“Maafkan saya Baginda, saya telah melakukan kesalahan besar dengan membawa secara diam-diam keris Narasinga dari istana. Saya menyesal telah melakukan semua itu, Baginda akan lebih marah lagi jika mengetahui jika keris Narasinga kini berada di tangan Welung Pati si keparat itu..!” ronta Adipati Seto Wirya dalam ruangan penjara di istana kecil itu.Beberapa penjaga di depan penjara itu hanya menoleh sejenak lalu mereka tak mengacuhkannya, padahal sebelumnya mereka merupakan prajurit dari Adipati itu sendiri. Akan tetapi sejak kepemimpinan istana kecil itu beralih ke tangan Pawala, para prajurit di sana beralih tunduk pada pimpinan yang baru begitulah ketentuannya baik di Kerajaan besar maupun Kerajaan kecil atau cabang Kerajaan Kediri itu.****Istana kecil hanyalah sebutan saja, sementara bangunan itu cukup besar dan didiami sekitar 1.500 orang prajurit. Istana itu juga memiliki halaman yang luas serta pintu gerbang dengan pengawalan yang cukup ketat dari penjaga di sana, dari kegelap
Arya bersabar menunggu saat para penjaga benar-benar mengantuk, ia kerahkan ilmu meringan tubuh hingga setiap langkahnya tak dapat di dengar menyelinap perlahan menyisi lorong kamar yang memanjang ke belakang.Murid Nyi Konde Perak itu tiba di persimpangan lorong 3 arah, salah satu lorong tampak gelap hanya beberapa buah obor terlihat di sana itu pun jaraknya sangat jauh.“Hemmm, aku yakin di ujung lorong sana ada ruangan rahasia hingga lorong ini cukup gelap dibanding yang lainnya,” gumam Arya terus melangkah hingga ke ujung lorong itu.Setibanya di ujung lorong itu Arya terkejut dan hampir saja tubuhnya terlihat oleh beberapa penjaga yang tampak mondar-mandir di depan ruangan berjeruji besi, Pendekar dari Gunung Sumbing itu pun faham jika di depannya terdapat bangunan penjara.Dari tempat gelap posisi tubuhnya berdiri saat itu, dapat melihat jelas jika di dalam ruangan berjeruji besi ada seorang pria yang tengah bersandar di dinding penjara itu. Arya memperhatikannya lekat-lekat, da
“Apa?! Welung Pati mengajak Adipati Gadra memberontak? Keparat...! Benar-benar setan alas dia, kok bisa Adipati Gadra percaya dengan si keparat itu?”“Seperti yang pernah saya katakan tadi, Welung Pati meminta salah seorang anak buahnya untuk menyamar menjadi Adipati. Tentu saja Adipati Gadra itu percaya karena dia datang bersama Adipati,” jawab Arya.“Ini tak bisa dibiarkan terjadi, yang ada nanti Adipati Gadra akan terbunuh sia-sia. Pasukannya di sana tidak sebanyak pasukan di sini, pasti akan sangat mudah dikalahkan oleh prajurit istana Kerajaan Kediri.”“Welung Pati juga telah merencanakan seluruh prajurit di istana ini akan ikut bergabung dengan prajurit istana kecil Adipati Gadra,” tambah Arya.“Oh, pantas saja keparat itu diam-diam bekerja sama dengan Pawala merebut istana kecilku dan memasuki saya ke dalam penjara.”“Lalu bagaimana Adipati, apa yang akan Adipati lakukan sekarang?”“Tenang Arya, besok pagi saya akan mengambil alih kembali istana itu dari tangan Pawala. Kemarin
Pagi hari di kawasan perbatasan Demak cuaca terlihat cerah setelah sejak tengah malam juga diguyur hujan, beberapa orang prajurit istana kecil di kawasan itu terkejut saat mendapat 5 orang penjaga penjaga berdiri kaku karena tertotok. Mereka lebih terkejut lagi saat mendapatkan Adipati Seto Wirya tak lagi berada di dalam ruangan penjara, maka serentak mereka menemui Pawala untuk melaporkan hal yang terjadi itu.“Apa?! Seto Wirya kabur dari penjara?” Pawala bukan alang kepalang terkejutnya setelah mendengar laporan beberapa orang prajurit itu.“Benar yang mulia, sepertinya ada seseorang yang berilmu tinggi yang telah membebaskannya. 5 orang penjaga saat ini mematung dalam keadaan tertotok di depan ruangan penjara itu,” tambah salah seorang prajurit, membuat Pawala makin terkejut.Otaknya langsung berfikir dan langsung mengarah pada Arya, yang merupakan tamu di istana kecil itu.“Cepat kalian periksa tamu kita semalam itu, apakah dia masih berada di kamarnya?” Pawala memerintahkan beber
“Tadi kamu mengatakan jika Pawala nanti dapat kita gunakan untuk menjebak Welung Pati, maksudnya bagaimana Arya?” tanya Adipati Seto Wirya saat mereka telah berada di ruangan yang selama ini menjadi ruangan kebesaran raja di istana kecil itu.“Begini sobatku Adipati, Welung Pati saat ini pasti tengah memulihkan luka dalam yang ia alami saat berkelahi dengan saya di kawasan di depan ruangan penjara Kerajaan Kediri sebelum saya menuju ke sini.”“Hah..! Kamu sempat berkelahi dengannya? Dan kenapa pula berkelahi di kawasan penjara Kerajaan Kediri itu?” Adipati Seto Wirya terkejut.“Saya sempat di tahan di penjara itu,” jawab Arya.“Apa?!” Adipati Seto Wirya kembali terkejut.“Ya Adipati, saat itu saya memberi laporan perihal pertemuan secara diam-diam antara Welung Pati dan Adipati Gadra di pinggiran Sungai Berantas. Akan tetapi entah kenapa Sang Prabu tak percaya dengan yang saya laporkan itu justru dia menuduh saya berbohong dan di anggap sebagai mata-mata pemberontak,” tutur Arya kesal
“Baru saja putri bungsuku saya minta menghadap perihal dia pergi secara diam-diam menuju penjara Kerajaan, dia mengatakan tidak membebaskan pemberontak itu melainkan ada seseorang yang datang hendak membunuhnya hingga ia terbebas dari sana. Menurut Pendeta benarkah apa yang di katakan putriku itu?” Sang Prabu balik bertanya.“Maafkan saya sebelumnya Baginda, menurut saya semua yang dikatakan Raden Ayu Dewi Sasanti memang benar adanya. Saya juga telah memberi saran pada Baginda untuk menyelidiki,” paras Sang Prabu kembali terlihat merah bukan karena menahan amarah melainkan merasa malu Pendeta Durpala tahu juga jika apa yang disarankan beberapa waktu yang lalu itu tidak ia kerjakan.“Baiklah saya akan mengutus mata-mata Kerajaan untuk menyelidiki kebenaran dari yang dikatakan putriku itu, apakah ada hal lain yang hendak Pendeta beritahu kepada saya?” Pendeta Durpala hanya menggelengkan kepalanya pertanda tidak ada yang hendak ia sampaikan lagi.“Baiklah jika memang tidak ada keterangan
Lebih kurang 3 jam perjalanan tibalah penunggang kuda utusan dari Padepokan Gagak Timur itu di depan istana kecil di perbatasan Demak, seorang penjaga memberi laporan dulu pada Adipati Seto Wirya tentang datangnya salah seorang utusan padepokan itu. Setelah mengetahui jika utusan itu hendak menyampaikan surat yang ditujukan pada Pawala dari Welung Pati, Adipati Seto Wirya meminta penjaga itu untuk menerima suratnya.Surat dari Welung Pati yang ditujukan untuk Pawala itu pun di terima salah seorang penjaga, setelah utusan Padepokan Gagak Timur itu mohon diri kembali ke padepokannya barulah penjaga itu kembali menemui Adipati Seto Wirya menyerahkan surat itu di ruangannya.“Isi surat dari Welung Pati ini memberi perintah pada Pawala agar besok pagi seluruh pasukan berkumpul di istana kecil kediaman Adipati Gadra, bagaimana menurutmu Arya apa yang sebaiknya kita lakukan?” tutur Adipati Seto Wirya setelah membaca surat dari Welung Pati itu.Arya tak segera menjawab, dia terlihat tengah be
