Buugghhh …
Tubuh Zevan melayang ke arah Mano. Dan pergulatan kedua pria itu tak terelakkan. Mano tentu saja sudah bisa memperkirakan reaksi Zevan yang minim kesabaran. Menyambut tinju sang sepupu dengan suka cita.“Berapa Ethan membayarmu hingga kau membuat omong kosong setolol ini, hah?”Mano terbahak. Membalas tinju Zevan di rahang, sekuatnya hingga pria itu tersungkur ke samping dan menabrak guci besar hingga pecah.“Hentikan kalian berdua!” Suara menggelegar Arman Anthony memenuhi seluruh ruangan. Tetapi kemarahan masih menguasai kedua pria itu, menulikan telinga mereka dan kembali saling melemparkan balasan.Baku hantam itu akhirnya berhasil dipisahkan oleh anak buah Arman Anthony. Yang masing-masing menahan lengan Zevan dan Mano.Mano tentu saja satu-satunya orang yang merasa puas dengan akhir dari perkelahian tersebut. Hidung Zevan patah dan ia yakin sang sepupu tak terima dengan kekalahan tersebut. “Seperti yang kau bilanArman Anthony menunggu di balik pintu kaca gelap yang ada di sampingnya, ketika pintu itu bergeser membuka, sang cucu melangkah keluar dari ruang interogasi bersama seorang pria berjaket hitam dengan tubuh besar yang menampilkan sikap dan ekspresi datar sebelum berjalan meninggalkan cucu dan kakek tersebut.“Kenapa aku tak terkejut?” Ethan bergumam rendah. Kedua pengacaranya memberikan satu anggukan hormat pada Arman Anthony, kemudian berpamit pergi bersama dua pengacara kiriman sang kakek yang berhasil membawanya keluar dari ruangan tersebut. “Aku bisa melakukannya sendiri. Apakah Mano yang membuat masalah? Atau Zaheer? Ck, mereka begitu tak sabaran.”“Kenapa kakek pun tak terkejut kau tak mengucapkan terima kasih, Ethan.”Ethan mendesah pelan. Ada kejengahan yang tersirat di kedua mata abu gelapnya. “Karena aku tahu bukan itu yang kakek inginkan dariku.”Arman tersenyum tipis. “Sepertinya mereka tidak memberimu makanan yang layak. Kakek akan mak
“Sepertinya ada banyak hal yang mengganggumu?” gumam Ethan saat keduanya berbaring dan sudah mendapatkan posisi nyaman di atas tempat tidur. Akan tetapi wanita itu tak juga tertidur setelah setengaha jam lebih.Cara menoleh ke belakang. “Kau belum tidur?”Ethan memutar tubuh Cara menghadapnya. “Apa yang sedang kau pikirkan?”“Hmm, bukan hal yang penting,” senyum Cara.“Tetapi mengganggumu.”Cara menghela napas rendah. Masih dengan senyum yang tersungging lebar, telapak tangannya menyentuh wajah Ethan. Mengusapkan jemarinya di rahang Ethan dengan lembut. “Seberapa pun kerasnya aku berusaha tak memikirkan semuanya, semua itu hanya semakin menggangguku, Ethan. Apa yang sebenarnya terjadi?”“Aku tak mungkin di sini jika rencana Zevan memang berhasil, Cara.”“Kenapa dia melakukan semua ini padamu? Pada Cheryl? Juga padaku dan anak …” Kalimat Cara seketika terhenti.Mata Ethan memicing tajam. Ekspresi wajah pria itu seketika berubah tegang. “Apa yang dilakukannya padamu?”Cara mengerjap. C
Part 1 Kembali Ke Sarang HarimauKedua tangan Cara saling meremas satu sama lain. keduanya lembab oleh keringat. Karena kegugupannya yang berlebihan. Kedua matanya tak berhenti menatap pintu kayu ganda yang ada di hadapannya. Menunggu setiap detik yang terasa begitu lama. Satu getaran lembut mengalihkan perhatiannya, ia gegas merogoh ponsel di dalam tasnya. Membaca pesan singkat yang dikirim oleh Zevan.‘Tarik napas dan hembuskan. Semoga berhasil.’Cara mengikuti instruksi tersebut, seketika kegugupannya perlahan berkurang dan tautan tangannya melonggar. Ia sudah melalui tes tiga kali dengan penuh perjuangan dan kegigihannya. Tes terakhir tak akan berakhir sia-sia begitu saja, kan?Pun ia sempat mendengar selentingan kabar tentang sang bos besar sedikit rewel dan cerewet untuk posisi asisten pribadi yang sedang dilamarnya saat ini. Bahkan cara bernapas pun akan salah saat suasana hati sang bos besar sedang buruk. Itulah sebabnya posisi ini memiliki bayaran yang fantastis. Daripada asi
