“Mempercepat pernikahan? Kurasa kakak sudah gila!” keluh Herv sambil memijat kepalanya. Ia benar-benar tidak tahu kenapa sang kakak sangat ingin menikahkan putrinya dengan Damian.Herv kemudian mulai berdiskusi dengan Dafam. Sekretaris utamanya itu sangat ahli membaca seseorang sesulit Damian.“Dari respon Damian saja, aku tidak yakin ia akan setuju dengan rencana ini. Bagaimana menurut pandanganmu, Dafam?”Dafam terdiam sesaat sebelum berkata, “Sebelumnya, maafkan saya, Tuan Besar. Saya sempat membahas ini dengan Chris, sekretaris Tuan muda.”“Eh? Kalian membicarakan majikan kalian?” kekeh Herv menggoda Dafam yang selalu serius itu. Karena sifatnya yang kaku, Dafam pun langsung takut. “Tidak berani, Tuan besar. Hanya saja saat itu saya pikir ada baiknya Tuan muda memberi hadiah ulang tahun untuk Nona Avantie.”Dahi Herv berkerut. Kali ini dia cukup bersemangat mendengarkan cerita tentang cucunya itu. “Lalu, apa dia mau membelikannya?”Dafam pun menggeleng, “Tidak, Tuan besar. Tuan
‘Huh?! Pernikahan?!’ Kali ini Shanon bertanya-tanya dalam hati, apa yang baru saja ia dengar. Ia memutuskan untuk mengunjungi Damian setelah membersihkan diri. Terutama untuk memberitahu jam makan siang sudah tersedia.Namun, baru saja ia akan mengetuk pintu kamar Damian yang tidak rapat tertutup, Shanon malah mendengar pria itu berteriak dengan nada kesal.Terlambat mendengar suara langkah kaki Damian yang menuju ke arah pintu, Shanon terkejut ketika pintu dibuka lebar. Wajah marah Damian baru kali ini dilihatnya dengan jelas.‘Astaga! Marah pun ganteng,’ batinnya.“Shanon, apa yang kau lakukan di sini?!” tanya Damian dengan suara yang masih terdengar kesal.Gadis itu pun segera menjawab, “Sa—saya mau memberitahu kalau makan siang sudah siap.”Damian terdiam sesaat sambil menatap Shanon. Kemudian ia berdecak dan berkata, “Makan lebih dulu. Lain kali tak perlu menungguku. Aku punya urusan lain.”Dan tanpa menjelaskan lebih jauh, Damian segera berlalu dari hadapan Shanon.Shanon terk
‘Huh? Bicara denganku? Soal apa ya?’ batin Shanon. Netranya diam-diam mengamati raut wajah Damian, mencoba menebak dan menilai suasana hati pria yang lebih tua sekitar 9 tahun tersebut.‘Ugh! Wajahnya terlalu datar.’Lamunan Shanon dibuyarkan dengan suara sapaan seorang pria berambut pirang yang dikenalnya.Dia adalah sekretaris Damian yang mengurusi semua kebutuhan sang atasan. Baik kebutuhan pekerjaan maupun urusan keseharian sang CEO.“Selamat siang, Nona Shanon. Kondisi Anda sudah sehat?” sapa Christian sambil tersenyum ramah. Shanon pun segera mengangguk. Tidak ingin dicap sebagai orang yang tidak menghargai semua kemurahan Damian dalam menjaga kesehatannya. Bahkan masih menjadi misteri bagi Shanon mengenai insiden Damian memesankan sup hangat untuknya di pesawat.“Aku sangat sehat, Tuan Chris. Terima kasih sudah menanyakan keadaanku.”Dan tak Shanon sangka, pria pirang itu tidak hanya berbasa-basi saat bertanya tentang kondisinya barusan. Chris meletakkan buku berwarna hijau
