Allein berdiri mematung di bawah bukit kecil sambil menatap pedang tulang yang kini sudah patah. Sudah enam bulan berlalu sejak ia berhasil membunuh ketiga ogre hijau, yang secara bersamaan dengan momen pertama kali ia menggunakan shadow blade.
Tentu saja dalam enam bulan ini dia terus menerus melawan monster dan melatih teknik shadow blade beserta dengan teknik berpedang maupun teknik sihir miliknya yang lain. Tak terlewat meski satu hari pun ia terus berlatih.
Sebenarnya Allein sudah memprediksi pedang tulang itu akan cepat rusak, karena material pedang yang cocok untuk penyihir hitam seperti dirinya hanyalah adamantium.
Jika pedang tersebut bukan dari material adamantium maka akan cepat rusak, karena sihir hitam memiliki sifat korosif terhadap material apapun selain adamantium.
"Pedang hitamku apakah masih ada saat ini? Dengan kekuatanku sekarang aku belum bisa memanggilnya, tapi kuharap pedang itu masih ada. Aku sudah menggunakan segel pada pedang hitam itu. Kemungkinan tidak ada orang yang bisa menggunakannya setelah aku mati," gumam Allein.
Dia mengingat kembali pedang hitam miliknya yang tentu saja terbuat dari material adamantium. Satu-satunya pedang hitam kesayangannya, pedang yang terus ia genggam bahkan saat akan menuju kematian.
Di pulau ini tidak ada pandai besi sama sekali, sehingga apabila kehabisan stok pedang Allein akan sangat kesulitan untuk bertarung.
Kini ia terpaksa akan menggunakan pedang perak yang ditemukannya dari cincin penyimpanan untuk saat ini, dan membuang pedang tulang yang telah rusak.
Setelah membuang pedang tulang, Allein pun melanjutkan perjalanannya menuju ke atas bukit. Ia berjalan di atas tanah yang basah dan lembab, pepohonan pun juga tampak masih basah karena dalam beberapa hari ke belakang hujan memang selalu mengguyur pulau ini.
Para monster serigala dan monster tingkat rendah yang lain hanya mengamatinya dari berbagai arah. Allein berjalan tanpa ada gangguan. Insting para monster tingkat rendah itu merasakan bahwa Allein adalah mahluk yang berbahaya.
“Para monster tingkat rendah ini punya insting yang bagus, mereka bisa merasakan perkembangan kekuatanku,” seringai Allein.
***
Suhu terasa lebih dingin, kabut yang cukup tebal menyelimuti puncak bukit, setiap hembusan angin juga kini seolah terasa menusuk kulit Allein.
Namun, ia tak terlalu merisaukannya, karena perhatiannya kini tertuju pada puluhan ogre hijau dihadapannya yang sedang menghalangi jalan. Puluhan rumah kayu juga tampak berada di belakang mereka.
"Markas ogre hijau kah ?" Allein bergumam. Ia menyadari situasinya.
Puluhan ogre hijau tidak ada yang menyerang. Mereka semua hanya berdiri memandangi Allein seolah ini hanya upaya untuk menghalangi jalan.
Allein tak gentar, ia balas memandangi puluhan ogre hijau itu dengan sangat percaya diri.
Brug brug brug!
Suara langkah kaki terdengar. Puluhan ogre hijau pun mulai memberi jalan.
Terlihat ogre hijau berukuran besar sedang berjalan ke arahnya. Ukuran tubuh ogre itu dua kali lipat dari ogre hijau biasa, ini membuat setiap langkah kakinya terasa penuh dengan kekuatan.
"Grruaaa!'' ogre besar itu menggeram.
Tak terhitung luka bekas cakaran yang berada di tubuhnya, pedang tulang berukuran sangat besar juga kini berada dalam genggamannya.
"Cih! Raja ogre." Menyadari bahwa ini musuh yang lumayan merepotkan. Allein pun langsung mengeluarkan pedang perak dari cincin penyimpanan.
Sihir hitam mulai menyelimuti tubuhnya, ia langsung mengaktifkan Shadow Blade beserta Shadow Aura secara bersamaan.
Melihat hal itu, tentu saja membuat sang raja ogre tak mau kalah, dia juga mulai mempersiapkan diri untuk pertempuran ini.
"Brrugg bruugg bruugg!" Seolah mengisyaratkan kesiapan, Raja ogre menghentakan pedang besarnya ke tanah.
Keheningan sesaat terjadi setelah raja ogre itu berhenti menghentakan pedangnya, puluhan ogre hijau yang ada hanya diam menonton.
Allein sudah siap memulai pertarungan begitupun raja ogre. Pandangan mereka saling bertemu selama sekian detik, sebelum akhirnya mereka saling menyerang satu sama lain.
Traangg Traangg Traannngg!
Allein dan raja ogre terus beradu serangan. Pedang mereka berdua terus berbenturan satu sama lain.
Puluhan ogre hijau yang menonton pertarungan raja mereka nampak cemas, karena pertarungan itu nampak sengit.
Dari sudut pandang mereka untuk bisa menahan serangan dari raja ogre dibutuhkan kekuatan yang besar. Namun, kali ini mereka melihat Allein seperti tidak terlalu kesusahan dalam pertarungan ini.
Sebenarnya disetiap benturan itu, tangan kanan Allien yang menggenggam pedang perak merasakan dampaknya. Bobot Pedang milik raja ogre yang berat serta berukuran besar itu memberikan tekanan disetiap serangannya.
Setelah beberapa menit beradu serangan dengan sengit, secara mendadak Allein menghentikan serangannya dan mundur beberapa langkah ke belakang.
"Gruuuaaa gruuuaaa gruuuuuaaaa!" Sang raja ogre meraung keras. Dia merasa bahwa musuhnya sudah kehabisan tenaga.
"Grrruuuuuaaaaa gruuuuuaaaa gruuuuaaaa!" Puluhan ogre hijau yang berada dibelakangnya pun ikut membalas raungan raja mereka. Berkat raungan raja mereka puluhan ogre hijau yang sebelumnya nampak cemas kini menjadi sangat percaya diri.
"Cih! kalian terlalu heboh, dan sialan ini berisik sekali!" Allein bergumam pelan setelah melihat tingkah laku para ogre hijau. Sebenarnya dia mundur bukan tanpa alasan, justru sebaliknya dia punya rencana saat ini.
"Blade dance!"
Allein kembali menyerang, melesat dengan kecepatan tinggi kearah raja ogre. Ia mulai menyerang kearah titik vital. Pedang perak seolah menari dengan kecepatan yang tinggi, menebas setiap bagian tubuh sang raja ogre.
Pola berpedang yang aneh dan kecepatan yang merepotkan itulah yang dirasakan raja ogre sekarang. Dia tidak tahu ada dimana musuhnya berada sekarang, tetapi luka demi luka sayatan terus menggores tubuhnya. Dia tak bisa melakukan apapun untuk menghentikan ini.
Dalam waktu beberapa menit kemudian tubuh sang raja ogre pun sudah berlumuran darah, tetapi serangan itu tak kunjung berhenti.
Meskipun raja ogre memiliki ketahanan tubuh yang bagus, sekarang dia mulai merasa kesakitan akibat sayatan yang terus menerus itu.
"Gruuuaaa grruuua!"
Frustasi dengan serangan yang terus menerus dan menyakitkan, Sang raja ogre pun mulai mengayunkan pedang besarnya ke sembarang arah dengan tujuan untuk menghentikan serangan menyakitkan itu.
Alih-alih menghentikan serangan Allein, ayunan pedang besar yang sembarangan itu justru malah mengarah pada kerumunan ogre hijau yang ada di belakangnya.
Kerumunan ogre hijau itu langsung panik, mereka segera berlari menyelamatkan diri.
Tetapi serangan yang dilakukan raja mereka jauh lebih cepat dan secara tidak sengaja mengenai kerumunan ogre hijau yang tak sempat melarikan diri. Upaya yang dilakukan raja ogre untuk menghentikan serangan Allein pun malah menjadi petaka.
Dalam waktu beberapa detik saja puluhan ogre hijau itu terbunuh. Darah memuncrat dari berbagai arah potongan demi potongan tubuh ogre hijau berterbangan di udara.
