Share

Pak Tua Pelupa

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-09-07 07:00:23

Ren Hui tersenyum menatap Pak Tua yang tergopoh-gopoh berlari menyambutnya. Begitu jaraknya sudah semakin dekat, pria tua itu berhenti dan menatap Ren Hui lekat-lekat.

"Kau siapa?" tanyanya kebingungan. Ren Hui hanya mendesah pelan mendengar pertanyaan pria tua yang dikenal dengan sifat pelupanya. Dia jarang bisa mengenali orang dalam sekejap. Membutuhkan sebuah cerita yang panjang untuk mengingatkannya pada seseorang.

"Paman Lan Feng, sepuluh tahun lalu ada seseorang yang memesan untuk dibuatkan sebuah benda padamu bukan?" Ren Hui bertanya dengan lembut.

Pak tua itu tertegun kemudian menggaruk-garuk kepala. Seperti tengah berpikir. "Sepuluh tahun lalu? Aku lupa," sahutnya tanpa merasa bersalah sama sekali setelah cukup lama mencoba mengingat.

Ren Hui tersenyum tipis dan mendekatinya. Dia menyentuh lengan pria tua itu dan menggandengnya. "Kalau begitu mari kita mengingatnya sembari menikmati arak," ajak
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bi'an Hua Bunga Dari Neraka

    Ren Hui membuka payung yang baru saja diambilnya dari Pondok Darah Besi. Dengan santai dia memakainya kemudian bersama Baihua kembali berkeliling di Pasar Hantu.Malam yang semakin larut tidak membuat pasar gelap ini menjadi semakin sepi. Pengunjung justru terus berdatangan. Seakan-akan mereka diburu waktu untuk secepat mungkin mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan sebelum matahari terbit."Baihua bagaimana jika kita mencicipi semangka dingin? Kau tahu, semangka di sini adalah yang paling manis dan segar." Ren Hui mengajak berbicara Baihua seperti seorang teman. Tentu saja Baihua hanya menguik saja, tidak menjawab ajakannya.Sesuai dengan ucapannya, Ren Hui mengajak rubah putih itu mampir ke sebuah kedai yang berada di tepi sungai. Dia memesan semangka dingin, semangkuk mi polos dengan sayuran, teh dan beberapa kudapan manis. Tak lupa juga semangkok tulang dan daging untuk Baihua.Mereka berdua menikmati hidangan yang mereka pesan dalam d

    Last Updated : 2024-09-07
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Berlatih Jurus Payung

    Ren Hui menatap payung yang berada dalam kondisi terbuka di atas meja. Jari jemarinya menyentuh bagian atas payung dengan hati-hati."Kain sutra berlapis bahan sejenis lilin," gumamnya pelan. "Tahan air dan api. Cukup awet," gumamnya lagi. Kini dia menyentuh bagian gagang payung itu. Teringat akan ucapan Pak Tua Lan Feng saat menyerahkan payung, yang merupakan benda yang dipesannya dulu, padanya."Aku membuat payung ini dengan bahan yang tidak biasa. Gagangnya terbuat dari logam yang tidak ada di Kekaisaran Shenguang dan memiliki teknik penguncian yang istimewa. Kau bisa menyimpan pedangmu di sini." Pak Tua Lan Feng menjelaskan dan menunjukkan bagaimana cara mengaktifkan teknik penguncian itu."Sungguh cerdas!" Ren Hui tersenyum kemudian dengan hati-hati menyentuh tombol kecil di gagang payung yang berukir bunga bi'an. Seketika bagian gagang dan ujungnya terpisah, meninggalkan sebuah rongga yang cukup untuk menyimpan sesu

    Last Updated : 2024-09-07
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Junjie Dan Song Mingyu Di Pasar Hantu 1

    Pasar HantuPasar Hantu di siang hari seperti kota mati. Suasana sepi tanpa banyak orang beraktivitas. Pondok, toko dan kedai semuanya tutup. Para pemilik atau penghuninya semua terlelap dalam mimpi. Sebuah ritme kehidupan yang tidak biasa bagi orang awam.Junjie dan Song Mingyu berjalan menelusuri jalanan yang sepi. Hanya ada satu dua toko yang buka. Dan beberapa cerobong asap pondok tampak mengeluarkan asap yang menandakan ada kehidupan atau aktivitas."Sepi," gumam Song Mingyu seraya memperhatikan sekelilingnya. Junjie hanya menganggukkan kepalanya. Meski sebenarnya tidak terlalu sering berkeliaran di tempat ini, tetapi dia cukup akrab dengan situasi Pasar Hantu baik siang ataupun malam hari.Pasar Hantu terletak di tempat yang terkurung bebatuan yang menjulang tinggi. Seperti terkurung dalam dinding benteng yang kokoh. Beberapa pohon-pohon tua seperti wisteria, plum dan willow yang berderet di sepanjang sungai yang mengitari tempat itu, semaki

