________
Semuanya mendadak tercengang mendengarkan pernyataan gila dari Leander.
"Ternyata benar katamu, kak. Apa yang kamu katakan tidak masuk akal!" ucap Leksa, adik perempuannya itu.
Melihat hal itu, Leander mewajarkannya. Karena memang benar bahwa manusia biasa bisa memiliki kekuatan seperti itu sangatlah tidak masuk akal. Namun, itu adalah pemikiran Leander beberapa tahun yang lalu sebelum merasakan pahitnya dunia.
"Hahh... kau benar, Leksa," balas Leander dengan tersenyum. Dan mendadak, Leksa merasa seperti telah melakukan suatu kesalahan. Dia membuang muka ke samping.
"A-Aku hanya mengatakan yang sebenarnya...."
"Apa yang kamu katakan itu tidak salah. Dan semua yang ada di sini pasti juga sependapat denganmu. Tapi, aku akan mengatakannya sekali lagi. Aku... benar-benar memiliki kekuatan spesial yang ada di luar nalar itu," ucap Leander dengan penuh keyakinan.
Keluarga Leander langsung bingung mendengar pernyataan tersebut. Mau dibilang lelucon, tapi sepertinya Leander serius. Mau dibilang serius, itu terlalu tidak masuk akal. Mungkin dia terlalu lelah hingga akhirnya bicara omong kosong.
"Nak, sepertinya kamu kelelahan. Istirahatlah!" ucap sang ayah.
"Ayah... apakah ayah senang dengan kehidupan kita sekarang?" tanyanya tak menggubris perkataan Finn sebelumnya. Dan Diana--Ibu Leander-- nampak bingung dengan situasi dan alur pembicaraan saat ini. Jadi, dia hanya diam sambil meletakkan tangan kirinya pada bahu si sulung.
"Tidak. Siapa yang akan bahagia dengan kehidupan seperti ini?" balasnya dengan raut wajah kesedihan yang tergurat tipis mencoba tegar.
"Lalu, jika aku berkata bahwa ada sebuah cara untuk menyelamatkan keluarga kita dari wabah ini, apakah ayah akan mengambil cara itu?" tanyanya lagi.
"Tentu saja. Tapi, ayah rasa itu tidak mungkin, karena bahkan pemerintah belum bisa menemukan solusinya."
"Ayah... saat aku terbangun dari tidur, aku merasa sudah sangat lama tidak melihat kalian semua. Aku rindu setelah sekian lama sendirian di dunia yang penuh kehancuran di mana-mana."
Semuanya diam mendengar keluhan Leander tersebut. Mereka diliputi kesedihan. Entah kenapa, Leander yang saat ini berbicara nampak sangat berbeda dengan dirinya yang biasa. Dia nampak lebih... kelam?
"... Apakah kamu bermimpi hal itu sebelum bangun? Itukah mengapa kamu berbicara hal tidak masuk akal barusan?" tanya Finn.
Leander terus mengabaikan perkataan Finn dan melanjutkan ceritanya.
"Ayah... di mimpiku, kalian semua telah tiada dan meninggalkanku sendirian di dunia ini. Dan dunia ini berubah menjadi mengerikan. Aku juga hampir mati di mimpi itu, tapi seseorang menyelamatkanku. Dia memberiku kekuatan besar hingga aku bisa berdiri di puncak kehidupan juga. Tapi, setelah semua pencapaianku itu, aku baru menyadari bahwa tak ada lagi kalian yang akan melihatku berhasil. Seketika hatiku terasa hampa dan aku terbangun dari mimpi itu."
Diana langsung memeluk Leander dengan penuh kasih sayang.
"Nak, mana mungkin kita akan meninggalkanmu sendirian di dunia ini...," lirih Diana.
'Ibu juga mengatakan hal itu di masa lalu, tapi ibu tetap pergi bersama yang lain meninggalkanku sendirian,' balas Leander dalam hatinya.
"Leander, ayah tahu kamu lelah dengan keadaan kita sekarang. Tapi, pasti pemerintah akan segera menemukan solusinya untuk itu," timpal Finn dengan senyuman yang dipaksakan. Melihat hal itu, Aleksi juga ikut setuju dengan ayahnya, sedangkan Leksa hanya diam saja.
'Nyatanya, wabah ini adalah sebuah tes bertahan hidup untuk mereka yang terpilih, ayah. Bahkan pemerintah sekali pun tidak akan bisa menemukan solusinya.'
