Widya melihat ponselnya. Sebelum keluar, Widya sudah mengirim pesan kepada Hardy. Setelah menunggu beberapa menit, Naomi bertanya, "Gimana kalau kita jalan-jalan dulu? Nanti kita baru bertemu dengannya setelah dia sampai."Widya berpikir sejenak, lalu menyahut, "Boleh juga."Kemudian, Naomi mengirim pesan kepada Hardy. Mereka berdua jalan-jalan di mal terlebih dahulu, lalu makan. Widya yang kelaparan langsung mengeluh setelah duduk dan memesan makanan, "Ternyata Pak Hardy mengingkari janjinya. Kenapa dia nggak langsung tolak saja kalau nggak mau datang? Sekarang dia malah nggak datang setelah berjanji. Bukannya ini sama saja dengan menipu kita?"Widya membuka menu dan berkomentar dengan kesal, "Pria yang ganteng memang nggak bisa dipercaya! Huh!"Naomi tersenyum sembari menimpali, "Nggak apa-apa. Kita berdua saja juga sudah cukup."Widya membalas, "Benar, di dunia ini ada banyak pria ganteng. Kalau yang ini nggak bisa dipercaya, mungkin nanti ada pria lain lagi."Widya tidak marah lagi
Naomi tertegun, lalu memandang Hardy. Kebetulan Hardy juga melihat Naomi. Kemudian, Naomi segera membantah, "Jangan bicara sembarangan. Warnanya beda jauh.""Warna pakaian kalian berdua lebih terang, sedangkan pakaianku begitu gelap. Jadi, aku kelihatan beda," ucap Widya sambil merapikan jaket hitamnya.Sebelum Naomi sempat bicara, Hardy tertawa dan berujar, "Ini hanya kebetulan."Setelah selesai makan, Widya tiba-tiba memberi saran untuk menonton di bioskop. Sesampainya di bioskop, Widya mengamati beberapa pilihan film di layar. Akhirnya, Widya memilih film horor dan bertanya, "Gimana kalau hari ini kita menonton film yang agak menantang?"Suasana saat menonton film horor lebih menarik daripada menonton film romantis. Apalagi saat melihat bagian film yang mengerikan dan memeluk orang di samping. Jadi, menonton film horor bisa membantu untuk mendekatkan hubungan antara 2 orang.Naomi berucap, "Aku nggak masalah."Hardy yang ragu-ragu bertanya, "Kalian yakin mau menonton film ini?"Widy
Naomi terdiam sejenak, lalu mengambil tisu itu dan berujar, "Terima kasih."Hardy memandang hujan yang turun makin deras sembari berkomentar, "Sepertinya hujan ini tidak akan begitu cepat berhenti."Naomi menunduk dan mengatupkan bibirnya. Sebenarnya, dia memang berharap hujannya tidak terlalu cepat berhenti. Tiba-tiba, ponsel Hardy berdering. Setelah melihat ponselnya, Hardy berjalan ke samping untuk menjawab panggilan telepon.Naomi memandang sosok Hardy. Entah kenapa, Naomi merasa dirinya seperti sedang berkencan. Wajah Naomi memerah. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, kenapa belakangan ini dia sering berpikiran yang tidak-tidak?Naomi tidak tahu Hardy juga memperhatikannya. Melihat Naomi yang tampak gugup dan polos, tentu saja Hardy tahu apa yang dipikirkan Naomi. Apalagi Widya juga terlihat jelas berniat mendekatkan Naomi dengan Hardy.Hardy menunduk, lalu berbalik dan lanjut mendengar ucapan penelepon. Setelah panggilan telepon berakhir, Hardy baru memandang Naomi sembari
Hardy mengernyit dan tidak berbicara. Dia menyetujui ajakan Widya karena Widya mengatakan bahwa mereka ingin berterima kasih kepadanya. Jadi Hardy pun merasa tidak enak hati menolak ajakan Widya.Hari ini, sudah jelas terlihat bahwa Widya berniat menjodohkan Hardy dengan Naomi. Entah ini maksud Naomi atau Widya yang berinisiatif sendiri. Setelah masalah Charine, sekarang Hardy sedikit trauma dengan wanita. Siapa tahu wanita ini juga sama seperti Charine?....Di rumah sakit, Vilya duduk di tepi tempat tidur sambil menyuap Guffin bubur. Saat ini, Guffin masih dalam tahap pemulihan karena baru menjalani operasi kepala. Guffin hanya bisa berbaring di tempat tidur. Bahkan, dia belum bisa duduk sehingga bagian kepala tempat tidur harus dinaikkan saat dia makan.Hans berjalan masuk. Guffin melirik Hans sekilas. Dia hendak bicara, tetapi akhirnya dia mengurungkan niatnya. Guffin tidak melihat Hans lagi.Vilya memandang Hans sembari berpesan, "Hans, ayahmu baru sadar. Kalau ada waktu, kamu har
