Alexander terdiam cukup lama sampai akhirnya Glenn tidak sanggup lagi menunggu. Ia pun berkata cepat, "Sudah, aku saja yang akan melakukan untukmu."Alexander mengangkat wajah dan menatap Glenn selama sepersekian detik, seakan ingin berkata sesuatu tapi kemudian ia tak jadi membuka mulut karena penuh keraguan. Ia kembali menunduk dan memejamkan matanya.Glenn menghela napas lelah, "Tak usah kau pikirkan. Kau memang tidak pantas untuk pekerjaan kasar seperti ini."Alexander menelan ludah gugup. Ia lalu berkata pelan, "Aku pengecut.""Kau bukan.""Iya, jangan coba menghibur aku, Glenn!"Glenn mendesah jengkel, "Oke. Kau memang pengecut."Alexander tidak marah dan tidak tersinggung sama sekali. Ia justru merasa lega karena Glenn mau berkata jujur. Ia membalas perkataan Glenn dengan nada pelan, "Iya, aku pengecut. Aku bahkan tidak sanggup membunuh orang yang sudah membuatmu harus jatuh bangun seperti ini. Aku-""Hentikan, Barata! Kau tidak perlu melakukan ini. Lagi pula, justru bagus aku
Narendra berteriak kesal, "Glenn. Ini semua pasti gara-gara dia."Emosinya benar-benar tak terkendali sekarang. Ia benar-benar luar biasa marah. Adik kandungnya sendiri, yang telah percaya selama beberapa tahun ini dan ia pikir benar-benar berada di pihaknya ternyata memang tidak pernah memihaknya.Namun, kemarahannya tidak tertuju pada Arnold semata, tapi justru lebih pada Glenn Brawijaya. "Brengsek, brengsek. Kenapa kau merebut adikku?" teriaknya lagi.Ia lalu membanting vas bunga yang ada di atas mejanya hingga kacanya ada yang mengenai tangannya. Tetapi ia tidak peduli dan kemudian kembali melampiaskan kemarahannya pada barang-barang di sekitarnya.Sementara itu, di luar ruangannya, beberaa karyawan sudah terlihat berkumpul di sana."Apa yang terjadi?" tanya Ali.Gita menjawab, "Aku tidak tahu. Tadi aku hanya melihat salah satu pengawal beliau masuk ke dalam. Setelah itu, tak lama kemudian dia mengamuk seperti ini."Amanda berujar, "Apa jangan-jangan orang itu membawa kabar buruk
Melihat Arnold yang tidak menjawab, Narendra pun bertanya kembali, ingin memastikan, "Kamu nggak akan berkhianat kan? Bukankah kita ini bersaudara?"Saudara? Arnold mengulang hal itu di dalam hatinya.Benar, bagaimanapun dia ingin mengingkari hal itu, dia dan Narendra memanglah memiliki darah yang sama dan lahir dari rahim yang sama juga.Salah satu fakta yang tidak akan pernah bisa diubah selamanya adalah ikatan persaudaraan yang memang dia miliki dengan Narendra.Pria muda yang memakai jas biru tua itu pun membalikkan badan lalu menjawab pertanyaan kakaknya setelah membuat ekspresinya terlihat seperti biasanya, "Apa yang membuat Mas tiba-tiba bertanya tentang hal itu?"Ia kembali berjalan mendekat dan duduk di samping Narendra. "Apa kamu mulai meragukanku lagi sekarang?" tanya Arnold, berusaha mencoba meneliti ekspresi sang kakak.Tentu saja, hal itu ia lakukan untuk tetap berada di sisi kakaknya dan dipercayai oleh Narendra untuk melakukan apa saja yang berkaitan dengan perusahaan
"Ayah, bukankah ayah sendiri yang mengatakan jika aku harus lebih waspada?" balas Narendra sambil menyesap kopi miliknya.Satria masih juga tidak mengerti apa yang sedang putranya coba sembunyikan itu. Tetapi, ia begitu yakin jika putranya tidak mungkin melakukan hal itu tanpa alasan yang tidak jelas.Ia mengenal putranya dengan baik dan tidak pernah salah menilai apa yang menjadi pikiran sang putra sehingga ia pun hanya berbicara, "Tapi kau tidak terlalu harus hati-hati apalagi ini saudaramu sendiri. Ya Ayah tahu, Arnold dulu memanglah tidak memiliki hubungan yang dekat denganmu dan malah lebih condong pada Glenn."Narendra terdiam dan masih memilih untuk mendengarkan perkataan sang ayah."Namun, selama beberapa tahun ini dia telah menunjukkan banyak sekali perubahan. Dia bahkan membantumu untuk membangun bisnis kita dan selalu berada di sisimu saat kau memiliki masalah. Bukankah itu sudah cukup untuk membuktikan jika dia memang setia kepadamu, Nak?" ucap Satria.Narendra mengulas se
