"Jerry," tegur Claire. Dia awalnya ingin menghentikan ucapan putranya, tetapi sudah terlambat. Putranya ini malah mengatakan hal buruk tentang Jules. Begitu mendengar nama Jules, wajah Jessie yang awalnya ceria seketika menjadi cemberut.Jerry menyadari bahwa dirinya salah bicara. Dia menggaruk-garuk kepalanya seraya berucap, "Maaf, aku nggak bermaksud begitu. Undang saja kalau kamu mau. Aku bukannya ...."Sebelum ucapannya selesai, Jessie langsung berlari ke atas dan membanting pintu kamar. Suasana seketika menjadi hening. Claire memandang Jerry. Terlihat putranya sedang mengerucutkan bibirnya sambil berkata, "Aku nggak bermaksud begitu."Claire menepuk-nepuk kepala Jerry dan menyarankan, "Cepat pergi bujuk adikmu.""Ya, Bu," sahut Jerry. Dia segera meletakkan bunga yang ada di tangannya, lalu menuju ke atas. Setelah tiba di luar kamar Jessie, dia mengetuk pintu sembari berujar dengan sedikit berteriak, "Jessie, aku bersalah! Aku minta maaf, ya! Cepat buka pintunya!"Ketika mendengar
Pengawal itu mengangguk, lalu melaju pergi.“Ibu!” Jessie menarik Hiro ke sisi Claire, lalu memperkenalkan mereka, “Ibu, ini dia kakak yang kuceritakan sebelumnya.”Hiro menyapa dengan hormat, “Halo, Tante. Aku Hiro Cahyadi, anak kelas 6 SD yang satu sekolah dengan Jessie.”“Halo,” jawab Claire sambil tersenyum. Dia sangat puas terhadap sikap anak laki-laki yang sangat sopan ini. Kemudian, dia berkata pada Jessie dengan hangat, “Sebagai tuan rumah malam ini, kamu harus menjamu tamumu dengan baik, ya.”“Aku tahu. Ibu, aku pasti akan menjamunya dengan baik!” jawab Jessie sambil mengangguk.Setelah Jessie pergi bersama Hiro, Cherry yang sedang menggendong Grace berjalan mendekat dan berkata, “Putrimu populer juga di kalangan laki-laki.”Meskipun masih berumur sekitar 9-10 tahun, Jessie sudah sangat cantik. Setelah bertambah dewasa beberapa tahun lagi, dia pasti akan menjadi makin cantik.“Makanya aku sangat pusing,” jawab Claire sambil memijat pelipisnya. Setelah menjadi orang tua, dia le
“Kak Jerry, tolong bantu aku pegang bentar. Aku tersedak asap,” kata Jessie sambil menyerahkan sate yang belum dipanggang kepada Jerry. Meskipun terlihat terpaksa, Jerry tetap menerimanya. Kemudian, Cherry mengambil tisu dan mengelap wajah Jessie yang kotor karena terkena asap sambil berkata dengan menahan tawa, “Kok cuma panggang sate saja bisa jadi sekotor ini?”Hiro menatap Jerry, lalu berkata, “Biarkan aku saja yang memanggangnya.”“Nggak usah,” jawab Jerry dengan ketus sambil berjongkok dan menaruh kembali sate-sate itu ke panggangan.Jessie pun menepuk kepala Jerry sambil berkata, “Jangan bersikap begitu galak terhadap tamuku!”Jerry pun mengalah dan menyahut, “Iya, iya!”Lisa duduk di tempatnya dan menatap situasi ini dengan ekspresi yang agak sedih. Dia merasa dirinya seolah-olah tidak bisa berbaur dengan orang lain.Berbeda dengan suasana vila Javier yang ramai, suasana di Kediaman Zahra terasa agak dingin. Berhubung harus menyelesaikan urusan perusahaan, Roy tidak berada di
Noni hanya menatap Hans dalam diam. Dia sudah hamil, tetapi ibunya melarangnya untuk memberi tahu Hans. Di sisi lain, Hans mengatakan bahwa dirinya pernah melukai seorang wanita, tetapi malah selalu meminta maaf pada dirinya. Semua hal ini bagaikan potongan demi potongan rekaman yang tidak berhenti berputar dalam benak Noni. Meskipun tidak mengingat apa-apa, hatinya terasa sangat berat hingga dia kesulitan bernapas.“Noni, kamu kenapa?” tanya Hans. Dia hendak menyentuh wajah Noni, tetapi Noni tiba-tiba menghindar dan berkata, “Aku agak lelah dan ingin istirahat.”Tangan Hans yang terulur pun membeku di hadapan wajah Noni. Namun, berhubung Noni sudah berkata begitu, dia mau tak mau menarik kembali tangannya dan mengepalkannya erat-erat. Tidak lama kemudian, dia berdiri dan berkata sambil tersenyum, “Kalau begitu, istirahatlah. Aku akan datang menjengukmu lagi lain hari.”Setelah Hans pergi, Noni menatap punggungnya sambil melamun. Entah apa yang sedang dipikirkannya.Di bandara ibu kot
Javier tersenyum, lalu menjawab sambil merangkul pinggang Claire, “Kamu itu nyonya rumah ini, memangnya kamu tidak bisa ambil keputusan sendiri?”“Aku kan tetap harus diskusi dulu sama kamu,” jawab Claire sambil mendekatkan tubuhnya pada Javier.Javier mengangkat Claire ke atas meja tanpa melepaskan pelukannya. Dia mendekatkan bibirnya ke pipi Claire sambil berkata, “Kalau ada yang mau kamu diskusikan kelak, sebaiknya tunggu sampai malam supaya lebih berguna.” Claire terkekeh, lalu menyentuh bibir Javier dan menjawab, “Itu namanya bukan diskusi lagi, melainkan transaksi.”“Kata transaksi terlalu norak,” kata Javier sambil tertawa. Kemudian, dia membenamkan kepalanya di bahu Claire dan melanjutkan, “Jelas-jelas ini namanya hasrat.”Bahu Claire yang terkena napas Javier terasa geli. Dia pun menghindar dan bertanya sambil tersenyum, “Yang serius! Ini masih siang bolong!”Javier mencium bibir Claire, lalu menjawab, “Sejak mengenalmu, aku tidak tahu lagi apa arti serius.”Tangan Javier mul
Claire menggeleng, lalu duduk di pangkuan Javier dan menjawab, “Aku hanya merasa agak sayang. Roy punya reputasi yang sangat bagus di dunia perhiasan dan sudah menjalankan bisnisnya selama 30 tahun lebih. Awalnya, aku kira dia akan mewariskan bisnisnya kepada putrinya. Tak disangka, dia malah memberikannya kepada orang lain.”Javier menaruh rambut panjang Claire ke punggungnya, lalu menjawab, “Mungkin saja Roy sadar dia sudah kehilangan waktu untuk membimbing dan menemani putrinya selama ini. Bagi seorang ayah, reputasi dan keuntungan tidak lebih penting dari keluarganya.”Claire pun tertegun setelah mendengar jawaban Javier. Dia menatap Javier sambil berkata, “Kalau itu Jessie, apa kamu juga akan ....”“Aku akan melakukan apa pun demi kalian. Selama ada kalian, aku bisa hidup tanpa ketenaran ataupun kekayaan,” jawab Javier sambil menempelkan dahinya ke dahi Claire.Claire langsung merasa terharu dan tersenyum. Kemudian, Javier memeluknya dan mengecup kepalanya.Pada saat yang sama, di
Javier mengulurkan tangannya untuk memeluk Claire dan menjawab, “Karena aku lebih ingin memelukmu.”Claire tertawa, lalu berkata sambil merapikan kerah baju Javier, “Berhubung langit belum gelap, aku mau ke sebuah tempat dulu sebelum pulang ke Kediaman Fernando.”Javier mengiakan, lalu menggenggam tangannya sambil menjawab, “Aku akan menemanimu.”Claire membeli dua ikat bunga krisan putih di toko bunga, lalu mobil mereka melaju ke sebuah pemakaman. Setelah meletakkan kedua ikat bunga itu di makam orang tuanya, Claire berkata, “Ayah, Ibu, sudah mau Imlek lagi. Dulu, aku sangat membenci Imlek karena nggak bisa berbaur dengan keluarga itu. Tapi, semuanya sudah berbeda sekarang. Aku punya suami yang sangat menyayangiku, juga sudah jadi seorang ibu. Jadi, kalian nggak perlu khawatir padaku lagi.”Claire menghela napas dalam-dalam untuk menahan air matanya dan berusaha menunjukkan seulas senyum di hadapan foto orang tuanya. Dalam perjalanan pulang, dia bersandar di bahu Javier, sedangkan Ja
Javier menambahkan dengan datar, “Seorang lelaki yang sudah berumur 40-an tahun memang tidak perlu buru-buru.”Benn juga tersenyum dengan hormat. Orang di samping juga ikut tersenyum. Ketika mendengar suara kembang api di luar sana, Jessie meletakkan peralatan makannya. “Kakak-kakak, kalian makannya yang cepat. Sudah saatnya kita main kembang api!”Anak-anak meletakkan kembang api yang dibeli mereka di depan pintu. Roger membantu mereka untuk menyalakannya. Saat kembang api dilepaskan di atas langit, anak-anak pun merasa sangat gembira.Claire berdiri di dalam halaman melihat kembang api yang berkilauan itu. Dia menoleh menatap Javier. Kebetulan Javier juga sedang menatapnya.….Lampu di dalam ruangan tidak dinyalakan. Hans duduk di samping jendela sembari memandang ke luar jendela. Jalanan yang dipadati mobil terasa kosong baginya. Dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat gambar di layarnya. Entah sejak kapan, foto di layar ponselnya telah berubah menjadi foto Noni.Noni sudah meningg