"Ayah, aku tidak lelah ataupun gila seperti yang kalian khawatirkan. Hanya saja, itu memang bukan sekedar mimpi biasa," ucap Leander. Kemudian dia tersenyum. "Sepertinya tuhan masih sayang kepada kita."
"Tuhan memang masih sayang kepada kita. Karenanya kita masih hidup sampai sekarang," balas Diana.
"Benar. Karena itulah kita akan hidup sekarang dan di masa depan!!"
"..." Semuanya langsung terdiam.
"Kalian mungkin masih berpikir bahwa semua itu hanyalah omong kosong. Kalau begitu, biarkan aku menyingkirkan wabah ini dari tubuh kalian," lanjut Leander sambil menyentuh dadanya. Lebih tepatnya dia sedang merasakan detak jantungnya sendiri.
"Apa yang kakak bicarakan? Menyembuhkan wabah kita semua? Bahkan kakak sendiri juga terkena wabah itu dan belum sembuh, lantas bagaimana kakak akan menangani wabah kita semua? Jika hanya berkata seperti itu, aku pun bisa," ucap Aleksi ikut unjuk suara.
Mendengar hal itu, Leander tertawa.
"Ha... Hahaha... benar! Kalau begitu, aku akan menunjukkan buktinya...."
"Bukti?"
"Bukti bahwa aku mampu melakukannya."
Leander langsung mengarahkan kedua tangannya ke dua arah yang berlawanan. Satunya ke arah pintu, dan satunya lagi ke arah jendela. "Tembak...!!" ucapnya setelah berhenti tertawa dengan wajah serius.
Dan--CRACKK...!!
Dua buah jarum tajam yang terbuat dari dark ice langsung melesat ke dua arah tersebut. Itu menancap kuat pada pintu dan jendela.
"...!!"
Seluruh keluarganya langsung terkejut melihat hal itu. Mata mereka terbelalak tak percaya dengan apa yang barusan mereka lihat. Namun, semuanya tak hanya berhenti di situ saja. Leander masih melanjukan aksinya tersebut.
"Mekar...!!" ucapnya dengan mata ungu yang berkilat tajam. Seketika, jarum es tadi langsung bermekaran seperti bunga mawar hitam yang terkena pantulan sinar rembulan hingga menutupi jendela dan pintu.
Ssshhh...!!!
Hawa dingin langsung menyebar di ruangan itu bersamaan
"... A-Apa yang terjadi?" tanya Leksa mengikuti pergerakan skill Leander yang bergerak barusan.
Setelah itu, Leander menurunkan tangannya. Dan semua orang langsung menatap tak percaya ke arahnya.
"Seperti yang aku katakan... aku benar-benar memiliki kekuatan...."
Leander menguarkan aura menakutkan. Tak ada lagi waktu untuk basa basi. Dia harus segera memberikan Darah Pembangkit kepada mereka. Karena tak ada cara lain untuk menyelamatkan mereka selain dengan cara tersebut.
Dan alasan Leander mengungkapkan langsung kekuatannya kepada mereka adalah untuk memenuhi syarat penggunaan skill tersebut. Karena skill itu tidak bisa digunakan kepada orang lain tanpa izin mereka. Maka dari itu, dia membongkarnya sejak awal tentang kekuatannya Tersebut kepada keluarganya.
Gulp...!!
"Ka-Kakak benar-benar mengeluarkan es berwarna hitam," celetuk Aleksi. Sedangkan ayah dan ibunya masih tercengang dengan kejadian barusan.
'Apa baru saja aku melihat putraku menembakkan jarum es dari tangannya?,' pikir Finn bertanya-tanya pada diri sendiri.
'Apa aku sedang berhalusinasi?' pikir Diana.
________ "Apa sekarang kalian semua percaya kepadaku?" tanya Leander. "Apakah ini nyata?" ujar Leksa masih kebingungan. Semuanya nampak melongo. Dan tak lama kemudian, Finn langsung turun dari ranjang pasiennya menuju Leander. Dengan wajah serius, dia memegang kedua bahu putranya itu. "Nak...!! Apakah yang barusan ayah lihat itu kenyataan? Bisakah kamu melakukannya sekali lagi?" pinta Finn yang dibalas tatapan malas oleh Leander. Tapi mau tak mau akhirnya dia menyetujui permintaanya tersebut. "Hahh... baiklah aku akan melakukannya sekali lagi," balasnya. Kemudian Leander langsung duduk bersila di atas ranjangnya. Dan dengan tenang dia memposisikan tangannya di depan dada seperti meraup udara bebas. Lalu dia menutup matanya. "Mekarlah... Dark Ice!!" ucapnya kemudian. Dan seketika pecahan-pecahan es hitam mengkilat mulai
________ Semuanya berjajar rapi di depan ranjang pasien milik Leander. Dan dengan serius mereka menatap ke arahnya. Dia kemudian turun dari ranjang. "Apakah kalian mengizinkanku untuk melakukannya?" Mereka mengangguk bersamaan. "Apakah kalian percaya kepadaku?" Dan meski mereka sedikit ragu, mereka tetap memilih untuk mempercayainya. Semuanya kemudian mengangguk sekali lagi. Dengan respon tersebut, layar skill milik Leander langsung muncul di depannya. [Syarat telah terpenuhi.] [Skill Darah Pembangkit dapat diaktifkan.]
________ Tak butuh waktu lama untuk Leander menyembuhkan semua keluarganya. Dan kini mereka tengah loncat-loncat kegirangan karena keajaiban tersebut. Bahkan sakitnya sama sekali tak terasa lagi. Mereka benar-benar sembuh total. "Yayyy!! Akhirnya aku sembuh!!" teriak Aleksi. Dan untung saja Leander masih menutup pintu dan jendela dengan bunga esnya. Jadi, pembicaraan mereka tak akan terdengar sampai luar ruangan. "Kakak, terima kasih!" "Haha, sama-sama, Aleksi," balas Leander ikut bahagia. Sudah lama sekali dia tidak merasakan suasana seperti ini, karena dulu dia terus-terusan berada dalam medan perang. Entah melawan monster sungguhan, manusia, atau musuh Dunia Mongodean. 'Berterima kasih kepada orang-orang di Dunia Mongodean, akhirnya aku bisa kembali lagi berjumpa dengan keluargaku.' Perasaan Leander menghangat melihat mereka semua tersenyum senang.
Naga dimensi itu terbang tinggi di atas langit dengan membawa keluarga Arcaka. Dan mereka semua bergetar ketakutan kecuali Leander. Bagaimana tidak, jika terpeleset sedikit saja bisa membuat mereka terjun bebas ke bawah dari ketinggian tersebut. "Kak, apakah kakak tidak takut jatuh?" tanya Aleksi yang sejak tadi berpegangan kencang pada baju Leander. "Tidak." "..." Aleksi akhirnya diam. Dia melihat sekeliling yang mana hanya ada langit biru luas tanpa awan. "Leander, tidakkah kamu pikir orang lain bisa saja melihat kita?" tanya sang ayah dengan tatapan yang fokus ke depan. "Tidak, ayah. Meskipun kita bisa melihat pemandangan kota di bawah sana, tapi sebenarnya kita berada di jalur dimensi yang berbeda. Dan orang lain tidak bisa melihat kita," jawabnya jujur. "Jadi, begitu. Baguslah! Dan ayah tak habis pikir bagaimana bis
"K-Kamu...!!" Diana tak percaya. Bagaimana bisa gadis yang dulunya terlihat sangat sopan dan ramah berubah menjadi seperti ini? Sangat kurang ajar dan tak tahu malu. Andai bukan karena Leander sangat mencintai gadis itu, sekarang ini Diana sudah pasti akan menampar wajah tebalnya itu. Melihat hal itu, Leander tampak biasa saja. Padahal Seril mengatakan putus, tapi di wajahnya tak ada raut wajah kesedihan sedikit pun. Itu semua karena cintanya sudah menghilang bertahun-tahun yang lalu. Sekarang hanya ada Sevenian di hatinya. "Kalau memang putus ya putus. Tidak perlu berteriak-teriak karena aku tidak tuli. Dan aku tak masalah jika kita putus," ucap Leander yang membuat semua orang menatapnya tak percaya. "A-Apa?!!!" Seril bingung karena tak mengira reaksi Leander yang biasa saja itu. Pasalnya Leander terlihat sangat mencintainya sebelum ini. Dia pikir bahwa Leander akan menangis dan memohon kepadanya agar tidak putus.
