"Untuk membunuhmu," ucap Glenn asal.Dewa tertawa terpingkal-pingkal. Pria itu bahkan sampai membuang racun rokok berharganya ke tanah dan menginjaknya agar mati.Glenn meliriknya dengan jengkel tapi tak lagi berkata-kata.Setelah tawanya mereda, Dewa berujar, "Astaga, sudah lama aku tak tertawa begini. Oh, demi lautan yang dikuasai oleh Neptunus, aku benar-benar senang sekali bisa bertemu denganmu lagi, Glenn.""Aku sama sekali tak berniat menghiburmu," sahut Glenn dengan menatap sinis pria yang kini terlihat agak dekil itu."Lalu kenapa kau membuat lelucon seolah ingin membunuhku?"Glenn menyeringai, "Itu bukan lelucon. Itu sungguhan, Dewa.""Ya, Ya. Itu sangat Glenn Brawijaya sekali, sinis dan kasar. Luar biasa. Jadi, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Dewa to the point.Glenn mendesah. Ia jarang menemui orang yang akan langsung mengerti maksudnya seperti Dewa. Bahkan, Alexander Barata yang ia kira pintar itu saja tak bisa memahaminya dengan baik. Pria itu terlalu polos dan lugu
"Teman?" ulang Glenn.Dewa mengangguk, "Ya. Kau telah menganggapku sebagai seorang teman. Makanya kau mencariku."Glenn berpikir sejenak, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang Dewa lontarkan itu.Tetapi ia tidak bisa menemukannya. Pria itu pun meneguk ludahnya dengan kasar. "Selama ini kau sendirian. Tak ada satu orang pun yang menolongmu dan mau percaya. Apakah aku datang di saat yang tepat, Glenn?"Glenn tidak membalas, masih diam seraya melihat ke arah lain.Dewa bertanya lagi, "Kau bisa mempercayaiku. Aku bukan bagian orang-orang itu. Aku tidak ada hubungannya dengan mereka."Glenn menoleh, "Kau memang bukan bagian dari mereka.""Anggap aku temanmu. Atau setidaknya orang yang benar-benar bisa kau ajak bicara. Kau tidak perlu menganggapku ada jika kau ingin," lanjut Dewa.Kata-katanya terdengar serius sampai Glenn mulai sedikit menaruh kepercayaan terhadapnya."Aku bertemu dengan seorang yang mengaku malaikat," ucap Glenn kemudian.Dewa terhenyak dan melihat Glenn dengan te
Glenn menggeleng, "Tidak. Tidak sekarang. Aku belum butuh apa-apa saat ini.""Kau yakin?""Ya."Dewa menatap Glenn dengan tatapan menyelidik lalu berujar, "Baiklah. Kalau memang begitu."Glenn berujar, "Bagaimana caranya aku bisa menghubungimu?"Dewa tersenyum aneh. Glenn berkata lagi dengan kesal, "Kenapa kau tersenyum?""Tidak ada. Sepertinya aku benar akan satu hal.""Apa maksudmu?" Glenn bertanya dengan nada heran yang cukup kentara.Dewa menjawab santai, "Sepertinya aku menjadi salah satu orang yang kau percayai."Glenn mendengus jengkel, "Memangnya kenapa? Apa kau mau jadi musuh dalam selimut?"Tawa Dewa meledak seketika. "Oh, kau benar-benar sangat terhibur rupanya," sindir Glenn.Dewa berhenti tersenyum, "Kata-katamu memang pahit tapi itu justru membuatku senang.""Apa maksudmu?""Kau berterus terang. Itu artinya kau memang menganggapku sebagai seorang teman yang bisa kau percaya.""Berhentilah mengatakan seolah hal itu sesuatu yang sangat membanggakan, Dewa."Sudut bibir Dew
"Ini semua karena Tuan Zayn, Tuan Muda." Ia memulai ceritanya.Glenn masih terdiam, tidak memberi respon dan hanya menunggu Edgar melanjutkan ceritanya.Edgar lanjut berkata, "Tuan Zayn menjebak saya."Glenn meneguk salivanya dengan kasar, mulai gelisah sekaligus tidak tenang."Ceritakan dengan jelas!" pinta Glenn dengan cepat."Maaf, Tuan Muda. Saya tahu Tuan Zayn adalah sahabat baik Anda, tapi sungguh apa yang saya katakan adalah kenyataan. Beliau menjebak saya dengan kasus pencurian dan penggelapan dana."Glenn mendengarkan tanpa berniat menyela.Edgar mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ceritanya, "Kejadiannya hanya sehari setelah Anda diusir dari rumah. Tiba-tiba saja Tuan Zayn datang ke rumah dengan membawa polisi dan menuduh saya melakukan penggelapan dana perusahaan yang berkaitan dengan perusahaannya. Saya sama sekali tidak tahu apapun, Tuan Muda. Sungguh, Tuan Muda, saya tidak pernah melakukan hal serendah itu.""Tapi anehnya mereka memiliki bukti-bukti. Saya ka