Hati Hans terasa sakit. Dia terdiam sejenak, lalu berdiri sambil terhuyung dan berucap, "Kalau begitu, kamu antar aku pulang."Manajer bar menghampiri Noni dan menjelaskan, "Bu, Pak Hans mabuk berat. Sebaiknya kamu antar dia pulang. Kalau terjadi apa-apa kepadanya setelah pergi dari bar kami, nanti kami pasti akan terkena masalah besar."Noni sama sekali tidak berbicara. Sebelum pergi, dia melihat jaket yang ditinggalkan Hans di sofa. Dia pun mengambil jaket itu dan berjalan keluar. Setelah naik ke mobil, Noni menutupi tubuh Hans dengan jaket. Hans yang setengah sadar meraih pergelangan tangan Noni dan memanggil, "Noni."Tubuh Noni menegang. Dia tiba-tiba teringat saat Hans memanggilnya di depan orang tuanya 1 tahun yang lalu. Noni tersenyum sinis dan berkomentar, "Untuk apa kamu masih bersandiwara? Semuanya sudah berakhir."Hans tidak berbicara. Noni menjalankan mobilnya dan mengantar Hans ke apartemen. Noni tahu Selly juga tinggal di apartemen ini, jadi Noni memang berniat mengantar
Hans memakai baju dan berjalan keluar dari kamar. Ada orang yang sedang memasak sarapan di dapur. Aroma makanan merebak. Hans bergegas ke dapur. Namun, dia tertegun karena orang yang dilihatnya tidak sesuai dengan perkiraannya.Selly meletakkan telur mata sapi yang baru selesai digoreng di piring, lalu berbalik dan memandang Hans. Selly tersenyum sembari bertanya, "Kamu sudah bangun?"Hans mengernyit dan bertanya balik, "Selly ... kamu ... kenapa kamu di sini?"Selly menyajikan sarapan di atas meja sambil berucap dengan tenang, "Kamu lupa dengan kejadian semalam?"Tentu saja Hans tidak lupa. Namun, dia ingat dengan jelas semalam dirinya tidur dengan Noni. Kenapa sekarang orang yang ada di sini menjadi Selly setelah dia bangun?Selly menatap Hans seraya berujar, "Hans, semalam aku terus menunggumu. Tapi, kamu sama sekali nggak pulang."Hans terdiam. Mata Selly memerah, tetapi dia tetap berusaha tersenyum lembut saat berbicara, "Aku tahu, sekarang aku hamil, jadi kamu nggak bisa melakuka
Hans berdiri di sisi ranjang untuk menatap ayahnya. Setelah berpikir sejenak, dia baru bertanya, "Tapi, gimana dengan anak kami?"Guffin terdiam beberapa menit. Namun, dia tetap menjawab dengan ekspresi tenang, "Ayah bisa menerima anaknya, tapi tidak termasuk ibunya."Hans seolah-olah tahu bahwa ayahnya akan berkata demikian. Akan tetapi, jika ini terjadi sebelumnya, dia pasti akan melawan ayahnya dengan tegas. Namun, sekarang ... entah apakah karena Noni ataukah anak yang muncul secara "tak terduga" itu yang memengaruhinya. Dia sepenuhnya terjerumus ke dalam kebingungan.Setelah meninggalkan rumah sakit, Hans mengemudi ke Grup Zahra. Staf di sana tahu tentang hubungannya dengan Noni. Ditambah dengan kekacauan yang disebabkan oleh pernikahan beberapa hari yang lalu, orang-orang langsung bergosip ketika melihat Hans muncul."Bukannya Hans meninggalkan pengantinnya dan kabur dengan wanita lain?""Cuih, pernikahannya bahkan dibatalkan. Kenapa dia masih mencari Nona Noni? Benar-benar pria
"Kalau gitu, pergilah," usir Noni. Dia mendongak sambil melanjutkan, "Aku nggak akan seperti Selly yang bersedia merendahkan dirinya untuk menyenangkanmu."Hans memegang dagunya, lalu berkata, "Kamu selalu membahas tentang Selly, apa kamu iri padanya?" Pria itu mendekati Noni sebelum menambahkan, "Kamu iri karena dia lebih suci darimu atau karena dia mengandung anakku?"Noni sudah pernah mendengar segala macam kritikan, bahkan jauh lebih menyakitkan daripada kata-kata ini. Meskipun dia tidak peduli, semua kritikan itu tetap sampai ke telinganya. Setiap kali dia sudah mati rasa, Hans selalu menjadi orang yang menginjak hatinya berulang kali.Tatapan Noni terlihat kosong dan tanpa getaran, bagaikan orang yang telah kehilangan jiwa. Dia sama sekali tidak bersuara. Hans yang menyadari sesuatu pun menyentuh pipi Noni dengan telapak tangannya, lalu berkata, "Maaf, bu ... bukan itu maksudku."Hans memeluknya. Sembari mengencangkan pelukannya, dia berucap, "Mari kita berbaikan dan mulai lagi d