"... Jadi, ada keperluan apa Anda ke sini?" tanya Sean was-was. Dan melihat hal itu, Leander serasa ingin tertawa kencang. "Haha, jangan terlalu tegang. Yang tadi itu hanyalah sebuah sapaan ringan dariku," ucap Leander. 'Sial! Siapa lagi orang ini?!!' batin Sean sambil memegangi lehernya yang masih ngilu walau tidak terluka. "Ehem! Baiklah, saya akan mengatakan keperluan saya ke sini. Saya dengar, Tuan Sean sedang mencari pengawal, apakah itu benar?" lanjut Leander dengan berganti bahasa formal. "Hah? Oh... benar. Apakah kamu datang ke sini untuk mendaftar sebagai pengawal juga?" balas Sean. "Benar sekali." "Apa?! K-Kalau begitu, kamu bisa langsung saja mendaftar lewat staff kami." Saat ini Sean menjadi geram. Calon pengawal macam apa yang mendaftar dengan cara mengancam tuannya sendiri? Sungguh guyonan yang tak lucu. "Ah, tentang hal itu... saya tidak ingin melalui langkah-langkah rumit
Semua keluarga Leander langsung senang mendengar kabar itu. Diana kemudian memeluk putranya itu sampai dia terdorong sedikit ke belakang. "Terima kasih, nak." "Sudah kubilang kalian tidak perlu khawatir," ucap Leander sambil tersenyum tipis. Diana kemudian melepaskan pelukan itu. Dengan mendongak, dia bertanya kepada putranya. "Tapi nak, bagaimana bisa kamu tahu tentang beliau sedangkan kita selalu berada di rumah sakit selama ini? Dan juga, bagaimana caramu bernegosiasi dengan orang penting sepertinya?" Leander diam memerhatikan pertanyaan ibunya. Dan dia tersenyum kembali menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut. "Rahasia," jawabnya singkat membuat semua orang penasaran. "Sudah. Lebih baik ayo kita mengemasi barang-barang kita dan masak mie instan malam ini. Karena besuk kita akan benar-benar mengucapkan selamat tinggal pada rumah ini," lanjut Leander yang diangguki oleh yang lainnya. Meski berat untuk men
Hari telah berlalu. Dan kini mereka semua berada di depan rumah. Mereka menatap rumah itu dengan perasaan yang sulit diartikan. Karena bagaimanapun, di sanalah mereka melalui suka duka selama bertahun-tahun. Dan sekarang, mereka harus pergi meninggalkan rumah itu. Dan ini semua karena ulah dari adik laki-laki Diana. "Apakah suatu hari nanti kita bisa mendapatkan rumah ini kembali?" ujar Diana tanpa mengalihkan pandangannya. Mendengar hal itu, Leander langsung melirik ke samping. Dia tahu betapa sayangnya sang ibu dengan rumah tersebut. Karena rumah itu adalah perwujudan dari usaha ibunya bersama ayahnya sejak pertama kali menikah. "Tentu saja, bu." Diana menengok ke arah Leander sambil tersenyum. "Terima kasih, Leander." Dan Leander hanya balas tersenyum. "Lalu apa kita bisa berangkat sekarang?" lanjutnya. Dan Diana serta yang lainnya mengangguk pertanda jawaban iya. Kemudian mereka semua berjalan menu
Suasananya semakin meningkat. Ini tentang perkataan Leander yang menurut mereka sedikit aneh. Dia seakan-akan berkata layaknya orang yang tahu tentang masa depan dan sudah mendalami pengetahuan tentang kekuatan super tersebut. Padahal, Leander juga baru mendapatkan kekuatan itu beberapa hari yang lalu. Pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan itu tidak menemukan jawabannya. Karena mau bagaimanapun, saat ini mereka masih awam dengan pandangan Leander dari sisi dirinya yang baru ini. Mungkin masih membutuhkan lebih banyak waktu lagi untuk sekedar mengetahui salah satu titik jawaban dari hal tersebut. "Baiklah. Lalu kapan kita akan memulainya?" balas Finn. "Besuk." Finn langsung manggut-manggut mengerti. "Tapi, apakah tidak masalah jika ada orang lain yang melihatnya nanti?" "Tentu saja itu akan bermasalah untuk saat ini." "Kalau begitu--" "Tapi tenang saja, ayah. Aku memiliki cara sendiri untuk itu," potong Leander.
