Maaf ya Author baru update. Harus bedrest beberapa hari. Lovely reader, jaga kesehatan ya ^_^
‘Huh? Bicara denganku? Soal apa ya?’ batin Shanon. Netranya diam-diam mengamati raut wajah Damian, mencoba menebak dan menilai suasana hati pria yang lebih tua sekitar 9 tahun tersebut.‘Ugh! Wajahnya terlalu datar.’Lamunan Shanon dibuyarkan dengan suara sapaan seorang pria berambut pirang yang dikenalnya.Dia adalah sekretaris Damian yang mengurusi semua kebutuhan sang atasan. Baik kebutuhan pekerjaan maupun urusan keseharian sang CEO.“Selamat siang, Nona Shanon. Kondisi Anda sudah sehat?” sapa Christian sambil tersenyum ramah. Shanon pun segera mengangguk. Tidak ingin dicap sebagai orang yang tidak menghargai semua kemurahan Damian dalam menjaga kesehatannya. Bahkan masih menjadi misteri bagi Shanon mengenai insiden Damian memesankan sup hangat untuknya di pesawat.“Aku sangat sehat, Tuan Chris. Terima kasih sudah menanyakan keadaanku.”Dan tak Shanon sangka, pria pirang itu tidak hanya berbasa-basi saat bertanya tentang kondisinya barusan. Chris meletakkan buku berwarna hijau
"Untuk sementara, Nona bisa mempelajari laporan tahunan perusahaan dari website. 5 tahun terakhir saja.”Sementara berkendara menuju rumah sakit, Chris yang sudah datang menjemput sejak pagi tengah membahas hal ringan terkait pekerjaan yang akan dialihkan pada Shanon. Shanon mengangguk paham.Kemudian Chris menambahkan, “Saya sudah mendiskusikan ini dengan Bos. Nona akan mengurus persiapan buku laporan tahunan dan laporan berkelanjutan. Bagaimana?”“Ah … ya. Saya sudah pernah mengerjakan itu di perusahaan sebelumnya. Jadi, saya rasa akan lebih mudah.”Chris mengangguk setuju dengan ucapan Shanon barusan. Dengan mengerjakan buku tersebut, Shanon bisa mendapat banyak data-data mengenai perusahaan. Damian berharap, ia bisa belajar banyak mengenai Herv Co, dari pekerjaannya itu.“Apa saya akan mengerjakannya sendirian?” tanya Shanon sambil memiringkan kepalanya. Chris terkekeh sambil menggeleng. “Tidak, Nona. Anda akan punya tim untuk mengerjakannya. Bagian Nona adalah menjadi kepala p
“Aku sudah terima draft laporan tahunannya. Sangat memuaskan, dibandingkan tahun lalu,” puji Damian pada Shanon saat mereka tengah makan malam. 4 bulan berlalu sejak pertunangan Damian sore itu.Shanon tidak terlalu memikirkan acara penting yang bahkan tidak meminta kehadirannya hari itu. Ia menenggelamkan diri dalam pekerjaan yang kini menjadi tanggung jawabnya. Pekerjaan Shanon pun sudah mulai terlihat. Damian bahkan menilai kinerjanya cukup bagus sebagai pendatang baru. Bahkan bekerja dari rumah tidak menghalangi Shanon untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor tepat waktu.Kondisi kehamilannya bisa dikatakan tidak mengganggu kehidupan barunya ini—kecuali masalah perut yang membesar.Caroul—dokter obgyn yang menanganinya, mengatakan bahwa bayi yang dikandung Shanon berjenis kelamin laki-laki. Jika sesuai dengan perkiraan Caroul, gadis muda itu akan melahirkan 2 minggu lagi.“Mm. Terima kasih, Kak. Karena ada Chris dan juga tim yang lain, hasilnya bisa memuaskan kakak.”Namun Damia
'Teman? Maksudnya dia ingin mengusirku? Atau dia minta ditemani?' batin Damian tak paham dengan permintaan Shanon.Di tengah kebingungan Damian, Chai yang menangkap isyarat Shanon agar pergi dari sana pun segera meninggalkan bilik UGD tersebut. Untungnya Shanon bertanya, “Apa Kakak akan kembali ke kantor? Apa mau menemaniku di ruang operasi?”Damian menghela nafas panjang sebelum menjawab, “Baiklah. Aku akan mengurus tanda tangan dulu di meja pendaftaran.”Tanpa menunggu respon Shanon, sang CEO itu berbalik dan menghilang ke luar UGD. Kali ini giliran Shanon yang menghela nafas panjang. ‘Dilihat dari gelagatnya, dia pasti terpaksa menemaniku.’ Menyangka kalau Damian sepertinya marah, Shanon pun menyadari bahwa apa yang ia minta benar-benar tidak pantas.Wajahnya berubah panik. “Astaga! Apa yang sudah kukatakan pada CEO Herv Co itu? Aku hanya tak mau ia memarahi Chai di depan umum seperti tadi,” gerutunya menegur diri sendiri.Pikirnya, ‘Kurasa aku sudah gila, meminta bosku meneman
“Mm … yeah.”Hanya itu komentar Damian saat mendengar nama dari putra Shanon. Herv terkikik geli dengan kekakuan Damian. 5 bulan masih belum cukup untuk mengubah cucu laki-lakinya itu untuk bisa lebih ekspresif.Pria tua itu pun mengabaikan saja momen untuk menceramahi Damian soal sikap kakunya dan memberi perintah, “Bisa kau cari tahu arti nama itu, Chai?” Dengan sigap Chai langsung mencari tahu arti nama Alden melalui internet, sementara mereka berjalan kembali ke ruang perawatan Shanon. Dan setelah beberapa saat mencari, ART muda tersebut segera menjawab, “Alden berarti sang pembela, Tuan Besar.”“Wow! Doa Shanon untuk putranya, hm? Menjadi pembela baginya. Indah sekali.”Kekehan Herv kini sedikit lama bertahan. Ia tak menyangka, gadis semuda Shanon sudah bisa memberi nama putranya sendiri. ‘Kuharap ke depannya hidupmu akan lebih baik, Shan. Dan aku pun menantikan saat-saat orang yang menjahatimu bergelimpangan di bawah kakimu,’ doa Herv dalam hatinya. Sementara mereka dalam
“Wajahmu terlihat seperti ingin memakan orang, Damian. Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Herv sementara mereka melambaikan tangan ke arah mobil yang membawa Avantie pergi dari lobi rumah sakit. Sebenarnya, sejak Damian tiba-tiba melangkah mendekati ranjang Shanon lalu menutup tirai, Herv sudah merasa ada yang tidak beres.Ia ingin langsung bertanya pada sang cucu, tetapi instingnya mengatakan untuk menunggu sampai Avantie pulang. Sementara menunggu Damian menjawab pertanyaan yang sebenarnya mudah, mereka kembali ke ruang perawatan Shanon.Damian berkutat dengan pikirannya dalam diam. Ia masih tidak tahu bagaimana memberitahu sang kakek mengenai perilaku Shanon yang ia anggap tidak biasa. ‘Kalau Kakek tahu, mungkin dia akan sakit hati. Aku tidak suka itu,’ timbang Damian dalam hati.Tak kunjung mendapat jawaban dari sang cucu, Herv melontarkan pemikirannya, “Apa Shanon terganggu dengan kedatangan Avantie?” Seolah mendapat pencerahan, Damian menghentikan langkahnya dan terdiam. “
“Panasnya cukup kalau di sini.” Damian tersenyum seraya menikmati sinar pagi matahari yang menerpa wajahnya.Satu minggu berlalu sejak kelahiran Alden. Kini Shanon sudah kembali ke kediaman Damian. Dengan alasan berjemur di pagi hari, Damian memutuskan agar Shanon dipindahkan ke kamar di lantai 2. Lantai yang sama dengannya. ‘Dengan begini, setidaknya aku tahu jika terjadi sesuatu pada Shanon.’ Itulah pemikiran Damian. Ia sadar kalau ia tak punya bukti kuat menuduh Avantie mengancam Shanon. Jadi, ia tak punya banyak pilihan selain bersiaga. Bahkan Shanon tak mau mengakui kalau Avantie membuatnya tak nyaman.Saat ini, gadis bermata kecoklatan itu tengah menggendong bayinya di teras kamar, berjemur. “Yeah. Alden pasti sehat kalau di sini, Kak. Terima kasih.” Shanon berkata seraya memainkan jemari bayinya.Damian mengangguk setuju. Tak ingin mengganggu ketenangan anggota mungil yang baru saja terdaftar dalam keluarga Vadis itu, Damian memutuskan untuk pamit.“Asistenmu akan membaw
“Ms. Avantie bilang kalau beliau akan mentraktir kita, Mr. Chris!” ujar seorang junior dengan wajah memelas. Kabarnya, Avantie melakukan itu dengan alasan untuk menyambut kehadiran Shanon. Namun Shanon harus menolak maksud baik tersebut, lantaran ia harus segera pulang dan bertemu sang buah hati. Chris pun tidak ingin menghadiri jamuan tersebut, setelah ia tahu wanita seperti apa Avantie itu. Walau mereka—Chris dan Damian, belum memegang bukti kuat kelakuan buruk Avantie.“Kalian hadiri saja, sebagai perwakilan dariku.” Chris menambahkan sambil tersenyum, walau matanya tak lepas dari ponsel.Namun, staf sekretaris lainnya berkata, “Kalau Ms. Shanon tidak hadir, bukannya tidak ada artinya acara itu?”Chris membatu di tempat mendengar ucapan itu. Begitu juga dengan Shanon. Pada akhirnya, mereka tidak bisa menghindar dari acara tersebut. Sepanjang acara, Shanon terlihat gelisah. Si penyelenggara acara bahkan belum datang padahal sudah hampir setengah jam acara berlangsung.Chris pun