Glenn tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti sepupunya yang sedari tadi telah membuatnya begitu cemas itu. Selain tidak ingin terjadi hal buruk apapun kepada Arnold, ia juga tak yakin jika sepupunya itu bisa bertahan di dunia luar.Arnold bukan seorang pria tangguh yang akan tahan banting dengan apapun. Justru sebaliknya, ia merupakan pria yang mudah goyah dan terjatuh hanya dengan satu goncangan saja.Maka Glenn mengikuti dirinya tepat di belakangnya dengan taksi yang ia cegat tak lama setelah Arnold pergi dengan tujuan memastikan Arnold aman.Arnold rupanya berhenti di sebuah hotel berbintang lima dan terlihat sedang memesan kamar di depan resepsionis. Glenn menggelengkan kepalanya, "Masih seperti anak manja. Kalau begini caranya, uangnya pasti akan cepat habis."Ia berkaca pada dirinya sendiri yang pernah mengalami hal yang serupa seperti yang terjadi pada Arnold sekarang ini.Namun, dulu ia tidak seperti Arnold. Ia dengan cepat menyadari jika ia harus berhemat lantaran uang
"Untuk membunuhmu," ucap Glenn asal.Dewa tertawa terpingkal-pingkal. Pria itu bahkan sampai membuang racun rokok berharganya ke tanah dan menginjaknya agar mati.Glenn meliriknya dengan jengkel tapi tak lagi berkata-kata.Setelah tawanya mereda, Dewa berujar, "Astaga, sudah lama aku tak tertawa begini. Oh, demi lautan yang dikuasai oleh Neptunus, aku benar-benar senang sekali bisa bertemu denganmu lagi, Glenn.""Aku sama sekali tak berniat menghiburmu," sahut Glenn dengan menatap sinis pria yang kini terlihat agak dekil itu."Lalu kenapa kau membuat lelucon seolah ingin membunuhku?"Glenn menyeringai, "Itu bukan lelucon. Itu sungguhan, Dewa.""Ya, Ya. Itu sangat Glenn Brawijaya sekali, sinis dan kasar. Luar biasa. Jadi, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Dewa to the point.Glenn mendesah. Ia jarang menemui orang yang akan langsung mengerti maksudnya seperti Dewa. Bahkan, Alexander Barata yang ia kira pintar itu saja tak bisa memahaminya dengan baik. Pria itu terlalu polos dan lugu
"Teman?" ulang Glenn.Dewa mengangguk, "Ya. Kau telah menganggapku sebagai seorang teman. Makanya kau mencariku."Glenn berpikir sejenak, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang Dewa lontarkan itu.Tetapi ia tidak bisa menemukannya. Pria itu pun meneguk ludahnya dengan kasar. "Selama ini kau sendirian. Tak ada satu orang pun yang menolongmu dan mau percaya. Apakah aku datang di saat yang tepat, Glenn?"Glenn tidak membalas, masih diam seraya melihat ke arah lain.Dewa bertanya lagi, "Kau bisa mempercayaiku. Aku bukan bagian orang-orang itu. Aku tidak ada hubungannya dengan mereka."Glenn menoleh, "Kau memang bukan bagian dari mereka.""Anggap aku temanmu. Atau setidaknya orang yang benar-benar bisa kau ajak bicara. Kau tidak perlu menganggapku ada jika kau ingin," lanjut Dewa.Kata-katanya terdengar serius sampai Glenn mulai sedikit menaruh kepercayaan terhadapnya."Aku bertemu dengan seorang yang mengaku malaikat," ucap Glenn kemudian.Dewa terhenyak dan melihat Glenn dengan te
Glenn menggeleng, "Tidak. Tidak sekarang. Aku belum butuh apa-apa saat ini.""Kau yakin?""Ya."Dewa menatap Glenn dengan tatapan menyelidik lalu berujar, "Baiklah. Kalau memang begitu."Glenn berujar, "Bagaimana caranya aku bisa menghubungimu?"Dewa tersenyum aneh. Glenn berkata lagi dengan kesal, "Kenapa kau tersenyum?""Tidak ada. Sepertinya aku benar akan satu hal.""Apa maksudmu?" Glenn bertanya dengan nada heran yang cukup kentara.Dewa menjawab santai, "Sepertinya aku menjadi salah satu orang yang kau percayai."Glenn mendengus jengkel, "Memangnya kenapa? Apa kau mau jadi musuh dalam selimut?"Tawa Dewa meledak seketika. "Oh, kau benar-benar sangat terhibur rupanya," sindir Glenn.Dewa berhenti tersenyum, "Kata-katamu memang pahit tapi itu justru membuatku senang.""Apa maksudmu?""Kau berterus terang. Itu artinya kau memang menganggapku sebagai seorang teman yang bisa kau percaya.""Berhentilah mengatakan seolah hal itu sesuatu yang sangat membanggakan, Dewa."Sudut bibir Dew