Criekk! Leksa membuka pintu sebuah ruangan yang diyakininya adalah sebuah kamar. Kemudian mereka semua menanti pintu itu terbuka sepenuhnya. Dan betapa terkejutnya mereka berempat saat melihat kilau mewah memancar dari dalam ruangan. "Ughh! Apakah ini benar-benar sebuah kamar?" ujar Leksa tak percaya. "Tentu saja," jawab Leander yang muncul dari arah belakang. Kemudian dia berjalan melewati yang lain dan masuk ke dalam kamar. Melihat hal itu, keluarganya pun ikut masuk ke dalam. Mereka semua melihat ke kanan kiri dan atas bawah, karena merasa takjub dengan isinya. Sebuah kasur besar dengan tekstur lembut dan nyaman di permukaannya. Dengan selimut mewah yang menangkup di atasnya. Interior elegan yang luar biasa enak di pandang. Dan bahkan ada televisi pribadi di depannya sekaligus kamar mandi mewah layaknya hotel bintang lima di sisi samping. "Wow! Ini sangat keren!" ucap Aleksi keceplosan. "Kali ini aku
"Apa setelah melihatnya secara langsung kamu dapat mengerti tentang orang itu?"Dion langsung menengok ke arah ayahnya. Dan melihat senyuman miring terpampang jelas di wajah Sean, Dion langsung mendengus kalah disertai senyuman tipis."Tidak sama sekali. Aku hanya merasa bahwa dia adalah orang yang berbahaya dan mengerikan.""Kau benar. Bahkan ayah tidak mengetahui detailnya tentang Leander. Meskipun sudah menyuruh orang untuk menyelidikinya, yang bisa ditemukan hanyalah kondisi biasa yang tak perlu diperhatikan.""Lalu, sebenarnya apa yang membuat ayah begitu tertarik kepadanya? Sampai-sampai ayah memberikan bayaran awal sebuah mansion kepadanya. Tidakkah itu terlalu berlebihan untuk seorang pengawal?"Sean tertawa ringan."Kau akan segera tahu nanti. Karena Leander sendiri yang akan menunjukkan kelayakannya di depanmu.""Hmm ...."Dion kemudian menghadap ke luar jendela mobil. Dan segera, dia tenggelam den
Dua buah mobil mewah berwarna hitam itu memasuki halaman depan sebuah mansion. Dan saat itu jugalah para pekerja yang awalnya terpencar di beberapa sudut halaman langsung berkumpul di satu tempat untuk menyambut mereka.Sean dan Dion menjadi yang pertama kali keluar dari mobil itu. Kemudian disusul juga oleh Leander, dan sisanya keluar bersamaan dari mobil di belakang."Selamat datang, Tuan dan Tuan Muda," ucap seorang maid dengan sopan kepada Sean dan Dion. Sean balas mengangguk sambil tersenyum. Karena pada dasarnya dia memang orang yang ramah kepada seluruh pekerjanya."Lane, mulai sekarang mansion ini adalah miliknya. Dan kamu juga akan bekerja di bawahnya. Jadi, dialah majikanmu sekarang. Layani dia dengan baik," ucap Sean sambil mengarahkan perhatian semua orang kepada Leander.Dan maid yang dipanggil Lane itu diam sejenak melihat Leander. Dia bertanya-tanya apa status Leander ini. Sampai-sampai, Sean memberikan
Keluarga Leander langsung membalasnya dengan baik. Finn serta Diana tersenyum ramah kepada Dion. Sedangkan Leksa mendadak bersemu merah dan Aleksi nampak bersemangat. Mungkin dia berpikir bahwa Dion keren. Leander sendiri saat ini sedang melihat interaksi mereka. Sambil berpikir dan mengingat-ingat kembali tentang identitas Dion di masa lalu. Dan akhirnya dia menemukannya. Di masa lalu, Dion dijuluki sebagai Hunter Iblis karena kejahatannya yang dilakukannya secara terang-terangan. Itu semua karena dirinya sangat terpukul atas tewasnya seluruh anggota keluarganya Mereka semua dibantai oleh guild perserikatan hunter yang cukup besar karena sempat menentang ketuanya yang berperingkat S. Dan sejak saat itulah dia menjadi sosok liar yang salah jalan, serta sosok yang jauh berbeda dari dirinya sebelumnya. Leander dulu tidak terlalu memperhatikan tentang hal-hal seperti itu. Jadi, dia agak terkejut ketika melihat Dion muncul di hadapa