"Untuk sementara, Nona bisa mempelajari laporan tahunan perusahaan dari website. 5 tahun terakhir saja.”Sementara berkendara menuju rumah sakit, Chris yang sudah datang menjemput sejak pagi tengah membahas hal ringan terkait pekerjaan yang akan dialihkan pada Shanon. Shanon mengangguk paham.Kemudian Chris menambahkan, “Saya sudah mendiskusikan ini dengan Bos. Nona akan mengurus persiapan buku laporan tahunan dan laporan berkelanjutan. Bagaimana?”“Ah … ya. Saya sudah pernah mengerjakan itu di perusahaan sebelumnya. Jadi, saya rasa akan lebih mudah.”Chris mengangguk setuju dengan ucapan Shanon barusan. Dengan mengerjakan buku tersebut, Shanon bisa mendapat banyak data-data mengenai perusahaan. Damian berharap, ia bisa belajar banyak mengenai Herv Co, dari pekerjaannya itu.“Apa saya akan mengerjakannya sendirian?” tanya Shanon sambil memiringkan kepalanya. Chris terkekeh sambil menggeleng. “Tidak, Nona. Anda akan punya tim untuk mengerjakannya. Bagian Nona adalah menjadi kepala p
“Aku sudah terima draft laporan tahunannya. Sangat memuaskan, dibandingkan tahun lalu,” puji Damian pada Shanon saat mereka tengah makan malam. 4 bulan berlalu sejak pertunangan Damian sore itu.Shanon tidak terlalu memikirkan acara penting yang bahkan tidak meminta kehadirannya hari itu. Ia menenggelamkan diri dalam pekerjaan yang kini menjadi tanggung jawabnya. Pekerjaan Shanon pun sudah mulai terlihat. Damian bahkan menilai kinerjanya cukup bagus sebagai pendatang baru. Bahkan bekerja dari rumah tidak menghalangi Shanon untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor tepat waktu.Kondisi kehamilannya bisa dikatakan tidak mengganggu kehidupan barunya ini—kecuali masalah perut yang membesar.Caroul—dokter obgyn yang menanganinya, mengatakan bahwa bayi yang dikandung Shanon berjenis kelamin laki-laki. Jika sesuai dengan perkiraan Caroul, gadis muda itu akan melahirkan 2 minggu lagi.“Mm. Terima kasih, Kak. Karena ada Chris dan juga tim yang lain, hasilnya bisa memuaskan kakak.”Namun Damia
'Teman? Maksudnya dia ingin mengusirku? Atau dia minta ditemani?' batin Damian tak paham dengan permintaan Shanon.Di tengah kebingungan Damian, Chai yang menangkap isyarat Shanon agar pergi dari sana pun segera meninggalkan bilik UGD tersebut. Untungnya Shanon bertanya, “Apa Kakak akan kembali ke kantor? Apa mau menemaniku di ruang operasi?”Damian menghela nafas panjang sebelum menjawab, “Baiklah. Aku akan mengurus tanda tangan dulu di meja pendaftaran.”Tanpa menunggu respon Shanon, sang CEO itu berbalik dan menghilang ke luar UGD. Kali ini giliran Shanon yang menghela nafas panjang. ‘Dilihat dari gelagatnya, dia pasti terpaksa menemaniku.’ Menyangka kalau Damian sepertinya marah, Shanon pun menyadari bahwa apa yang ia minta benar-benar tidak pantas.Wajahnya berubah panik. “Astaga! Apa yang sudah kukatakan pada CEO Herv Co itu? Aku hanya tak mau ia memarahi Chai di depan umum seperti tadi,” gerutunya menegur diri sendiri.Pikirnya, ‘Kurasa aku sudah gila, meminta bosku meneman
“Mm … yeah.”Hanya itu komentar Damian saat mendengar nama dari putra Shanon. Herv terkikik geli dengan kekakuan Damian. 5 bulan masih belum cukup untuk mengubah cucu laki-lakinya itu untuk bisa lebih ekspresif.Pria tua itu pun mengabaikan saja momen untuk menceramahi Damian soal sikap kakunya dan memberi perintah, “Bisa kau cari tahu arti nama itu, Chai?” Dengan sigap Chai langsung mencari tahu arti nama Alden melalui internet, sementara mereka berjalan kembali ke ruang perawatan Shanon. Dan setelah beberapa saat mencari, ART muda tersebut segera menjawab, “Alden berarti sang pembela, Tuan Besar.”“Wow! Doa Shanon untuk putranya, hm? Menjadi pembela baginya. Indah sekali.”Kekehan Herv kini sedikit lama bertahan. Ia tak menyangka, gadis semuda Shanon sudah bisa memberi nama putranya sendiri. ‘Kuharap ke depannya hidupmu akan lebih baik, Shan. Dan aku pun menantikan saat-saat orang yang menjahatimu bergelimpangan di bawah kakimu,’ doa Herv dalam hatinya. Sementara mereka dalam