"Ini semua karena Tuan Zayn, Tuan Muda." Ia memulai ceritanya.Glenn masih terdiam, tidak memberi respon dan hanya menunggu Edgar melanjutkan ceritanya.Edgar lanjut berkata, "Tuan Zayn menjebak saya."Glenn meneguk salivanya dengan kasar, mulai gelisah sekaligus tidak tenang."Ceritakan dengan jelas!" pinta Glenn dengan cepat."Maaf, Tuan Muda. Saya tahu Tuan Zayn adalah sahabat baik Anda, tapi sungguh apa yang saya katakan adalah kenyataan. Beliau menjebak saya dengan kasus pencurian dan penggelapan dana."Glenn mendengarkan tanpa berniat menyela.Edgar mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ceritanya, "Kejadiannya hanya sehari setelah Anda diusir dari rumah. Tiba-tiba saja Tuan Zayn datang ke rumah dengan membawa polisi dan menuduh saya melakukan penggelapan dana perusahaan yang berkaitan dengan perusahaannya. Saya sama sekali tidak tahu apapun, Tuan Muda. Sungguh, Tuan Muda, saya tidak pernah melakukan hal serendah itu.""Tapi anehnya mereka memiliki bukti-bukti. Saya ka
Satria tertawa renyah mendengarkan kepercayaan diri putranya itu. Ia berucap, "Bagus. Kau memang harus begitu, anakku. Itu baru putra Satria Brawijaya.""Iya, Ayah. Tidak akan aku biarkan dia berulah, Ayah tenang saja. Serahkan saja semua kepadaku." Narendra mendapatkan semangat yang lebih tinggi.Satria mengangguk puas, "Ayah suka semangatmu. Sudah waktunya kau bergerak lebih cepat, Ren. Tunjukkan taringmu pada Glenn!""Siap, Ayah. Aku tidak akan membuat Ayah kecewa," balas Narendra sambil tersenyum licik.Glenn, tunggu saja. Akan aku buat kau kembali tidak berkutik. Narendra membatin.Di dalam kepala besar Narendra telah tersusun skenario kotor untuk Zayn dan Glenn. Ia yakin sekali rencananya kali ini bisa membunuh dua lalat sekaligus. Hanya membayangkannya saja, Narendra merasa begitu senang.Dengan begitu percaya diri, Narendra bangkit dari kursinya."Kalau begitu, lebih aku pergi sekarang, Ayah!" pamit pria muda itu."Ya. Ayah tunggu kabar baik darimu, Ren!" Satria mengatakannya
"Tidak. Dia tidak bersalah," jawab Zayn sambil tertunduk.Glenn memukul meja dengan keras, kemarahannya meledak, "Lalu kenapa kau menjebaknya?"Zayn memegang kepalanya, begitu kebingungan. Ia pun segera mengambil air minum di atas mejanya dan meminumnya dengan cepat.Napasnya terengah-engah. Glenn yang melihatnya pun menjadi curiga, "Kau kenapa?"Zayn menjawab, "Tidak apa-apa."Glenn membuang muka dan berkata, "Jawab!"Pria yang kini tampak pucat itu berujar, "Aku melindungi perusahaan keluargaku, Glenn. Aku tidak bisa membiarkan Narendra menghancurkannya.""Hanya karena itu kau membuat orang tak bersalah sampai dipenjara?" Glenn menggelengkan kepalanya, tak percaya.Zayn membalas, "Tidak. Itu bukan 'hanya', Glenn. Itu sangat berarti untuk keluargaku. Perusahaan itu sumber kehidupan untuk kami."Glenn tertawa nyaring, benar-benar sangat kesal dengan alasan yang menurutnya sangat lemah itu."Buatmu mungkin perusahaanku tidak ada apa-apanya, Glenn. Tapi-""Aku tidak menertawakan perusah
"Bukan saya, Pak!" ujar Glenn cepat.Pria muda itu mencoba berdiri tapi dengan segera dua petugas polisi malah memegang kedua tangannya dengan kuat. Glenn dipaksa duduk dengan lutut menyentuh lantai.Ia tak bisa menggerakkan tangannya.Glenn yang kebingungan tiba-tiba saja melihat Narendra muncul di sana dan tengah menyeringai lebar kepadanya. Ia memainkan matanya seakan mengejek Glenn.Saat itu juga Glenn menyadari dan ia mulai memberontak sekaligus berteriak keras, "Dia pasti pelakunya, Pak. Narendra. Bukan saya, Pak.""Apa yang Anda katakan? Pak Narendra justru yang melaporkan kasus ini, Pak Glenn."Glenn terkejut tetapi saat ia melihat wajah Narendra yang terlihat begitu puas, ia tentu tahu memang sepupunya brengseknya tersebut yang menjadi pelaku pembunuhan itu.Glenn tidak mungkin salah tebak. Ia berkata lagi, "Saya tidak membunuhnya. Saya bahkan baru tahu kalau dia dibunuh, Pak. Saya dijebak. Tentu saja dia melaporkannya. Dia ingin menjebak saya.""Anda bisa mengatakannya di k
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena