Hari sudah semakin menjelang siang, matahari yang bersinar itu kini tepat berada di atas kepala Allein. Meskipun ini area hutan dengan pohon yang rindang tapi tetap saja cuaca terasa sangat panas. Tetapi itu tidak menghentikan perjalannya, dia terus berjalan mengabaikan teriknya cahaya matahari.
Setelah menyerap energi kehidupan milik ogre hijau tadi, staminanya bertambah lumayan besar. Allein merasakan dengan jelas perubahan stamina di tubuh barunya itu, sekarang dia juga lebih percaya diri apabila harus berhadapan melawan ogre hijau lagi.
Bruuussh bruuussh!
Tiba-tiba suara terdengar, Allein yang sedang berjalan pun langsung mencari sumber suara tersebut. Tak lama setelah beberapa langkah dia berjalan menuju sumber suara itu, ternyata ada sebuah sungai dangkal yang penuh dengan bebatuan.
Sepertinya beberapa kelinci bertanduk putih sedang meminum air di sungai. Melihat kedatangan Allein sontak saja membuat para kelinci itu waspada. Kini hampir semuanya sedang memandangi Allein.
Allein yang melihat tingkah laku kelinci bertanduk itu tanpa pikir panjang langsung melemparkan pedang tulang yang digenggamnya ke salah satu kelinci.
Sraaattt!
Lemparan Allein tepat mengenai satu kelinci bertanduk. Kelinci bertanduk itu langsung mati dengan pedang tertancap kepalanya. Melihat salah satu dari kawannya mati, kelinci bertanduk yang tersisa pun langsung lari berhamburan.
"Hahaha akhirnya aku bisa makan daging," Seringai Allein penuh kepuasan, karena ini pertama kalinya dia akan makan daging setelah hidup kembali.
Allein pun langsung menguliti kelinci bertanduk itu sampai hanya tersisa dagingnya. Lalu dia menyalakan api menggunakan batu dan beberapa kayu kering yang ada di sekitar nya. Setelah api menyala Allein membakar kelinci tersebut hingga matang.
"Ah ini tidak enak, entah di kehidupanku sekarang atau di kehidupanku sebelumnya kenapa makanan yang kubuat selalu saja tidak enak." Meskipun begitu, Allein tetap memakan daging kelinci tersebut dengan lahap di pinggir sungai. Dia tidak bisa pilih-pilih makanan untuk sekarang. Sambil memakan daging kelinci bertanduk itu matanya memandangi sungai. Dia seolah mendapat ketenangan sejenak.
Hanya dalam waktu beberapa menit daging itu pun sudah habis. Setelah dirasa makanannya sudah habis, Allein pun langsung meminum air dan membasuh wajahnya di sungai. Wajahnya terlihat sangat mirip dengan dirinya ketika berumur 12 tahun. Bentuk wajah yang oval, rambut pendeknya yang lurus semuanya benar-benar terlihat mirip dengan wajahnya dulu, hanya warna rambutnya saja yang berbeda. Dikehidupan sebelumnya rambut Allein berwarna hitam, namun sekarang rambutnya itu berwarna putih keperakan.
“Aku benar-benar seperti melihat wajahku sendiri ketika sedang berumur 12 tahun,” gumam Allein sambil terus melihat wajahnya di pantulan air sungai.
Namun, ketika sedang asyik memandangi wajahnya sendiri, tiba-tiba instingnya mengatakan hal yang berbahaya sedang mendekat. Sontak Allein pun kaget dan segera melihat sekeliling. Namun, tidak ada apapun yang datang.
Bruug bruug!
Tak lama setelah itu suara langkah kaki pun mulai terdengar. Allein mulai waspada, dia sekali lagi mengengok sekeliling. Sekarang dia terkejut dengan apa yang dilihatnya, sesuatu yang besar datang dari sebelah kanan.
"Tidak-tidak, kenapa aku harus bertemu monster tingkat tinggi sekarang." Lewat suara langkah kakinya yang bergema, Allein bisa tahu kalau monster tingkat tinggi berukuran besar menuju ke arahnya. Tak membuang waktu lama dia langsung berlari menjauh ke arah berlawanan dengan menyebrangi sungai yang tidak terlalu dalam didepannya.
Namun, Allein tetap penasaran terhadap monster itu. Dia pun berhenti berlari dan memilih bersembunyi di balik batu besar yang kini ada di depannya. Allein mencoba mengintip dari balik batu besar itu dan melihat ke arah sungai.
Monster itu berukuran sangat besar, kedua tanduknya runcing dan kokoh, serta di tubuhnya cukup penuh dengan duri. Taringnya tajam, serta otot otot jelas terpahat di tubuhnya. Pohon-pohon di belakangnya pun terlihat hancur hanya karena monster itu berjalan.
"Behemoth!" dengan suara pelan Allein menyebutkan nama monster itu.
Seolah menyadari ada yang mengawasinya, Behemoth itu pun langsung menatap tepat ke arah Allein yang sedang mengintip. Allein pun dikagetkan dengan tatapan Behemoth yang tiba-tiba, tanpa pikir panjang dia pun langsung kabur dengan sekuat tenaganya menjauh dari monster itu.
***
Setelah dirasa sudah cukup jauh berlari Allein pun melihat sekeliling, ternyata ada sebuah gua berukuran agak besar di sebelahnya. Dia pun langsung masuk kedalam gua itu dengan terburu buru.
"Haaaahh haaaahh aku beruntung, dengan kekuatanku saat ini jika aku terkena satu serangan dari Behemoth itu kemungkinan aku pasti langsung mati,'' ucap Allein sambil menyeka keringat yang bercucuran di dahinya.
Allein kemudian duduk dan bersandar ke dinding gua. Matanya tetap terus menatap ke luar gua, memastikan Behemoth itu tidak mengikutinya.
Setelah dirasa Behemoth itu tidak mengikutinya, Allein kemudian mengalihkan pandangannya ke dalam gua. Tanpa di duga dia menemukan suatu yang mengejutkan.
"Ini kerangka manusia!"
Sebuah kerangka manusia yang masih memakai armor yang sudah rusak tergeletak tak jauh dari posisi Allein saat ini. Dia pun dengan segera langsung mengecek kerangka tersebut.
Pertama Allein mulai melihat kerusakan pada armor tersebut. Dengan melihat sekilas, dia langsung tahu bahwa manusia tersebut mati karena cakaran monster berukuran besar. Kerusakan pada armor tersebut cukup parah, di bagian dada ada bekas cakaran yang sangat besar dan dalam, tulang bagian dada pada kerangka itu juga hancur.
Tetapi, perhatian Allein justru tertuju pada tulisan kecil tepat di bagian bahu armor tersebut. "Hmmm dibahu nya tertulis pasukan ksatria suci."
"Tunggu, kurasa dalam ingatan Allein Springtopia seorang ksatria suci pernah datang ke istana kerajaan Springtopia dan semua orang sangat menghormatinya saat itu."
Namun, pada saat itu Allein Springtopia dilarang untuk melihat langsung ksatria suci dan hanya bisa berdiam diri di kamarnya. Jadi tak banyak informasi mengenai ksatria suci yang kini bisa Allein gali dari ingatan itu.
"Sepertinya para ksatria suci memiliki kekuatan yang hebat."
Allein kemudian kembali memeriksa bagian lain dari armor tersebut. Tidak banyak yang bisa membuatnya penasaran. Lantas dia pun mencoba memeriksa bagian lain dengan teliti. Perhatiannya pun kini tertuju pada sebuah cincin yang menempel di jari manis kerangka manusia tersebut.
Tak menunggu waktu lama Allein langsung mencabut cincin itu. Dia langsung melihat dan mengamati cincin berwarna perak yang baru saja dicabutnya itu. Ternyata ada sebuah tulisan kecil di cincin tersebut.
"Cincin penyimpanan," Allein membaca nya dengan cukup keras. Seringai kini mulai terpahat di wajahnya. Karena cincin penyimpanan itu ada di dalam ingatan Allein Springtopia. Dalam ingatan tersebut semua orang di istana kerajaan Springtopia menggunakannya untuk menyimpan barang bawaan dan senjata. Sehingga tidak perlu repot menyewa porter untuk membawa barang bawaan dan senjata seperti di kehidupan Allein sebelumnya.
"Menurut ingatan Allein Springtopia, untuk menggunakannya aku hanya perlu mengalirkan sedikit mana."
"Baiklah akan ku coba."
Seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru, Allein dengan antusias langsung memasangkan cincin itu di jari manisnya. Setelah cincin tersebut terpasang, dia pun langsung mengalirkan mananya.
Sebuah pedang dan gulungan surat kini terproyeksi di kepalanya. Dia langsung menyadari bahwa benda-benda itu sekarang berada di dalam cincin penyimpanan. Lantas tanpa pikir panjang dia pun mencoba mengeluarkan semua benda itu.
Traaang!
Sebuah pedang serta gulungan surat langsung jatuh ke tanah di hadapannya.
"Hahaha luar biasa ini praktis sekali!" Allein tertawa bahagia.
Sebenarnya jauh di dalam hatinya, Allein kagum atas penemuan cincin penyimpanan ini. Bagaimana bisa, sebuah buah pedang yang lumayan berat dan sebuah gulungan surat bisa disimpan dalam cincin berukuran kecil. Hal brilian seperti itu bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya.
Allein kini sedang fokus, matanya terus memandangi setiap bagian dari pedang perak yang mengkilap dan terlihat sangat mewah itu. Berat dan panjang dari pedang itu sangatlah proporsional, setidaknya itulah yang di rasakan Allein saat menggenggamnya.Dia langsung menyadari jika ini adalah pedang yang berkualitas. "Siapa manusia yang sudah jadi kerangka ini?" Allein merasakan kebingungan sambil menatap kerangka manusia tersebut dengan penuh rasa penasaran.''Aku tahu bahwa bukan orang sembarangan yang bisa mempunyai pedang seperti ini. Kualitas pedang ini hampir sama dengan kualitas pedang buatan para dwarf untuk para ksatria di aliansi pada saat perang melawan iblis dulu.''Rasa penasaran kini terus mengisi kepalanya. Pedang perak yang kini di genggamnya, identitas tengkorak manusia dan apa itu ksatria suci, semuanya menjadi tanda tanya untuk Allein.''Haaaaahh, akan kucari tahu nanti saja ketika aku sudah kembali ke benua Skoupidia. Untuk sekarang aku akan
Para ogre hijau itu tampak waspada dengan kemunculan Allein. Hal itu karena mereka melihat salah satu pedang tulang milik salah satu kawan mereka yang kini berada di genggaman tangan Allein. Para ogre hijau mulai mengambil posisi bersiap. Mereka saling menatap satu sama lain, seolah sedang merencanakan sesuatu untuk membunuh Allein. "Shadow aura!" Namun, sebelum mata mereka kembali menatap ke arah musuhnya. Allein langsung berlari menyerang dengan kecepatan penuh ke arah ogre hijau itu. Kali ini dia langsung menggunakan shadow aura untuk menguatkan fisiknya. Para ogre hijau tersebut langsung kaget melihat Allein yang berlari dengan kecepatan tinggi untuk menyerang mereka. Salah satu ogre hijau pun dengan refleks berlari menyambut Allein. Ogre hijau itu sepertinya berencana akan menghadang serta menghentikan Allein yang sedang berlari. Tangan besar ogre hijau pun mulai terkepal, dia te
Melihat Allein yang sudah tersudutkan, ogre hijau itu terus menyerang secara bertubi-tubi. Kini setiap pukulan yang dilancarkan ogre hijau tentu menjadi semakin menyulitkannya. Benar saja, pukulan yang semakin bertubi-tubi itu mulai membuat Allein tidak bisa mempertahankan pijakannya. Tubuhnya kini benar-benar tersudutkan, bahunya sudah bersandar pada pohon dibelakangnya. Dengan posisinya sekarang Allein sangat kesulitan, dia tidak punya pijakan yang cukup untuk melakukan gerakan berpedangnya dengan baik. Kemungkinan hanya dengan beberapa pukulan lagi dari sang ogre hijau maka Allein benar-benar tidak bisa menangkisnya lagi. “Cih! aku tidak punya pilihan lain. Shadowblade!!” Sambil menggertakkan giginya, Allein mengeluarkan salah satu teknik sihir miliknya dari kehidupan sebelumnya. Selain menyelimuti tubuhnya, kali ini sihir hitam juga menyelimuti pedang tulang yang digenggamnya. Perlahan wa
Allein berdiri mematung di bawah bukit kecil sambil menatap pedang tulang yang kini sudah patah. Sudah enam bulan berlalu sejak ia berhasil membunuh ketiga ogre hijau, yang secara bersamaan dengan momen pertama kali ia menggunakan shadow blade. Tentu saja dalam enam bulan ini dia terus menerus melawan monster dan melatih teknik shadow blade beserta dengan teknik berpedang maupun teknik sihir miliknya yang lain. Tak terlewat meski satu hari pun ia terus berlatih. Sebenarnya Allein sudah memprediksi pedang tulang itu akan cepat rusak, karena material pedang yang cocok untuk penyihir hitam seperti dirinya hanyalah adamantium. Jika pedang tersebut bukan dari material adamantium maka akan cepat rusak, karena sihir hitam memiliki sifat korosif terhadap material apapun selain adamantium. "Pedang hitamku apakah masih ada saat ini? Dengan kekuatanku sekarang aku belum bisa memanggilnya, tapi kuharap pedang itu masih
Melihat raja ogre yang sudah pasrah dalam cengkraman shadow hand, Allein tanpa ragu langsung menusukkan pedang peraknya ke arah dada raja ogre.Tusukan itu tepat mengenai jantung sang raja ogre. Setelah dirasa raja ogre sudah mati, Allein langsung mencabut pedangnya kembali dan melepaskan cengkraman shadow hand. Bruuk! Tubuh raja ogre langsung jatuh ke tanah. black hole langsung muncul dan menyedot tubuh raja ogre. Tapi tak ada pancuran darah seperti biasanya. Kali ini Allein langsung duduk bersila di depan black hole yang masih terbuka. Ia memejamkan matanya seolah sedang berkonsentrasi akan sesuatu. Beberapa menit kemudian Allein membuka matanya dan langsung berdiri kembali. "Bangkitlah!" Dia berteriak cukup keras ke arah black hole yang masih tetap terbuka. Raja ogre yang sudah mati tadi itu kini secara perlahan keluar. "Grrrrrrr." Suara geraman terdengar dari mulut
Suhu di rumah kayu terasa sedikit panas dan udara terasa menyesakkan. Hawa membunuh terasa hampir ke semua sudut ruangan. Allein marah besar saat ini, dia tidak pernah menduga kejadian yang tragis bisa menimpa kawan baiknya. Semakin dalam dia memikirkannya kepalanya semakin terasa panas dan hatinya terasa sakit. "Fyuuuhhhh...." Udara keluar dari mulutnya. Allein mengambil tarikan nafas yang dalam, mencoba menurunkan emosinya. Dia kembali melihat sekeliling ruangan. Namun, tak ada yang membuatnya tertarik lagi. Daging panggang yang sebelumnya terlihat lezat pun kini seolah seperti makanan basi. Allein sudah kehilangan selera makannya. Dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah kayu ini, mencoba mencari udara segar yang setidaknya bisa sedikit menjernihkan pikirannya. Setelah keluar dari rumah kayu, Allein langsung berjalan ke bagian tengah markas ini. Yang kebetulan juga di tengah markas
Allein berbaring sendirian diatas rumput. Malam hari ini pun dia kembali memandangi bulan yang bersinar terang di langit, kehadiran ratusan bintang di langit malam ini juga seolah menambah kecantikan sinarnya. Bulan begitu setia, setidaknya itulah yang Allein rasakan. Meskipun kadang cahayanya redup dan terhalang, nyatanya sang bulan akan selalu kembali untuk menerangi malam. Sudah seminggu berlalu sejak dia mulai memasuki area padang rumput ini. Tak ada hambatan berarti di perjalannya kali ini, dia selalu menghabisi para monster yang menyerangnya. Kekuatannya terus berkembang hari demi hari. Namun, ini masih jauh dari kekuatan dia yang sebenarnya. Setidaknya untuk saat ini dia bisa tertidur nyenyak tiap malam. Dia tidak perlu lagi khawatir ada monster yang menyerangnya ketika tertidur. Selain ada Amund yang bertugas menjaganya, insting Allein juga semakin tajam. Dia bisa merasakan dalam ra
Trangg traaangg traaangg! Amund terus melancarkan serangannya. Perlahan tapi pasti, dengan gerakan berpedang yang semakin cepat dan efektif Amund mulai mendominasi jalannya pertarungan. Allein cukup puas melihat perkembangan undeadnya itu, karena secara tidak langsung peningkatan kekuatan pada undead sangat dipengaruhi oleh peningkatan kekuatan pemiliknya. Ini pun menjadi sebuah tanda jika dirinya sudah bertambah kuat. Hanya dalam beberapa menit kemudian tubuh beruang hitam itu sudah berlumuran darah terkena serangan Amund yang bertubi-tubi. Tubuhnya perlahan tak berdaya karena dipenuhi luka yang cukup fatal, gerakannya pun terus melambat akibat kehilangan banyak darah. Srraaaat! Sebuah tebasan pun dilancarkan Amund dan berhasil memisahkan kepala beruang hitam itu dari tubuhnya. Allein pun langsung menyerapnya dengan black hole dan segera memerintahkan Amund unt
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun
Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai
Sudah dua hari sejak Allein meninggalkan pulau tersebut, kini dirinya sudah tak menggunakan perahu yang Tassia berikan Alasannya sederhana yakni perahu tersebut terlalu lambat. Dalam dua hari kebelakang ia sudah mengamati baik-baik kecepatan dari perahu yang Tassia berikan, dan berdasarkan pengamatannya itu setidaknya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke Benua Skoupidia. Maka dari itu, ia pun memilih terbang menunggangi Bran dan memasukan perahu tersebut ke dalam cincin penyimpanan miliknya. Ia juga sudah berencana untuk memangkas waktu perjalan. Selain sudah sangat penasaran dengan Kerajaan Falltopia yang akan menjadi tujuannya, ia juga mulai merasa bosan dan lapar Ia sedikit menyesal karena tidak membawa persediaan makanan yang banyak. Selama dua hari ini pun ia kesulitan mencari makanan. Memang ada ikan dari lautan, tapi tak ada pulau kecil yang ia temukan sama sekali untuk tempat memasaknya. Allein memang bisa memasaknya dengan api hitam yang bisa ia gunak
Setelah mereka mendeklarasikan pertemanan tersebut, Tassia pun mengeluarkan sebuah perahu dari cincin penyimpanannya. Perahu tersebut tidak begitu besar, sehingga bisa masuk dalam cincin penyimapanan milik Tassia. Beberapa hari yang lalu Tassia menceritakan jika dirinya pergi ke pulau ini dengan menggunakan dua perahu. Satu perahu memiliki kapasitas untuk dua sampai empat orang. Dan semalam Wanita elf itu bilang akan memberikan satu perahu kepada Allein hari ini. Allein hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ia sebenarnya tak menyangka jika wanita elf ini akan benar-benar memberikannya sebuah perahu. Tassia membalas senyumannya dan setelah itu langsung mengeluarkan sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa dari cincin penyimpanannya. “Lein, ambilah ini.” Dengan wajah yang cukup canggung Allein pun menerima batu tersebut dari Tassia. Batu yang diberikan Tassia tersebut adalah mana stone atau batu mana. Tassia sudah menjelaskan pada Allein semalam jika perahu yang
Trangg trangg trangg! Suara benturan dari kedua senjata terus terdengar di pagi hari ini. Allein yang baru saja membuka matanya pun melihat sekeliling. Ternyata itu adalah Derald dan Neiryl yang sedang berlatih. “Seperti biasa anda selalu yang terakhir bangun,” ucap Tassia. Wanita elf itu duduk persis di sebelahnya. “Haha, ya begitulah. Derald dan Neiryl sepertinya semakin rajin berlatih ....” “Ya, mereka berdua termotivasi oleh cerita anda.” Allein hanya tersenyum, ia tak menyangka jika pengalamannya tentang pulau ini yang ia ceritakan beberapa hari yang lalu akan membuat mereka berdua begitu bersemangat. Sudah hampir satu minggu dirinya bertemu dengan keempat orang tersebut. Dan selama beberapa hari kebelakang ia dan keempat orang tersebut saling berbagi informasi. Singkatnya, dalam beberapa hari kebelakang ia mendapat banyak informasi mengenai benua Skoupidia. Informasi yang ia dapatkan kebanyakan hanya pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada di Benua Skoupidia, seperti at