Arnold memang tidak memiliki kecurigaan sedikitpun dengan ayahnya tersebut pun membalas, "Tentu tidak, Ayah. Kalau pun aku sedang memiliki pekerjaan, kalau untuk berbicara dengan Ayah, aku pasti akan selalu menyempatkan diri."Satria tertawa renyah mendengarnya dan kemudian menjawab, "Ayo, kalau begitu. Ayah ingin makan siang denganmu. Kau mau kan?""Iya, Ayah. Di mana? Ayah yang menentukan restorannya atau aku?" tanya Arnold."Kau saja. Lagi pula, Ayah sudah cukup lama tidak terlalu mengikuti perkembangan restoran di negara ini jadi Ayah tidak mungkin tahu restoran mana yang cukup baik."Arnold tersenyum penuh arti dan kemudian terlihat berpikir sejenak sebelum memberikan tanggapan, "Baiklah, kalau begitu akan aku bawa Ayah ke salah satu restoran yang cukup booming saat ini. Ayah menyukai masakan di sana."Satria mengganggu senang dan kemudian mereka berdua menuju ke sebuah restoran yang dipikirkan oleh Arnold.Meskipun Arnold memang selalu bersandiwara di depan Narendra dan tidak pe
Satria ketika menyadari jika memanglah Sang putra belum benar-benar berada di pihak putra sulungnya.Ia menghela napas panjang dan terlihat begitu putus asa, "Ayah tidak mungkin bisa memaksamu. Ayah tahu maksud dari dulu kau tidak pernah sepaham dengan kakakmu."Arnold terkejut mendengar hal itu. Sungguh, ia tidak pernah memikirkan jika ayahnya akan sepengertian itu terhadapnya.Yang ia tahu ayahnya tersebut tidak pernah bersikap adil kepadanya. Kalau bisa dijabarkan, Arnold begitu sedikit menerima perhatian dari Satria daripada kakaknya. Narendra selalu menjadi putra unggulan Satria dan tidak pernah sekalipun ia bisa mengalahkan kakaknya itu. Ayahnya juga bukan seseorang yang dengan mudah memaafkan kesalahan putranya meskipun itu hanya kesalahan kecil.Arnold kecil begitu kenyang dengan makian-makian dari ayahnya serta begitu banyak ketidakadilan yang ia terima."Ayah, tidak marah jika aku tidak mendukung Narendra?" tanya Arnold.Satria mengangkat wajahnya dan menatap sang putra den
"Bisa jadi, Narendra tidak bisa datang karena benar-benar sibuk," ucap Dewa kemudian yang seolah tidak ingin berpikir lebih keras lagi.Tetapi kemudian Glenn yang sangat mengenal pamannya tersebut pun berujar, "Paman Satria memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Narendra. Setahuku, dari dulu Arnold tidak pernah dekat dengan dia. Atau mungkin ada sebuah perubahan di sini?"Dewa menaikkan sebelah alisnya dan sekali lagi melihat ke arah Satria yang sedang berbincang-bincang dengan putra bungsunya. Ia pun tidak bisa menampik fakta mengenai apa yang baru saja dilihatnya itu. "Yang aku lihat di sini adalah seorang ayah yang sedang berbincang-bincang santai dengan putranya dan mereka terlihat begitu akrab. Aku pikir, tidak mungkin mereka tidak memiliki hubungan yang dekat."Glenn mengangguk setuju mendengar ucapan sahabatnya itu, "Kalau dari sini, kita bisa lihat jika tatapan Satria pada Arnold memang terlihat tulus. Aku bahkan sangat yakin jika saat ini Paman Satria telah menganggap anak
Tidak menyangka kakaknya akan berbicara seperti itu, Arnold pun berusaha untuk menenangkan diri baru kemudian menjawab, "Kesalahan apa, Mas? Aku baru saja makan siang dengan Ayah."Ia lalu kembali menambahkan, "Hm, apakah aku telah membuatmu cemburu dengan makan malam hanya berdua dengan Ayah?"Narendra kemudian tertawa dan Arnold pun juga ikut tertawa. Narendra yang kemudian berhenti tertawa menanggapi ucapan sang adik, "Kenapa aku harus cemburu pada adikku yang saat ini sudah mulai dekat dengan ayah?""Nah, itu dia, Mas. Aku baru saja memperbaiki hubungan dengan Ayah jadi seharusnya kau juga ikut senang kan? Kita bisa jadi keluarga yang utuh nantinya," sahut Arnold.Satria dan Astuti terlihat senang sekali melihat interaksi keduanya. Mereka saling lempar senyum dan seakan benar-benar bahagia atas keutuhan keluarga mereka itu."Andai saja kalian berdua seperti ini sejak dulu, nanti kami berdua tidak akan merasa cemas sedikitpun saat meninggalkan kalian," ucap Astuti.Arnold mengerutk
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena