"Itu tempat tinggal Zayn.""Zayn Salim maksudmu?" tanya Alexander.Glenn tidak menyahut dan malah segera mematikan panggilan itu tanpa mendengarkan lagi apa yang ingin dikatakan oleh Alexander.Pria itu kemudian melepas celemeknya dan menuju ke sebuah ruangan atasannya. Asisten managernya bertanya sebelum ia masuk ke dalam ruangan itu, "Leon, apa kau sedang mencari Bu manager?""Ya, apa dia tidak ada di dalam?""Tidak ada. Dia baru saja keluar untuk menemui salah satu manager dari cabang lain. Ada yang bisa aku bantu? Kau bisa mengatakannya kepadaku," ujar asisten manager bernama Monika itu.Glenn mengangguk, "Jadi, begini Mbak. Aku ingin meminta izin pulang lebih cepat. Apakah bisa?"Monika tersenyum, "Ah, aku pikir kau ingin menyampaikan hal yang penting. Boleh, silakan."Glenn menatap agak terkejut ke arah wanita muda itu, "Beneran boleh, Mbak?""Iya, kenapa? Kamu berharap kalau aku tidak memberikan izin? Ya udah kalau begitu, aku nggak kasih-""Eh, Mbak. Terima kasih atas izin ya
Zayn menelan ludahnya dengan gugup lalu ia meraih gelas minumannya tersebut dan meneguknya dengan cepat.Tiba-tiba saja Arnold menjadi curiga terhadapnya, ia pun tidak tahan lagi dan bertanya, "Kenapa? Zayn, tolong jangan katakan jika kecurigaanku itu benar."Zayn tidak berani menatap ke arah Arnold. Arnold pun dengan segera bertanya kembali, "Katakan kalau kau tidak terlibat dalam peristiwa itu."Zayn paham apa yang dimaksud oleh Arnold. Peristiwa yang dimaksud adalah saat Edgar tertangkap atas kasus penipuan yang sebenarnya hanyalah sebuah manipulasi Narendra.Zayn terdiam. Ia tidak menjawab perkataan Arnold.Arnold dengan begitu mudahnya mengerti, "Kau terlibat. Astaga, Zayn. Apa saja yang sudah kau lakukan dengan kakakku?"Zayn menggelengkan kepalanya, "Aku terpaksa melakukannya karena saat itu perusahaan keluargaku sedang sangat terancam. Narendra yang bisa menolongku karena hanya dia satu-satunya yang bersedia meminjamkan dana yang begitu besar untuk menyokong perusahaan keluarg
Glenn tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti sepupunya yang sedari tadi telah membuatnya begitu cemas itu. Selain tidak ingin terjadi hal buruk apapun kepada Arnold, ia juga tak yakin jika sepupunya itu bisa bertahan di dunia luar.Arnold bukan seorang pria tangguh yang akan tahan banting dengan apapun. Justru sebaliknya, ia merupakan pria yang mudah goyah dan terjatuh hanya dengan satu goncangan saja.Maka Glenn mengikuti dirinya tepat di belakangnya dengan taksi yang ia cegat tak lama setelah Arnold pergi dengan tujuan memastikan Arnold aman.Arnold rupanya berhenti di sebuah hotel berbintang lima dan terlihat sedang memesan kamar di depan resepsionis. Glenn menggelengkan kepalanya, "Masih seperti anak manja. Kalau begini caranya, uangnya pasti akan cepat habis."Ia berkaca pada dirinya sendiri yang pernah mengalami hal yang serupa seperti yang terjadi pada Arnold sekarang ini.Namun, dulu ia tidak seperti Arnold. Ia dengan cepat menyadari jika ia harus berhemat lantaran uang
"Untuk membunuhmu," ucap Glenn asal.Dewa tertawa terpingkal-pingkal. Pria itu bahkan sampai membuang racun rokok berharganya ke tanah dan menginjaknya agar mati.Glenn meliriknya dengan jengkel tapi tak lagi berkata-kata.Setelah tawanya mereda, Dewa berujar, "Astaga, sudah lama aku tak tertawa begini. Oh, demi lautan yang dikuasai oleh Neptunus, aku benar-benar senang sekali bisa bertemu denganmu lagi, Glenn.""Aku sama sekali tak berniat menghiburmu," sahut Glenn dengan menatap sinis pria yang kini terlihat agak dekil itu."Lalu kenapa kau membuat lelucon seolah ingin membunuhku?"Glenn menyeringai, "Itu bukan lelucon. Itu sungguhan, Dewa.""Ya, Ya. Itu sangat Glenn Brawijaya sekali, sinis dan kasar. Luar biasa. Jadi, apa yang kau inginkan dariku?" tanya Dewa to the point.Glenn mendesah. Ia jarang menemui orang yang akan langsung mengerti maksudnya seperti Dewa. Bahkan, Alexander Barata yang ia kira pintar itu saja tak bisa memahaminya dengan baik. Pria itu terlalu polos dan lugu
"Teman?" ulang Glenn.Dewa mengangguk, "Ya. Kau telah menganggapku sebagai seorang teman. Makanya kau mencariku."Glenn berpikir sejenak, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang Dewa lontarkan itu.Tetapi ia tidak bisa menemukannya. Pria itu pun meneguk ludahnya dengan kasar. "Selama ini kau sendirian. Tak ada satu orang pun yang menolongmu dan mau percaya. Apakah aku datang di saat yang tepat, Glenn?"Glenn tidak membalas, masih diam seraya melihat ke arah lain.Dewa bertanya lagi, "Kau bisa mempercayaiku. Aku bukan bagian orang-orang itu. Aku tidak ada hubungannya dengan mereka."Glenn menoleh, "Kau memang bukan bagian dari mereka.""Anggap aku temanmu. Atau setidaknya orang yang benar-benar bisa kau ajak bicara. Kau tidak perlu menganggapku ada jika kau ingin," lanjut Dewa.Kata-katanya terdengar serius sampai Glenn mulai sedikit menaruh kepercayaan terhadapnya."Aku bertemu dengan seorang yang mengaku malaikat," ucap Glenn kemudian.Dewa terhenyak dan melihat Glenn dengan te
Glenn menggeleng, "Tidak. Tidak sekarang. Aku belum butuh apa-apa saat ini.""Kau yakin?""Ya."Dewa menatap Glenn dengan tatapan menyelidik lalu berujar, "Baiklah. Kalau memang begitu."Glenn berujar, "Bagaimana caranya aku bisa menghubungimu?"Dewa tersenyum aneh. Glenn berkata lagi dengan kesal, "Kenapa kau tersenyum?""Tidak ada. Sepertinya aku benar akan satu hal.""Apa maksudmu?" Glenn bertanya dengan nada heran yang cukup kentara.Dewa menjawab santai, "Sepertinya aku menjadi salah satu orang yang kau percayai."Glenn mendengus jengkel, "Memangnya kenapa? Apa kau mau jadi musuh dalam selimut?"Tawa Dewa meledak seketika. "Oh, kau benar-benar sangat terhibur rupanya," sindir Glenn.Dewa berhenti tersenyum, "Kata-katamu memang pahit tapi itu justru membuatku senang.""Apa maksudmu?""Kau berterus terang. Itu artinya kau memang menganggapku sebagai seorang teman yang bisa kau percaya.""Berhentilah mengatakan seolah hal itu sesuatu yang sangat membanggakan, Dewa."Sudut bibir Dew
"Ini semua karena Tuan Zayn, Tuan Muda." Ia memulai ceritanya.Glenn masih terdiam, tidak memberi respon dan hanya menunggu Edgar melanjutkan ceritanya.Edgar lanjut berkata, "Tuan Zayn menjebak saya."Glenn meneguk salivanya dengan kasar, mulai gelisah sekaligus tidak tenang."Ceritakan dengan jelas!" pinta Glenn dengan cepat."Maaf, Tuan Muda. Saya tahu Tuan Zayn adalah sahabat baik Anda, tapi sungguh apa yang saya katakan adalah kenyataan. Beliau menjebak saya dengan kasus pencurian dan penggelapan dana."Glenn mendengarkan tanpa berniat menyela.Edgar mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ceritanya, "Kejadiannya hanya sehari setelah Anda diusir dari rumah. Tiba-tiba saja Tuan Zayn datang ke rumah dengan membawa polisi dan menuduh saya melakukan penggelapan dana perusahaan yang berkaitan dengan perusahaannya. Saya sama sekali tidak tahu apapun, Tuan Muda. Sungguh, Tuan Muda, saya tidak pernah melakukan hal serendah itu.""Tapi anehnya mereka memiliki bukti-bukti. Saya ka
Satria tertawa renyah mendengarkan kepercayaan diri putranya itu. Ia berucap, "Bagus. Kau memang harus begitu, anakku. Itu baru putra Satria Brawijaya.""Iya, Ayah. Tidak akan aku biarkan dia berulah, Ayah tenang saja. Serahkan saja semua kepadaku." Narendra mendapatkan semangat yang lebih tinggi.Satria mengangguk puas, "Ayah suka semangatmu. Sudah waktunya kau bergerak lebih cepat, Ren. Tunjukkan taringmu pada Glenn!""Siap, Ayah. Aku tidak akan membuat Ayah kecewa," balas Narendra sambil tersenyum licik.Glenn, tunggu saja. Akan aku buat kau kembali tidak berkutik. Narendra membatin.Di dalam kepala besar Narendra telah tersusun skenario kotor untuk Zayn dan Glenn. Ia yakin sekali rencananya kali ini bisa membunuh dua lalat sekaligus. Hanya membayangkannya saja, Narendra merasa begitu senang.Dengan begitu percaya diri, Narendra bangkit dari kursinya."Kalau begitu, lebih aku pergi sekarang, Ayah!" pamit pria muda itu."Ya. Ayah tunggu kabar baik darimu, Ren!" Satria mengatakannya