Angin dingin berembus tajam di sepanjang tebing saat helikopter itu bergetar hebat, suara mesin merintih seakan mengisyaratkan adanya bahaya. Jendral Aryan, pemimpin pasukan yang dikenal luas, berpegang pada kursi, menatap ke luar jendela. Di bawah sana, hutan lebat membentang, sementara berlayar angkasa cerah menjadi latar yang kontras dengan gelapnya presisi tugas yang dipikul di atas pundaknya. "Jendral! Kita harus segera kembali ke pangkalan!" teriak Sersan Rudi melalui interkom, suaranya fatal diselingi bunyi bergetar. "Kita tidak bisa mundur sekarang, Rudi! Misi ini adalah kunci untuk menghentikan serangan balik musuh!" jawab Aryan, suaranya tegas meski jantungnya mulai berdebar kencang. Tiba-tiba, mesin helikopter menggempur dalam getaran yang semakin ganas, dan Aryan merasakan kesedihan yang aneh saat melihat angka-angka layar instrumen berkelip kacau. Jarum penunjuk merujuk pada angka merah. "Jendral! Kita dalam masalah besar! Kita harus—" Rudi belum sempat menyel
Pagi itu di desa kecil yang terletak di pinggir hutan, udara dingin menyergap Aryan saat ia berangkat ke pembangunannya. Hari demi hari, dirinya berusaha menghapus ingatan tentang dirinya yang lalu, namun kenyataan di sekitarnya selalu mengingatkan akan ketidakberdayaannya saat ini. Di tempat kerja, Aryan mendapati para pekerja lain berkumpul, tertawa dan saling melempar sinis. Beberapa di antara mereka, termasuk pemuda yang menghinanya kemarin, memandangnya dengan tatapan merendahkan. “Hai, si Jendral! Masih menunggu perintah dari kita?” ejek Roni, pemuda berbadan kekar yang tampak sebagai penguasa di antara rekan-rekannya. Aryan berusaha mengabaikan. "Aku di sini untuk bekerja," ujarnya singkat, berusaha melanjutkan tugasnya dengan gesit. Roni tak mau menyerah. "Bekerja? Apa kau yakin dirimu mampu melakukannya? Cobalah angkat batu ini!" Ia mengangkat batu besar yang digunakan sebagai pondasi sementara, kemudian menjatuhkannya tepat di depan Aryan. “Atau lebih baik kau menjad
Aryan mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Meskipun banyak orang sebelumnya mencemooh dan merendahkan, kini perlahan mereka mulai menaruh rasa hormat padanya. Namun, ada satu sosok yang mengamati dari jauh, petugas keamanan bernama Haris. Dengan mata tajam dan perhatian penuh, Haris menyaksikan setiap gerakan Aryan selama pertarungan singkat itu. Setelah pertarungan berlalu, saat Aryan kembali bekerja, Haris mendekati Aryan dengan sedikit hati-hati. “Kau sangat berbakat, sepertinya kau punya latar belakang yang kuat dalam pertarungan,” katanya, menyilangkan tangan di depan dada. Aryan menoleh, tampak agak bingung. “Siapa kamu? Apa kau salah satu dari mereka yang mengejekku?” Haris tersenyum, menggelengkan kepala. “Bukan, aku adalah petugas keamanan di proyek ini. Namaku Haris. Aku mengamati cara bertarungmu dan kecewa dengan semua orang yang memperlakukanmu dengan buruk.” Aryan merapatkan keningnya. “Mengapa? Apa maksudmu?” Haris melanjutkan dengan semangat. “Kau berpot
Ruangan megah itu bersinar dengan cahaya yang hangat, dikelilingi oleh lukisan-lukisan mahal dan perabotan mewah. Di tengah-tengah ruang tersebut, Aryan berhadapan muka dengan seorang pria bertubuh kekar bernama Jaka. Ia dikenal sebagai petarung terkuat yang sering diundang untuk menguji orang baru. “Dengar. Aku suka mengakhiri pekerjaan cepat,” Jaka mengarahkan tatapan menantang ke arah Aryan. “Dan kau akan jadi salah satu pengalihan kerjaku hari ini.” Aryan menegakkan badannya, tanpa sedikit pun menunjukkan ketakutan. “Kalau itu yang kau mau,” jawabnya tegas. “Aku tidak akan menarik diri dari tantangan ini.” Tiga penjaga yang berdiri di samping menoleh, mengikuti sesi ini dengan antisipasi. Jaka melangkah maju dengan kecepatan luar biasa, mengeluarkan serangan tinju pertama. Aryan merespons dalam sekejap, menghindari serangan itu dengan gesit, lalu balas menyerang dengan uppercut yang kuat. Pukulan itu benar-benar mengenai rahang Jaka, membuatnya tersentak mundur. “Hei, bukan ke
Hari-hari awal Aryan di rumah Mr. Horison terasa seperti sebuah petualangan yang tak terduga. Setiap pagi, ia terjaga di sebuah kamar yang luas, dikelilingi oleh barang-barang berharga yang tidak pernah ia bayangkan bisa ia miliki. Begitu banyak pilihan, begitu banyak kemungkinan. Sesi pelatihan mulai berlangsung. Mr. Horison telah membentuk tim elit yang terdiri dari para penjaga terlatih dan master pertarungan, dan Aryan menjadi bagian dari mereka. Ia dilatih bukan hanya dalam teknik bertarung, tetapi juga dalam strategi, pengecekan keamanan, dan manajemen risiko. Di sinilah Aryan merasa bakatnya benar-benar bersinar. Ia sering kali keluar sebagai juara, mengalahkan lawan-lawannya dengan kecerdikan dan kombinasi gerakan yang membuatnya tak terduga. Namun, saat hari-hari berlalu, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya. Setiap kali ia berada di dekat Mr. Horison, seolah ada jari-jari tak terlihat yang menarik kembali kenangannya—kenangan yang selalu terlintas di sudu
Malam itu, Aryan tidak bisa tidur. Ia terjaga, matanya terpaku pada langit malam yang cerah dengan bintang bertebaran. Pikiran tentang misi yang akan datang membanjiri kepalanya. Dengan setiap detakan jam, ia merasakan tekanan yang semakin kuat—tidak hanya untuk melaksanakan tugas yang diberikan, tetapi juga untuk menemukan siapa dirinya yang sebenarnya. Mengapa Mr. Horison mempercayainya? Dan siapakah Clara sebenarnya? Setelah beberapa jam yang terasa seperti seabad, Aryan memutuskan untuk menarik napas dan menyiapkan dirinya. Dengan rasa percaya diri yang baru, ia bangkit, mengumpulkan peralatan yang diperlukan untuk misi ini, lalu menuju ke ruang pertemuan. Di dalam ruangan itu, tim elit lainnya sudah berkumpul. Mereka tampak serius, masing-masing dengan ekspresi menampilkan ketegangan yang sama. Mr. Horison duduk di ujung meja, melihat mereka dengan tatapan tegas. “Terima kasih telah hadir tepat waktu. Misi kali ini sangat berisiko, tetapi kita tidak punya pilihan lain. Kita ha
Keberadaan Clara di hadapan Aryan bukan hanya mengejutkan, tetapi juga memberikan harapan dalam situasi genting. Sementara suara kekacauan mengisi udara dan cahaya lampu berkelap-kelip dari gang-gang sempit Elysium, Clara menarik Aryan menjauh dari kerumunan yang panik. Mereka berlari melalui koridor yang sepi, langkah-langkah mereka bergema di sepanjang dinding tebal. “Kemana kita pergi?” tanya Aryan, merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka. “Apa sebenarnya yang kau ketahui tentang tempat ini?” Clara menatapnya dengan mata yang tajam dan penuh rasa. “Ada tempat rahasia di Elysium, tempat di mana mereka menyimpan informasi berharga tentang ‘Dark Immortal’. Di sanalah mereka mengumpulkan kekuatan dan hubungan mereka.” “Dengan semua kekacauan ini, bagaimana kita bisa sampai di sana?” Aryan bertanya lagi, merasakan dorongan untuk menyelamatkan tim dan mencari tahu lebih tentang misteri yang mengelilinginya. “Percayalah padaku. Hanya ada satu cara. Kita harus bertemu dengan seora
Suasana malam semakin kelam saat Clara dan Aryan melangkah cepat menuju arah utara, menelusuri jalan setapak di antara tumpukan sampah dan deretan bangunan kosong. Mereka merasa terjebak di antara bayangan dari kegelapan dan ketidakpastian, saat suara sirine ekor pengawal masih terdengar samar-samar di kejauhan. Clara menarik napas dalam-dalam, berusaha mempertahankan ketenangan saat mereka akhirnya tiba di sebuah pintu belakang yang menyimpan banyak rahasia. “Ini dia,” Clara berbisik, menatap Aryan dengan penuh harap. “Alden menunggu di sini. Dia tahu banyak tentang apa yang terjadi di dalam Elysium.” Dengan tangan yang sedikit bergetar, Clara membuka pintu, dan mereka melangkah ke dalam ruangan yang sempit dan remang-remang. Dindingnya terbungkus dengan poster-poster usang dan layar komputer yang menunjuk ke petakan informasi yang bersinar samar. Di sudut ruangan, duduklah seorang pria paruh baya dengan rambut berantakan, matanya fokus pada layar. Namun, saat pintu terbuka, ia m
Mendengar laporan berita di televisi, perhatian Clara dan Aryan seketika teralihkan. Gambar-gambar menegangkan tayang di layar, menunjukkan kawasan yang mengalami kerusuhan. "Sekelompok pria bersenjata menyerang sebuah café di pusat Golden City malam ini. Beberapa saksi melaporkan suara tembakan dan banyak orang yang terpaksa bersembunyi," kata pembawa berita dengan nada cemas. "Para penyerang dilaporkan telah melarikan diri dan polisi masih melakukan penelusuran di tempat kejadian." “Tidak mungkin…” Clara berbisik, wajahnya tampak pucat. “Ini semua terlihat seperti tindakan balas dendam, Mereka pasti ingin menunjukkan kekuatan mereka setelah kita mengganggu rencana mereka.” Aryan merasakan gelombang ketegangan yang sama. Dengan cepat, ia mengambil remote dan mematikan televisi. “Kita tidak bisa tinggal di sini dan hanya menonton,” ucapnya, sikapnya beralih dari cemas menjadi bertekad. “Kita perlu pergi ke lokasi kejadian dan mencari tahu lebih banyak.” “Bagaimana kita bisa memb
Setelah rapat yang panjang dan melelahkan di markas polisi, Clara memutuskan untuk pulang ke rumahnya mengajak Aryan."Aryan, mungkin kita bisa kembali ke rumah dulu. Malam ini aku sudah sangat lelah," ucap Clara, dengan wajah yang memucat, kelelahan."Baik, sebaiknya kita beristirahat dulu. Aku akan mengantarkan mu pulang setelah itu aku akan mencari hotel untuk tidurku Malam ini," ucap Aryan, pelan."Kenapa kamu tidak ikut bersamaku saja Aryan?" tanya Clara, wajahnya penuh kekecewaan.Aryan memandang Clara, rasa empati menggelayutinya. "Baiklah, aku akan ikut denganmu Malam ini, Clara." jawab Aryan, bibirnya tersenyum menghibur Clara.Malam itu, akhirnya mereka pergi menuju ke rumah Clara menggunakan mobil milik Clara. Di perjalanan pulang, kejadian yang mempertaruhkan nyawa semalam seperti bayang-bayang gelap yang terus mengintai. Rasa lelah terasa mendera, tetapi semangat mereka tetap membara. Di dalam hati, keduanya tahu bahwa babak baru dari perjuangan mereka akan segera terus b