Part 2 Kembali TertangkapTubuh Cara menggigil dan wajahnya sudah sepucat mayat, tetapi hal itu tak menghentikan kedua pemuda yang mengarahkan selang air ke tubuhnya. Seluruh tubuhnya basah kuyup, sementara kedua pemuda itu tertawa nyaring. Tangan Ethan terangkat dan kedua kaki tangannya langsung mematikan aliran air. Ethan beranjak dari duduknya, berjalan mendekati Cara yang berdiri di tengah halaman. “Jadi, kau sudah berubah pikiran?”Cara menatap wajah bengis Ethan. Bibirnya bergetar hebat tetapi kepalanya masih sanggup untuk memberikan satu gelengan.Seringai Ethan membeku. Tak habis pikir dengan kekeras kepalaan yang mengerak di kepala gadis polos itu. Pandangannya bergerak turun, seragam berwarna putih yang basah tersebut membuat pakaian dalam Cara terjiplak dengan jelas. Pandangannya berhenti lebih lama di dada gadis itu.Cara yang menyadari arah pandangan Ethan seketika menghalangi tatapan lancang pria itu dengan kedua tangan. Menyilang di depan dada.Lidah Ethan berdecak tak
Tubuh Cara ditarik keluar dari dalam kolam. Duduk bersimpuh ditepi kolam sambil terbatuk-batuk. Matanya terasa perih dan tenggorokannya serasa seperti diiris. Ia minum air kolam terlalu banyak.‘Jadi, kau mau menjadi kekasihku sekarang?’Tatapan Cara kembali menunjukkan penolakan ketika menjawab tidak dengan jelas.Seringai kepuasan Ethan kembali membeku. ‘Well, aku sudah mencoba membersihkan pikiran dan tubuhmu tetapi kau masih dibutakan oleh kekeras kepalaanmu, ya?’Cara menyentakkan tangan Ethan di wajahnya. Yang membuat pria semakin berang bukan main. Menyambar pergelangan tangan Cara, menyeret gadis tak berdaya itu ke dalam rumah setelah menyuruh Zaheer dan Mano untuk pulang.Begitu keduanya sampai di dalam, Ethan membanting tubuh basah Cara ke sofa panjang.‘Kau tak memberiku pilihan, manis.’ Ethan menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Cara sebelum gadis itu sempat menyadari apa yang akan dilakukannya. Menangkap kedua tangan Cara dan memakunya di atas.‘A-apa yang akan kau lakukan
‘Kau hamil, kan?’ Ethan melempar testpack di tangannya ke wajah Cara.Cara menunduk, menatap stik kecil yang mendarat di samping sepatunya. Dengan dua garis sebagai hasilnya.‘Apakah itu mlilikku?’ dengus Ethan.Cara menelan ludahnya. Kata-kata Ethan memang menyakitkan, tetapi ada fakta yang lebih buruk daripada keraguan pria itu sendiri. Ia tak sudi mengandung anak pria berengsek itu. ‘Kau menemukannya?’Ethan menggeram dengan dagu Cara yang sedikit terangkat ke arahnya. Sengaja menantangnya dan amarahnya memang semudah itu tersulut oleh Cara. Tangannya menangkap pundak gadis itu dan mendorongnya ke dinding. Menghimpit tubuh mungil tersebut dengan tubuh besarnya hingga Cara kesulitan bernapas.‘Apakah itu milik Zevan?’Cara membalas tatapan Ethan dengan keberanian yang hanya seujung kuku. Amarah Ethan memang semengerikan itu. ‘Ya. milik Zevan.’-Masa sekarang-Kegelapan menyemburat di seluruh permukaan wajah Ethan hanya dalam hitungan sepersekian detik. Sementara wajah Mano dan Zahee
‘Minum.’ Ethan mengulurkan dua butir obat berwarna putih yang ada di telapak tangannya.Cara melirik tak tertarik pil tersebut. Ia tak cukup tolol untuk tidak bisa menebak benda apa itu. Begitu ia mengakui bahwa anak dalam kandungannya adalah anak Zevan, tentu saja Ethan terbutakan oleh kecemburuan pria itu dan tak menunggu lama bagi pria itu untuk melenyapkan anak dalam kandungannya. Kebenciannya yang begitu mendalam pada pria itu, membuatnya semakin besar kepala untuk mempermainkan perasaan Ethan.‘Kau tahu apa yang kuinginkan.’‘Benarkah?’‘Bukankah bulan depan umurmu 17. Kau ingin menjadi orang tua di usiamu sekarang?’Cara mendengus tipis. Menampar tangan Ethan hingga dua pil tersebut jatuh ke lantai. ‘Bukan karena anak ini anak Zevan?’Wajah Ethan membeku. Bibirnya menipis keras ketika lagi-lagi nama Zevan di sebut. Ethan mengambil dua pil itu, lalu menangkap rahang Cara dan memaksa kedua pil tersebut masuk ke dalam mulut gadis itu.Cara tak memberontak, selain karena kekuatan E
Sejak Ethan membawanya ke tempat ini dua jam yang lalu, Cara masih belum menemukan cara untuk keluar dari tempat ini. Setelah pulang dari rumah sakit, Ethan membawanya ke penthouse pria itu –dilihat dari koleksi pakaian, tas, sepatu, jam tangan, dan dasi yang ada di ruang penyimpanan, tentu saja Ethan tinggal di tempat ini-. Salah satu bangunan yang berada di bawah naungan Anthony Group. Yang pasti dengan pengamanan tingkat tinggi.Satu-satunya jalan keluar hanya bisa menggunakan kartu akses yang dipegang oleh Ethan. Pun begitu, ada orang-orang yang bekerja di sini yang bisa keluar masuk tempat ini. Hanya saja, semuanya terlalu setia sehingga tak ada satu pun yang percaya dengan omong kosong tentang sakit perut atau kepalanya yang pusing dan ia sangat membutuhkan bantuan dokter karena luka di kakinya terasa nyeri dan tak tertahankan. Semua sandiwaranya hanya dijawab dengan jawaban yang sama. ‘Tuan Ethan melarang Anda keluar. Meskipun –maaf- Anda sekarat.’Cara benar-benar putus asa. S
“Sepertinya ada banyak hal yang mengganggumu?” gumam Ethan saat keduanya berbaring dan sudah mendapatkan posisi nyaman di atas tempat tidur. Akan tetapi wanita itu tak juga tertidur setelah setengaha jam lebih.Cara menoleh ke belakang. “Kau belum tidur?”Ethan memutar tubuh Cara menghadapnya. “Apa yang sedang kau pikirkan?”“Hmm, bukan hal yang penting,” senyum Cara.“Tetapi mengganggumu.”Cara menghela napas rendah. Masih dengan senyum yang tersungging lebar, telapak tangannya menyentuh wajah Ethan. Mengusapkan jemarinya di rahang Ethan dengan lembut. “Seberapa pun kerasnya aku berusaha tak memikirkan semuanya, semua itu hanya semakin menggangguku, Ethan. Apa yang sebenarnya terjadi?”“Aku tak mungkin di sini jika rencana Zevan memang berhasil, Cara.”“Kenapa dia melakukan semua ini padamu? Pada Cheryl? Juga padaku dan anak …” Kalimat Cara seketika terhenti.Mata Ethan memicing tajam. Ekspresi wajah pria itu seketika berubah tegang. “Apa yang dilakukannya padamu?”Cara mengerjap. C
Arman Anthony menunggu di balik pintu kaca gelap yang ada di sampingnya, ketika pintu itu bergeser membuka, sang cucu melangkah keluar dari ruang interogasi bersama seorang pria berjaket hitam dengan tubuh besar yang menampilkan sikap dan ekspresi datar sebelum berjalan meninggalkan cucu dan kakek tersebut.“Kenapa aku tak terkejut?” Ethan bergumam rendah. Kedua pengacaranya memberikan satu anggukan hormat pada Arman Anthony, kemudian berpamit pergi bersama dua pengacara kiriman sang kakek yang berhasil membawanya keluar dari ruangan tersebut. “Aku bisa melakukannya sendiri. Apakah Mano yang membuat masalah? Atau Zaheer? Ck, mereka begitu tak sabaran.”“Kenapa kakek pun tak terkejut kau tak mengucapkan terima kasih, Ethan.”Ethan mendesah pelan. Ada kejengahan yang tersirat di kedua mata abu gelapnya. “Karena aku tahu bukan itu yang kakek inginkan dariku.”Arman tersenyum tipis. “Sepertinya mereka tidak memberimu makanan yang layak. Kakek akan mak