Petir diiringi hujan lebat menguyur kawasan istana Kerajaan Kediri, pertanda tak nyaman kembali dirasakan oleh para Pendeta yang saat itu berada di sebuah ruangan. Bedanya jika beberapa waktu yang lalu petir keras menggelegar itu terjadi tengah hari, namun saat ini ketika malam baru saja menjelang.Hal yang sama dirasakan oleh Patih Samba Dirga begitu pula dengan Panglima Suta Soma yang tengah berada bersama Sang Prabu di ruangan kebesaran istana Kerajaan Kediri itu, melihat raut muka gelisah mereka Sang Prabu pun membuka suara.“Mamanda Patih dan Panglima, ada apa? Sepertinya raut wajah kalian menunjukan kegelisahan. Jika ada yang hendak kalian sampaikan katakanlah,” ujar Sang Prabu.“Maafkan saya Baginda, petir yang baru saja terdengar sangat keras mengingatkan kejadian beberapa hari yang lalu saat kita berada di candi. Entah kenapa perasaan menjadi tidak enak seperti akan terjadi sesuatu di Kerajaan kita ini,” tutur Samba Dirga.Sang Prabu hanya tersenyum karena masih menganggap se
“Tidak apa-apa Kakang, sebuah kehormatan bagi saya bertemu dan pernah di tolong oleh sosok yang ternyata seorang pendekar kesohor di Negeri Nusantara ini,” puji Dewi Sasanti.“Sudahlah Raden Ayu jangan terlalu berlebihan begitu memuji, saya bukanlah siapa-siapa kalaupun diberi kelebihan itu semata-mata dari Gusti Allah,” ucap Arya.Sementara Sang Prabu tampak berbisik dengan Patih dan Panglima di depan barisan prajurit Kerajaan, sepertinya ada sesuatu hal penting yang tengah mereka bicarakan. Tak beberapa lama Sang Prabu melangkah menuju ke istana Kerajaan Kediri itu diiringi oleh beberapa orang pengawal, sedangkan Suta Soma dan Samba Dirga berjalan menghampiri Arya yang di sana ada Dewi Sasanti dan Adipati Seto Wirya.“Sebelumnya kami berdua minta maaf, Sri Baginda memerintahkan kami agar saudara Arya, Adipati Seto Wirya untuk ikut kami menghadap beliau di dalam istana. Sementara seluruh prajurit baik dari istana kecil di perbatasan Demak maupun di kawasan Sungai Berantas di minta be
Gumpalan cahaya kuning ke emas-emasan itu bergulung cepat ke arah Arya, menyadari serangan lawan kali ini lebih dahsyat murid Nyi Konde Perak itu segera lepaskan ajian Topan Gunung Sumbing tingkat tinggi.“Blaaaaaaam...! Bruuuuuk...!” tubuh Arya terpental beberapa langkah ke belakang terguling di tanah.Gumpalan cahaya yang menyerupai pusaran angin tornado itu seperti tak bergeming sedikitpun, bahkan saat ini semakin dekat dengan tubuh Arya yang masih tertelentang di tanah.“Celaka..! Ajianku tadi sama sekali tak mempan untuk membendung laju pusaran cahaya yang berasal dari keris Narasinga itu,” lirih Arya dalam hati, dengan cepat ia berguling-guling ke samping hingga beberapa langkah menghindari pusaran cahaya yang hendak menggulungnya itu.“Ha.. ha.. ha..! Ternyata hanya segitu kemampuanmu Arya? Julukanmu ternyata tak sebesar yang kemampuanmu..!” Welung Pati tertawa merasa senang meskipun pusaran cahaya dari keris di tangannya itu belum berhasil menggulung tubuh Arya dan sekarang te