    Last Updated : 2024-09-08
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Junjie Dan Song Mingyu Di Pasar Hantu 2

    Junjie menatap sekelilingnya. Bersama Song Mingyu, dia duduk menemani Pak Tua Lan Feng menikmati arak yang dibawakannya tadi. Pak Tua Lan Feng dikenal sangat pelupa. Dia baru ingat jika ada arak yang bagus dan lezat. Meski dia juga tidak akan sepenuhnya mengingat hal-hal yang telah berlalu."Tadi kau bertanya mengenai bocah tengik itu?" Pak Tua Lan Feng bertanya setelah meminum beberapa teguk arak. "Ah arak ini sungguh sangat lezat! Sama lezatnya dengan arak musim gugur semalam!" Dia berseru riang seraya memandangi guci arak di tangannya."Arak musim gugur?" Junjie bergumam, menoleh dan menatap Song Mingyu dari balik doupengnya. Song Mingyu pun rupanya juga tengah menatapnya. Pemuda itu menggelengkan kepalanya."Apakah semalam ada yang mengunjungimu?" Junjie bertanya dengan lembut dan santai, seakan-akan hanya sekadar bertanya sambil lalu saja."Bocah tengik itu mengunjungimu semalam. Dia membawakan arak musim gugur yang sangat lezat. Dia mengambi

    Last Updated : 2024-09-08
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dalam Masalah

    Pasar desa, perbatasan Kota Yueliang Ren Hui sibuk mengeluarkan sebuah guci dari ruang penyimpanan di lantai dasar rumah berodanya. Dia berencana untuk membawanya kepada salah satu pelanggannya. "Hei kau!" Tiba-tiba saja seseorang berseru di belakangnya. Ren Hui menoleh untuk memastikan siapa yang dipanggil orang itu. "Kau Ren Hui bukan? Pedagang arak dewa?" Seorang pria bertanya padanya. Ren Hui tertegun memperhatikan pria yang berdiri di hadapannya, juga tengah menatapnya, menanti jawaban. Ada beberapa pria lain di belakangnya. Menilik penampilannya, para pria ini mungkin berasal dari sebuah sekte, klan atau keluarga yang cukup terhormat di kota itu. Dia tidak ingin berurusan dengan mereka, tetapi juga tidak mau mendapatkan masalah karenanya. "Aku memang pedagang arak, Tuan. Tetapi, aku tidak menjual arak dewa. Hanya arak biasa." Ren Hui menyahut dengan ramah seraya tersenyum kikuk. Dia pun menunjuk guci ya

    Last Updated : 2024-09-08
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tuan Muda Song

    Rombongan pria itu serentak maju hendak menyerang pemuda yang melindungi Ren Hui. Mereka dengan beringas menyerbunya. Ren Hui segera menghindar dengan mundur beberapa langkah dan mendekap guci araknya erat-erat."Kalian berani berurusan dengan Keluarga Song?" Tiba-tiba pria berdoupeng putih yang masih duduk dan menikmati tehnya bertanya pada rombongan pria itu.Seketika pemimpin rombongan itu mengangkat tangan. Anak buahnya pun kembali mundur. Pria itu berjalan mendekati meja. Menatap pemuda di hadapannya dengan seksama."Apa maksudmu?" tanyanya pada pria yang berbicara tadi. Dia menatap mereka bertiga silih berganti.Dia merasa heran, karena sepengetahuannya pedagang arak itu hanyalah seorang pengelana dan hanya sesekali datang ke pasar desa di perbatasan kota Yueliang. Dia bukan jenis orang dengan latar belakang yang istimewa. Meski beredar desas-desus dia adalah Dewa Arak dan mampu membuat arak yang bukan hanya lezat dan berkualitas tinggi teta

    Last Updated : 2024-09-09
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Arak Seribu Tahun