Buugghhh …Tubuh Zevan melayang ke arah Mano. Dan pergulatan kedua pria itu tak terelakkan. Mano tentu saja sudah bisa memperkirakan reaksi Zevan yang minim kesabaran. Menyambut tinju sang sepupu dengan suka cita.“Berapa Ethan membayarmu hingga kau membuat omong kosong setolol ini, hah?”Mano terbahak. Membalas tinju Zevan di rahang, sekuatnya hingga pria itu tersungkur ke samping dan menabrak guci besar hingga pecah.“Hentikan kalian berdua!” Suara menggelegar Arman Anthony memenuhi seluruh ruangan. Tetapi kemarahan masih menguasai kedua pria itu, menulikan telinga mereka dan kembali saling melemparkan balasan.Baku hantam itu akhirnya berhasil dipisahkan oleh anak buah Arman Anthony. Yang masing-masing menahan lengan Zevan dan Mano.Mano tentu saja satu-satunya orang yang merasa puas dengan akhir dari perkelahian tersebut. Hidung Zevan patah dan ia yakin sang sepupu tak terima dengan kekalahan tersebut. “Seperti yang kau bilan
Mano melepaskan pegangan Cara. Kedua pria itu berlari keluar, meninggalkan Cara yang membeku di ambang pintu.Mano sudah berlari mendekati ujung tangga, tetapi kemudian pria itu teringat sesuatu dan kembali mendekati Cara. “Kemarikan ponselmu?”Cara menatap tangan Mano yang terulur.“Apa pun yang terjadi, kau tak boleh meninggalkan tempat ini, Cara. Jadi kemarikan ponselmu. Cepat.”“Lalu bagaimana aku tahu kalau Ethan baik-baik saja?” Suara Cara bergetar hebat. Bisa membayangkan betapa tersiksanya dia menunggu dengan penuh kegelisahan dan tak bisa ke mana-mana.“Yang terpenting, kau, Darrel, dan Cheryl baik-baik saja. Kami bisa mengurus Ethan.” “T-tapi …”“Cepat, Cara. Kami tak punya banyak waktu.”Cara menggeleng, wajahnya benar-benar pucat. “A-aku ingin ikut.”“Dan membiarkan Darrel dan Cheryl sendirian? Jangan egois, Cara. Cepat! Di mana ponselmu.”Cara mengerjap. Mano benar. Dirinya dan si
“Cindy Anthony?” Cara mengulang nama itu dalam gumaman. Mama Zevan? Pembunuhan? Kepala Cara menggeleng. Menolak tuduhan tersebut. “Tidak mungkin. Kenapa dia membunuh …”“Ck,” decak Ethan. “Sungguh? Kalian melakukannya sekarang? Aku baru saja berpikir untuk berendam.”Kedua pria itu mengeluarkan borgol dari dalam saku. Zaheer langsung berdiri. “Dia akan ikut kalian. Jadi singkirkan benda itu dan tunggu di depan.”Tubuh Cara berputar panik. Melotot pada Zaheer. “Apa yang kau katakan. Zaheer?”Ethan mengedikkan kepala ke arah pintu pada kedua pria berjaket hitam tersebut. “Beri aku waktu lima menit untuk bicara dengan istriku?”Kedua pria itu bergeming. Tampak mempertimbangkan peringatan tajam dalam tatapan Ethan. “Privasi untuk … tersangka? Setidaknya kalian terlambat setengah jam dari seharusnya. Aku tak suka jika anak-anakku melihat kejadian memalukan ini.”“E-ethan?” Suara Cara bergetar hebat. Di tengah kegentingan sep
“Lenganmu sakit?” Cara merasa tak enak hati melihat Ethan yang meregangkan otot lengan untuk ketiga kalinya sejak mereka terbangun oleh panggilan Cheryl.“Hanya …”“Pegal.”Ethan terkekeh. Menarik pinggang Cara dan mendudukkan tubuh mungil di meja wastafel hanya dalam satu sentakan ringan. Menempatkan tubuhnya di antara kedua kaki wanita itu dan merapatkan tubuh mereka. “Kenapa? Apa kau ingin bertanggung jawab?” bisiknya tepat di depan wajah Cara. Sengaja menyisakan jarak yang tipis, membiarkan napas keduanya bertukar. Cara tersenyum dengan wajahnya yang mulai tersipu. Jarak di antara wajah mereka begitu dekat. Tetapi ia menyukai hal itu. Kedua lengannya melingkari leher Ethan, wajahnya sedikit terdongak dengan tubuh Ethan yang tinggi. Dan ia butuh lebih sedikit mengangkat tubuhnya untuk menyentuhkan bibir mereka. “Apakah ini cukup?”Ethan menggeleng, dengan senyum yang masih melengkung, bibirnya bergerak menyapu bibir Cara yang lembut.
Mano memberikan satu anggukan. “Aku tahu apa yang harus kulakukan,” ucapnya kemudian berbalik dan berbelok di ujung lorong pendek tersebut.“Pergilah,” pintah Ethan dengan suara datar. Perlahan, ia mulai bisa mengendalikan emosi yang memenuhi dadanya. Ia harus tenang dan pikirannya harus jernih. Tak boleh megalihkan perhatian.Zaheer pun ikut berbalik, menyusul Mano tetapi menuju arah yang lain.“Ke mana mereka?” Isakan Cara terhenti ketika menyadari Mano dan Zaheer yang sudah pergi. Sementara tampaknya kedua pria itu masih belum selesai berbincang.“Ada yang harus mereka lakukan.” Ethan melonggarkan pelukan Cara, menatap wajah wanita itu yang masih dibasahi oleh air mata. Mengulurkan sapu tangan. “Tenangkan dirimu. Kau tak mungkin terlihat seperti ini di hadapan Cheryl.”Cara mengusap kedua matanya dengan kain lembut tersebut. “Ethan?” panggilnya lirih setelah perasaan mulai sedikit tenang. “Mungkin aku …”“Tidak.” Ethan tentu t
Suara alarm yang berdengung di telinga menyentakkan Cara yang tengah menyisir rambut. Cara gegas beranjak dari duduknya menuju pintu, hampir menabrak anak buah Ethan yang hendak mengetuk pintu. “Nyonya, kami akan membawa nyonya …”“Ada apa? Alarm apa itu?”“Teman saya masih memeriksanya di lantai atas.”“Di mana Darrel dan Cheryl?” Cara melewati pengawal tersebut. Berlari ke arah tangga dengan panik begitu mendengar lantai atas.Cara tak benar-benar mendengarkan jawaban di pengawal yang menyusul langkahnya. Memanggilnya kalau yang lain sedang juga sedang mengamankan si kembar. Tapi Cara tak akan merasa tenang jika belum melihat Darrel dan Cheryl dengan kedua mata kepalanya sendiri. Firasat buruk mulai merambati dadanya.“Mama?” Suara Darrel menyambut langkah Cara yang baru saja menginjakkan kaki di lantai dua. Kedua lengan bocah itu langsung melingkar di perutnya. “Sayang, kau baik-baik saja?”“Cheryl?” Darrel mendongakkan kepala
“Apakah itu cukup?”Cara tak sempat menolak ketika Ethan mendorong tubuhnya berbaring di tempat tidur. Dan kalaupun ada kesempatan, ia tak akan menolak. Kata-kata Ethan selanjutnya membuat perasaannya meluruh. Menghangat memenuhi dadanya.“Cinta? Obsesi? Kepercayaan? Aku tak benar-benar memahami perbedaannya, Cara. Tetapi aku tahu aku akan melakukan apa pun untuk melindungi kalian. Kau, si kembar, dan anak dalam kandunganmu. Aku menginginkanmu. Juga mereka. Dan aku akan berhenti bertanya-tanya, kenapa aku membutuhkanmu seperti aku membutuhkan udara.”Bibir Ethan menyapu bibir Cara dengan lembut. Satu kali. Kemudian kepalanya terangkat sedikit, menyisakan jarak yang cukup untuk menatap lurus kedua mata Cara dan berbisik. “Itu artimu bagiku. Dan aku tak peduli itu cinta atau obsesi. Salah satu, keduanya atau pun buka kedua-duanya.”Cara bernapas, merasakan napas panas Ethan yang berhembus di permukaan wajahnya. Membakarnya. Dan ia yakin wajahnya s