Home / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Junjie Dan Song Mingyu Di Pasar Hantu 1

Share

Junjie Dan Song Mingyu Di Pasar Hantu 1

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-09-08 07:00:55

Pasar Hantu

Pasar Hantu di siang hari seperti kota mati. Suasana sepi tanpa banyak orang beraktivitas. Pondok, toko dan kedai semuanya tutup. Para pemilik atau penghuninya semua terlelap dalam mimpi. Sebuah ritme kehidupan yang tidak biasa bagi orang awam.

Junjie dan Song Mingyu berjalan menelusuri jalanan yang sepi. Hanya ada satu dua toko yang buka. Dan beberapa cerobong asap pondok tampak mengeluarkan asap yang menandakan ada kehidupan atau aktivitas.

"Sepi," gumam Song Mingyu seraya memperhatikan sekelilingnya. Junjie hanya menganggukkan kepalanya. Meski sebenarnya tidak terlalu sering berkeliaran di tempat ini, tetapi dia cukup akrab dengan situasi Pasar Hantu baik siang ataupun malam hari.

Pasar Hantu terletak di tempat yang terkurung bebatuan yang menjulang tinggi. Seperti terkurung dalam dinding benteng yang kokoh. Beberapa pohon-pohon tua seperti wisteria, plum dan willow yang berderet di sepanjang sungai yang mengitari tempat itu, semaki
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Junjie Dan Song Mingyu Di Pasar Hantu 2

    Junjie menatap sekelilingnya. Bersama Song Mingyu, dia duduk menemani Pak Tua Lan Feng menikmati arak yang dibawakannya tadi. Pak Tua Lan Feng dikenal sangat pelupa. Dia baru ingat jika ada arak yang bagus dan lezat. Meski dia juga tidak akan sepenuhnya mengingat hal-hal yang telah berlalu."Tadi kau bertanya mengenai bocah tengik itu?" Pak Tua Lan Feng bertanya setelah meminum beberapa teguk arak. "Ah arak ini sungguh sangat lezat! Sama lezatnya dengan arak musim gugur semalam!" Dia berseru riang seraya memandangi guci arak di tangannya."Arak musim gugur?" Junjie bergumam, menoleh dan menatap Song Mingyu dari balik doupengnya. Song Mingyu pun rupanya juga tengah menatapnya. Pemuda itu menggelengkan kepalanya."Apakah semalam ada yang mengunjungimu?" Junjie bertanya dengan lembut dan santai, seakan-akan hanya sekadar bertanya sambil lalu saja."Bocah tengik itu mengunjungimu semalam. Dia membawakan arak musim gugur yang sangat lezat. Dia mengambi

    Last Updated : 2024-09-08
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dalam Masalah

    Pasar desa, perbatasan Kota Yueliang Ren Hui sibuk mengeluarkan sebuah guci dari ruang penyimpanan di lantai dasar rumah berodanya. Dia berencana untuk membawanya kepada salah satu pelanggannya. "Hei kau!" Tiba-tiba saja seseorang berseru di belakangnya. Ren Hui menoleh untuk memastikan siapa yang dipanggil orang itu. "Kau Ren Hui bukan? Pedagang arak dewa?" Seorang pria bertanya padanya. Ren Hui tertegun memperhatikan pria yang berdiri di hadapannya, juga tengah menatapnya, menanti jawaban. Ada beberapa pria lain di belakangnya. Menilik penampilannya, para pria ini mungkin berasal dari sebuah sekte, klan atau keluarga yang cukup terhormat di kota itu. Dia tidak ingin berurusan dengan mereka, tetapi juga tidak mau mendapatkan masalah karenanya. "Aku memang pedagang arak, Tuan. Tetapi, aku tidak menjual arak dewa. Hanya arak biasa." Ren Hui menyahut dengan ramah seraya tersenyum kikuk. Dia pun menunjuk guci ya

    Last Updated : 2024-09-08
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tuan Muda Song

    Rombongan pria itu serentak maju hendak menyerang pemuda yang melindungi Ren Hui. Mereka dengan beringas menyerbunya. Ren Hui segera menghindar dengan mundur beberapa langkah dan mendekap guci araknya erat-erat."Kalian berani berurusan dengan Keluarga Song?" Tiba-tiba pria berdoupeng putih yang masih duduk dan menikmati tehnya bertanya pada rombongan pria itu.Seketika pemimpin rombongan itu mengangkat tangan. Anak buahnya pun kembali mundur. Pria itu berjalan mendekati meja. Menatap pemuda di hadapannya dengan seksama."Apa maksudmu?" tanyanya pada pria yang berbicara tadi. Dia menatap mereka bertiga silih berganti.Dia merasa heran, karena sepengetahuannya pedagang arak itu hanyalah seorang pengelana dan hanya sesekali datang ke pasar desa di perbatasan kota Yueliang. Dia bukan jenis orang dengan latar belakang yang istimewa. Meski beredar desas-desus dia adalah Dewa Arak dan mampu membuat arak yang bukan hanya lezat dan berkualitas tinggi teta

    Last Updated : 2024-09-09
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Arak Seribu Tahun

    Junjie mengambil dua buah cangkir dan salah satunya diberikan pada pria dari Keluarga He itu. Junjie mengendus aroma arak dengan serius. "Harum," gumamnya seraya menunjukkan cangkirnya pada Song Mingyu.Pemuda itu kemudian mengambil cangkir yang sudah diisi arak, dari atas meja. Dia pun mengendus aromanya dan mencium aroma harum yang sangat khas. Aroma arak berkualitas tinggi dan telah disimpan sangat lama."Itu arak seribu tahun." Ren Hui menjelaskan dengan nada lesu. "Itu terbuat dari buah plum, anggur, ceri dan delima merah darah. Disuling dengan embun musim semi murni dan disimpan hampir sepuluh tahun lamanya," lanjutnya lagi menjelaskan arak yang dibawanya.Song Mingyu tersenyum kemudian tanpa ragu meneguk arak di cangkirnya hingga habis. Begitu juga dengan Junjie. Diikuti para pria dari Keluarga He."Memang arak yang bagus. Sesuai dengan namanya, arak seribu tahun. Aroma dan rasanya sangat kompleks dan istimewa seperti telah tersimpan ribuan

    Last Updated : 2024-09-09
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kembali Ke Rumah Beroda

    "Akhirnya kau datang," gumamnya pelan. Dia berjalan pelan mendekati wanita itu dan mengambil sebuah cangkir di atas meja yang dilewatinya.Dengan hati-hati diambilnya lagi guci arak miliknya di tangan wanita itu. Kemudian menuangkannya ke dalam cangkir."Minumlah!" Diserahkannya cangkir berisi arak pada wanita berhanfu biru itu. Wanita itu menerima cangkir darinya dan segera meminum arak dan menghabiskannya dalam sekali teguk."Arak yang bagus," puji wanita itu seperti tadi Junjie memuji.Ren Hui tersenyum puas. Dia berbalik kemudian membantu pria dari Keluarga He untuk berdiri. "Tuan, kau dengar apa yang dikatakan wanita itu bukan? Tidak ada arak dewa di dunia ini. Itu hanyalah mitos belaka." Ren Hui menjelaskan sekali lagi padanya. Dia bukanlah penyuling arak dewa seperti yang dirumorkan."Pulanglah! Jika tuan mudamu beruntung, mungkin guruku bersedia mengobatinya. Tidak ada gunanya lagi mempersulit pedagang arak miskin seperti dirinya.

    Last Updated : 2024-09-09
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Menikmati Malam Di Atap Rumah Beroda

    Suasana malam di perbatasan Kota Yueliang menjelang musim gugur menjadi lebih dingin dan suram. Angin bertiup lebih kencang membawa aroma musim panas pergi. Datang kembali membawa aroma dedaunan yang mulai berguguran."Beberapa hari lagi memasuki musim gugur," gumam Song Mingyu sembari mendongakkan kepala menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang berkilauan.Dia duduk di lantai bersama Junjie dengan sebuah meja di antara mereka. Guci arak dan cangkir-cangkir serta aneka kudapan terhidang atas meja. Memeriahkan malam mereka di akhir musim panas di Kota Yueliang."Karena itu besok kita harus segera berangkat. Agar mencapai kota Chunyu sebelum musim dingin." Ren Hui meliriknya sekilas. Hanya dia yang duduk di pagar kayu teras.Mereka bertiga tengah duduk di teras di atap rumah beroda. Tidak seperti biasanya, Ren Hui memarkirkan rumah berodanya di dekat pasar desa. Meski sekarang sudah sepi, tetap saja tidak senyaman biasanya. Karena itu mereka be

    Last Updated : 2024-09-10
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Arak Dewa

    Junjie dan Song Mingyu saling berpandangan. Keduanya kemudian menatap Ren Hui lekat-lekat. Mungkin saja pedagang arak itu hanya bercanda. Karena, Ren Hui tidak pernah memberikan segala sesuatu dengan percuma."Kenapa?" Ren Hui bertanya. Dia tertawa kecil melihat mereka berdua. "Aku tidak meminta bayaran, anggap saja sebagai perayaan karena kita kembali bersama." Ucapannya begitu santai.Namun, tidak serta merta membuat Junjie dan Song Mingyu mempercayai ucapannya. Ren Hui telah berkali-kali memperdaya mereka dengan gaya tak berdayanya. Rasanya sulit untuk mempercayai dia bisa berbaik hati memberikan arak mahal dan langka secara cuma-cuma."Sebentar." Ren Hui mengibaskan lengan jubahnya, kemudian pergi ke gudang penyimpanan arak yang juga berada di atap rumah beroda itu.Dia kembali lagi dengan sebuah guci berukuran sedang. Ren Hui duduk di depan mereka berdua, meletakkan guci yang diambilnya dari dalam gudang. Dengan hati-hati dibukanya guci itu d

    Last Updated : 2024-09-10
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tidak Ada Yang Gratis Di Dunia Ini

    Song Mingyu terbangun karena merasa tempat tidurnya berguncang pelan. Dia duduk di tepi tempat tidur dan memijit keningnya. Kepalanya terasa berat dan pusing."Aku benar-benar mabuk hingga rasanya bumi bergoyang dan melihat wanita cantik di rumah beroda pedagang arak pelit, Ren Hui," gumamnya meracau seorang diri.Dari tempatnya duduk, dia dapat melihat seorang wanita berhanfu putih tengah duduk di tempat biasanya mereka duduk dan makan bersama. Sepertinya wanita itu tengah menikmati teh dan kudapan.Song Mingyu memicingkan mata, memperhatikan wanita yang sama sekali tidak mengindahkannya. Wanita itu duduk dengan anggun. Rambut hitamnya yang panjang tergerai di punggung, tertiup angin."Dia nyata?" Sekali lagi Song Mingyu bergumam. Kemudian dia mengusap matanya dengan punggung jari telunjuknya. Setelah beberapa saat, dia menyadari jika wanita itu sangat nyata. Seketika dia melompat turun dari tempat tidurnya. Sebagai akibatnya dia terjatuh tunggan

    Last Updated : 2024-09-10

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Selama Dunia Masih Mengijinkan

    Alunan seruling mengalun lembut, menari di antara hembusan angin yang membawa semerbak bunga plum. Melodi itu mengalir hingga kejauhan, menciptakan harmoni yang menyatu dengan ketenangan Danau Jinghu. Airnya sebening cermin, memantulkan rona langit senja yang mulai berpendar keemasan.Seorang pria berhanfu biru berdiri di bawah pohon plum yang tengah berbunga. Tangannya erat menggenggam tali kekang seekor keledai berbulu hitam yang setia menemaninya selama perjalanan panjang.“Lobak, apa kau juga ingin bertemu Baihua?” tanyanya, sembari menepuk kepala hewan itu dengan lembut.Lobak hanya mendengus, entah kesal atau justru gembira. Bertahun-tahun ia hidup dalam kemewahan di Paviliun Embun Pagi, kediaman Pangeran Yongle di ibu kota Baiyun. Meski kemudian, ketika sang pangeran menjalani pengobatan di Lembah Obat yang sunyi, ia tetap dimanjakan dengan limpahan lobak merah, makanan favoritnya.Namun di sini, di tepi Danau Jinghu? Ia tak yakin kehidupannya akan senyaman sebelumnya. Menginga

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kabar-kabar Gembira Di Kekaisaran Shenguang

    Musim semi datang membawa kabar-kabar besar ke seluruh negeri. Di Ibukota Baiyun, suasana penuh sukacita menyelimuti istana. Kaisar Tianjian dengan resmi mengangkat Tuan Muda Song, Song Mingyu, sebagai seorang pangeran. Ia diperkenalkan di hadapan pejabat tinggi sebagai putra mendiang Zhu Zijing dan cucu dari Pangeran Tian Xing Wei. Angin semilir membawa harum bunga persik yang bermekaran, seakan turut menyebarkan kabar baik ini ke seluruh penjuru kekaisaran Shengguan. Di sisi lain, berita tentang Pangeran Yongle pun tersebar luas. Setelah sekian lama bergelut dengan penyakit dinginnya, akhirnya ia menyatakan kesediaannya untuk menjalani pengobatan di Lembah Obat. Tabib Ilahi Yue Yingying dan gurunya, Dewa Obat, telah kembali membawa Bunga Es Abadi, tanaman langka yang dipercaya mampu mengusir penyakit dingin serta menetralisir racun Bunga Salju. Harapan kembali menyala bagi sang pangeran yang selama ini dihantui oleh penderitaan. Dari Pondok Bambu Hija

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kembalinya Sang Dewa Pedang

    Ren Hui berjongkok di depan tanaman yang kini bunganya mekar sempurna. Kelopak bunga es abadi berwarna biru pucat, dengan semburat biru tua di pangkalnya, berkilauan di bawah cahaya bulan purnama. Seperti kristal beku yang baru saja tersapu embun dingin. Kelopaknya tampak rapuh tetapi memancarkan keindahan yang abadi."Sangat indah," gumamnya lirih. Jemarinya terulur, menyentuh kelopak bunga dengan hati-hati, seakan takut merusak keindahan yang begitu halus. Dengan penuh kehati-hatian, ia memetik bunga itu, lalu menyimpannya di dalam kotak kayu kecil yang telah ia siapkan di lengan jubahnya.Angin malam bertiup perlahan, membawa serta rinai salju tipis yang turun dari langit kelabu. Sepertinya ini akan menjadi hujan salju terakhir di musim ini. Ren Hui mendongak, menatap bulan purnama yang kini bersembunyi di balik awan tebal, meninggalkan kesunyian yang menggantung di udara."Bisakah bunga ini tumbuh di Lembah Obat?" gumamnya sambil menatap tanaman yang masih segar meski dikelilingi

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Nada Seruling Di Malam Bulan Purnama

    Waktu berlalu meski terasa lamban bagi Ren Hui. Salju masih menghampar di Puncak Báiyuè Shān, membentuk lapisan putih tebal yang menutupi bebatuan dan dahan pohon yang meranggas. Namun, angin gunung tak lagi menggigit sedingin biasanya. Ada hembusan yang lebih lembut, membawa sedikit kehangatan yang samar. Musim semi sepertinya akan segera menjelang."Menunggu memang menjemukan, tetapi harus aku lakukan," gumam Ren Hui pelan. Tatapannya jatuh pada tanaman yang telah tumbuh lebih tinggi dari sebelumnya.Batang tanaman itu berwarna biru tua transparan, kini tampak lebih kokoh dibanding beberapa bulan lalu. Daun-daunnya yang semula kecil dan rapuh telah melebar, urat-urat biru tua merambat di permukaannya seperti anyaman halus. Namun, bunganya masih menguncup, enggan untuk mekar. Hanya ada satu calon bunga, seolah menunggu momen yang tepat untuk menampakkan keindahannya. Ren Hui telah menantinya cukup lama."Malam nanti, puncak bulan purnama." Ren Hui menghel

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Menunggu

    Paviliun Embun Pagi, Ibukota BaiyunPagi masih muda di Paviliun Embun Pagi. Namun, keheningannya terasa lebih pekat dari biasanya. Salju turun perlahan, menutupi halaman dengan selimut putih yang semakin menebal. Seolah menambah kesan dingin dan muram pada kediaman pribadi Pangeran Yongle.Di tepi jendela yang menghadap taman bersalju, Junjie duduk termenung. Pandangannya kosong, mengikuti butiran salju yang melayang perlahan dari langit kelabu. Jubah birunya yang tebal sedikit tergeser, memperlihatkan ujung jari yang pucat di atas meja kayu dingin."Yang Mulia," suara Kasim Zheng memecah keheningan.Junjie menoleh dengan malas, tatapannya bertemu dengan pria paruh baya yang selalu setia di sisinya. Satu alisnya terangkat, sedikit heran karena Kasim Zheng biasanya tidak datang sepagi ini tanpa alasan yang mendesak."Ada apa?" tanyanya, suaranya berat dengan kantuk yang belum sepenuhnya sirna. Nada malas yang khas itu membuat Kasim Zheng h

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ketulusan

    Musim dingin berlalu hari demi hari, membawa kabut putih yang melingkupi jurang dalam seperti tirai sutra beku. Hari-hari terasa panjang dan sepi, seakan waktu membeku bersama salju yang perlahan menumpuk di bebatuan dan semak belukar. Ren Hui menunggu, menanti saat Bunga Es Abadi mekar, satu-satunya harapan yang ia genggam di tengah kesunyian jurang.Bersama Baihua, rubah putih yang setia menemaninya, dan Guāng Yǔ, elang emas yang membawanya ke tempat ini, Ren Hui menghabiskan hari-harinya dengan berburu, merawat bunga itu, dan bergelut dengan pikirannya sendiri.Tiba-tiba, deru angin membawa suara kepakan sayap yang kuat. Guāng Yǔ kembali dari perburuannya, cakarnya mencengkeram sesuatu yang berbulu tebal."Guāng Yǔ! Apa yang kau bawa?" Ren Hui menegakkan tubuhnya, suaranya menggema di antara dinding jurang yang terjal.Burung itu melayang turun dengan anggun, lalu melepaskan buruannya—seekor kelinci gemuk yang jatuh terguling di atas salju. Bai

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Sarang Burung Elang Emas Dan Bunga Es Abadi

    Ren Hui tergantung dalam posisi yang tidak nyaman di antara dinding jurang yang dingin. Jari-jarinya mencengkeram erat akar yang menjulur dari sela-sela batu. Di atasnya, Baihua, rubah putih setia itu, berdiri di tepi jurang, ekornya melambai gelisah. Ren Hui mendongak, menatap Baihua sebentar, lalu melirik ke bawah. Burung elang emas yang tadi melayang di antara hamparan salju kini telah lenyap di kejauhan."Aku harus naik atau turun?" gumamnya dalam hati. Kedua pilihan itu sama sulitnya. Jika naik, belum tentu akar ini cukup kuat menopangnya sampai ke atas. Jika turun, dia tak tahu seberapa dalam jurang ini berujung. Namun, rasa penasarannya lebih besar. Apa yang tersembunyi di bawah sana?Tengah bergulat dengan pikirannya sendiri, Ren Hui tak menyadari bahwa akar yang menjadi satu-satunya tumpuan sudah tak lagi sanggup menahan bebannya. Retakan halus terdengar, diikuti oleh getaran kecil yang menjalar ke tangannya. Seketika akar itu tercerabut dari tempatnya!Tubuhnya melayang jatu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Elang Emas Di Puncak Báiyuè Shān

    Ren Hui terbangun keesokan paginya. Dia tidak tahu pasti apa yang membangunkannya, tetapi ada perasaan aneh yang mengusik tidurnya. Seolah-olah tempat sunyi ini tidak lagi hanya dihuni olehnya dan Baihua. Bahkan rubah putih itu segera berlari keluar dari gua, bulunya yang halus bergetar tipis seakan merasakan sesuatu yang tidak kasatmata."Ada apa, Baihua?" Ren Hui bertanya seraya mengikuti langkah lincah rubah itu.Begitu keluar dari gua, dia tertegun. Matanya menyapu sekeliling, namun tidak menemukan siapa pun. Hanya desau angin yang berembus di antara pepohonan dan suara burung-burung salju yang beterbangan rendah, berkumpul di depan pintu gua seakan hendak melarikan diri dari sesuatu. Sayap-sayap mungil mereka bergetar dalam kepanikan, berhamburan ke langit dengan kepanikan yang mencurigakan."Burung?" Ren Hui bergumam pelan. Keterkejutannya belum hilang sepenuhnya ketika beberapa ekor kelinci tiba-tiba berlarian melintasi salju, mata mereka membelalak

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kilauan Bintang Di Puncak Báiyuè Shān

    Ren Hui melangkah hati-hati di atas lapisan es tipis. Dingin menyusup hingga ke tulang, sementara embusan angin pegunungan menggetarkan ujung mantelnya. Untuk sesaat, ia mengira es itu akan retak di bawah telapak kakinya. Namun, tidak terjadi apa-apa—lapisan es tetap kokoh, seakan mengizinkannya melanjutkan perjalanan.“Aku kira di sinilah tempat tinggal Penguasa Kota Es. Ternyata bukan.” Gumamnya lirih, matanya mengitari hamparan putih yang luas.Puncak Báiyuè Shān begitu sunyi, hanya dikelilingi lautan salju yang tak berujung. Beberapa bongkahan batu menjulang di kejauhan, lapisan es membungkusnya seperti kaca kristal yang memantulkan cahaya bintang. Suasana malam semakin membeku, tetapi di balik kesenyapannya, keindahan tak terbantahkan. Langit bertabur bintang berkilauan, seperti ribuan kristal yang bertabur di permadani hitam.Ren Hui mendongak, matanya menatap langit luas dengan tatapan sendu. Tiba-tiba, pikirannya melayang pada gelang mutiara malam

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status