“Apa maksudmu bilang aku bodoh, Dami?” Bianna tahan untuk tidak marah sebelum Damian menjelaskan ucapannya. Damian berdecak, sambil mengantongi tangan kirinya, dia mendekati sang istri. Damian bawa tangan kanannya menyibak anak rambut di dahi Bianna lalu menyelipkannya ke belakang telinga sambil berkata, “Bukankah aku sudah bilang sama kamu kalau dia hanya masa laluku? Buat apa mencari tahu, tidak ada pengaruhnya sama sekali padaku. Jadi, berhentilah mencari tahu lagi karena seperti yang kamu tahu saat ini, kamulah istriku. Paham, kan?” Belum lagi Bianna mencerna semua ucapan sang suami, dia kembali dibuat terkejut karena tangan kanan Damian menyusup ke jemari tangan kirinya. “Aku lapar, kamu harus temani aku makan sekarang.” Tanpa permisi dan basa-basi, Damian pun menggandeng tangan Bianna dan berjalan menuju ruang makan. Bianna sampai tidak bisa berkata apa-apa karena perubahan sikap Damian yang terlalu cepat ini. *** Sesuai dengan ucapan Damian kemarin, malam ini pria itu aka
Puas sekali Bianna melihat wajah kesal Leony saat di depan lift tadi. Leony pikir apa yang dia tunjukkan pada Kevin akan membuatnya cemburu, tetapi keadaan justru berbalik karena Bianna membalasnya dengan begitu elegan. Terima kasih Bianna pada sang suami yang yang bersedia mengikuti permainannya tanpa diminta, bahkan ada satu kejadian yang terjadi tanpa Bianna perkirakan sebelumnya. Bianna yang saat ini sedang mengambil dessert di meja prasmanan sampai menghentikan langkahnya dan membawa tangannya menyentuh pipi kiri yang tadi Damian cium tepat di hadapan Leony dan Kevin. “Kamu benar, Sayangku. Tentu saja aku sangat mencintaimu.” Itu kata-kata Damian sebagai balasan atas pertanyaan Bianna sebelumnya. Masih merangkul posesif, Damian menarik pelan tubuh Bianna lebih mendekat ke dadanya dan tanpa Bianna duga, sang suami mencium mesra pipinya yang mulus. Sontak Bianna tercengang, sekujur tubuhnya menegang dan pipinya terasa memanas. Namun, ternyata bukan hanya Bianna saja yang te
“Ada apa ini?” Suara Damian memupus ketegangan di antara Bianna dan Kevin. Bianna menoleh dan tersenyum manja menyambut sang suami yang entah dari mana, tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. Masih sambil tersenyum, Bianna mendekati Damian lalu tangannya bergelayut manja di lengan kanan sang suami. “Kamu ke mana aja, Dami? Aku, kan, mencarimu.” “Aku?” Damian menunjuk dirinya sendiri. “Aku ada bersama dengan Tuan Alberto dan ya, kebetulan Anda ada di sini Tuan Kevin Jeremy. Saya ingin memberitahu Anda dan mungkin ini akan jadi kabar buruk untuk Anda.” Mendengar ucapan Damian, bukan hanya Kevin yang kemudian memutar tubuhnya menghadap pria berkharisma itu, tetapi juga Bianna yang sampai memiringkan kepalanya hanya untuk memastikan suaminya yang berbicara. “Kabar apa, Dam? Kenapa wajah kamu terlihat senang sekali?” Akhirnya Bianna tanyakan rasa penasarannya yang juga mungkin mewakili pertanyaan Kevin yang masih bergeming di tempatnya. Terdengar kekehan dari bibir Damian lalu p
Bianna sungguh tak menyangka kalau kedatangan Kevin ke kantornya pagi ini untuk mengatakan hal sekonyol ini. Apa maksudnya dengan menginginkannya kembali? Terang saja Bianna langsung mendecih tak suka. Wanita yang pagi ini memakai rok sepan sepanjang batas lutut dan blazer dengan warna senada–pink fuschia–itu melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap ke arah pria berpakaian jas lengkap itu dengan tatapan tajam. “Apa maksud ucapanmu?” tanya Bianna datar. “Seperti yang kamu dengar, Bia. Aku ingin kamu kembali padaku. Kita bersama-sama mengurus perusahaan, dengan begitu—” “Kamu sedang tidak gila, kan, Vin?” sela Bianna sebelum Kevin selesai bicara. “Atau Leony sudah membuangmu? Tapi, apa pun itu, aku tidak peduli karena aku tidak akan pernah mau kembali padamu. Kamu dengar itu?” Kevin terlihat terkekeh seakan-akan ucapan Bianna hanya kelakaran saja. Sedetik kemudian pria itu maju dan kini jaraknya dengan Bianna hanya satu langkah saja. “Aku dengar, Bia. Tapi aku yakin h