“Berhenti di situ!” teriak salah satu pria, mengarahkan senjata ke arah mereka. “Kau pikir bisa menyusup ke sini tanpa diketahui?” “Tidak!" Clara teriak, rasa panik menyelubungi dirinya. Aryan tak tinggal diam, rasa patriotismenya muncul untuk melindungi wanita yang dicintainya. Ia seketika melompat diri ke depan untuk melindungi. Di momen krusial itu, pertarungan tak dapat terelakkan. Para pria bersenjata menghalangi mereka untuk ke dalam pabrik. Suasana mencekam mengalir saat mereka bersiap bertarung melawan musuh yang berbahaya. "Pasukan, habisi mereka berdua!" teriak salah satu pria bersenjata. Dengan strategi yang baik. keduanya saling melengkapi dalam setiap gerakan. Di saat salah satu pria melancarkan serangan. Dengan begitu cepatnya, Aryan langsung menendang salah satu penyerang ke samping. Tetapi serangan itu tidak berlangsung lama. Juga, dalam kerumunan yang mengepung mereka, Clara merasakan punggungnya dihadang oleh seseorang. Seorang pria besar yang merupakan
Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela ruangan yang redup, memberi harapan baru setelah malam yang kelam dihadapi oleh Clara dan Aryan. Keduanya berkumpul dengan tim yang terdiri dari anggota polisi dan beberapa ahli intelijen di ruang rapat markas kepolisian. Ilustrasi sketsa simbol Dark Immortal terpajang di dinding, dan meja dipenuhi dengan laporan-laporan serta data mengenai organisasi yang telah beroperasi di bawah radar selama bertahun-tahun.“Terima kasih telah datang pagi-pagi,” Detektif Rahman memulai pertemuan. “Kami harus segera melanjutkan penyelidikan ini. Pada pertemuan kita kemarin, kita telah mendapatkan informasi berharga, tetapi kita perlu mengatur langkah lanjutan agar kita bisa mencari Zareth dan mencegah rencana mereka menjadi kenyataan.”“Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” Aryan menambahkan, memfokuskan tatapannya kepada tim kepolisian Golden. “Kita harus bergerak cepat. Kita harus menemukan apapun yang bisa mengarah kepada Zareth, dan apa p
Saat Clara dan Aryan melangkah keluar dari markas polisi, kesunyian malam terasa menindih. Keluarga, teman, dan rekan kerja di sekitar mereka beranggapan bahwa segalanya aman, namun mereka berdua tahu betapa rentannya situasi saat ini. Keberadaan Zareth, sosok misterius yang mengancam akan menggulingkan segalanya, membayangi pikiran mereka. “Jadi, apa langkah kita selanjutnya?” tanya Aryan, melirik Clara dengan penuh semangat. “Kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang Zareth dan organisasi Dark Immortal,” jawab Clara. “Ada satu tempat yang mungkin bisa memberi kita informasi—perpustakaan rahasia organisasi.” “Perpustakaan rahasia?” Aryan terkejut. “Apakah itu bahkan ada?” “Ya, bisa dibilang begitu. Di bawah tanah, ada generasi organisasi yang menyimpan informasi berharga di satu tempat. Mereka telah menyusun catatan sejarah pergerakan mereka selama bertahun-tahun. Kita perlu masuk ke dalamnya.” “Baiklah, di mana kita bisa menemukan itu?” Aryan bertanya di tengah keteganga
Setelah berhasil melumpuhkan para penyerang, suasana di area tersebut mulai tenang. Para polisi segera memborgol keempat pria itu dan mengamankan mereka dengan cepat, tampak sigap dalam menangani situasi.“Jendral Aryan, Agen Clara, Anda berdua luar biasa,” puji Detektif Rahman, penuh rasa hormat. “Tanpa keberanian dan keterampilan Anda, situasi ini bisa jauh lebih buruk.”Clara tersenyum kecil, merasakan campur aduk antara rasa bangga dan kelegaan. Namun, di dalam hatinya, satu pertanyaan membara—kenapa organisasi ini mengejar mereka? “Apakah kalian dapat menemukan siapa di balik ini?” tanya Aryan, melirik ke arah detektif dengan sorot mata yang penuh tekad.“Kami akan melakukan yang terbaik,” jawab Rahman, lalu memanggil serang petugas lainnya untuk memulai penyelidikan lebih dalam. “Tapi saya butuh keterangan lebih lanjut mengenai simbol yang Anda lihat di jaket mereka.”“Itu adalah lambang dari organisasi "Dark Immortal,” Aryan menjelaskan, matanya tak lepas dari para penyerang y
