Roger tersadar dari bengongnya. “Kamu lagi ….”Izza menjawab dengan serius, “Berantem.”Berhubung ada yang datang, gadis muda itu langsung menepis tangan Izza, lalu membawa yang lain melarikan diri.Saat Izza hendak mengejar, Roger malah menghalanginya. “Ngapain kamu ke sana?”Raut wajah Izza berubah muram. “Minggir!”Sepertinya Izza benar-benar marah.Roger menarik napas dalam-dalam. “Bukan, apa mereka menyinggungmu? Kamu sudah dewasa, untuk apa kamu perhitungan dengan ….”Belum sempat Roger menyelesaikan omongannya, rekan kerja lelaki itu berjalan mendekat dengan hati-hati. “Nona Izza, sudahlah, aku rasa mereka juga tidak berani mempersulit adikku lagi.”Perempuan yang bersembunyi di belakang si lelaki hanya berumur 16 tahun saja. Kedua matanya tampak memerah seperti baru selesai menangis. Wajahnya juga tampak membengkak. Roknya juga terlihat sangat kotor seperti telah diinjak saja.Kali ini, Roger baru menyadari apa yang terjadi. Dia pun kehabisan kata-kata.Izza paling tidak suka m
Saat Jerry hendak membalas, pintu kamarnya dibuka. Dia segera menutup laptopnya, lalu mengangkat kepalanya. “Ibu?”Claire membungkus tubuhnya dengan luaran. Kebetulan dia sedang turun ke lantai bawah untuk minum. Dia menyadari lampu kamar Jerry masih menyala. Jadi, Claire pun memasuki kamar. “Sudah malam, kenapa kamu masih belum tidur?”“Aku … lagi meneliti pelajaran ajaran baru.”Claire merasa tidak berdaya. Putranya memang suka belajar, tapi belajar hingga bergadang akan berpengaruh terhadap kembang tumbuh anak. “Sudah jam satu. Sudah saatnya kamu tidur.”Jerry mengangguk. “Iya, Ibu.”Saat ini, di sisi lain.Jules menyadari pihak lawan tidak membalas pesan lagi. Dia pun mengesampingkan laptopnya. Dia berjalan ke depan jendela, lalu melihat pemandangan malam di luar sana sembari merenungkan sesuatu.Sepertinya pihak lawan mengenal dirinya. Bisa jadi sistem perusahaan bisa diretas juga gara-gara dirinya. Dia pun semakin penasaran dengan identitas peretas itu.Keesokan harinya, Roger me
Jessie juga tidak tahu kenapa Jerry bisa mengikutinya. Sepertinya dia tidak tenang membiarkan Jessie sendirian. “Kalian mau jalan-jalan di mana?”“Nonton musikal. Ikut?”“Apa ada yang enak dengan musikal?” Setiap orang memiliki kegemaran masing-masing. Namun, Jessie tidak menyukainya.Yura menepuk-nepuk pundaknya. “Anggap saja kamu lagi temani aku, ya?”Jessie juga tidak menolak.Pada saat ini, ponsel Jerry tiba-tiba berdering. Dia pun berkata, “Kalian pergi dulu. Nanti aku akan pergi mencari kalian.”Alasan Jerry keluar rumah juga bukan sepenuhnya demi mengikuti Jessie. Jessie sedang bersama dengan Yura. Seharusnya mereka akan baik-baik saja.Saat Jessie hendak bertanya, Yura pun menggandeng tangannya. “Tenang saja, Jerry. Aku akan jaga adikmu dengan baik.”Jerry segera meninggalkan tempat.Jessie memalingkan kepala untuk menatapnya. Dia merasa Jerry sedang buru-buru hendak menemui seseorang.Jerry berjalan ke area parkiran sendirian. Kemudian, tampak sebuah mobil sedan hitam berhenti
Jessie meminum teh susu dari sedotan. “Boleh. Lagi pula Kak Jerry masih belum jemput aku. Ayo, kita pergi.”Mereka berdua pergi ke restoran. Yura pergi ke kasir untuk memesan makanan.Jessie mengambil teh susu, pergi mencari tempat duduk. Pada saat ini, Yura memalingkan kepala dan menjerit, “Jessie, kamu bisa makan pedas, nggak?”Kebetulan Jules sedang berjalan di koridor lantai dua. Saat mendengar nama “Jessie”, langkah kakinya spontan berhenti. Dia pun melihat ke lantai bawah.Yura sedang memperlihatkan menu kepada Jessie. Lantaran mencondongkan tubuhnya, Yura pun menutupi sosok Jessie.Ketika menyadari Jules berhenti, Derrick pun bertanya, “Tuan Muda, ada apa?”Jules mengalihkan pandangannya. “Tidak apa-apa.” Usai berbicara, Jules melanjutkan langkahnya.Derrick menghentikan mobil di hadapan Jules. Kemudian, dia menuruni mobil, lalu membukakan pintu untuk Jules.Setelah memasuki mobil, pandangan Jules tak berhenti tertuju pada jendela luar, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Fir
