalau anak-anak bangunnya siang.”Jessie duduk di bangkunya, lalu mengambil kue kesukaannya. Kebetulan, Jules juga mengambil kue itu. Keduanya spontan mengangkat kepala.Steven dan Andreas melihat mereka berdua.Ketika menyadari Jules tidak menurunkan garpunya, Jessie juga tidak mengalah. “Hei, aku duluan.”“Apa ada namamu di atas kue ini?”“Kenapa kamu ….”Steven berdeham. “Jessie, Jules itu tamu. Sudah seharusnya kamu mengalah.”Jules mengangkat-angkat alisnya.Jessie terpaksa meletakkan
Di sisi lain, Jessie pergi ke halaman belakang untuk bermain bersama Rezeki. Tampak Rezeki sedang bergulir-gulir di atas rerumputan dengan lincahnya.Saat melihat Rezeki sedang berlari ke sisinya, Jessie pun mengulurkan tangan untuk menyambutnya. Siapa sangka, Rezeki malah melewati diri Jessie, berlari ke belakangnya.Jessie spontan menoleh. Saat ini, Rezeki sudah berada di bawah kaki Jules. Dia sedang mengendus aroma tubuh Jules.“Rezeki!” Jessie sungguh emosi.Tanpa berbasa-basi, Jessie langsung pergi menggendong Rezeki. “Aku itu majikanmu. Kamu ikut siapa sekarang!”Rezeki menatap Jessie dengan tatapan malangnya. Jessie melirik Jules sekilas. “Ngapain kamu kemari?”Jules terlihat sangat santai. “Jalan-jalan.” Tatapannya tertuju pada anjing imut di pelukan Jessie. “Namanya Rezeki?”Jessie membawa Rezeki ke depan kandangnya. “Ada masalah?”Jules mengikuti di belakangnya. Dia terdiam sejenak. “Namanya agak kampungan.”Jessie mendengus dingin. “Kampungan apaan? Jelas-jelas keren sekali