Satria tertawa renyah mendengarkan kepercayaan diri putranya itu. Ia berucap, "Bagus. Kau memang harus begitu, anakku. Itu baru putra Satria Brawijaya.""Iya, Ayah. Tidak akan aku biarkan dia berulah, Ayah tenang saja. Serahkan saja semua kepadaku." Narendra mendapatkan semangat yang lebih tinggi.Satria mengangguk puas, "Ayah suka semangatmu. Sudah waktunya kau bergerak lebih cepat, Ren. Tunjukkan taringmu pada Glenn!""Siap, Ayah. Aku tidak akan membuat Ayah kecewa," balas Narendra sambil tersenyum licik.Glenn, tunggu saja. Akan aku buat kau kembali tidak berkutik. Narendra membatin.Di dalam kepala besar Narendra telah tersusun skenario kotor untuk Zayn dan Glenn. Ia yakin sekali rencananya kali ini bisa membunuh dua lalat sekaligus. Hanya membayangkannya saja, Narendra merasa begitu senang.Dengan begitu percaya diri, Narendra bangkit dari kursinya."Kalau begitu, lebih aku pergi sekarang, Ayah!" pamit pria muda itu."Ya. Ayah tunggu kabar baik darimu, Ren!" Satria mengatakannya
"Tidak. Dia tidak bersalah," jawab Zayn sambil tertunduk.Glenn memukul meja dengan keras, kemarahannya meledak, "Lalu kenapa kau menjebaknya?"Zayn memegang kepalanya, begitu kebingungan. Ia pun segera mengambil air minum di atas mejanya dan meminumnya dengan cepat.Napasnya terengah-engah. Glenn yang melihatnya pun menjadi curiga, "Kau kenapa?"Zayn menjawab, "Tidak apa-apa."Glenn membuang muka dan berkata, "Jawab!"Pria yang kini tampak pucat itu berujar, "Aku melindungi perusahaan keluargaku, Glenn. Aku tidak bisa membiarkan Narendra menghancurkannya.""Hanya karena itu kau membuat orang tak bersalah sampai dipenjara?" Glenn menggelengkan kepalanya, tak percaya.Zayn membalas, "Tidak. Itu bukan 'hanya', Glenn. Itu sangat berarti untuk keluargaku. Perusahaan itu sumber kehidupan untuk kami."Glenn tertawa nyaring, benar-benar sangat kesal dengan alasan yang menurutnya sangat lemah itu."Buatmu mungkin perusahaanku tidak ada apa-apanya, Glenn. Tapi-""Aku tidak menertawakan perusah
"Bukan saya, Pak!" ujar Glenn cepat.Pria muda itu mencoba berdiri tapi dengan segera dua petugas polisi malah memegang kedua tangannya dengan kuat. Glenn dipaksa duduk dengan lutut menyentuh lantai.Ia tak bisa menggerakkan tangannya.Glenn yang kebingungan tiba-tiba saja melihat Narendra muncul di sana dan tengah menyeringai lebar kepadanya. Ia memainkan matanya seakan mengejek Glenn.Saat itu juga Glenn menyadari dan ia mulai memberontak sekaligus berteriak keras, "Dia pasti pelakunya, Pak. Narendra. Bukan saya, Pak.""Apa yang Anda katakan? Pak Narendra justru yang melaporkan kasus ini, Pak Glenn."Glenn terkejut tetapi saat ia melihat wajah Narendra yang terlihat begitu puas, ia tentu tahu memang sepupunya brengseknya tersebut yang menjadi pelaku pembunuhan itu.Glenn tidak mungkin salah tebak. Ia berkata lagi, "Saya tidak membunuhnya. Saya bahkan baru tahu kalau dia dibunuh, Pak. Saya dijebak. Tentu saja dia melaporkannya. Dia ingin menjebak saya.""Anda bisa mengatakannya di k
"Tuan Muda Glenn, saya Pranoto. Mantan pengawal ayah Anda dulu."Mata Glenn terbelalak lebar, "Pengawal ayah?"Pranoto menganggukkan kepalanya, "Iya. Saya ke luar dari rumah Anda saat Anda berusia sebelas tahun kala itu. Anda mungkin sudah lupa pada saya, tapi saya tidak akan pernah melupakan pada Pak Andi dan Anda."Pria yang mungkin berusia empat puluh tahunan itu kini menggunakan bahasa yang lebih formal kepada dirinya. Glenn jadi agak tidak terbiasa.Glenn terpana tapi langsung berkata, "Kalau kau memang dulu pengawal ayahku, berarti kau tahu kalau aku bukan seorang pembunuh. Aku benar-benar tidak membunuhnya."Pranoto membalas, "Tentu saja. Anda memang angkuh dan sombong, tapi Anda tidak akan sampai hati menghabisi nyawa seseorang, terlebih lagi itu Zayn Salim. Saya mempercayai Anda sepenuhnya."Glenn menghela napas lega, tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama lantaran kasus itu kembali mengganggu dirinya, "Apakah kau tadi tidak menemukan bukti yang menunjukkan aku tidak bersal