Suasana malam di perbatasan Kota Yueliang menjelang musim gugur menjadi lebih dingin dan suram. Angin bertiup lebih kencang membawa aroma musim panas pergi. Datang kembali membawa aroma dedaunan yang mulai berguguran.
"Beberapa hari lagi memasuki musim gugur," gumam Song Mingyu sembari mendongakkan kepala menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang berkilauan.Dia duduk di lantai bersama Junjie dengan sebuah meja di antara mereka. Guci arak dan cangkir-cangkir serta aneka kudapan terhidang atas meja. Memeriahkan malam mereka di akhir musim panas di Kota Yueliang."Karena itu besok kita harus segera berangkat. Agar mencapai kota Chunyu sebelum musim dingin." Ren Hui meliriknya sekilas. Hanya dia yang duduk di pagar kayu teras.Mereka bertiga tengah duduk di teras di atap rumah beroda. Tidak seperti biasanya, Ren Hui memarkirkan rumah berodanya di dekat pasar desa. Meski sekarang sudah sepi, tetap saja tidak senyaman biasanya. Karena itu mereka beJunjie dan Song Mingyu saling berpandangan. Keduanya kemudian menatap Ren Hui lekat-lekat. Mungkin saja pedagang arak itu hanya bercanda. Karena, Ren Hui tidak pernah memberikan segala sesuatu dengan percuma."Kenapa?" Ren Hui bertanya. Dia tertawa kecil melihat mereka berdua. "Aku tidak meminta bayaran, anggap saja sebagai perayaan karena kita kembali bersama." Ucapannya begitu santai.Namun, tidak serta merta membuat Junjie dan Song Mingyu mempercayai ucapannya. Ren Hui telah berkali-kali memperdaya mereka dengan gaya tak berdayanya. Rasanya sulit untuk mempercayai dia bisa berbaik hati memberikan arak mahal dan langka secara cuma-cuma."Sebentar." Ren Hui mengibaskan lengan jubahnya, kemudian pergi ke gudang penyimpanan arak yang juga berada di atap rumah beroda itu.Dia kembali lagi dengan sebuah guci berukuran sedang. Ren Hui duduk di depan mereka berdua, meletakkan guci yang diambilnya dari dalam gudang. Dengan hati-hati dibukanya guci itu d
Song Mingyu terbangun karena merasa tempat tidurnya berguncang pelan. Dia duduk di tepi tempat tidur dan memijit keningnya. Kepalanya terasa berat dan pusing."Aku benar-benar mabuk hingga rasanya bumi bergoyang dan melihat wanita cantik di rumah beroda pedagang arak pelit, Ren Hui," gumamnya meracau seorang diri.Dari tempatnya duduk, dia dapat melihat seorang wanita berhanfu putih tengah duduk di tempat biasanya mereka duduk dan makan bersama. Sepertinya wanita itu tengah menikmati teh dan kudapan.Song Mingyu memicingkan mata, memperhatikan wanita yang sama sekali tidak mengindahkannya. Wanita itu duduk dengan anggun. Rambut hitamnya yang panjang tergerai di punggung, tertiup angin."Dia nyata?" Sekali lagi Song Mingyu bergumam. Kemudian dia mengusap matanya dengan punggung jari telunjuknya. Setelah beberapa saat, dia menyadari jika wanita itu sangat nyata. Seketika dia melompat turun dari tempat tidurnya. Sebagai akibatnya dia terjatuh tunggan
Perjalanan menuju kota Chunyu memerlukan waktu yang cukup lama. Dari kota Yueliang mereka harus melewati beberapa kota, desa-desa kecil, hutan dan padang rumput. Perjalanan yang menyenangkan sekaligus penuh tantangan. Apalagi mereka juga kerap berhenti untuk beristirahat dan juga mencari bahan-bahan obat di beberapa tempat yang mereka lalui. Beberapa kali mereka menghadapi bahaya dan masalah sebelum tiba di kota yang dikenal dengan cuacanya yang sejuk itu. Meski akhirnya semua dapat diatasi dengan cukup mudah. Selama perjalanan Yue Yingying yang kali ini turut serta, merawat Junjie dengan telaten. Hingga kondisi pria itu semakin membaik. Meski masih ada sisa racun bunga salju di tubuhnya. Racun bunga salju berefek dingin dan membuat penderita rentan terhadap hawa dingin dan perubahan cuaca. Kondisi tubuh juga akan semakin menurun dan akhirnya dapat membawa kematian. "Tubuhmu cukup kuat menahan racun ini selama sepuluh tahun lebih. Entah
Song Mingyu baru menyadari kondisi Junjie sesaat setelah mereka meninggalkan perbatasan Kota Yueliang. Dia merasa aneh dengan kehadiran Yue Yingying dan juga kondisi Junjie yang tidak biasanya. Namun, Ren Hui mengatakan padanya, jika pria itu hanya kurang sehat saja."Aku baru tahu, kau bisa sakit juga." Song Mingyu berkelakar saat menemani pria itu duduk-duduk di teras rumah beroda.Yue Yingying tengah sibuk merebus obat di dapur. Dia jarang berbicara dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mencari bahan obat serta meramunya. Sedangkan Ren Hui seperti biasanya mencari bahan-bahan untuk arak dan obat bersama Baihua."Kau kira, aku ini dewa?" Junjie menyahut dengan kesal. Akhir-akhir ini dia mudah terbawa emosi dan kerap berselisih paham dengan Song Mingyu. Semua itu disebabkan kondisinya yang tidak seperti dulu lagi.Meski kondisinya sudah lebih baik, tetapi Yue Yinying memperingatkannya untuk tidak terlalu sering menggunakan tenaga dalamnya
Ren Hui menuangkan teh ke dalam cangkir. Ekspresi wajahnya masih datar tanpa emosi, seperti biasanya. Di kedua sisi meja, duduk kedua pria yang menundukkan kepalanya. Keduanya saling mencuri pandang seperti dua bocah yang tengah dihukum oleh guru mereka."Aku ini miskin, kalian pun sama denganku. Tidak punya banyak uang. Jika rumah berodaku ini rusak, di mana kita akan tinggal? Bagaimana arak-arakku? Bagaimana Baihua?" Ren Hui berbicara dengan tegas.Song Mingyu dan Junjie kembali saling mencuri pandang. Mereka tahu benar, Ren Hui pasti akan marah karena mereka telah mengacaukan rumah berodanya. Pedagang arak itu telah berkali-kali mengeluhkan kondisi rumah anehnya yang sudah harus direnovasi. Sayangnya dia tidak memiliki uang berlebih."Kalau begitu, ikutlah denganku!" Junjie mendongakkan kepalanya. Menegakkan punggungnya dan bersedekap dengan santai. Menatap Ren Hui dengan sepasang matanya yang berkilau bak bunga persik."Ikut denganmu? Kau saja
Yue Yingying hanya melirik sekilas, sama sekali tidak tertarik pada lukisan itu. Dia lebih tertarik pada kondisi Song Mingyu dan Junjie."Reaksi kalian sekilas sama, gatal. Tetapi, sepertinya hanya kau yang berhalusinasi," gumamnya seraya melepaskan totokannya pada Song Mingyu."Ulat! Ulat!" Seketika pemuda itu berteriak histeris seraya mengibaskan lengannya. Ren Jie yang tengah menggantungkan lukisan yang basah tersiram teh sangat terkejut mendengar teriakannya.Dia pergi mengambil sesuatu dari lemari obat. Kemudian menangkap lengan Song Mingyu. "Diamlah!" ucapnya pada pemuda itu. Sikap tegas dan tanpa komprominya membuat Song Mingyu tidak berani membantahnya. Apalagi tatapan matanya yang tajam, seperti bukan tatapan Ren Hui yang teduh dan lembut seperti yang selama ini dikenalnya.Setelah memastikan Song Mingyu tenang, dengan hati-hati Ren Hui mengoleskan salep pada lengannya dengan lembut dan hati-hati. Sementara Yue Yingying memeriks
Sejenak Junjie terdiam mendengar jawaban Song Mingyu. Dia pun duduk kembali dan menatap Song Mingyu lekat-lekat. Masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya setiap pemuda itu berbicara mengenai lukisan Ren Jie, sang Dewa Pedang.Song Mingyu tahu terlalu banyak hal-hal yang jarang diketahui orang lain tentang kehidupan Ren Jie. Bahkan dirinya yang dianggap salah satu orang terdekat Ren Jie pun tidak tahu sebanyak itu. Meski ada beberapa hal yang menjadi rahasia mereka berdua.Junjie mengerutkan kening dan bertanya lagi padanya,"Untuk apa kau bersikeras memberikan lukisan itu pada seseorang?"Song Mingyu menatap jauh, menerawang seakan-akan tengah menatap sesuatu yang tak terjangkau. "Aku ingin berguru pada Ren Jie, sang Dewa Pedang. Sayangnya, Ren Jie sudah mati sepuluh tahun yang lalu, meski aku tidak mempercayainya. Karena itu, aku ingin mengumpulkan tiga puluh lukisan sang Dewa Pedang. Seseorang memberitahuku bahwa dalam lukisan-lukisan itu terdapat rah
Rumah beroda Ren Hui berjalan pelan-pelan. Karena Junjie sedang sakit, kali Song Mingyu mengusiri kereta sendirian. Dia bersiul-siul riang sembari menikmati pemandangan yang sangat indah di sepanjang perjalanan menuju kota Chunyu. Menurut Ren Hui hanya tinggal melewati desa Yuhua saja, maka mereka akan tiba di tujuan."Musim gugur kali ini benar-benar sangat indah," gumamnya pelan. Angin bertiup semilir membawa terbang dedaunan kering yang memerah. Sepanjang mata memandang semburat kemerahan hingga coklat menjadi warna yang mendominasi pemandangan di sekitarnya.Bunga-bunga Krisan liar bermekaran. Mengundang kupu-kupu dan kumbang. Dan memberi rona warna yang kontras di antara semburat kemerahan dan suasana yang terasa lebih muram."Sebentar lagi kita di desa Yuhua. Kita berhenti di tepi sungai pinggiran desa saja." Ren Hui melongokkan kepalanya dari pintu teras yang setengah terbuka.Song Mingyu menganggukkan kepalanya mengerti. Setelah cukup lama