Setiap serangan dengan pedang sebesar itu tentu bisa membelah tubuh dari ogre hijau.
Tak lama setelah seluruh ogre hijau terbantai habis dan mati konyol, serangan tiba-tiba berhenti. Raja ogre akhirnya bisa melihat Allein sedang berdiri di depannya.
Rasa sakit dan frustasi karena sayatan aneh itu kini telah berhenti dan raja ogre kembali mendapatkan kepercayaan dirinya. Dengan tubuh yang sudah berubah menjadi berwarna merah karena darah itu raja ogre mulai menggenggam erat pedangnya.
"Gruuuuaaaa Gruuuuaaaa!" Dia kembali meraung keras, bangga karena tubuhnya bisa menahan serangan dari Allein.
Sang raja ogre pun kini bersiap, dia akan menyerang Allein dengan sekuat tenaga kali ini. Tapi, saat dia akan mulai melangkahkan kakinya untuk menyerang, Allein menunjuk ke arah belakangnya.
Raja ogre bingung dengan apa yang musuhnya lakukan. Dia akhirnya menoleh ke belakang dan berbalik arah.
"Gruuuuaaaa gruuuuuaaaa gruuuuuaaaa!"
Terkejut dan marah, itulah yang dirasakan raja ogre setelah melihat semua pengikutnya mati mengenaskan. Dia tak tahu apa yang terjadi, saat ini dia hanya bisa melampiaskan semua amarahnya pada Allein.
Raja ogre kembali berbalik dia akan melampiaskan semua amarahnya. Dia akan membunuh Allein.
Tapi tangan hitam dari bawah tanah mencengkram kakinya dengan sangat kuat. Raja ogre tak bisa bergerak, sekuat apapun dia mencoba melepasan cengkraman tangan hitam itu tetap saja tubuhnya tidak bisa bergerak sedikitpun.
Raja ogre hanya bisa melihat ke arah musuhnya yang perlahan mulai berjalan kearahnya.
Rasa takut, untuk pertama kalinya sang raja ogre itu merasakan ketakutan terhadap musuh yang berukuran lebih kecil dari tubuhnya.
Hawa membunuh pun mulai Allein pancarkan. Ketakutan sang raja ogre terus bertambah, dia seolah melihat monster yang mengerikan sedang berjalan ke arahnya.
Melihat raja ogre yang sudah pasrah dalam cengkraman shadow hand, Allein tanpa ragu langsung menusukkan pedang peraknya ke arah dada raja ogre.Tusukan itu tepat mengenai jantung sang raja ogre. Setelah dirasa raja ogre sudah mati, Allein langsung mencabut pedangnya kembali dan melepaskan cengkraman shadow hand. Bruuk! Tubuh raja ogre langsung jatuh ke tanah. black hole langsung muncul dan menyedot tubuh raja ogre. Tapi tak ada pancuran darah seperti biasanya. Kali ini Allein langsung duduk bersila di depan black hole yang masih terbuka. Ia memejamkan matanya seolah sedang berkonsentrasi akan sesuatu. Beberapa menit kemudian Allein membuka matanya dan langsung berdiri kembali. "Bangkitlah!" Dia berteriak cukup keras ke arah black hole yang masih tetap terbuka. Raja ogre yang sudah mati tadi itu kini secara perlahan keluar. "Grrrrrrr." Suara geraman terdengar dari mulut
Suhu di rumah kayu terasa sedikit panas dan udara terasa menyesakkan. Hawa membunuh terasa hampir ke semua sudut ruangan. Allein marah besar saat ini, dia tidak pernah menduga kejadian yang tragis bisa menimpa kawan baiknya. Semakin dalam dia memikirkannya kepalanya semakin terasa panas dan hatinya terasa sakit. "Fyuuuhhhh...." Udara keluar dari mulutnya. Allein mengambil tarikan nafas yang dalam, mencoba menurunkan emosinya. Dia kembali melihat sekeliling ruangan. Namun, tak ada yang membuatnya tertarik lagi. Daging panggang yang sebelumnya terlihat lezat pun kini seolah seperti makanan basi. Allein sudah kehilangan selera makannya. Dia akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah kayu ini, mencoba mencari udara segar yang setidaknya bisa sedikit menjernihkan pikirannya. Setelah keluar dari rumah kayu, Allein langsung berjalan ke bagian tengah markas ini. Yang kebetulan juga di tengah markas
Allein berbaring sendirian diatas rumput. Malam hari ini pun dia kembali memandangi bulan yang bersinar terang di langit, kehadiran ratusan bintang di langit malam ini juga seolah menambah kecantikan sinarnya. Bulan begitu setia, setidaknya itulah yang Allein rasakan. Meskipun kadang cahayanya redup dan terhalang, nyatanya sang bulan akan selalu kembali untuk menerangi malam. Sudah seminggu berlalu sejak dia mulai memasuki area padang rumput ini. Tak ada hambatan berarti di perjalannya kali ini, dia selalu menghabisi para monster yang menyerangnya. Kekuatannya terus berkembang hari demi hari. Namun, ini masih jauh dari kekuatan dia yang sebenarnya. Setidaknya untuk saat ini dia bisa tertidur nyenyak tiap malam. Dia tidak perlu lagi khawatir ada monster yang menyerangnya ketika tertidur. Selain ada Amund yang bertugas menjaganya, insting Allein juga semakin tajam. Dia bisa merasakan dalam ra
Trangg traaangg traaangg! Amund terus melancarkan serangannya. Perlahan tapi pasti, dengan gerakan berpedang yang semakin cepat dan efektif Amund mulai mendominasi jalannya pertarungan. Allein cukup puas melihat perkembangan undeadnya itu, karena secara tidak langsung peningkatan kekuatan pada undead sangat dipengaruhi oleh peningkatan kekuatan pemiliknya. Ini pun menjadi sebuah tanda jika dirinya sudah bertambah kuat. Hanya dalam beberapa menit kemudian tubuh beruang hitam itu sudah berlumuran darah terkena serangan Amund yang bertubi-tubi. Tubuhnya perlahan tak berdaya karena dipenuhi luka yang cukup fatal, gerakannya pun terus melambat akibat kehilangan banyak darah. Srraaaat! Sebuah tebasan pun dilancarkan Amund dan berhasil memisahkan kepala beruang hitam itu dari tubuhnya. Allein pun langsung menyerapnya dengan black hole dan segera memerintahkan Amund unt
Gelap, lembab dan sunyi, itulah yang Allein rasakan ketika mulai membuka matanya setelah kehilangan kesadaran selama beberapa menit. Kini dia ada di dalam jurang hitam yang dalam. Untungnya tidak ada monster yang menyerangnya saat ini. Namun, Allein tetap waspada karena dia tidak tahu monster seperti apa yang ada di dalam jurang ini. Allein memakai sisa mananya yang tersisa setelah melawan gerombolan monster untuk menggunakan shadow aura. Hal ini ia lakukan untuk menguatkan tubuhnya agar tidak hancur ketika menyentuh dasar jurang. Namun, jurang ini terlalu dalam, kini hampir seluruh tulangnya patah dan seluruh tubuhnya merasakan kesakitan. Sekarang dia hanya bisa duduk bersandar pada dinding jurang sambil merasakan rasa sakit diseluruh tubuhnya. Allein sama sekali tidak bisa bergerak sekarang. "Inilah yang ku khawatirkan, terluka cukup parah dan sendiria
"Bocah sebenarnya kau hidup dimana selama ini ? Yang tadi kusebutkan kemungkinan sudah menjadi rahasia umum di dunia ini. Semua penyihir hitam yang sudah tertangkap akan dieksekusi mati, dan sebagian besar mayat mereka akan di buang ke jurang ini," ucap Cerberus dengan nada keheranan. Allein tersentak mendengar ucapan Cerberus. Namun, dia tak bisa menerima mentah-mentah ucapan Cerberus tersebut, setidaknya ia harus mencari dan menemukan buktinya. ''Sejak kapan itu terjadi ?'' tanya Allein. "Hmm, aku tidak tahu tepatnya. Kemungkinan, perburuan penyihir hitam sudah berlangsung selama ratusan tahun yang lalu...'' ''Apa kau bilang ?'' potong Allein. Lagi-lagi ia dikagetkan dengan ucapan Cerberus, dan langsung bertanya kembali dengan spontan. "Sebenarnya kau terlalu banyak bertanya boca
Sudah sekitar dua hari Allein berada di dalam jurang ini. Namun, selain Cerberus tidak ada lagi monster yang menghampirinya. Setelah mengamati situasi dan kondisi selama dua hari kebelakang, Allein pun menyimpulkan jika ada dua kemungkinan kenapa tidak ada monster yang menghampirinya. Pertama, energi kutukan yang pekat dibawah jurang ini secara tidak langsung menyamarkan auranya yang bisa menarik perhatian monster. Yang kedua, aura yang ditimbulkan dari buah apel emas kemungkinan sudah menghilang. Ada kemajuan kecil yang ia rasakan setelah dua hari berlalu, kini rasa sakit ditubuhnya itu sedikit berkurang. Dirinya juga berhasil merubah posisi tubuhnya yang dari awalnya duduk bersandar menjadi tidur terlentang. Meskipun terdengar sangat sepele, tapi Allein benar-benar berusaha keras untuk ini. Dia harus menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya i
Allein sekali lagi mencoba memeriksa air dari sungai tersebut dan meminumnya. Namun, tetap saja dia tidak menemukan kejanggalan. Brugg brugg brugg ! Berbeda dengan tiga bulan yang lalu, kini Allein cukup tenang mendengar suara langkah kaki tersebut. Ia tahu betul monster apa yang sedang berjalan ke arahnya. “Hahaha, bocah tak kusangka kau ternyata masih hidup.” Cerberus tertawa cukup keras melihat Allien yang kini sedang fokus memandangi sungai. “Aku cukup beruntung karena tak ada monster yang menyerangku,” jawab Allein datar. “Ahahaha. Bocah, kau terlihat sedikit tak tahu diri. Beruntung karena tidak ada monster yang menyerangmu ? Akulah yang menjadi penyebab kenapa kau masih bisa hidup bodoh. Aku penasaran jika kau terjatuh di seberang sungai sana, kira-kira berapa lama kau bisa hidup.” Mendengar ucapan Cerberus yang penuh kesombongan dan
Meskipun matahari belum bersinar terang tapi Allein terlihat cukup bersemangat menunggu Killian di depan penginapan. Selain untuk menunggu Killian, ada alasan lain mengapa dirinya sampai menunggu pagi-pagi sekali seperti ini. Alasannya sederhana, ia ingin sedikit mengamati suasana kota kecil ini di pagi hari. Di hadapannya kini sudah banyak orang-orang yang memulai aktivitasnya. Orang-orang terlihat mulai silih berganti mengangkut gandum dan beberapa tanaman obat, ada juga yang sedang membersihkan kereta bicorn dan memberi makan bicorn. Selain itu, Ada pula beberapa kereta bicorn yang sudah berlalu lalang di hadapannya. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, adapun elf dan dwarf jumlahnya bisa di bilang sedikit. Dan kebanyakan dari mereka bukanlah kelas petarung, setidaknya begitulah yang Allein rasakan lewat instingnya. Dengan melihat pemandangan ini, tentu membuat Allein bisa mengambil kesimpulan jika kota kecil ini cukup aman. Waktu pun berlalu, suasana mulai semakin ramai,
Ada banyak orang-orang yang sedang makan atau pun mengobrol di dalam penginapan ini. Allein yang kini sudah masuk penginapan mulai merasa agak canggung. Sudah delapan tahun lamanya ia hidup sendirian di sebuah pulau, meskipun ia pernah berinteraksi dengan beberapa orang sebelum sampai disini, nyatanya ia agak canggung ketika melihat puluhan orang secara sekaligus. “Tuan, apa anda akan menginap disini?” Tiba-tiba seorang wanita elf menyapanya. Sepertinya wanita elf ini adalah salah satu pegawai penginapan. Terlihat dari pakaian maid yang dia kenakan dan Allein juga bisa merasakan lewat instingnya jika wanita elf ini bukanlah seorang kelas petarung. “Ya ... aku akan menginap disini,” jawab Allein. Mendengar hal tersebut, wanita elf itu pun menyuruh Allein untuk pergi ke meja reservasi yang ada di samping kiri ruangan ini. Allein pun segera pergi ke meja tersebut dan di sana ia bertemu dengan seorang pria muda yang terlihat seumuran dengannya. “Tuan, apa yang anda butuhkan?” Pria
Sudah satu hari berlalu sejak Allein meninggalkan rumah pria tua itu. Sedari kemarin ia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan dan bukit. Dedauan demi dedaunan yang berwarna kuning keemasan yang ia lihat selama perjalanan terus memberikannya perasaan nostalgia. Ia tentu sangat familiar dengan wilayah paling barat di Benua Skoupidia ini. Dua ribu tahun lalu ia pernah berpetualang ke wilayah ini bersama dengan ketiga sahabatnya. Namun, ada perbedaan besar dengan dua ribu tahun lalu yaitu tak begitu banyak monster yang ia temui. Memang ada beberapa monster yang sempat menyerangnya, namun jika dibandingkan dengan dua ribu tahun lalu jumlahnya jauh lebih sedikit. Entah apa alasannya, Allein juga tidak mengetahuinya. Segala sesuatu sudah berubah, tak bisa dipungkiri jika para monster pun begitu. Allein kini berhenti sejenak, di depan matanya ada perbukitan yang cukup tinggi. Ia pun kembali melihat peta kerajaan Falltopia pemberian pria tua. “Hmm ... di balik perbukitan ini ada
Hari pun berganti. Matahari hampir berada di tengah-tengah langit yang berwarna biru. Itulah pemandangan yang Allein lihat ketika dia mulai membuka matanya. “Sepertinya ini sudah siang hari,” ucapnya sambil menggosok kedua matanya. Akhir-akhir ini Allein memang memiliki kebiasaan untuk bangun siang hari. Ia pun mulai melihat sekeliling dan sama seperti kemarin suasana disini bisa dibilang sepi. “Bocah, bagaimana tidurmu?” ucap pria tua seraya keluar dari rumah kayu. Nampaknya alasan pria tua itu keluar karena mendengar ucapannya tadi. “Tidurku cukup nyenyak ...,” jawab Allein. Pria tua itu kemudian mendekat ke arahnya sambil memberikan dua buah gulungan yang terbuat dari kulit monster. “Ambillah ... ini adalah surat rekomendasi dan peta kerajaan Falltopia. Untuk surat rekomendasi ini kau jangan memberikannya kepada siapapun selain kepada temanku.” “Baiklah ....” Allein langsung menyimpan gulungan surat rekomendasi itu kedalam salah satu saku bajunya karena memang ukurannya ag
Melihat daging kerang api yang sudah hampir matang, pria tua itu tiba-tiba mengeluarkan sebuah bumbu dari cincin penyimpanan miliknya dan kemudian menaburkannya ke atas daging kerang api. “Apa yang anda taburkan?” tanya Allein yang penasaran melihat tingkah pria tua tersebut. “Ini adalah bumbu rahasia buatanku. Percayalah setelah ditaburi oleh bumbu rahasiaku ini makanan akan jauh lebih enak!” jawab pria tua itu dengan wajah penuh percaya diri. “Jadi begitu ....” Allein sama sekali tak tahu bumbu rahasia apa yang pria tua itu taburkan. Ia pun memilih diam dan tak bertanya lebih lanjut, tetapi ia menjadi sangat penasaran dengan rasa dagi kerang ini ketika sudah matang nanti. Beberapa menit pun berlalu, dan daging kerang itu nampaknya sudah matang. Allein yang sudah sangat lapar pun langsung mencoba memakannya. Ketika daging itu masuk kedalam mulutnya, rasanya diluar dugaan. Rasa daging kerang itu jauh leih enak dibanding dengan daging kerang yang pernah ia makan dua ribu tahun
Satu hari kemudian. “Itu kan?!” Ada sedikit kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Allein. Alasannya sederhana, daratan sudah mulai terlihat dengan kedua matanya. Tanpa menunggu lama, ia pun segera memerintahkan Bran agar berhenti. Ia pun langsung mengeluarkan perahu pemberian Tassia. Perahu pun keluar dari cincin penyimpanan dan kemudian jatuh di atas lautan. Tanpa menunggu waktu lama, Allein langsung melompat dari punggung Bran ke atas perahu tersebut, dan setelah itu ia pun langsung mengembalikan Bran ke dalam bayangannya. Hal ini ia lakukan agar tidak menarik perhatian. Ia merasa akan sedikit merepotkan jika ada seseorang yang melihat undead Wyvern. Ia pun kembali memasukan batu mana ke dalam alat sihir yang ada di perahu. Sebelumnya ia memang mencabut batu mana tersebut saat memutuskan untuk menunggangi Bran. Perahu pun kembali melaju. Pantai semakin terlihat jelas. Allein terus melihat ke arah sana. Dirinya sudah tak sabar ingin segera menginjakan kakinya di pantai
Sudah dua hari sejak Allein meninggalkan pulau tersebut, kini dirinya sudah tak menggunakan perahu yang Tassia berikan Alasannya sederhana yakni perahu tersebut terlalu lambat. Dalam dua hari kebelakang ia sudah mengamati baik-baik kecepatan dari perahu yang Tassia berikan, dan berdasarkan pengamatannya itu setidaknya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke Benua Skoupidia. Maka dari itu, ia pun memilih terbang menunggangi Bran dan memasukan perahu tersebut ke dalam cincin penyimpanan miliknya. Ia juga sudah berencana untuk memangkas waktu perjalan. Selain sudah sangat penasaran dengan Kerajaan Falltopia yang akan menjadi tujuannya, ia juga mulai merasa bosan dan lapar Ia sedikit menyesal karena tidak membawa persediaan makanan yang banyak. Selama dua hari ini pun ia kesulitan mencari makanan. Memang ada ikan dari lautan, tapi tak ada pulau kecil yang ia temukan sama sekali untuk tempat memasaknya. Allein memang bisa memasaknya dengan api hitam yang bisa ia gunak
Setelah mereka mendeklarasikan pertemanan tersebut, Tassia pun mengeluarkan sebuah perahu dari cincin penyimpanannya. Perahu tersebut tidak begitu besar, sehingga bisa masuk dalam cincin penyimapanan milik Tassia. Beberapa hari yang lalu Tassia menceritakan jika dirinya pergi ke pulau ini dengan menggunakan dua perahu. Satu perahu memiliki kapasitas untuk dua sampai empat orang. Dan semalam Wanita elf itu bilang akan memberikan satu perahu kepada Allein hari ini. Allein hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ia sebenarnya tak menyangka jika wanita elf ini akan benar-benar memberikannya sebuah perahu. Tassia membalas senyumannya dan setelah itu langsung mengeluarkan sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa dari cincin penyimpanannya. “Lein, ambilah ini.” Dengan wajah yang cukup canggung Allein pun menerima batu tersebut dari Tassia. Batu yang diberikan Tassia tersebut adalah mana stone atau batu mana. Tassia sudah menjelaskan pada Allein semalam jika perahu yang
Trangg trangg trangg! Suara benturan dari kedua senjata terus terdengar di pagi hari ini. Allein yang baru saja membuka matanya pun melihat sekeliling. Ternyata itu adalah Derald dan Neiryl yang sedang berlatih. “Seperti biasa anda selalu yang terakhir bangun,” ucap Tassia. Wanita elf itu duduk persis di sebelahnya. “Haha, ya begitulah. Derald dan Neiryl sepertinya semakin rajin berlatih ....” “Ya, mereka berdua termotivasi oleh cerita anda.” Allein hanya tersenyum, ia tak menyangka jika pengalamannya tentang pulau ini yang ia ceritakan beberapa hari yang lalu akan membuat mereka berdua begitu bersemangat. Sudah hampir satu minggu dirinya bertemu dengan keempat orang tersebut. Dan selama beberapa hari kebelakang ia dan keempat orang tersebut saling berbagi informasi. Singkatnya, dalam beberapa hari kebelakang ia mendapat banyak informasi mengenai benua Skoupidia. Informasi yang ia dapatkan kebanyakan hanya pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada di Benua Skoupidia, seperti at