Bianna segera melepaskan tangan besar dan kekar yang merangkul pinggangnya, kemudian dia membenarkan berdirinya.
“Terima kasih, Om.” Sekali lagi Bianna ucapkan itu tak lebih sekadar basa-basi dan adab baik kepada seseorang yang sudah menolongnya.“Lain kali hati-hati. Kalau tadi tidak ada aku, bisa jadi kamu akan terluka,” ucap Sean tanpa ekspresi berlebihan.Bianna berdeham lalu menarik pelan ujung blazernya. “Biasanya juga aku hati-hati, kok. Ini saja lagi sial!”Dia pun memutar badannya untuk melanjutkan langkahnya menuju dapur, tetapi suara Sean lagi-lagi menghentikan gerak kakinya.“Kenapa tadi tidak kembali ke kantor? Apa ada yang terjadi di luar? Aku dengar kamu makan siang sama Damian, kan?”Bianna sudah mengepalkan kedua tangannya. Peduli apa Om Sean padaku? batin Bianna. Mungkin kalau tidak ada kejadian tadi pagi, Bianna akan senang-senang saja diperhatikan seperti ini. Namun, ucapan di“Jangan berdandan lama-lama. Aku tunggu di ruang makan.” pintu kamar tertutup. Sosok tampan dengan setelan jas mahalnya pun hilang dibalik pintu bercat warna kayu itu. Bianna menengok sekilas lalu berdecak pelan setelahnya. “Bisanya cuma memerintah, giliran ditanya, tidak bisa jawab. Memang laki-laki egois.” Tak heran kalau Bianna merasa kesal dengan Damian pagi ini. Bagaimana tidak, kalau semalam semua pertanyaannya tidak ada yang pria itu jawab. Bianna tentu masih ingat betul saat pada akhirnya Damian bangkit dari duduknya dan mengatakan. “Tidak perlu memancingku dengan pertanyaan konyol seperti itu. Aku lelah, malam ini aku akan tidur di kamar sebelah.” Terang saja ucapannya itu membuat Bianna terkejut. “Kenapa begitu? Kalau kamu memang tidak mau jawab tidak masalah tapi Kenapa harus sampai tidur di luar kamar ini? Kalau Opa tahu gimana?” Giliran Damian yang berdecak. “Biar aku yang tanggung jawab nanti.” Damian siap melangkah pergi, tetapi tangan Bianna lebih cepat bergera
“Kamu juga duduk Valeria kalau mau ikut sarapan.” titah Eduardo, kemudian pria paruh baya itu melihat pada Bianna yang sudah duduk di sebelah Damian. “Kenalkan, Bia. Dia Valeria Dimitri, putri dari Giorgio Dimitri rekan bisnis perusahaan kita. Dia baru kembali dari New York.”Bianna kembali berdiri dan mengulurkan tangan kanannya, Valeria tampak tersenyum miring, entah apa yang dipikirkannya tentang Bianna, tetapi Bianna merasa wanita ini tidak menyukainya. “Senang bertemu denganmu,” sapa Bianna sambil tersenyum. “Sayang sekali aku pulang terlambat, kalau tidak, mana mungkin aku biarkan kalian menikah.” Sontak mata Bianna terbelalak. Wanita berambut pendek sebahu itu justru tersenyum sinis. Dia membawa matanya menelisik Bianna dari ujung kepala hingga kaki dan Bianna tidak suka itu. “Tidak perlu terkejut. Tadinya aku wanita yang mau dijodohkan Opa sama Damian. Bukan begitu, Opa?”“Sejak awal aku tidak setuju, Val. Jadi, janga
Jujur saja, Bianna tidak menyukai keadaan seperti ini. Berdiri saling berhadapan dengan Damian dalam jarak yang sangat dekat membuat jantungnya tiba-tiba berdetak tak beraturan. Ditambah lagi embusan napas pria itu yang menerpa dahinya–Damian lebih tinggi darinya–hampir saja mengalihkan fokusnya. Bianna berpikir jika lebih lama lagi mereka di posisi seperti ini, bisa-bisa Bianna lupa akan tujuannya. Itu sebabnya dengan perlahan wanita itu jauhkan tubuh Damian dari dekatnya.Seakan-akan tahu kesalahannya, Damian langsung meminta maaf. “Maaf, aku pasti sudah membuatmu tidak nyaman.”Bianna tersenyum canggung. Apa katanya memang benar, lagipula kenapa juga Damian mengambil tempat persembunyian yang begitu sempit. Di dinding belakang meja resepsionis. “Tidak masalah, hanya saja mereka sudah masuk lift jadi kita juga bisa keluar kan?” kilah Bianna agar tidak kentara kalau dirinya tengah salah tingkah. Damian menengok ke arah depan
