Hans memalingkan wajah, lalu segera menghidupkan mesin dan melajukan mobilnya. Setibanya di apartemen, Noni langsung pergi ke kamar mandi. Begitu keluar, dia melihat Hans sedang duduk di samping ranjang sambil merokok.Hans mematikan puntung rokoknya ke asbak seraya berkata, "Aku akan mengizinkanmu kembali ke Kediaman Zahra besok."Hans berdiri dan berjalan menghampiri Noni. Dia menangkup wajah wanita itu dengan telapak tangan, lalu menunduk dan menciumnya. Noni tidak melawan. Sebaliknya, dia berdiri kaku dalam dekapan Hans dan memaksakan diri untuk membalas ciuman pria itu. Hanya saja, matanya sama sekali tidak menunjukkan gejolak emosi.Hans tidak memaksa Noni malam itu, melainkan hanya menghadiahinya dengan kecupan beruntun. Saat pria itu sedang melimpahinya dengan kehangatan, dia justru merasa kedinginan. Di dalam kegelapan, Noni tidak bisa melihat sorot iba di mata Hans. Di sisi lain, Hans juga tidak bisa melihat kebencian yang terpancar kuat dari mata Noni.Keesokan harinya, Hans
Hans tertawa, lalu wajahnya terlihat sedikit tegang dan dia tidak berbicara. Cahya memandang orang yang sedang menunggangi kuda seraya berucap, "Kita sudah kenal cukup lama. Aku tahu kamu itu orang yang keras hati saat menghadapi urusan percintaan. Aku memang tidak tahu apa yang terjadi di antara kamu dan Noni, tapi sepertinya Pak Roy sangat mengkhawatirkan anaknya."Hans tersenyum dan menimpali, "Cahya, sebaiknya kamu jangan ikut campur urusanku dengan Noni."Cahya meminum kopi, lalu menasihati, "Aku memang tidak berniat ikut campur. Tapi, aku mau ingatkan kamu, jangan keterlaluan."Hans terdiam. Setelah berbincang beberapa saat lagi, Hans pergi terlebih dahulu. Cahya memandang sosok Hans sambil merenung.....Di Perusahaan Soulna. Claire menatap Cherry sembari bertanya, "Pak Roy meminta Cahya untuk membujuk Hans?"Cherry yang duduk di sofa meminum teh, lalu tersenyum dan menyahut, "Iya. Kemarin Pak Roy langsung datang ke kediaman Keluarga Chaniago. Dia meminta suamiku untuk membujuk
Noni hanya terdiam. Hans tertawa, lalu berucap dengan ekspresi muram, "Kamu tenang saja, aku tidak akan menghabisimu."Hans menjepit dagu Noni dengan erat seraya mengancam, "Aku tidak rela menghabisimu. Lagi pula, ada banyak cara untuk menyiksamu."Wajah Noni memucat dan dia mulai ketakutan. Hans melepaskan Noni, lalu menjalankan mobilnya. Setelah kembali ke apartemen, Hans menarik Noni ke kamar mandi. Hans mengisi air dingin di bak mandi sampai penuh. Kemudian, dia langsung mendorong Noni ke dalam bak mandi.Baju Noni basah dan tubuh Hans juga terciprat air. Noni kedinginan, tubuhnya gemetaran. Namun, sebelum Noni sempat merespons, Hans menjambak rambut Noni lagi dan bertanya, "Kamu mau mendesakku, ya? Kamu tidak takut mati?"Hans memasukkan kepala Noni ke dalam air lagi dan Noni berusaha memberontak. Noni segera menarik napas saat Hans mengangkat kepala Noni. Namun, Hans memasukkan kepala Noni ke dalam air lagi.Melihat Noni yang tidak memberontak lagi, Hans mengangkat kepala Noni. S
Claire mengangguk dan berujar, "Ini sesuai dengan perkiraanku."Cherry memanggil pelayan, lalu melanjutkan, "Noni memang ada di apartemen Hans. Tapi, aku rasa dia dikurung Hans."Cherry memesan secangkir kopi. Dia bertanya setelah pelayan pergi, "Apa kamu nggak penasaran dengan jawaban Noni waktu aku bilang kamu yang mengajaknya bertemu?"Tangan Claire yang sedang memegang cangkir kopi terhenti sesaat, lalu dia lanjut meminum kopinya dan bertanya balik, "Apa yang dia bilang?""Noni bilang, dia nggak mau bertemu denganmu," jawab Cherry.Claire tertegun. Cherry tertawa dan berucap, "Sebenarnya aku membohongimu."Claire melipat kedua tangannya di dada sembari menatap Cherry, lalu Cherry tersenyum dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Dia berkata, "Noni memang nggak menolak untuk bertemu denganmu. Tapi, dia juga nggak bilang mau kapan bertemu."Claire mengangguk dan menceletuk, "Dia menolakku secara halus."Cherry mengangkat alisnya seraya bertanya, "Kenapa? Kamu mau mengakhiri dendam di an
Candice menggendong bayinya dengan hati-hati. Melihat bayinya menggenggam ibu jarinya, Candice yang tercengang berkomentar, "Ternyata bayi yang baru lahir kecil sekali.""Iya. Waktu aku melahirkan Louis, dia juga begitu kecil dan jelek," keluh Liliana.Louis merasa tidak berdaya saat mendengar ucapan Liliana. Sementara itu, Candice tertawa. Louis yang duduk di tepi tempat tidur juga menggendong anaknya. Namun, anaknya langsung menangis setelah digendong Louis.Louis yang panik bertanya, "Kenapa dia tiba-tiba menangis?"Claire menghampiri Louis dan berucap, "Coba aku yang gendong." Dia menggendong bayi Candice dan Louis. Gerakan Claire terlihat luwes saat menghibur bayi. Dalam sekejap, anak Candice dan Louis sudah berhenti menangis.Liliana mendekati Claire dan berkata, "Dia langsung tenang setelah digendong bibinya."Akhirnya, suster membawa bayinya kembali ke inkubator. Claire dan Cherry juga tidak berlama-lama lagi di rumah sakit karena tidak ingin mengganggu Candice istirahat. Merek
Hans mengatakan bahwa dia tidak akan mencintai Noni selamanya. Noni terdiam, hatinya sangat sakit. Tubuhnya gemetaran dan air matanya mengalir."Aku tidak sengaja ...," ucap Hans. Dia memegang wajah Noni dan menariknya. Noni menggigit bahu Hans dan Hans yang kesakitan langsung mendorong Noni.Noni terjatuh di atas pecahan gelas. Hans segera menggendong Noni dan memanggil, "Noni!"Melihat kondisi Noni, Hans gemetaran. Wajah Noni tertusuk pecahan gelas dan ada pecahan gelas lain yang menempel di wajah Noni sehingga wajahnya berlumuran darah. Hans yang menggendong Noni segera berlari keluar.Di rumah sakit, Hans bersandar di dinding lorong sambil merokok. Tangan dan kerah baju Hans ternodai darah Noni. Begitu teringat dengan luka di wajah Noni, Hans menutup wajahnya dengan tangan. Dia berusaha menahan rasa sakitnya, lalu air matanya mengalir.Hans berjalan kembali ke kamar pasien dengan ekspresi putus asa. Dia duduk di kursi seraya memandang wajah kanan Noni yang dibalut dengan perban. Ha
Hans mengemudikan mobilnya ke pantai dan melihat seseorang berdiri di bawah mercusuar yang tidak jauh dari sana. Dia tiba-tiba menghentikan mobilnya, keluar, dan langsung berlari ke arah mercusuar. Pria itu bahkan tidak peduli dengan ponselnya yang sedang berdering. Hans bergegas menuju sosok itu sambil berseru, "Noni! Jangan ...."Namun, Noni tanpa ragu melompat ke laut. Ombak yang ganas menelan tubuhnya. Air laut yang dingin membuat semua suara terisolasi sambil melingkupi tubuhnya yang tenggelam perlahan. Tiba-tiba, tangan seseorang menarik lengannya. Hans memeluknya dan segera berenang ke atas.Di tepi pantai, Hans terus menekan dada Noni dengan kedua tangannya untuk melakukan CPR. Hawa dingin menusuk wajahnya, tetapi dia sama sekali tidak berani berhenti sejenak. Lengan Hans yang berotot terus menekan dada Noni. Dia mencoba memulihkan jantungnya sambil berkata, "Noni, aku mohon .... Tolong bangun!"Tak lama kemudian, beberapa mobil berhenti di belakang mobil Hans. Cahya dan rombon
Roy datang ke stasiun perawat untuk bertanya, "Kenapa putriku masih belum siuman juga?"Seorang perawat melihat rekam medis sejenak, lalu menjawab perlahan, "Biasanya, pasien mengalami kondisi seperti ini karena beberapa faktor psikologis. Mereka sering kali mengalami fluktuasi emosi yang besar. Setelah diselamatkan, pasien yang sebelumnya mencoba untuk kabur dari kenyataan dengan cara ekstrem seperti ini, bakal terperangkap dalam keadaan menutup diri.""Jadi, pasien sebenarnya sadar, tapi dia enggan bangun. Dia membutuhkan kehadiran keluarga untuk lebih sering mendampinginya dan mengajaknya berbicara agar bisa merangsang saraf otaknya. Ini bisa bantu mempercepat proses kesadaran putrimu," tambah si perawat.Roy pun mengangguk. Dia berjalan kembali ke kamar pasien dengan langkah berat. Roy mendapati istrinya sedang duduk di samping ranjang sambil menangis diam-diam. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengambil mantel dan meletakkannya di atas bahu Elsa. Kemudian, Roy berkata, "Kamu ha
Jules menatap mereka. âKebetulan sekali kalian juga ada di sini.âYura membalas, âAku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.âJessie membawanya ke tempat duduk. âKalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.âSetelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. âIni adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.ââAku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.â Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, âAdikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.âYura menatapnya. âIstrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.âKening Bastian berkerut. âKita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?âSemua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. âTunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?âYura berdeham ringan. âAku lupa beri tahu kamu.ââKamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. âJessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, âDua puluh ribu diberi tiga kesempatan.ââMahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?â Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. âIni sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.âJessie menarik Dacia. âDua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.âSeusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. âBerarti enam kali kesempatan, ya.âBos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. âCoba lihat aku.âAriel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. âTidak bisa tidur?ââEmm.â Jessie bersandar di dalam pelukannya. âKak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.âJules mencium kening Jessie. âBiar aku temani.âMereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. âTunggu aku di sini.âJules mengangguk. âPanggil aku kalau ada apa-apa.âJessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. âSelesai.âJules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. âCepat juga, tapi masih tergolong pagi.âJessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, âKenapa rasanya bakal turun hujan?âOrang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. âKamu jangan sembarangan bicara.âDacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. âMungkin cuma mendung saja?âSudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, âRamalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.âKecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. âEh, turun hujan, deh.âAriel duduk di tempat. âApa?âJessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. âFirasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, âApa ini?âBos memperkenalkan dengan tersenyum, âIni namanya âmilk fanâ, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama âmilk fanâ.âAriel mencicipinya. âEmm, rasanya enak juga.âDacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. âIni adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.âJessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, âGimana rasanya?âJessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me
Menjelang malam, di Kompleks Amara.Jessie sedang berkemas di kamarnya, menyiapkan barang-barang untuk perjalanan, termasuk panduan perjalanan darat serta berbagai perlengkapan yang mungkin dibutuhkan.Jules baru saja selesai mandi dan keluar dari kamar mandi. Melihat Jessie yang begitu serius mencari informasi tentang perjalanan, dia tidak bisa menahan tawanya. âKita hanya pergi jalan-jalan, kenapa seperti mau pindah rumah saja?ââBarang cewek memang banyak! Mulai dari kosmetik, perawatan wajah, perlengkapan sehari-hari, camilan, oh ya, juga kamera, drone, dan payung. Semua sudah aku bawa!âJules menyipitkan mata. âBawa payung juga?âJessie mengangkat kepala untuk melihat Jules, lalu berkata dengan serius, âBagaimana kalau turun hujan? Bukannya akan terasa canggung?âJules merasa tidak berdaya.Dua koper besar dan satu koper kecil sudah selesai dikemas. Jessie berdiri dan menatap barang bawaannya. Sepertinya memang agak berlebihan. Dia pun menggaruk pipinya sambil berkata, âSepertinya
Jodhiva menggenggam tangannya. âKita bicarakan nanti.âClaire melihat ke sisi Jessie dan Jules. âJody dan Jerry sudah mengadakan resepsi pernikahan. Bagaimana dengan kalian?âJessie membalas, âKata Kak Jules, cocoknya di tanggal 9 September. Karena cuaca di awal bulan September nggak tergolong dingin, cuaca di siang hari tergolong hangat. Kalau malam, cuaca akan terasa dingin.âAriel merasa syok. âCuaca bulan September di sini masih panas? Nggak, biasanya di Pulau Persia, bulan September itu musim panas.âJessie tersenyum. âMusim dingin di Pulau Persia sama seperti musim gugur di sini. Kalau kamu tidak suka musim salju, kamu bisa kembali ke Pulau Persia.âSteven meletakkan cangkir tehnya sembari berpikir sejenak. âTanggal 9 September. Bukannya hanya tersisa 13 hari saja? Cepat juga.âClaire mengangguk dengan tersenyum. âCukup cepat juga.âJodhiva melihat ke sisi Jules. âPernikahan keluarga kerajaan pasti meriah?âJules merangkul pundak Jessie. âTentu saja. Pada saat itu, pernikahan aka
Yogi mengangguk. âAku akan melakukannya.âSetelah berpamitan dengan Shawn, mereka bertiga memasuki bandara.Pada saat bersamaan, di bandara Kota Jimbar.Mike dan Emilia mengantar Hiro di depan pintu. Mike menyerahkan koper kepadanya. âKalau ada waktu, sering main ke sini.âHiro mengambil kopernya sembari mengangguk. Kemudian, dia membalikkan tubuhnya, berjalan ke dalam bandara.Emilia yang sedang menggendong kucing menggigit bibirnya. Dia menundukkan kepalanya menatap Kiumi. âKelak mungkin kamu tidak akan bertemu Paman lagi.âMike melirik Emilia sekilas. âAstaga, masih tidak merelakannya?ââKiumi yang nggak merelakannya.ââAku rasa kamu yang tidak merelakannya.â Mike membalikkan tubuhnya dengan tersenyum, kemudian berjalan ke depan mobil. Emilia mengikuti di belakang. Mike membuka pintu. âKamu ini masih kecil. Kamu selesaikan sekolahmu, lalu usahakan untuk kuliah di ibu kota.âEmilia duduk di bangku samping pengemudi. Ketika mendengar kuliah di ibu kota, dia langsung memalingkan kepala
Seperti kata pepatah, setiap kerugian pasti akan disertai dengan keuntungan. Lagi pula, dari dermaga itu, Keluarga Amkasa hanya akan mendapat pemasukan dari biaya singgah kapal dagang Organisasi Naga.Sekarang, setelah kaki putra Sorox patah akibat dipukul oleh Anton, Keluarga Amkasa sama sekali tidak menunjukkan respons apa pun, itu berarti mereka telah sepenuhnya menyinggung Sorox.Jangan harap mereka bisa berbisnis seperti biasa di masa depan. Bahkan, Organisasi Naga mungkin akan menjadi musuh Keluarga Amkasa. Meskipun mereka tidak lagi menggunakan dermaga Keluarga Amkasa, mereka tetap bisa membuka jalur baru dengan cara mereka sendiri.Pada akhirnya, Keluarga Amkasa justru mempersempit jalan mereka sendiri hanya demi mempertahankan keuntungan kecil ini.Yogi membalikkan kepalanya untuk melihat Dessy. âAyo, kita pergi.ââYogi, sebenarnya apa maksudmu? Sebenarnya kamu mau bantu atau tidak!â jerit Febri.Tanpa menoleh, Yogi berkata, âTunggu kabar saja.âKemudian, Yogi meninggalkan tem