Angin pukulan menderu ke wajah Arya, kalau saja murid Nyi Konde Perak itu terlambat mengerakan kepalanya ke samping, mungkin kepalan tinju Welung Pati akan merontokan seluruh giginya. Menyadari hujaman tangan kosongnya hanya menerpa angin, Welung Pati kembali menyerang kali ini hentakan kakinya mengarah ke rusuk lawan.Arya yang tak ingin terus-terusan menghindar sambil melompat ke udara memutarkan kedua kakinya, dengan cepat pula Welung Pati menangkis dengan kedua tangannya meskipun hal itu membuatnya terjajar beberapa langkah ke belakang.“Saya bersumpah kali ini kau takan lolos! Saya akan bertarung nyawa denganmu Arya..!” seru Welung Pati bersiap mencabut goloknya yang tersarung di pinggang, sementara Arya hanya cengengesan saja berdiri di depan berjarak 2 tombak sambil garuk-garuk leher.“Kau boleh jumawa karena berhasil membuatku terluka beberapa waktu yang lalu, tapi kali ini Kau harus mati di tanganku! Dendam kematian Kakak seperguruanku harus terbayar hari ini..! Bersiaplah me
Suta Soma terkejut ia memerintahkan seluruh prajurit berkumpul dan bersiap menghadapi pasukan yang dilaporkan tengah menuju ke istana Kerajaan itu, seiring dengan para prajurit merapatkan barisan Panglima Kerajaan itu menemui Patih kemudian menemui Sang Prabu di ruangannya.“Mohon ampun Baginda, kami datang menghadap secara tiba-tiba karena hendak memberikan laporan,” ujar Suta Soma yang di dampingi Patih Samba Dirga sembari menjura sembah dihadapan Sang Prabu.“Apakah yang hendak Panglima sampaikan? Sepertinya sangat penting.”“Benar Baginda hal ini sangat penting dan berbahaya karena para penjaga di depan istana melihat ada pasukan yang bergerak ke sini, mereka belum mengetahui pasukan itu dari mana.”“Apa..?! Ada pasukan yang tengah menuju ke istana ini? Cepat perintahkan seluruh prajurit untuk bersiap-siap di depan pintu gerbang..!” Sang Prabu terkejut dan langsung memberi perintah.“Saya sudah memerintahkan mereka Baginda sebelum saya dan Patih menghadap,” ujar Suta Soma.“Bagus,
Dua buah perahu dan belasan rakit tampak menyeberang Sungai Berantas yang air serta arusnya sangat keruh dan cukup deras, setelah semalaman di guyur hujan lebat serta kilat dan petir yang berkejar-kejaran di langit.Di atas perahu dan rakit itu terdapat sekitar 250 orang berpakaian serba hitam, mereka tidak lain adalah anggota Padepokan Gagak Timur yang di pimpin oleh Welung Pati. Rupanya pagi-pagi sekali Welung Pati dan para anak buahnya itu bergerak ke istana kecil tempat kediaman Adipati Gadra, mereka bersemangat sekali karena merasa apa yang telah direncanakan jauh-jauh hari akan tercapai.Setelah menyeberang Sungai Berantas, Welung Pati dan pasukannya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke istana kecil. Sekitar 1 jam kemudian tibalah mereka di depan pintu gerbang istana kecil itu, para prajurit yang mengenal akan sosok Welung Pati dan Danar yang kembali menyamar sebagai Adipati Seto Wirya langsung diterima dengan sangat baik.“Selamat datang saudaraku Adipati Seto Wirya d
Petir diiringi hujan lebat menguyur kawasan istana Kerajaan Kediri, pertanda tak nyaman kembali dirasakan oleh para Pendeta yang saat itu berada di sebuah ruangan. Bedanya jika beberapa waktu yang lalu petir keras menggelegar itu terjadi tengah hari, namun saat ini ketika malam baru saja menjelang.Hal yang sama dirasakan oleh Patih Samba Dirga begitu pula dengan Panglima Suta Soma yang tengah berada bersama Sang Prabu di ruangan kebesaran istana Kerajaan Kediri itu, melihat raut muka gelisah mereka Sang Prabu pun membuka suara.“Mamanda Patih dan Panglima, ada apa? Sepertinya raut wajah kalian menunjukan kegelisahan. Jika ada yang hendak kalian sampaikan katakanlah,” ujar Sang Prabu.“Maafkan saya Baginda, petir yang baru saja terdengar sangat keras mengingatkan kejadian beberapa hari yang lalu saat kita berada di candi. Entah kenapa perasaan menjadi tidak enak seperti akan terjadi sesuatu di Kerajaan kita ini,” tutur Samba Dirga.Sang Prabu hanya tersenyum karena masih menganggap se
Lebih kurang 3 jam perjalanan tibalah penunggang kuda utusan dari Padepokan Gagak Timur itu di depan istana kecil di perbatasan Demak, seorang penjaga memberi laporan dulu pada Adipati Seto Wirya tentang datangnya salah seorang utusan padepokan itu. Setelah mengetahui jika utusan itu hendak menyampaikan surat yang ditujukan pada Pawala dari Welung Pati, Adipati Seto Wirya meminta penjaga itu untuk menerima suratnya.Surat dari Welung Pati yang ditujukan untuk Pawala itu pun di terima salah seorang penjaga, setelah utusan Padepokan Gagak Timur itu mohon diri kembali ke padepokannya barulah penjaga itu kembali menemui Adipati Seto Wirya menyerahkan surat itu di ruangannya.“Isi surat dari Welung Pati ini memberi perintah pada Pawala agar besok pagi seluruh pasukan berkumpul di istana kecil kediaman Adipati Gadra, bagaimana menurutmu Arya apa yang sebaiknya kita lakukan?” tutur Adipati Seto Wirya setelah membaca surat dari Welung Pati itu.Arya tak segera menjawab, dia terlihat tengah be
“Baru saja putri bungsuku saya minta menghadap perihal dia pergi secara diam-diam menuju penjara Kerajaan, dia mengatakan tidak membebaskan pemberontak itu melainkan ada seseorang yang datang hendak membunuhnya hingga ia terbebas dari sana. Menurut Pendeta benarkah apa yang di katakan putriku itu?” Sang Prabu balik bertanya.“Maafkan saya sebelumnya Baginda, menurut saya semua yang dikatakan Raden Ayu Dewi Sasanti memang benar adanya. Saya juga telah memberi saran pada Baginda untuk menyelidiki,” paras Sang Prabu kembali terlihat merah bukan karena menahan amarah melainkan merasa malu Pendeta Durpala tahu juga jika apa yang disarankan beberapa waktu yang lalu itu tidak ia kerjakan.“Baiklah saya akan mengutus mata-mata Kerajaan untuk menyelidiki kebenaran dari yang dikatakan putriku itu, apakah ada hal lain yang hendak Pendeta beritahu kepada saya?” Pendeta Durpala hanya menggelengkan kepalanya pertanda tidak ada yang hendak ia sampaikan lagi.“Baiklah jika memang tidak ada keterangan
“Tadi kamu mengatakan jika Pawala nanti dapat kita gunakan untuk menjebak Welung Pati, maksudnya bagaimana Arya?” tanya Adipati Seto Wirya saat mereka telah berada di ruangan yang selama ini menjadi ruangan kebesaran raja di istana kecil itu.“Begini sobatku Adipati, Welung Pati saat ini pasti tengah memulihkan luka dalam yang ia alami saat berkelahi dengan saya di kawasan di depan ruangan penjara Kerajaan Kediri sebelum saya menuju ke sini.”“Hah..! Kamu sempat berkelahi dengannya? Dan kenapa pula berkelahi di kawasan penjara Kerajaan Kediri itu?” Adipati Seto Wirya terkejut.“Saya sempat di tahan di penjara itu,” jawab Arya.“Apa?!” Adipati Seto Wirya kembali terkejut.“Ya Adipati, saat itu saya memberi laporan perihal pertemuan secara diam-diam antara Welung Pati dan Adipati Gadra di pinggiran Sungai Berantas. Akan tetapi entah kenapa Sang Prabu tak percaya dengan yang saya laporkan itu justru dia menuduh saya berbohong dan di anggap sebagai mata-mata pemberontak,” tutur Arya kesal