Bianna sukses membuat Kevin dan Leony terperangah dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Itu jelas terlihat dari gelagat mereka yang saling berpandangan dan berbicara berdua saja, mungkin mereka membahas kenapa Bianna yang mereka pikir sudah meninggal bisa hadir di dalam ruang meeting penting seperti saat ini. Dari kursinya, Bianna tersenyum penuh arti melihat gestur kedua orang itu yang gelisah dan tidak henti-hentinya menatap dirinya. Bianna mencoba tidak peduli dengan cara menyibukkan diri bersama Demian dan juga Miguel yang duduk di sebelah kirinya. Tiba giliran perusahaan Damian yang memperkenalkan diri. Bianna yang bertugas, sudah berdiri dari kursinya. Harus diakui, wanita berusia dua puluh delapan tahun itu sangat grogi sekarang. Dia yang selama ini menutup diri dari pergaulan, tiba-tiba harus melakukan public speaking untuk memperkenalkan profil perusahaannya sebelum mereka menjabarkan proposal proyek yang diminta. Bianna menarik n
“Ini tidak mungkin! Kalian pasti sudah berbuat curang!” Kevin mengajukan protesnya pada pimpinan rapat yang juga direktur pelaksana dari Vicente Corporation karena perusahaannya tidak terpilih menjadi dua perusahaan terbaik yang akan bekerja sama dengan pihak Vicente dalam proyek besar bernilai jutaan peso. Bianna yang mendengar ocehan Kevin dari kursinya hanya menebar senyum sinis dan tatapan meremehkan pada mantan suami dan selingkuhannya yang sedang berdebat di meja paling depan. Bianna boleh bangga, tampil terakhir untuk mempresentasikan proposal perusahaannya tidak membuatnya gentar dan takut terhadap tekanan yang datang. Karena setelah itu, banyak dari anggota rapat yang akhirnya mengajukan pertanyaan atas dasar apa yang sudah dia sampaikan, tetapi dengan sigap dan cekatan, Bianna menjawab semua pertanyaan mereka dan mereka puas dengan jawaban wanita bertinggi 175 cm itu. Keunggulan penggunaan bahan baku yang terbaik pada proyek nanti juga bagaimana marketingnya dijalankan
Bianna tersenyum lega kalau akhirnya meeting pagi hari ini sudah ditutup dan keputusan pimpinan rapat tidak berubah sama sekali. Dirinya dan Thiago Cantara perwakilan dari Hawkers Ltd. langsung menandatangani MOU dengan Vicente Corporation yang diwakili oleh Miguel sang putra di hadapan para peserta rapat yang tersisa termasuk Kevin dan Leony yang masih ada di ruangan itu. “Selamat Bia, semoga kerjasama ini bisa saling menguntungkan,” ujar Miguel sambil berjabat tangan dengan Bianna. “Iya, terima kasih banyak atas kepercayaan Anda, Mister. Saya dan tim akan berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan proyek kita ini.” Bianna terlihat begitu antusias. “Sama-sama, Bia. Kita pasti bisa. Bukan begitu mister Thiago?” Miguel pun menyapa rekan yang satunya. “Tentu Mister. Atasan saya pasti akan senang dengan kemenangan ini. Terima kasih atas apresiasi, Mister Miguel.” Miguel kembali memamerkan senyumnya. Bianna mengalihkan tatapan