“Wajahmu terlihat seperti ingin memakan orang, Damian. Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Herv sementara mereka melambaikan tangan ke arah mobil yang membawa Avantie pergi dari lobi rumah sakit. Sebenarnya, sejak Damian tiba-tiba melangkah mendekati ranjang Shanon lalu menutup tirai, Herv sudah merasa ada yang tidak beres.Ia ingin langsung bertanya pada sang cucu, tetapi instingnya mengatakan untuk menunggu sampai Avantie pulang. Sementara menunggu Damian menjawab pertanyaan yang sebenarnya mudah, mereka kembali ke ruang perawatan Shanon.Damian berkutat dengan pikirannya dalam diam. Ia masih tidak tahu bagaimana memberitahu sang kakek mengenai perilaku Shanon yang ia anggap tidak biasa. ‘Kalau Kakek tahu, mungkin dia akan sakit hati. Aku tidak suka itu,’ timbang Damian dalam hati.Tak kunjung mendapat jawaban dari sang cucu, Herv melontarkan pemikirannya, “Apa Shanon terganggu dengan kedatangan Avantie?” Seolah mendapat pencerahan, Damian menghentikan langkahnya dan terdiam. “
“Jangan bicara sembarangan, Avantie!” seru Damian yang tidak rela label palsu itu bisa saja didengar Shanon. “Shanon akan segera menjadi istriku.” “Aku tidak sembarangan. Ada video—” “Shanon di jebak, Avantie,” potong Herv cepat, tak ingin lagi membahas masa lalu Shanon yang ia yakin tidak baik kalau sampai Shanon mendengarnya lagi. Lagi, Herv menambahkan, “Pelakunya sudah menyatakan permohonan maaf mereka dan sudah mengakui semua kesalahan. Yang sudah terjadi tidak bisa diubah, tapi Shanon sudah membersihkan namanya.” Damian turut mengangguk, membenarkan ucapan sang kakek. Mendengar kenyataan terbaru itu, Avantie tak bisa lagi berkata-kata. Ia tidak menyiapkan diri untuk hal ini. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan Damian. “Tapi aku lebih mencintaimu, Damian,” rintihnya sementara air mata mulai mengenang dan tak sedikit yang berjatuhan di atas pangkuan gadis malang itu. Herv menatap Damian, memberinya isyarat agar cucu laki-lakinya itu mengatakan s
“Lihat, Pa! Perempuan ini pasti menggoda Damian!” pekik Avantie sambil menunjukkan foto Shanon dan Damian masuk ke dalam mobil yang sama. Bahkan si pengintai yang dibayar Avantie juga melaporkan kalau mereka pergi ke butik gaun pernikahan setelah selesai dari pemakaman.Lemuel mendengarkan rengekan Avantie sambil memijat pelipisnya, tidak tahu harus bertindak bagaimana untuk memenangkan hati Damian yang baru disadari tidak pernah punya perasaan pada putrinya. Katanya, “Papa tidak bisa sembarang bergerak, Vantie, Nak. Jangan sampai kita membuat Herv marah dan kau malah kehilangan segalanya, Avantie.” Netra Avantie menyalak marah. “Apa maksud Papa? Damian adalah segalanya buatku! Kalau aku tidak bisa memilikinya, apa lagi yang Papa maksud dengan ‘segalanya’?!”Desahan berat terdengar keluar dari sela bibir Lemuel. Ia tahu kalau Avantie tidak pernah tahu tujuan lain ia bersikeras menjodohkannya dengan Damian adalah demi mendapatkan keyakinan bahwa seumur hidup, Avantie tidak akan kehi