“Kevin benar-benar sudah gila, Om! Aku tidak bisa percaya dia senekat itu!” pekik Bianna di dalam ruang kerjanya. Wanita itu beruntung karena Sean berhasil mengusir Kevin setelah menghadiahinya beberapa pukulan di wajahnya. Setelah mendengar ancaman akan dipanggilkan pihak keamanan, barulah pria itu bangkit dan pergi dengan sendirinya. “Damian harus tahu ini, Bia,” ujar Sean menyarankan. “Om yakin? Bagaimana kalau Damian akan mengamuk nantinya?” Itu karena Bianna tahu watak sang suami. “Tapi tetap saja hal seperti ini tidak bisa kita sembunyikan karena kamu masih istrinya Damian, otomatis dia harus tahu apa yang sudah terjadi padamu, Bia.”Bianna mengangguk paham. “Baiklah, aku mengerti Om. Nanti aku akan segera ceritakan pada Damian. Terima kasih banyak, ya, Om, kalau nggak ada Om, aku nggak tahu apa yang akan terjadi tadi.”“Tidak usah sungkan, Bia. Bagaimanapun Kamu adalah istri dari Damian dan juga bagian d
“Ini Elara, kan, Om?” tanya Bianna setelah melihat foto wanita yang sama yang pernah dia lihat di mobilnya Damian. Hanya saja saat ini Bianna melihat wanita itu foto berpelukan bersama Sean dengan wajah yang sama cerianya dengan foto yang Damian miliki.. Kali ini Bianna menyaksikan reaksi yang berbeda dari sang paman. Bola matanya membesar dan wajahnya terlihat tegang. Bianna menengok sejenak pada Damian yang masih berdiskusi dengan Dion dan ada Inez juga di sana. Bianna menghela napas lega karena suaminya tidak mendengar nama sang adik disebut olehnya. “Kamu tahu dari mana namanya?” tanya Sean di sela rasa terkejutnya.“Dari Damian. Aku lihat foto dia ada di dashboard mobilnya. Tapi aku heran apa yang terjadi padanya sampai di dalam rumah tidak ada satu pun fotonya, bahkan di foto keluarga, tidak ada dirinya. Kenapa begitu Om?” Bianna utarakan kebingungannya, tetapi dia harus menahan rasa ingin tahunya lebih lama lagi karena bukannya men
“Oh ya? Bagus, dong kalau dia bilang seperti itu. Artinya kamu tidak perlu repot-repot menggodanya agar bisa dekat dengannya kan?”“Apa? Jadi kamu tidak marah denger Kevin minta balikan sama aku?” Ini sungguh di luar ekspektasinya. Bianna tidak menyangka kalau Damian berkata seperti itu meski raut terkejut sangat jelas terlihat di wajahnya. “Kenapa harus marah? Bukannya kemaren kamu juga punya ide untuk deketin dia biar istrinya cemburu? Kenapa? Dia sendiri sudah bilang minta balikan, bukankah kebetulan yang menguntungkanmu?” Kata-kata itu entah mengapa sangat melukai hati Bianna. Tadinya wanita itu berharap kalau suaminya akan bereaksi selayaknya suami yang pada umumnya yang akan cemburu atau marah-marah karena ada pria lain yang berani mengatakan cinta pada istrinya, tapi kenyataannya pria yang ada di depannya in justru bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. “Begitu, ya? Sayang sekali reaksi kamu di luar perkiraanku.” Bianna berusaha se
“Astaga, Bia. Aku tidak bisa membayangkan gimana rasanya jadi kamu. Kamu pasti sedih banget kehilangan calon bayi kamu, kan?” Hersi terlihat ikut bersedih dengan kenyataan yang baru saja Bianna ceritakan padanya. “Waktu itu aku hampir gila dan putus asa, Her. Untung saja ada Damian yang nolongin aku, kalau tidak, mungkin kamu juga tidak akan bertemu denganku yang seperti ini, Hersi.” Bianna harus akui itu. Kenyataan kalau nyawanya selamat selain keberuntungan, pastilah karena campur tangan Damian yang menolongnya waktu itu. Damian yang tidak melihat siapa dirinya dan asal usulnya bersedia menjaga dan menunggunya hingga sadar dari koma. Sungguh, kalau bukan Damian yang menolongnya, akankah Bianna bisa ada di sini hari ini? Bianna juga pasti tak akan bisa menjawab. “Bagaimana ada orang seperti itu, Bia? Apa kalian pernah bertemu sebelumnya?” Bianna menggeleng. “Lalu, dia begitu kaya raya dan aku sudah sempat searching siapa keluarganya, ternyata bukan dari kalangan biasa-biasa saja.