“Kenapa melotot begitu? Lupa kalau dia itu mantan istrimu? Atau lupa kalau kamu sudah anggap dia mati?” Damian menepis kasar tangan Kevin dari lengan Bianna lalu menarik tubuh wanita itu lebih mendekatinya. Bukannya takut, Kevin masih saja berusaha mendekat Bianna, terapi lagi-lagi Damian menghalangi dengan berdiri di depan wanita itu “Minggir, ini urusanku dengan mantan istriku!” ucap Kevin ketus. Entah apa yang dipikirkannya, kenapa dia serius sekali ingin mendekati Bianna. Terdengar Damian berdecak. “Sepertinya ada yang tidak beres dengan otakmu itu, Kevin. Bianna memang mantan istrimu, tapi sekarang dia adalah istriku. Jadi, kamu tahu siapa yang lebih berhak atas dirinya, bukan? Aku harap kamu bisa jaga sikapmu itu.” Damian beralih menatap Bianna. “Kita pergi dari sini.”Itu hanya pemberitahuan karena nyatanya Damian tidak menginginkan jawaban atau pun penolakan dari Bianna. Damian meraih tangan kiri Bianna dan menggande
“Kalian sudah kembali?” baru saja menginjakkan kaki di depan ruang kerja Bianna, suara seseorang menghentikan langkah mereka memasuki ruangan itu. “Iya, Om. Om sengaja ke sini atau ada urusan denganku?” Bianna menyahuti pertanyaan Sean yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. “Nggak ada, aku hanya sedang keliling kubikel aja lalu melihat kalian,” terang pria yang memakai jas hitam itu dengan santainya. “Kalau begitu kembali kerja, Om. Aku tidak menggaji orang malas.” “Ya ampun, Dami!” Sentak Bianna sambil memegang lengan Damian. Sementara Sean terkekeh saja, seakan-akan ucapan Damian hanya gurauan biasa. “Bisa bicara lebih sopan, kan? Dia Om kita, lho.” “No, this is the office. So, aku bosnya.” Damian melenggang masuk ke ruangan Bianna begitu saja, sedangkan Bianna jadi tidak enak hati pada paman suaminya itu. “Maaf, ya, Om. Dami—” “Dia benar, Bia. Aku cuma karyawan saja dan dia bosnya,” ucap Sean sambil tersenyum. “Kalau diperhatikan baik-baik, sikap Om Sean tidak la
Tak bisa dipungkiri kalau semalam Damian Caesar Lysander sudah membuat Bianna terbuai oleh kehangatan tubuh suami kontraknya itu. Tanpa sadar, Bianna terlelap dalam pelukan pria bertubuh atletis itu. Tidak memedulikan pakaiannya yang belum berganti piyama, Bianna balas rangkulan sang suami. Namun, dalam posisi saling berhadapan, Bianna menyadari satu hal kalau Damian pulang setelah meminum minuman alkohol. Aroma itu tercium dari napasnya yang menerpa wajah Bianna. “Apa yang sudah terjadi? Kenapa Damian minum-minum? Tapi semalam dia tidak terlihat mabuk?” gumam Bianna sembari menyisir rambutnya. Tak ada Damian di kamar. Sejak Bianna bangun tadi, sang suami sudah tidak ada di atas ranjang. Dari pelayan yang masuk mengambil baju kotor ke kamarnya, Bianna tahu kalau Damian sedang pergi berkuda. Setelah memastikan penampilannya tidak ada yang kurang, Bianna memutuskan untuk keluar kamar menuju ke ruang makan. Dia yakin kakek dari Damian pasti sudah menunggunya di sana. “Selamat pagi, O
Bianna sudah mencoba untuk mengabaikan ataupun melupakan apa yang dia dengar di butik tadi. Akan tetapi, bukannya hatinya lega justru pikirannya semakin ke mana-mana. Bianna benar-benar dilanda penasaran hebat akan siapa sosok Viella ini. Bianna menghela napasnya berat, matanya tertuju pada ponsel di atas nakas. Wanita itu segera meraih benda pintar itu lalu dia kembali bersandar pada headboard ranjangnya. Daripada memendam rasa penasaran akut, Bianna memilih membuka laman pencarian di ponselnya. Dengan cepat dia ketik kata kunci ‘Kabar Terbaru Viella Roxanne’. Benar saja dalam laman berita online tersebut tersebar kabar kalau Viella memang akan kembali ke Meksiko, tetapi dari semua kabar yang Bianna baca, tidak ada yang menyebutkan kapan wanita itu akan datang. Suara handle pintu yang bergerak mengejutkan Bianna, dia yakin kalau itu adalah suaminya yang akan masuk ke kamar mereka. Wanita itu pun melihat jam yang ada di atas layar ponsel sebelah kiri. Pukul sebelas malam. “Kamu ba
“Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat.” Sean menatap dingin pada Bianna dan Kevin. “Nggak, Om. Silakan duduk,” ucap Bianna sedikit gelagapan. Dia justru bersyukur Sean masuk ke ruangannya, dengan begitu dia bisa berhasil melepaskan diri dari rangkulan Kevin. Bianna tampak memaksakan tersenyum. Wajahnya terlihat memerah karena menahan malu dan kesal bersamaan. “Kalau kamu sibuk, biar nanti aku kembali lagi.” Sean tersenyum penuh arti. Bianna yang sudah tidak nyaman bersama Kevin pun segera menarik tangan Omnya Damian itu untuk duduk. “Nggak, Om. Kebetulan aku juga lagi mau cari Om. Om duduk sini dulu, ya?” Mau tak mau Sean menuruti saja apa yang Bianna katakan. Duduk tenang di depan meja kerja Bianna. Lalu wanita itu kembali ke hadapan Kevin. “I’m sorry Kevin. Aku ada urusan yang harus dibicarakan dengan Om Sean. Apa kamu bisa tinggalkan ruangan ini?” pinta Bianna to the point yang langsung ditanggapi senyum tipis oleh Kevin. “It’s okay. Nanti aku hubungi kamu lagi
“Bagaimana rasanya? Enak, kan?” Kevin menanyakan hal itu saat Bianna baru saja menyuapkan satu sendok cake ke mulutnya.Bianna menelan lebih dulu cake yang terbuat dari 80% keju itu sebelum akhirnya menjawab, “Lumayan. Masih kalah enak dengan toko kue langgananku.”“Oh ya? Katakan apa nama tokonya biar lain kali aku bisa membelikannya untukmu,” ujarnya antusias, tetapi ditanggapi cibiran oleh Bianna. “Jadi selama tiga tahun bersamaku, kamu benar-benar tidak tahu apa pun mengenai aku, Vin?” Sontak mata Kevin melebar. Itu jelas sekali terlihat oleh Bianna, reaksinya itu sekaligus membuktikan kalau apa yang Bianna tuduhkan benar, bukan?Kevin terdengar berdecak, sepertinya pria itu tidak terima dengan tuduhan Bianna karena setelahnya, dia pun bangkit dari kursinya berpindah duduk di sebelah wanita itu. Sedikit memiringkan duduknya, dia menghadap kepada Bianna. Hang tidak pernah Bianna siap, ternyata Kevin meraih kedua jemari tangannya, menggenggamnya dan mengunci tatapannya.“Maafin ak
Bianna masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Inez saat tadi mereka bicara di luar ruangannya Damian. Apa yang Inez sampaikan tidak mungkin sebuah kebohongan, kan? Tidak ada untungnya bagi gadis itu membohongi Bianna. Akan tetapi, sungguh sulit dipercaya kalau ternyata selama satu tahun ini Damian benar-benar telah menutup diri dari para wanita. Lantas, luka seperti apa yang Viella beri hingga membuat pria yang jarang tersenyum itu sulit keluar dari bayang-bayang wanita itu?Bianna kembali menggeleng lalu menghela napas kasar sembari menyandarkan punggung ke sandaran kursi kerjanya. Mencoba untuk mengingkari kabar yang didapat, tetapi semakin Bianna abaikan, kenyataan itu justru semakin nyata sebab sampai hari ini dia belum tahu bagaimana isi hati Damian yang sebenarnya, bukan?Ketukan pintu menarik bianna kembali pada kenyataan. Dia lebih dulu melihat jam di layar ponselnya barulah dia meminta si pengetuk untuk masuk. “Maaf, Nyonya. Anda sudah melewatkan makan siang Anda.” Es