Hari telah berlalu. Dan kini mereka semua berada di depan rumah. Mereka menatap rumah itu dengan perasaan yang sulit diartikan. Karena bagaimanapun, di sanalah mereka melalui suka duka selama bertahun-tahun. Dan sekarang, mereka harus pergi meninggalkan rumah itu. Dan ini semua karena ulah dari adik laki-laki Diana. "Apakah suatu hari nanti kita bisa mendapatkan rumah ini kembali?" ujar Diana tanpa mengalihkan pandangannya. Mendengar hal itu, Leander langsung melirik ke samping. Dia tahu betapa sayangnya sang ibu dengan rumah tersebut. Karena rumah itu adalah perwujudan dari usaha ibunya bersama ayahnya sejak pertama kali menikah. "Tentu saja, bu." Diana menengok ke arah Leander sambil tersenyum. "Terima kasih, Leander." Dan Leander hanya balas tersenyum. "Lalu apa kita bisa berangkat sekarang?" lanjutnya. Dan Diana serta yang lainnya mengangguk pertanda jawaban iya. Kemudian mereka semua berjalan menu
Semua keluarga Leander langsung senang mendengar kabar itu. Diana kemudian memeluk putranya itu sampai dia terdorong sedikit ke belakang. "Terima kasih, nak." "Sudah kubilang kalian tidak perlu khawatir," ucap Leander sambil tersenyum tipis. Diana kemudian melepaskan pelukan itu. Dengan mendongak, dia bertanya kepada putranya. "Tapi nak, bagaimana bisa kamu tahu tentang beliau sedangkan kita selalu berada di rumah sakit selama ini? Dan juga, bagaimana caramu bernegosiasi dengan orang penting sepertinya?" Leander diam memerhatikan pertanyaan ibunya. Dan dia tersenyum kembali menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut. "Rahasia," jawabnya singkat membuat semua orang penasaran. "Sudah. Lebih baik ayo kita mengemasi barang-barang kita dan masak mie instan malam ini. Karena besuk kita akan benar-benar mengucapkan selamat tinggal pada rumah ini," lanjut Leander yang diangguki oleh yang lainnya. Meski berat untuk men
"... Jadi, ada keperluan apa Anda ke sini?" tanya Sean was-was. Dan melihat hal itu, Leander serasa ingin tertawa kencang. "Haha, jangan terlalu tegang. Yang tadi itu hanyalah sebuah sapaan ringan dariku," ucap Leander. 'Sial! Siapa lagi orang ini?!!' batin Sean sambil memegangi lehernya yang masih ngilu walau tidak terluka. "Ehem! Baiklah, saya akan mengatakan keperluan saya ke sini. Saya dengar, Tuan Sean sedang mencari pengawal, apakah itu benar?" lanjut Leander dengan berganti bahasa formal. "Hah? Oh... benar. Apakah kamu datang ke sini untuk mendaftar sebagai pengawal juga?" balas Sean. "Benar sekali." "Apa?! K-Kalau begitu, kamu bisa langsung saja mendaftar lewat staff kami." Saat ini Sean menjadi geram. Calon pengawal macam apa yang mendaftar dengan cara mengancam tuannya sendiri? Sungguh guyonan yang tak lucu. "Ah, tentang hal itu... saya tidak ingin melalui langkah-langkah rumit
"K-Kamu...!!" Diana tak percaya. Bagaimana bisa gadis yang dulunya terlihat sangat sopan dan ramah berubah menjadi seperti ini? Sangat kurang ajar dan tak tahu malu. Andai bukan karena Leander sangat mencintai gadis itu, sekarang ini Diana sudah pasti akan menampar wajah tebalnya itu. Melihat hal itu, Leander tampak biasa saja. Padahal Seril mengatakan putus, tapi di wajahnya tak ada raut wajah kesedihan sedikit pun. Itu semua karena cintanya sudah menghilang bertahun-tahun yang lalu. Sekarang hanya ada Sevenian di hatinya. "Kalau memang putus ya putus. Tidak perlu berteriak-teriak karena aku tidak tuli. Dan aku tak masalah jika kita putus," ucap Leander yang membuat semua orang menatapnya tak percaya. "A-Apa?!!!" Seril bingung karena tak mengira reaksi Leander yang biasa saja itu. Pasalnya Leander terlihat sangat mencintainya sebelum ini. Dia pikir bahwa Leander akan menangis dan memohon kepadanya agar tidak putus.