‘Apa benar aku akan menikahi pria sempurna ini?’ Shanon diam-diam melirik ke sisi kanannya, di mana Damian duduk. Pria itu tidak melepaskan rangkulan di bahu Shanon, membuat gadis itu sedikit canggung dibuatnya.Ia jadi ingat bagaimana dulu teman-temannya paling berisik kalau Damian muncul dalam wawancara berita di televisi. SHanon tak sengaja terkekeh membuat Damian mengangkat salah satu alisnya. “Senang-senang sendirian, hm?” ledek Damian. Shanon menggelengkan kepalanya sementara tangannya menutupi bibir yang berusaha sekuat tenaga menahan tawa.“Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Aku akan bertemu dengan Almarhum orang tuamu. Aku harus tampil baik, Shan.” Damian mencoba mengorek alasan di balik wajah bahagia Shanon barusan. Lagi, Shanon menggeleng dulu sebelum menjawab, “Tidak. Kau sempurna. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan soal penampilanmu, Damian.”‘Sudah mau datang ke makam mereka saja, aku sudah bersyukur. Pria berstatus tinggi sepertinya mendatangi makam orang tuak
51“Kak Damian, jangan bercanda,” kekeh Shanon dengan canggung. Ia tak tahu harus menatap ke mana, karena matanya terus saja kembali pada benda bulat melingkar yang duduk manis di dalam kotak itu. Lagi katanya, “Kau bukannya akan menikah dengan Avantie? Dan lagi, aku—”“Aku tidak pernah mengakui pertunanganku, apalagi menikahinya,” potong Damian dengan tenang. Rahang Shanon seperti lepas dari engselnya, ia tidak menyangka kalau selama ini semua kesedihan atas kenyataan rencana pernikahan Damian dan Avantie sia-sia belaka. Padahal pria itu sama sekali tidak menganggap hal tersebut ada.Damian menambahkan, “Aku menunggu sampai kau selesai dengan urusanmu, untuk menikahimu. Jadi, berhenti memanggilku dengan sebutan ‘kakak’. Aku bisa menjadi suamimu.”Belum sempat membalas ucapan Damian, sebuah tawa menggelegar terdengar memasuki ruangannya. “Kalian ini, jangan lupa menutup pintu. Ha! Ha! Ha!” Herv masih saja tergelak, terlebih melihat wajah Shanon yang memerah karena sadar kalau keja
50“Me—menagih hutang?!” tanya Shanon dengan wajah panik. Terperangah dengan ucapan Damian.Ia memang harus mengembalikan uang yang dipinjamkan Damian saat membangun Steenkool. Hanya saja selama ini Damian tidak pernah menagih, karena setiap bulan Shanon pasti menyicilnya. “Apa Kakak butuh uangnya segera? Aku tahu aku harus mengembalikan uang modal pertama Steenkool—”Damian menggelengkan kepala, membuat Shanon berhenti bicara. Dengan wajah serius ia menjelaskan, “No. Aku menagih hutang rumah sakitmu.”Rahang Shanon seolah jatuh mendengar ucapan Damian. Satu-satunya kejadian ia harus di rawat di rumah sakit dan menggunakan uang Damian adalah saat pertama kali mereka bertemu. “Apa itu hutang, Mama?” tanya Alden yang berada di pangkuan Shanon. “Uhm … Mama pernah pakai uang Uncle Damian untuk berobat dan harus dikembalikan.” Shanon mencoba menjelaskan pada putranya sesederhana mungkin. Dalam hati, Shanon menganalisa permintaan Damian itu. ‘Tapi apa dia bakal nagih hutang 10 tahun la
“Saya menolak!” raung Pamella yang tidak mungkin membiarkan kondisi suaminya terpampang di media.Tidak mungkin ia membiarkan teman-teman sosialitanya mengetahui kondisi mengerikan seperti ini.Spontan Shanon tergelak mendengar penolakan Pamella. “Anda sadar siapa saya, tapi tidak satupun saya dengar permintaan maaf dari Anda. Begitu angkuhnya?” tegur Shanon. Pamella tertegun. Ia tidak tahu bagaimana membalas ucapan Shanon itu.Dan karena Pamella belum berkomentar atau menunjukkan tanda kalau ia menyerah dan meminta maaf pada Shanon, owner dari Steenkool itu menambahkan, “Saya hanya butuh waktu sebentar untuk menghancurkan kalian berdua. Kalau semua tahu Anda yang mandul, apakah ada lagi gunanya Anda untuk keluarga Simons?” Seperti ada yang menumpahkan es di atas tengkuk dan punggungnya, Pamella merasakan sekujur tubuhnya mulai mendingin. Panik. Pura-pura tenang, Pamella menghardik Shanon, “Apa maksud Anda?!”“Kalau Anda menundukkan kepala sampai ke lantai, saya berpikir untuk men
