"Beginikah caramu menyapa sahabatmu yang telah memberimu bantuan yang cukup besar, Glenn Brawijaya?" sahut Dewa dari seberang sana.Glenn mendengus keras, "Kau benar-benar menyebalkan. Tidak bosan mengingatkan aku tentang bantuanmu itu?""Oh iya tentu saja tidak. Hm, anggap saja aku sedang berinvestasi kepadamu jadi kau harus menyenangkan orang yang sudah memberimu modal ini, Glenn," balas Dewa dengan santai.Glenn yakin sekali saat ini Dewa sedang tersenyum menyebalkan di sana.Glenn mendecak lidah, sadar jika sampai kapanpun ia akan kembali diingatkan tentang hutang-hutangnya pada Dewa. Memang benar, tanpa bantuan Dewa, sangat mustahil bagi Glenn untuk bangkit dan mencoba membangun usahanya sendiri dari nol. Selain memberikan modal dalam jumlah yang tidak main-main, Dewa juga membantu dirinya untuk mencari relasi hingga bisnisnya yang ia geluti sekarang itu menjadi pesat berkembang.Dengan kata lain, Dewa memang telah membantu dirinya mengepakkan sayapnya yang sebelumnya patah tak t
"Wah, kalau itu memang tujuanmu aku sangat mendukungmu. Arnold memang sudah sangat jauh berubah tapi bukankah beberapa orang telah memperingatkanmu soal ini?" tanya Dewa. Glenn tentu saja mengetahuinya dengan sangat jelas, begitu banyak yang dulu telah memperingatkan dirinya tentang darah yang lebih kental dari apapun itu. Hanya saja ia memilih percaya pada Arnold lantaran ia merasa telah mengenalnya sejak lama dan mengira Arnold lebih baik dibanding Narendra. Nyatanya, dugaannya salah besar. Arnold telah membuatnya kecewa dengan menjadi kaki tangan Narendra dan seolah bersekongkol dengannya. "Hm, makanya aku tidak akan pernah segan untuk menghukumnya karena bagaimanapun juga dia bahkan sudah bergabung dengan kakak sialannya itu dan menjalankan perusahaan atas perintah Narendra." Dewa juga memahami hal itu dengan sangat baik sehingga ia tidak bertanya lagi tentang keputusan Glenn yang diambil itu. Setelah percakapan singkat itu, Glenn memutuskan untuk segera menghubungi beberapa p
"Bodoh? Kau pikir aku tidak melakukan apapun? Aku sudah mengirim begitu banyak anak buah ke seluruh Indonesia bahkan juga di luar negeri. Kau sendiri, apa yang kau lakukan untuk Glenn?" tantang Alexander yang tidak terima dituduh seolah dirinya hanya berdiam diri saja.Arnold menjauh dari Alexander dan menatap kesal pada pria yang kini juga sedang dengan menatapnya penuh kebencian. Alexander kini tersenyum mengejek, "Kau bahkan tidak pernah lepas dari kakak tersayangmu itu dan kemana-mana selalu bersamanya. Apa yang sudah kau lakukan? Tak ada, bukan?"Arnold tidak menjawab pernyataan sang pengusaha muda itu."Benar kan apa yang aku katakan? Kau hanya duduk manis di sana dengan alasan ingin menjaga harta yang dimiliki oleh Glenn hingga dia nantinya kembali. Apa kau bodoh?" ujar Alexander membalikkan keadaan.Ia mengambil jeda selama beberapa saat sebelum kembali berkata, "Jika benar dia masih hidup seperti yang kau katakan itu, bagaimana dia bisa kembali jika tak ada yang menemukannya
"Baik, Tuan." Damar menjawab dengan begitu patuh dan setelah menurunkan sang tuan muda, ia bergegas ke ruang beristirahatnya sendiri.Alexander menghela napas panjang dan kemudian terlelap di kamar tidurnya hingga pagi menjelang.Di pagi hari, sesuai dengan perintahnya Damar telah menyiapkan sebuah mobil baru yang belum pernah ia pakai.Sang pengusaha muda itu sama sekali tidak peduli bagaimana caranya Damar bisa mendapatkan mobil itu dalam waktu singkat. Tapi yang pasti uangnya selalu berkurang cukup banyak setiap kali ia meminta mobil baru harga fantastis.Begitu ia melihat Damar menghilang dari rumahnya untuk mengurusi segala kegiatannya di hari itu, Alexander segera melajukan mobilnya menuju ke tempat pemakaman di mana Glenn di kubur.Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia selalu ke sana sendirian dan biasanya ia akan melihat ikat bunga yang ia tebak dibawa oleh Arnold.Ia pikir yang pergi ke tempat itu hanyalah dirinya dan juga Arnold tetapi kali ini ia cukup terkejut ketika melihat
"Halo, Barata!" sapa Glenn Brawijaya dengan begitu santai tetapi berhasil membuat Alexander terlonjak kaget dari tempatnya.Wajah pengusaha muda itu bahkan terlihat memutih karena keterkejutan yang baru saja menghampirinya.Ia berujar dengan susah payah dan merasa mungkin ia salah dengar, "Kau bilang apa tadi?"Glenn mendecak lidah lalu melepas masker dan juga kacamata hitam mewahnya. Ia tersenyum dingin dan berkata, "Barata, apa telingamu sudah mulai tidak berfungsi dengan benar?"Alexander menatap Glenn seolah sedang melihat hantu yang bisa berbicara."Kau-""Oh, ayolah. Kau tidak perlu terlalu terkejut seperti itu," potong Glenn cepat-cepat.Ia kemudian berujar lagi, "Ikut aku!""Ke mana?" tanya Alexander yang mulai merinding dengan ajakan itu."Neraka."Nyali Alexander seketika ciut. Ia bahkan melangkah mundur dengan ekspresi sedikit takut.Glenn Brawijaya memutar bola matanya malas, "Sialan. Aku hanya bercanda, Barata. Ayo ikut aku ke rumahku!"Belum sempat Alexander memberikan j
"Glenn, ayolah!" desak Alexander saat keduanya sudah sampai di salah satu tempat favorit Glenn, yakni bagian atap rumah mewah itu yang biasa ia gunakan untuk menyegarkan otaknya.Glenn menoleh, "Astaga. Aku 3 tahun ini sibuk bangkit. Aku ini bukan pengangguran yang memiliki banyak waktu hanya untuk sekedar mengawasimu, Barata. Memangnya kau seperti itu ya sampai aku harus mengawasimu?"Alexander mendecak lidah lantaran kesal, "Lalu, kenapa kau seolah-olah tahu aku akan ke sana?"Glenn memerintah salah seorang pelayannya untuk mengambilkan mereka minuman yang bisa dinikmati kalah mengenang semuanya."Karena di tahun pertama aku mengunjungi makamku sendiri, aku melihatmu di sana dan di tahun kedua juga seperti itu jadi kupikir tahun ini kau juga akan pergi ke makamku," sahut Glenn terlihat santai."Kau mengunjungi makammu sendiri? Untuk apa?" tanya Alexander cukup penasaran.Glenn membalas, "Anggap saja sebagai sebuah lelucon saja. Bukankah sangat lucu?""Lucu katamu?" ulang Alexander m
"Hm, kau benar-benar sangat peka sekali, Barata. Senang sekali tahu jika kau rupanya bisa diandalkan," ujar Glenn, menatap sambil menyeringai ke arah sang pengusaha muda. Alexander mendengus keras. Ia sampai meneguk minumannya hingga tandas lantaran kesal, "Apa menurutmu aku dulu tidak bisa diandalkan?" Glenn memasang wajah innocent-nya hingga membuat Alexander menjadi jengkel. "Aku tidak berkata seperti itu tapi sebenarnya kau memang cukup bisa diandalkan." Alexander mencibir, "Kau berkata seperti itu tidak untuk berusaha menyenangkan aku kan?" Seketika tawa Glenn Brawijaya meledak. Tak pernah dia sangka jika dia bisa tertawa begitu renyah saat menemui Alexander yang dulunya cukup kaku dan tidak menyenangkan untuk diajak berbicara. Bagi Glenn, Alexander sangat membosankan karena terkadang mereka tidak bisa satu pendapat atau memiliki pandangan yang sangat aneh dan bisa dikatakan sangat jauh berbeda. Glenn tidak terlalu menyukai kalau bercengkrama dengan Alexander tetapi ia tidak
"Tenanglah, Barata! Tidak sekarang. Kau bisa bersantai dulu untuk sementara waktu!" ujar Glenn.Akexander menghela napas panjang, tidak lagi memaksa Glenn untuk mengatakan hal apapun."Setidaknya kau masih hidup, itu sudah cukup!" ujar Alexander.Glenn menoleh, "Oh, tolong. Apa kau menangisi kematianku, Barata? Tidak aku percaya jika ternyata kau secengeng itu."Alexander melempar tatapan tajam pada putra dari orang yang ia kagumi itu. Ia menyahut dengan menampilan ekspresi jengkel yang begitu kentara, "Untuk menangisi kematianmu? Kau pikir aku mau membuang-buang waktuku yang berharga unuk menangisi kematianmu itu? Menyebalkan!"Glenn tertawa senang mendengar omelan Alexander yang memang cukup membuatnya terhibur itu. Entah kenapa, meskipun ia sendiri tahu jika Alexander bukanlah sekutu yang cukup kuat untuknya, ia tetap berusaha membuat Alexander berada di pihaknya. Alexander tetaplah menjadi orang pertama yang mau mengulurkan bantuan kepadanya.Ia tidak mungkin akan pernah melupakan