Suara sirene yang semakin mendekat terasa seperti pengingat bahwa mereka tidak bisa berlama-lama di tempat itu. Clara dan Aryan, meski masih bernafas dengan berat setelah pertarungan, menghadap ke arah suara yang semakin keras. Tak lama kemudian, beberapa mobil polisi dengan lampu kedap-kedip muncul, menghentikan kendaraan mereka dengan cepat. Akhirnya, pintu mobil terbuka, dan polisi berseragam langsung melompat keluar. Mereka memegang senjata M16, siap siaga menghadapi situasi yang mungkin berbahaya. Namun, ketika mereka melihat situasi di taman dan melihat Aryan dan Clara, ekspresi mereka berubah. Ada rasa hormat yang jelas dalam tatapan mereka. “Saya tampaknya melihat Jendral Aryan di sini, dan bersama Agen rahasia kami, Clara,” seorang polisi senior menyebutkan namanya dengan penuh penghormatan. “Kita harus menghormati sang perwira!” Melihat situasi itu, Clara merasa kejutan campur aduk. Aryan adalah jendral, dan dia berada di tengah-tengah konfrontasi dengan musuh, di tama
Malam mulai menyelimuti taman dengan kabut tipisnya yang menambah aura misterius. Clara dan Aryan terus berjalan, berbagi tawa dan impian masa depan. Mereka tak sadar, di kejauhan, empat sosok bayangan bergerak cepat, bersembunyi di balik semak-semak, mengawasi pasangan itu dengan tatapan jahat.“Clara, kau tahu, aku merasa sangat beruntung ada di sini bersamamu,” ujar Aryan, menatap bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit.“Mungkin ini adalah awal dari segalanya,” Clara menjawab dengan penuh harapan, namun dalam hati dia merasakan getaran aneh. Terlalu tenang, pikirnya.Tiba-tiba, suara langkah kaki yang berat dan berirama mulai mendekat. Keduanya saling berpandangan, merasakan ketegangan mendekat. Clara, yang memiliki insting tajam sebagai calon detektif, mulai merasa sesuatu yang tidak beres. Tapi sebelum dia bisa berbicara, dari arah belakang, empat pria misterius muncul mendekat.Mereka mengenakan jaket hitam, wajah tertutup pelindung, hanya menyisakan mata yang penuh kebe
Setelah ibunya pergi bersama Jendral Widodo, Clara merasakan campur aduk antara rasa lega dan penasaran. Dia terus menatap Aryan, yang berdiri dengan postur tegaknya. “Aku pun awalnya tidak menyangka, kamu sebenarnya adalah seorang jendral yang dihormati,” Clara mengungkapkan dengan kekaguman. “Ah, itu hanya gelar. Aku lebih suka disebut sebagai prajurit, Clara,” sambut Aryan seraya tersenyum, walaupun dia merasakan beban dari status barunya. “Apa yang lebih penting sekarang adalah bagaimana kita melanjutkan hubungan ini.” Clara mendekat, merasa terhubung dengan Aryan. “Tapi, semua ini bisa mengubah segalanya, kan? Mungkin Ibu akan lebih mempercayai kita sekarang,” ujarnya dengan optimisme. “Biarkan itu terjadi. Yang terpenting adalah aku akan berjuang untukmu, bukannya untuk gelar itu,” jawab Aryan tegas. Tetapi, perasaan Clara sedikit cemas. Dia tahu bahwa kehadiran Jendral Widodo bisa membawa implikasi baru. Sebagaimana dia pergi, Clara merasakan rasa bahaya yang samar. Jangan