“Lantas, apa yang Anda mau dari saya sekarang, Nona Shanon? Saya tidak memiliki apa-apa lagi jika saya lepas dari keluarga istri saya.”Netra Shanon menyipit mendengar omong kosong Julian. Ia bertanya dengan santai walau sebenarnya ia tidak mengerti kalimat Julian, “Apa maksudnya dengan lepas dari keluarga istri?”Dengan percaya dirinya Julian menjelaskan, “Jika Anda bermaksud untuk meminta pertanggungjawaban saya setelah apa yang saya perbu—”“Cukup!” sentak Shanon memotong ucapan Julian. Lagi ia mengeluhkan kedangkalan pikiran pria itu, “Itu pemikiran yang sangat menjijikkan, Tuan Julian. Saya tidak percaya Anda bisa berpikir ke arah sana.”Baru saja Julian membelah mulutnya, Shanon buru-buru menyelak, “Kalau Anda tanya apa yang saya mau, itu adalah kehancuran hidup Anda.”Shanon mengambil sebuah benda yang biasa dipakai oleh para pencukur rambut pria dan menunjukkannya pada Julian.“Mata ganti mata. Gigi ganti gigi.” Seringai kebencian di wajah Shanon semakin terlihat. Sementara i
“Tuan Julian, bagaimana Anda bisa melakukan semua ini? Pada owner perusahaan pula!” tuduh salah satu direktur wanita yang ia kenal bernama Salome—direktur bidang personalia.Julian tercengang mengetahui bahwa wanita yang sekarang sedang duduk di kursi CEO itu adalah sang pemilik Steenkool. Wanita yang ia ketahui bernama Shanon. Hanya saja, ia tidak paham dengan konteks pembicaraan Salome barusan. Hal itu membuatnya merasa sembarangan dituduh. Namun, ia menyadari posisinya sebagai orang baru dan bertanya, “Apa maksud Anda? Melakukan apa? Saya? Soal apa ini?”Menjawab pertanyaan itu, Shanon melemparkan sesuatu ke lantai, dekat kaki Julian. Spontan Julian menunduk dan menatap apa yang dilempar kepadanya tadi.Netra Julian langsung membelalak melihat foto-foto yang memuat dirinya di dalam sana. Bukan sekedar foto biasa, ia bahkan bisa menyadari kalau ia sedang memaksakan dirinya, menyetubuhi seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Shanon. Ia mengenali dari bentuk rambutnya yang
“Apa istri Anda tak masalah, Anda malah bekerja di perusahaan lain?” Shanon mencoba mengorek kondisi rumah tangga Julian yang sebenarnya.Dan benar saja, begitu ia membicarakan sang istri, Julian terlihat murung. Mungkin juga karena mabuk, akal sehatnya mulai tak bisa membaca situasi.Wajah sedihnya mulai diikuti dengan mulut yang terpisah, menyuarakan isi hati. “Mereka melimpahkan semua kesalahan pada saya. Ada atau tidak ada saya di keluarga itu, sudah tidak jadi soal, Nona Steenkool,” kata Julian penuh kegetiran.Shanon yang memang sengaja menggunakan nama yang sama dengan perusahaannya itu tersenyum tipis mendengarkan Julian yang terus mengoceh soal istri dan mertuanya.Sedikit banyak ia bisa mengkonfirmasi kebenaran dari semua data yang sudah ia kumpulkan sebelumnya. Lagi, Julian berkata, “Soal tidak punya anak, saya juga yang dilabeli dengan kata ‘mandul’, tapi mereka tidak mau melakukan tes.”Netra Shanon membulat kaget sepersekian detik sebelum menampilkan senyumannya lagi.