Bianna keluar dari ruangan Damian dengan wajah lesu. Dia tidak langsung beranjak dari sana, melainkan dirinya menyandarkan punggung pada daun pintu. Bianna tidak habis pikir, laki-laki yang saat ini berstatus suaminya itu benar-benar sangat sulit ditebak isi hatinya. “Nyonya baik-baik saja?” Bianna berjengit kaget dengan kelopak mata yang langsung terbuka. Di depannya sudah ada Inez, sekretaris Damian menatapnya khawatir. “Oh, nggak apa-apa. Nez. Saya hanya agak lelah saja.” Bianna menegakkan punggungnya. Dia sudah melangkah menjauhi pintu ruang kerja Damian, tetapi tiba-tiba langkahnya kembali berhenti lalu dia berbalik tepat saat Inez akan duduk di kursi kerjanya. “Apa Anda melupakan sesuatu, Nyonya?” tanya Inez yang tampak tidak terkejut dama sekali. “Saya mau tanya, Nez. Sejak kapan kamu kerja dengan Damian?” Entah mengapa mendadak pertanyaan itu muncul dalam benaknya. Inez melempar senyum manisnya. “Sudah lima tahun ini, Nyonya.”“Oh ya?” Bianna terlihat terkejut. “Kalau beg
“Siapa yang memintamu merubah jadwalku?” Suara Damian tetap sama, datar dan terlalu kaku. Namun, Dion yang sudah bekerja dengannya selama hampir tujuh tahun ini tentu sudah terbiasa mendenganya. “Itu—” “Aku yang perintahkan.” Dion tidak sempat menjawab karena Bianna lebih dulu bersuara saat memasuki ruang kerja Damian. “Kenapa begitu? Apa pentingnya datang ke acara dia?” Damian mendelik tak terima jadwal kerjanya diintervensi tanpa seizinnya. “Nemenin aku, lah. Dia rekan bisnis kita yang baru, masa kita tidak datang ke acaranya,” protes Bianna sambil duduk di kursi depan meja kerjanya. Damian masih ingin komplain, tetapi Bianna memberi kode melalui jaru telunjuk yang ditaruh di atas bibirnya. “Udah, tidak usah pusing, nanti aku yang akan pilihkan pakaianmu. Sekarang aku ke sini karena ada yang ingin aku bicarakan.” Mendengar hal itu tanpa diperintah, Dion berinisiatif undur diri. “Lain kali tanya dulu apa aku mau datang ke pesta atau tidak. Aku paling tidak suka keramaian.” Mata
“Tidak ada masalah dengan jantungku.” Bianna mendorong tubuh kekar Damian dengan kedua tangannya. Damian tidak marah. Dia justru terkekeh sambil merapikan kembali jasnya. “Baguslah kalau begitu. Setelah ini jangan biarkan mereka masuk ke rumahku, aku akan bilang ke satpam untuk mencegah mereka.”“Lalu bagaimana dengan permintaan Opa tadi?” Bianna terpaksa menghentikan gerakan Damian yang sudah berbalik. Dia kembali menoleh lalu tersenyum penuh arti. “Kenapa? Apa kamu menganggap serius permintaan Opa? Sayangnya aku tidak. Jadi, lupakan saja hal itu. Bersiaplah, Tian akan mengantarmu ke kantor.” Bianna terpaksa menelan kembali kata-kata yang siap meluncur dari bibirnya karena langkah pria itu terlalu cepat untuk dihentikan. “Dasar pria aneh! Tidak punya perasaan! Lalu apa yang harus aku katakan pada Opa kalau cucunya sendiri yang tidak mau punya anak?” gerutu Bianna yang akhirnya memutar badan lalu berjalan menuju ruang makan mengambil tas tangan miliknya. “Memangnya kamu mau hamil
Untuk sejenak saja, boleh, kan, Bianna meminta agar waktu berhenti saat ini juga? Saat dirinya tengah hanyut dalam kobaran api gairah yang baru saja dinyalakan oleh Damian? Saat dirinya hampir tenggelam dalam dahsyatnya gelombang kenikmatan yang Damian beri lewat sentuhan bibirnya itu? Namun sayang, sepertinya hanya Bianna yang merasakan perasaan itu karena detik berikutnya kembali tanpa aba-aba Damian melepaskan tautan bibirnya begitu saja. Tentu saja hal itu membuat Bianna terkejut, meski dia berusaha untuk segera kembali menapak bumi yang dia pijak. “Bagaimana? Apa ini sudah bisa membuktikan kalau kami adalah suami istri sungguhan?” Dengan percaya dirinya Damian bicara pada Eduardo, tidak lupa tangan kanannya merengkuh pinggang Bianna. “Lalu kenapa perempuan tadi marah-marah sama Bia? Dan bilang kalau suaminya ingin cerai gara-gara Bia, Dami?” Eduardo patut bertanya hal itu. Telinganya tidak tuli, tentu dia ingin memastikan apa yang sudah dia dengar. Damian menuntun Bian