"Untuk Brawijaya TV 1 yang telah memberikan pundi-pundi rupiah untuk kita," ujar Satria sambil mengangkat gelas kaca mewahnya yang berisi minuman memabukkan.Narendra juga mengangkat gelasnya lalu membalas, "Untuk Alexander Barata yang telah memberikan kita uang secara cuma-cuma."Astuti Brawijaya yang tidak ikut minum pun ikut bertepuk tangan, "Kau memang hebat, Ren. Ibu bangga sekali kau bisa menemukan ide seperti ini.""Tentu saja, Ibu. Aku harus memutar otak untuk lebih banyak mengeruk harta Om Andi. Kita tidak bisa hanya mengelola saja. Karena kita kan juga tidak tahu sampai kapan perusahaan itu bisa kita ambil manfaatnya jadi lebih baik kita menjualnya saja sekarang kan saat nilainya sedang tinggi-tingginya."Narendra menjelaskan seolah memang idenya tersebut adalah ide yang cemerlang.Satria Brawijaya mangut mangut. Ia awalnya tidak menyetujui ide sang putra tetapi ketika Narendra menjelaskan tentang keuntungan-keuntungan yang bisa mereka dapatkan maka ia tidak memiliki alasan
Setelah mendapatkan kemenangan yang menurutnya adalah awal dari kebangkitannya itu, Glenn kembali pada pekerjaannya sebagai seorang pelayan di restoran milik Alexander Barata.Dia menjalani hari-harinya seperti biasanya dan tetap mempelajari bisnis-bisnis sang ayah setelah ia selesai mengerjakan tugasnya. Ia benar-benar merasa damai lantaran tak ada gangguan yang mendatanginya.Namun, rupanya ketenangannya itu tak berlangsung lama. Sebab, tanpa pernah ia duga sebelumnya, orang yang paling tidak ingin dia temui di dunia malah tiba-tiba saja berdiri di depan restoran tempat dia bekerja saat ini.Dari balik kaca, Glenn bisa melihat tatapan meremehkan yang dilempar oleh Narendra yang datang bersama dengan teman-temannya. Salah satu dari mereka adalah Zayn, sahabatnya yang pernah dia sangat percaya. Tetapi jelas sekali mantan sahabatnya itu tak berani menatap ke arahnya.Glenn awalnya tidak ingin melayani Narendra dan teman-temannya itu tetapi melihat tak ada pelayan yang sedang bebas maka
Narendra kembali bertanya, "Apa yang Anda maksud?""Mohon tunggu sebentar!" ucap Indy dan ia mengetik sesuatu di keyboard miliknya lalu membalikkan sebuah monitor agar Narendra dan orang-orangnya bisa melihat.Indy kembali berujar, "Ini, Pak. Silakan. Anda bisa lihat semuanya. Ini CCTV yang merekam semua kejadian di dalam restoran kami." Narendra dan Kris saling lempar pandang tapi kemudian mulai melihat sebuah video yang diputar oleh Indy. Glenn sendiri tidak ikut melihat dan hanya berdiam diri.Di dalam video itu begitu jelas sekali terlihat jika Krislah yang menjegal Glenn, bukan Glenn yang sengaja membuat dirinya tersandung. Begitu mengetahui dirinya tertangkap kamera, Kris diam tak berkutik. Narendra pun tidak memiliki cara untuk membantahnya."Jadi, sudah jelas ya Pak. Bukan karyawan kami yang bersalah, melainkan Bapak ini yang dengan sengaja menjegal karyawan kami," ujar Indy tenang.Narendra melirik Kris dan pria yang cepat tanggap itu berkata, "Hm, baiklah. Aku akan ganti ru
"Omong kosong apa yang baru saja kau katakan itu, Glenn?" balas Narendra terlihat kesal.Glenn kembali tersenyum, "Omong kosong yang bisa saja membuatmu tidak tenang."Narendra sedikit terkejut mendengarnya tetapi ia berhasil mengatur emosinya kembali berkata, "Kau boleh bermimpi sepuasmu, Glenn. Tapi, sayangnya semua yang sedang kau bayangkan tidak akan pernah terjadi. Harta yang diambil darimu jelas tidak akan pernah kembali kepadamu."Senyum Glenn seketika lenyap, kini giliran Narendra yang menyeringai, "Kau ini hanya seekor semut yang sedang melawan gajah, Glenn. Kau tidak akan pernah menang. Kau salah besar jika menganggap diriku takut kepadamu." "Gajah tidak pernah takut pada semut yang akan mati dalam sekali injak," lanjutnya.Glenn yang sempat kehilangan kata-kata itu tiba-tiba membalas, "Seekor semut bisa menang jika dibantu oleh kawan-kawannya, Ren. Gajah bisa mati jika dikerubungi oleh semut."Narendra terhenyak. Sungguh, dia tak mengerti arti kalimat yang diucapkan oleh G
"Siapa yang Ayah maksud?" tanya Narendra dengan tatapan penuh tanya.Satria menghela napas, tetapi tidak menjawab pertanyaan Narendra."Apa maksud Ayah itu Edgar? Orang kepercayaan Paman Andi?" tebak Narendra.Satria mendecakkan lidah, "Edgar berada di dalam penjara, mana bisa dia membantu Glenn? Jelas bukan dia."Narendra pun kembali berpikir keras, sebelum berkata, "Apa mungkin pelayan itu, Ayah? Fero, asisten pribadi Glenn?"Satria menggelengkan kepalanya, menatap putranya yang membuatnya kecewa karena melontarkan dua nama yang menurutnya mustahil membantu Glenn."Bukan, Ayah?""Tentu saja bukan. Fero, yang kau maksud itu hanyalah tikus got yang tidak berarti. Bagaimana mungkin kau mengira itu dia?" ujar Satria tidak percaya.Narendra terlihat malu dan akhirnya terdiam.Satria melanjutkan, "Fero, Edgar atau pelayan, pengawal lama Glenn jelas tidak mungkin bisa membantunya. Ruang gerak mereka terbatas dan Ayah selalu memerintahkan orang untuk mengawasi mereka."Narendra tidak lagi m
"Karena aku percaya pada Glenn," jawab Arnold. Zayn mendesah, "Kalau begitu semoga beruntung." Arnold tersenyum samar menanggapi perkataan Zayn. Sekitar tiga jam setelah pertemuannya dengan Zayn, Arnold pun mengemudikan mobilnya menuju ke restoran yang disebutkan oleh Zayn. Dia memarkir mobilnya tepat di depan restoran itu dan terlihat mengamati semua yang terjadi di dalamnya dari luar. "Di mana dia?" gumamnya yang belum juga menemukan keberadaan sepupunya itu. Saat tidak puas dengan hasil pengamatannya, Arnold memutuskan untuk turun dan masuk ke dalam restoran cepat saji itu. Ia mengambil tempat duduk di bagian pinggir agar ia bisa melihat-lihat. "Beef steak," ujarnya saat seorang pelayan menanyakan pesanannya. Ia melongokkan kepalanya dan melihat ke segala arah tetapi tak kunjung menemukan Glenn. Setelah 10 menit berlalu, pesanan yang ia pesan pun datang dan ia dengan tidak sabar langsung saja bertanya, "Apa sini ada pelayan yang bernama Glenn?" Pelayan yang ditanyai oleh A
Glenn berjalan mendekat ke arah meja tempat sepupunya itu duduk. Arnold tersenyum gugup saat Glenn menarik kursinya lalu duduk tanpa di hadapannya. "Halo," sapa Arnold sambil masih tersenyum aneh. Glenn balas tersenyum bingung, "Halo, katamu?" Arnold menelan ludahnya dalam-dalam. Melihat kegugupan yang terlihat begitu jelas di sorot mata yang ditunjukkan oleh Arnold sekaligus gerak geriknya tersebut, Glenn bertanya, "Apakah tidak ada kata-kata lain yang ingin kau ucapkan selain satu kata itu?" Arnold memegang gelasnya untuk menghilangkan rasa gugupnya yang malah semakin tidak bisa hilang. "Maafkan aku. Maaf baru bisa menemuimu sekarang."Arnold mengatakannya tanpa berani menatap sepupunya itu. Glenn mendesah, "Kata 'maaf' bukan sesuatu yang ingin aku dengar." Arnold memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya, "Tapi itu harus aku katakan karena perasaan bersalah yang menghantuiku." Arnold menatap Glenn dengan sorot mata kaget. Wajah mulus Glenn sudah tidak ada. Malah terdapa
Arnold berusaha keras untuk melepaskan dirinya dari orang yang telah membawanya masuk ke dalam mobil asing itu."Lepaskan aku!" ujar pria yang mulai dihinggapi oleh kepanikan itu."Mohon tenang, Tuan Arnold!" ucap salah satu seseorang yang memegangi tangan kanannya.Arnold tentu saja terkejut dan langsung saja berkata, "Siapa sebenarnya kalian ini?" "Maaf, Tuan. Kami hanya-""Sst!" seorang menegur rekannya tersebut agar tidak menjawab pertanyaan Arnold.Pria muda itu pun menjadi semakin penasaran. Tetapi karena ia tahu jika ia tidak mungkin mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu maka ia pun memilih untuk diam.Ia mengamati jalanan dan kini sadar ia akan dibawa ke mana. Ia menghela napas panjang ketika mengetahuinya.Saat sampai di sebuah rumah mewah yang merupakan rumah milik keluarga Brawijaya yang tidak lain adalah keluarganya sendiri itu, ia dipaksa turun."Jadi, sebenarnya siapa yang menyuruh kalian? Ayahku atau kakakku?" tanya Arnold yang telah mulai kehilangan kesabarannya.