    Junjie mengambil dua buah cangkir dan salah satunya diberikan pada pria dari Keluarga He itu. Junjie mengendus aroma arak dengan serius. "Harum," gumamnya seraya menunjukkan cangkirnya pada Song Mingyu.Pemuda itu kemudian mengambil cangkir yang sudah diisi arak, dari atas meja. Dia pun mengendus aromanya dan mencium aroma harum yang sangat khas. Aroma arak berkualitas tinggi dan telah disimpan sangat lama."Itu arak seribu tahun." Ren Hui menjelaskan dengan nada lesu. "Itu terbuat dari buah plum, anggur, ceri dan delima merah darah. Disuling dengan embun musim semi murni dan disimpan hampir sepuluh tahun lamanya," lanjutnya lagi menjelaskan arak yang dibawanya.Song Mingyu tersenyum kemudian tanpa ragu meneguk arak di cangkirnya hingga habis. Begitu juga dengan Junjie. Diikuti para pria dari Keluarga He."Memang arak yang bagus. Sesuai dengan namanya, arak seribu tahun. Aroma dan rasanya sangat kompleks dan istimewa seperti telah tersimpan ribuan

    Last Updated : 2024-09-09
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kembali Ke Rumah Beroda

    "Akhirnya kau datang," gumamnya pelan. Dia berjalan pelan mendekati wanita itu dan mengambil sebuah cangkir di atas meja yang dilewatinya.Dengan hati-hati diambilnya lagi guci arak miliknya di tangan wanita itu. Kemudian menuangkannya ke dalam cangkir."Minumlah!" Diserahkannya cangkir berisi arak pada wanita berhanfu biru itu. Wanita itu menerima cangkir darinya dan segera meminum arak dan menghabiskannya dalam sekali teguk."Arak yang bagus," puji wanita itu seperti tadi Junjie memuji.Ren Hui tersenyum puas. Dia berbalik kemudian membantu pria dari Keluarga He untuk berdiri. "Tuan, kau dengar apa yang dikatakan wanita itu bukan? Tidak ada arak dewa di dunia ini. Itu hanyalah mitos belaka." Ren Hui menjelaskan sekali lagi padanya. Dia bukanlah penyuling arak dewa seperti yang dirumorkan."Pulanglah! Jika tuan mudamu beruntung, mungkin guruku bersedia mengobatinya. Tidak ada gunanya lagi mempersulit pedagang arak miskin seperti dirinya.

    Last Updated : 2024-09-09

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kota Es

    Kota Es sebenarnya bukanlah sebuah kota. Dulu, tempat ini diyakini sebagai pemukiman manusia, terbukti dari sisa-sisa bangunan yang masih berdiri, terbuat dari balok-balok es yang kini tertutup salju. Namun, seiring berjalannya waktu, yang tersisa hanyalah hamparan putih membentang luas tanpa jejak kehidupan. Sunyi. Hanya desir angin dingin yang menggigit tulang, melintas tanpa henti.Di bawah langit keperakan yang tertutup awan tipis, Ren Hui dan Mo Shuang akhirnya tiba di tempat itu setelah menempuh perjalanan lebih dari lima hari. Angin gunung menggulung butiran salju halus ke udara, menambah dingin yang menusuk hingga ke tulang. Báiyuè Shān memang tempat yang terpencil, seakan berada di ujung dunia yang terlupakan. Tempat terakhir di gunung ini yang masih sering dikunjungi manusia hanyalah tepian sungai, tempat rumah beroda milik Ren Hui berada."Tidak ada yang berubah," gumam Ren Hui seraya menatap hamparan putih tak berujung di hadapannya. Nafasnya membentuk

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Menunggu

    Seperti yang dijanjikan Mo Shuang, keesokan harinya mereka berdua bersiap-siap untuk pergi ke Kota Es. Udara pagi begitu dingin, selapis embun membeku di atas dedaunan, sementara sinar matahari samar-samar menembus kabut tipis di sekitar pegunungan. Mo Shuang, yang tengah mengikat mantel bulunya, sesaat terdiam saat melihat Ren Hui beraktivitas seperti biasa.Semalam, pria itu bahkan kesulitan untuk berjalan lurus. Kini, seolah tidak terjadi apa-apa, langkahnya ringan dan gerak-geriknya begitu alami."Penglihatanku terkadang kabur begitu saja tanpa sebab," jelas Ren Hui santai ketika menangkap tatapan penuh selidik dari Mo Shuang.Mo Shuang hanya mengangguk. Dia tidak bertanya lebih jauh, meskipun hatinya masih dipenuhi berbagai pertanyaan. Namun, daripada menyinggung sesuatu yang mungkin membuat Ren Hui merasa tidak nyaman, dia memilih untuk menyimpannya sendiri.Menjelang siang, mereka berdua ditemani Baihua, rubah putih yang setia meninggalkan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Mencari Bunga Es Abadi

    Mo Shuang menatap Ren Hui dengan sorot mata yang sulit ditebak. Udara dingin merayapi pondok kecil mereka, tetapi kehangatan dari tungku di sudut ruangan sedikit menghalau hawa beku yang merayap di kulit. Dengan gerakan telaten, Mo Shuang mengambil sepotong bāozi, kemudian mengupas daun bambu yang membungkus zongzi isi daging, meletakkannya di atas piring tepat di hadapan pria itu.“Maaf, aku merepotkanmu,” ucap Ren Hui pelan, suaranya sarat dengan ketulusan dan sedikit rasa tidak enak hati.Mo Shuang melirik sekilas, lalu mendengus kecil. “Akan lebih merepotkan jika kau tidak mengatakan tujuanmu ke sini, bukan?” sahutnya santai, tetapi di telinga Ren Hui, nada suara wanita itu terdengar dingin, seakan menyembunyikan sesuatu di balik sikap acuhnya.Ren Hui terkekeh pelan, menghangatkan jemarinya di cangkir teh yang masih mengepul. Sepertinya, dia memang harus mengatakan dengan jujur alasan kedatangannya ke Báiyuè Shān setelah lima belas tahun berlalu.

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tamu

    Ren Hui berdiri di ambang pintu, tatapannya tak lepas dari sosok berjubah hitam yang melangkah perlahan menuju pondok. Langkahnya ringan, seolah tak menyentuh tanah, sementara mantel hitamnya berkibar samar di bawah cahaya remang senja. Salju tipis berjatuhan, menambah kesan misterius pada sosok yang kini berhenti di depan teras.Ren Hui mengedipkan matanya, menyadari bahwa pandangannya semakin memburam. Sosok itu semakin samar, hanya bayangan kabur di dalam pandangannya yang berkabut."Ren Jie!" Suara itu terdengar, mengusik keheningan.Ren Hui tertegun. Suara itu, sangat akrab meski terdengar dingin. Sosok itu membuka tudung mantel hitamnya. Ren Hui tersenyum cerah saat mengenali sosok yang berdiri di hadapannya."Lama tak bertemu, Ren Jie sang Dewa Pedang," sapanya dengan suara setenang air yang membeku. Bahkan tidak ada seulas senyum pun di bibirnya.Senyum cerah Ren Hui semakin merekah, matanya berbinar meskipun dunia di sekelilingny

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bayangan Hitam di Ujung Senja

    Baihua mendengking lebih keras, ekornya yang lebat melambai gelisah. Rubah putih itu duduk tegak di tengah jalan, tepat di depan Ren Hui, seolah menjadi penghalang agar tuannya tidak melangkah lebih jauh."Ada apa, Baihua?" Ren Hui berjongkok di sisinya, menepuk lembut kepala rubah itu. Bulu putihnya terasa dingin di telapak tangan. "Kalau tidak bergegas, kita akan kemalaman," lanjutnya, mendongak menatap langit. Sinar matahari kian memudar, membiaskan rona jingga samar di cakrawala yang mulai dilingkupi bayangan senja.Baihua kembali mendengking, suaranya menggema lirih di antara desir angin musim dingin. Matanya yang bening berkilau menatap Ren Hui, seolah mencoba menyampaikan sesuatu yang tak terucapkan. Ren Hui hanya tersenyum, mengusap kepala rubah itu dengan lebih lembut, lalu mengangkatnya ke dalam pelukan."Apa kau takut?" bisiknya, suaranya selembut bisikan angin. "Jangan khawatir, bukankah kita selalu bersama? Selamanya?"Rubah itu tidak

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Padang Bunga Yang Membeku

    Ren Hui menapaki jalan setapak berbatu dengan hati-hati. Angin dingin berembus perlahan, membawa aroma salju yang menggantung di udara. Di depan, Baihua berlari kecil mendahuluinya, meninggalkan jejak-jejak samar di atas salju tipis yang menutupi bebatuan. Rubah putih itu seharusnya tetap berada di tepi sungai bersama Yingying, tetapi ketika Ren Hui melangkah menyeberangi jembatan kayu tua, Baihua justru menyusulnya tanpa ragu."Baihua, setelah tiba di atas, kau harus kembali ke sungai. Temani Yingying!" seru Ren Hui.Baihua berhenti berlari, mendengking pelan seolah memprotes perintah itu. Ren Hui terkekeh. Sudah terbiasa dengan tingkah rubah putihnya yang keras kepala. Mereka kembali berjalan, melewati jalan setapak yang mulai menanjak. Batu-batu di bawah kaki mereka terasa licin, tersembunyi di balik lapisan es tipis yang nyaris tak terlihat. Ren Hui menghela napas, memusatkan perhatian pada setiap pijakannya."Baihua, tempat ini tidak banyak berubah,"

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Memulai Perjalanan Menuju Kota Es

    Mentari musim dingin baru saja menyembul dari balik awan-awan putih, menyinari lembut permukaan sungai yang mulai membeku. Kabut tipis masih melayang, menyelimuti tanah dengan hawa dingin yang menggigit.Di tepi sungai, Ren Hui duduk santai di atas batang kayu tua, meniup uap tipis dari cangkir teh jahe di tangannya. Aroma hangat jahe bercampur dengan wangi samar goji berry, lavender, madu dan chamomile, menenangkan pikirannya. Baihua, rubah putih berbulu lembut, meringkuk di dekat kakinya. Sesekali mengibaskan ekor, tampak menikmati kedamaian pagi itu.Tak jauh dari tempatnya duduk, sebuah keranjang bambu berisi bekal tertata rapi di atas rerumputan yang mulai tertutup embun beku. Hari ini, dia akan memulai perjalanannya menuju Kota Es, tempat yang hingga kini hanya dianggap legenda oleh penduduk setempat.Suara nyaring memecah ketenangan pagi, menggema di antara dahan pohon yang tertutup salju. "Ren Hui!" Dari teras rumah beroda, Yingying memanggilnya de

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tiba Di Kota Embun Beku

    Musim berlalu seakan berkejaran dengan waktu. Guguran daun kemerahan musim gugur telah lama tertiup angin, menyertai perjalanan rumah beroda yang bergerak perlahan menuju Báiyuè Shān. Kini, saat salju tipis turun menutupi tanah, musim dingin hampir merampungkan masanya. Rumah beroda milik Ren Hui tetap berjalan tertatih-tatih, menembus rintik salju hingga mencapai kaki pegunungan.Di tengah perjalanan panjang ini, berbagai kabar besar telah berlalu begitu saja—termasuk eksekusi Liuxing dan bahkan mangkatnya Ibu Suri. Namun, roda nasib terus berputar, membawa mereka semakin jauh dari masa lalu.Di Kota Yanyang, kota terakhir sebelum pendakian ke Báiyuè Shān, rumah beroda melaju pelan. Langit kelabu menaungi kota yang namanya memiliki makna "embun beku," membingkai perhentian terakhir sebelum mereka menapaki jalur menuju Kota Es, tempat yang konon hanya ada dalam legenda.Di depan rumah beroda, seorang pria bermantel putih duduk mengemudikan kendaraan sederh

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Berbagai Kabar Berita

    Beberapa bulan berlalu, dan keadaan di Kekaisaran Shenguang perlahan kembali stabil. Permaisuri Wu masih duduk di tahtanya, tetapi kekuatan keluarganya telah menyusut drastis. Salah satu pukulan terbesar adalah eksekusi Wu Zhengting, penguasa Kota Chunyu sekaligus adik kandung Permaisuri Wu. Dengan kejatuhan ini, pengaruh keluarga Wu dalam pemerintahan kian meredup, seolah-olah musim semi baru tengah bersemi di dalam istana.Di sisi lain, Nona Muda Pertama Chao, Chao Ping, kembali ke ibu kota dalam keadaan selamat. Namun, ia tidak berusaha memperbaiki perjanjian pertunangannya dengan Chu Wang. Ia hanya datang mengunjungi Perdana Menteri Kiri sebagai seorang sahabat lama."Perjalanan ke Hóngshā telah membuka mata dan hatiku. Hidup tidak hanya berputar pada cinta dan pasangan hidup. Aku telah melihat banyak hal, dan semua itu mengubah cara pandangku," katanya pelan. Ada keteguhan dalam suaranya, seolah ia telah menemukan arah hidup yang lebih luas dari sekadar status

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status