"Halo, Barata!" sapa Glenn Brawijaya dengan begitu santai tetapi berhasil membuat Alexander terlonjak kaget dari tempatnya.Wajah pengusaha muda itu bahkan terlihat memutih karena keterkejutan yang baru saja menghampirinya.Ia berujar dengan susah payah dan merasa mungkin ia salah dengar, "Kau bilang apa tadi?"Glenn mendecak lidah lalu melepas masker dan juga kacamata hitam mewahnya. Ia tersenyum dingin dan berkata, "Barata, apa telingamu sudah mulai tidak berfungsi dengan benar?"Alexander menatap Glenn seolah sedang melihat hantu yang bisa berbicara."Kau-""Oh, ayolah. Kau tidak perlu terlalu terkejut seperti itu," potong Glenn cepat-cepat.Ia kemudian berujar lagi, "Ikut aku!""Ke mana?" tanya Alexander yang mulai merinding dengan ajakan itu."Neraka."Nyali Alexander seketika ciut. Ia bahkan melangkah mundur dengan ekspresi sedikit takut.Glenn Brawijaya memutar bola matanya malas, "Sialan. Aku hanya bercanda, Barata. Ayo ikut aku ke rumahku!"Belum sempat Alexander memberikan j
"Glenn, ayolah!" desak Alexander saat keduanya sudah sampai di salah satu tempat favorit Glenn, yakni bagian atap rumah mewah itu yang biasa ia gunakan untuk menyegarkan otaknya.Glenn menoleh, "Astaga. Aku 3 tahun ini sibuk bangkit. Aku ini bukan pengangguran yang memiliki banyak waktu hanya untuk sekedar mengawasimu, Barata. Memangnya kau seperti itu ya sampai aku harus mengawasimu?"Alexander mendecak lidah lantaran kesal, "Lalu, kenapa kau seolah-olah tahu aku akan ke sana?"Glenn memerintah salah seorang pelayannya untuk mengambilkan mereka minuman yang bisa dinikmati kalah mengenang semuanya."Karena di tahun pertama aku mengunjungi makamku sendiri, aku melihatmu di sana dan di tahun kedua juga seperti itu jadi kupikir tahun ini kau juga akan pergi ke makamku," sahut Glenn terlihat santai."Kau mengunjungi makammu sendiri? Untuk apa?" tanya Alexander cukup penasaran.Glenn membalas, "Anggap saja sebagai sebuah lelucon saja. Bukankah sangat lucu?""Lucu katamu?" ulang Alexander m
"Hm, kau benar-benar sangat peka sekali, Barata. Senang sekali tahu jika kau rupanya bisa diandalkan," ujar Glenn, menatap sambil menyeringai ke arah sang pengusaha muda. Alexander mendengus keras. Ia sampai meneguk minumannya hingga tandas lantaran kesal, "Apa menurutmu aku dulu tidak bisa diandalkan?" Glenn memasang wajah innocent-nya hingga membuat Alexander menjadi jengkel. "Aku tidak berkata seperti itu tapi sebenarnya kau memang cukup bisa diandalkan." Alexander mencibir, "Kau berkata seperti itu tidak untuk berusaha menyenangkan aku kan?" Seketika tawa Glenn Brawijaya meledak. Tak pernah dia sangka jika dia bisa tertawa begitu renyah saat menemui Alexander yang dulunya cukup kaku dan tidak menyenangkan untuk diajak berbicara. Bagi Glenn, Alexander sangat membosankan karena terkadang mereka tidak bisa satu pendapat atau memiliki pandangan yang sangat aneh dan bisa dikatakan sangat jauh berbeda. Glenn tidak terlalu menyukai kalau bercengkrama dengan Alexander tetapi ia tidak
"Tenanglah, Barata! Tidak sekarang. Kau bisa bersantai dulu untuk sementara waktu!" ujar Glenn.Akexander menghela napas panjang, tidak lagi memaksa Glenn untuk mengatakan hal apapun."Setidaknya kau masih hidup, itu sudah cukup!" ujar Alexander.Glenn menoleh, "Oh, tolong. Apa kau menangisi kematianku, Barata? Tidak aku percaya jika ternyata kau secengeng itu."Alexander melempar tatapan tajam pada putra dari orang yang ia kagumi itu. Ia menyahut dengan menampilan ekspresi jengkel yang begitu kentara, "Untuk menangisi kematianmu? Kau pikir aku mau membuang-buang waktuku yang berharga unuk menangisi kematianmu itu? Menyebalkan!"Glenn tertawa senang mendengar omelan Alexander yang memang cukup membuatnya terhibur itu. Entah kenapa, meskipun ia sendiri tahu jika Alexander bukanlah sekutu yang cukup kuat untuknya, ia tetap berusaha membuat Alexander berada di pihaknya. Alexander tetaplah menjadi orang pertama yang mau mengulurkan bantuan kepadanya.Ia tidak mungkin akan pernah melupakan
"Tuan Alex," panggil Damar saat ia melihat Alexander memasuki ruang tamu.Beberapa pengawal tengah berkumpul dan membahas sesuatu. Alexander mengerurkan kening heran saat melihatny."Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Alexander.Damar berkata, "Tidak ada, Tuan Muda."Damar memerintahkan para pengawal untuk menyingkir dari ruangan itu. Alexander melihat cara Damar memerintah dan cukup terkejut saat ia tahu mereka mematuhi perintah Damar.Apa yang sebenarnya terjadi? Mereka itu anak buahnya. Dia yang menggaji mereka tapi anehnya para anak buah itu malah patuh pada Damar. Ia benar-benar sulit menerimanya."Tidak ada? Kau yakin? Lalu kenapa mereka berkumpul di sini?" tanya Alexander menatap curiga pada Damar.Damar tersenyum samar dan menjawab, "Begini, Tuan Muda. Saya tadi cemas karena Anda tidak pulang-pulang, Saya meminta mereka bersiap-siap untuk melakukan pencarian jika Anda tidak kunjung pulang."Alexander merengut. Jujur saja ia tidak menyukai hal itu, "Tunggu dulu, Damar. Buk
Usai membuat rencana dengan pria yang ia sebut sebagai Jack itu, sang eksekutor yang telah ia perintahkan untuk membunuh Glenn Brawijaya di pelabuhan tiga tahun lalu, Damar segera ke luar dari sana.Namun, tanpa ia sadari, Alexander Barata yang menjadi targetnya itu ternyata mengikuti dirinya. Ia bergumam, "Ah, aku mengerti sekarang. Mungkin kau yang dicurigai Glenn."Saat ia melihat Damar semakin menjauh, Alexander memilih segera kembali ke apartemennya."Tuan Alex, Anda dari mana?" tanya seorang pengawal yang ia ingat baru bekerja kepadanya selama beberapa bulan."Jalan-jalan," sahut Alexander cepat, tak ingin menimbulkan kecurigaan.Sang pengawal mengerutkan dahi, "Kenapa Anda tidak meminta salah satu dari kami untuk menemani Anda?"Alexander hampir saja membentak pengawal yang menurutnya sangat kurang ajar itu. Memangnya siapa pengawal itu sampai berani menanyai dirinya?Akan tetapi, Alexander menahan diri dan berkata, "Aku tidak sempat, sedang terburu-buru.""Baiklah, Tuan. Tapi
"Tentu saja aku tahu," ujar Glenn dengan begitu santainya.Alexander melotot jengkel tapi ia tetap masih tidak berbalik. Namun, sungguh ia mulai kehilangan kesabaran karena harus berpura-pura seperti itu."Kenapa kau tidak langsung mengatakannya saat kita ketemu kemarin," ucap Alexander kesal.Glenn berujar, "Karena kau tidak mungkin percaya kepadaku secara langsung. Bagaimana pun juga, kau sangat mempercayainya. Tidak mungkin kau menaruh curiga kepadanya."Alexander menggelengkan kepala, "Kau harusnya mengatakan itu.""Tidak bisa. Kau harus merasakan dan mengetahuinya sendiri. Bukankah kau juga memang sempat berpikir jika aku mengada-ada kan?' cecar Glenn.Alexander menelan ludah dengan susah payah. Ia memang harus mengakui Glenn benar. Sebelumnya ia memang tidak menaruh curiga pada Damar karena merasa pria itu telah mengabdi kepadanya selama bertahun-tahun dan bisa dipercaya.Ia bahkan sedikit meragukan Glenn lantaran terlalu banyak rahasia yang dimiliki oleh pria itu. Tapi, bukan b
Tiba-tiba saja Glenn menutup buku yang sedang ia baca dengan begitu keras hingga menimbulkan sedikit kekagetan dari pengunjung toko buku itu. Alexander berkata, "Hm. Kenapa reaksimu begitu?""Apa yang kau harapkan memangnya? Kau berharap aku senang-senang saja, Barata?"Alexander mengerang kesal, "Padahal kau sendiri yang menemukan motif Damar tapi kau sendiri yang kesal?"Glenn Brawijaya mendengus, "Orang-orang seperti Damar itu tidak pantas diberi kesempatan hidup. Dia bisa lebih menjadi rakus jika tidak segera kau bereskan."Alexander ingin tertawa keras untuk menanggapi ucapan Glenn yang menurutnya menyebalkan itu. Bukankah Glenn juga tahu saat ini Damar sepertinya berhasil mengendalikan beberapa sektor usahanya. Dan ini bukan kesalahan Damar tapi memang kesalahannya sendiri.Dia hanya cukup bodoh saja hingga mempercayai Damar untuk mengelola seluruh aset miliknya. Kini hanya rasa sesal dan pahit saja yang bisa ia terima."Apa kau mau aku saja melakukannya?" tawar Glenn.Alexander