“Kak Jerry, tadi kamu pergi ketemuan sama Jules?” tanya Jessie sekali lagi.Pantas saja Jerry bisa bertanya seperti itu ketika di restoran, sempat ketemuan dengan siapa tadi.Jerry menarik napas dalam-dalam sembari melipat kedua tangannya. Ekspresinya kelihatan sangat tidak bagus. “Aku memang pergi menemuinya. Hanya saja, dia sudah tidak ingat kita lagi.”Jessie tertegun sejenak. Dia menunduk dan tidak berbicara.Bukankah Jules mengalami kecelakaan? Selama ini Jessie mengira Jules sudah ….Jody sungguh tidak berdaya. Dia berjalan ke sisi Jessie dengan perlahan. “Jessie, Jules sudah tidak ingat sama kamu dan Jerry lagi. Jerry merahasiakan masalah ini darimu karena tidak ingin kamu sedih saja.”Jessie menunduk. “Emm, aku mengerti.”Sebenarnya mereka khawatir reaksi Jessie akan sangat besar ketika mengetahui masalah Jules. Tak disangka dia akan bersikap setenang ini.“Jessie, apa yang lagi kamu pikirkan?” Jessie merasa kaget. “Apa maksud Kakak?”Jody masih tetap berbicara dengan tenang,
Julie memang masih muda, tapi sangat sulit untuk bisa membaca pikirannya. Bahkan, ayah kandungnya sendiri juga tidak memahaminya, apalagi Andreas yang hanya merupakan pamannya.Dua hari kemudian, ketika kabar Jules dan Andreas akan berkunjung ke kediaman terdengar sampai ke telinga ketiga anak, mereka bertiga menunjukkan ekspresi yang berbeda.Jerry duluan mengungkapkan ketidakpuasannya. “Bisa-bisanya dia ke rumah kita?”Jody tidak berbicara, hanya menatap Jessie saja. Tampak Jessie sedang menunduk. Entah apa yang sedang dipikirkannya.Javier meletakkan cangkir tehnya, lalu berkata dengan serius, “Jerry, mereka itu tamu. Kamu mesti jaga sikapmu.”Jerry melipat kedua tangannya di depan dada. “Aku hanya tidak suka dengan anggota Keluarga Tanzil.”Steven tidak memasukkan ucapan Jerry ke hati. Dia menatap Javier. “Kapan Andreas ke sini?”Javier melihat jam tangannya sekilas. “Sepertinya sebentar lagi.”Steven mengangguk. “Kalau begitu, kalian siap-siap dulu.”Jerry tidak berbicara lagi, la
Di sisi lain, saat Jerry turun ke lantai bawah, tampak Andreas, Jody, Javier, dan Steven sedang duduk di ruang tamu. Lantaran tidak menemukan batang hidung Jules, Jerry berjalan ke sisi Jody, lalu berbisik di sampingnya, “Kak, di mana dia?”Jody tahu siapa yang dimaksud Jerry. “Di halaman.”Saat Jessie hendak membawa Rezeki kembali ke kandang, tiba-tiba Rezeki melompat keluar dari pelukannya dan berlari.“Rezeki!” Jessie terkejut, segera mengejarnya. “Rezeki, kembali!”Rezeki bagai kuda liar saja yang berlari kencang di lapangan.Jessie sungguh kecapekan untuk mengejarnya. Pada saat ini, Rezeki berhenti di depan pohon sembari menggonggong.Jessie spontan mendongakkan kepalanya. Tampak seekor kucing liar sedang terjepit di ranting pohon dan tak berhenti mengeong.Tanpa berbasa-basi, Jessie langsung melipat lengan pakaiannya ke atas, lalu memanjat ke atas pohon dengan gesit.Kucing liar menatap Jessie yang mendekatinya dengan penuh waspada. Ketika Jessie mengulurkan tangan hendak melepas
“Sebentar,” panggil Jules dengan memalingkan kepalanya. Tidak terlihat ekspresi apa pun di wajahnya. “Kalau kita tidak saling kenal, seharusnya aku tidak pernah menyinggungmu?”Sikap Jessie sangat aneh. Entah kenapa Jules tidak menyukainya.Jessie memiringkan tubuhnya. Tatapannya tertuju pada wajah Jules. “Apa kamu nggak bisa pikir sendiri? Pokoknya ….” Jessie terdiam beberapa saat, lalu melanjutkan, “Aku nggak suka sama kamu.”Jody dan Jerry buru-buru ke halaman karena merasa khawatir. Namun setelah melihat gambaran ini, mereka baru mengetahui bahwa kekhawatiran mereka itu berlebihan.Jessie memang bodoh dan gampang percaya dengan orang lain, hanya saja semuanya terjadi apabila tidak ada konflik terhadap orang itu sebelumnya. Mengenai hal ini, dia cukup mirip dengan Claire, yang sama-sama “pendendam”.Jessie masih perhitungan terhadap ucapan Jules yang telah melukai hatinya. Meskipun sekarang Jules sudah tidak mengingatnya lagi, tidak berarti semuanya tidak pernah terjadi. Hingga saat