Home / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Mengantar Arak Ke Desa Sebelah

Share

Mengantar Arak Ke Desa Sebelah

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-08-24 11:00:41
Menjelang siang, Song Mingyu dan Ren Hui mendorong gerobak arak ke desa sebelah. Kali ini mereka tidak melewati jalan yang biasa mereka lewati.

"Ren Hui, kenapa kau harus mengirimkan arak ke rumah kepala desa sebelah?" Song Mingyu bertanya karena merasa heran. Seingatnya, setelah perkelahian dengan orang-orang di pasar kemarin, tidak ada yang datang untuk memesan arak.

"Dia sudah berlangganan arak padaku sejak lama. Setiap satu bulan sekali, aku akan mengirimkan arak meski tidak dimintanya." Ren Hui tersenyum tipis, menjelaskan keheranan pemuda itu.

"Oh begitu!" Song Mingyu mengangguk mengerti. "Jauhkah rumahnya?" Song Mingyu kembali bertanya saat mereka sudah melewati jalan setapak yang menghubungkan padang rumput dengan pemukiman penduduk.

"Di sana!" Ren Hui menunjuk pada sekumpulan rumah penduduk yang tak jauh dari jalan yang kini mereka lalui.

"Sepertinya lebih ramai dari desa yang biasa kita lalui." Song Mingyu memicingkan mata, menatap sekumpulan rumah yang memang terli
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Gadis Kecil Yang Sakit

    "Anak muda, bawa kemari gucinya!" Tabib tua itu memanggil Song Mingyu setelah puas mengomeli Ren Hui. Song Mingyu pun mendekati mereka dan memberikan guci-guci arak pada tabib itu. "Apakah semakin sulit untuk mencari bahan-bahannya?" Tabib tua itu bertanya pada Ren Hui. Dia menuangkan arak itu ke sebuah cangkir. Seketika aroma harum bercampur pedas yang menenangkan menguar ke seluruh ruangan. "Bantu aku!" pintanya pada Ren Hui. Ren Hui segera membantu tabib itu dengan mengangkat kepala sang gadis yang terbaring di tempat tidur. Sedangkan Tabib tua menyuapinya dengan air dari guci tadi. Perlahan-lahan gadis kecil itu menyesap arak dan mulai terbatuk-batuk. "Rong'er!" Nyonya Fu dan Tuan Muda Fu yang menunggu di luar kamar bergegas masuk. Mereka berhenti di ujung tempat tidur dan saling berpelukan, menatap gadis kecil itu dengan cemas. "Biarkan Nona Muda beristirahat." Tabib tua tersenyum lembut dan mengembalikan cangkir arak

    Last Updated : 2024-08-24
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Dihadang

    Song Mingyu pun tersenyum canggung. Dia menendang kaki Ren Hui di bawah meja. Pemuda itu pun membalasnya. Dan pada akhirnya mereka berdua hanya bisa tersenyum canggung dan kikuk saat Nyonya dan Tuan Muda Fu menatap mereka berdua."Apa kau yakin?" Tuan Muda Fu kembali bertanya. Dia menatap Ren Hui dengan serius. Hingga Song Mingyu merasa Tuan Muda ini lebih mengkhawatirkan Ren Hui daripada kondisi adiknya."Tuan Muda, tenang saja." Ren Hui mengedipkan mata. Nyonya Fu yang memperhatikan mereka berdua seketika tersipu malu. Membuat Song Mingyu semakin bingung dengan tingkah orang-orang di sekitarnya ini termasuk sikap Ren Hui yang tidak seperti biasanya.Menjelang sore, mereka meninggalkan kediaman Keluarga Fu. Setelah sebelumnya Ren Hui dan Tuan Muda Fu bercakap-cakap dengan Tabib Wang. Entah apa yang mereka bicarakan, Song Mingyu tidak tahu dan tidak tertarik untuk mengetahuinya. Dia lebih tertarik dengan suasana di kediam

    Last Updated : 2024-08-25
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tukang Tipu

    "Aiyo!" Ren Hui berdiri dan mencoba menghindari, tetapi rasanya itu cukup sulit. Dengan terpaksa dia mengangkat tangannya menahan kaki pria itu. Pria itu terkejut karena merasa ada yang aneh, meski berhasil membuat Ren Hui tersungkur. Di saat itulah Song Mingyu datang dan menendang pria itu hingga terjatuh ke tanah.Beberapa orang pria yang sedari tadi hanya melihat kini berdatangan. Mereka mengurung Ren Hui dan Song Mingyu. "Jangan takut, aku pasti bisa menghadapi mereka," gumam Song Mingyu menenangkan Ren Hui. Pria itu mengangguk lemah dan tersenyum tipis."Aku tidak ingin berkelahi dengan kalian. Sungguh memalukan jika aku harus melakukan kekerasan terhadap pedagang lemah seperti dirimu. Tuanku berpesan pada kami untuk meminta baik-baik arak dewa dari dirimu." Salah seorang dari mereka berbicara dengan tegas."Tuan, aku sudah mengatakan. Aku tidak membuat dan menjual arak dewa. Sungguh aku tidak berbohong." Ren Hui men

    Last Updated : 2024-08-25
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Memulai Perjalanan

    Menjelang malam hari, rumah beroda milik Ren Hui perlahan-lahan meninggalkan padang rumput. Suara rodanya berderak memecah keheningan di malam hari. Namun, tidak ada penduduk desa yang memperhatikan karena mereka memilih jalur memutar, menghindari pedesaan dan keramaian."Kita mau kemana?" Song Mingyu bertanya seraya menghela tali kekang kuda. Ren Hui yang duduk di sebelahnya tidak segera menjawab. Dia justru memberikan kendi air padanya.Song Mingyu menerimanya dan meminum air segar karena memang merasa haus, setelah sedari gelap turun tadi, dia memacu kudanya secepat mungkin. Meski sejujurnya mereka tetap bergerak lebih lambat. Rumah beroda itu cukup berat dan membuat kuda tidak bisa berlari secepat biasanya."Aku berencana untuk pergi ke kota Chunyu." Ren Hui menyahut pelan. "Chunyu? Kota Hujan Musim Semi, kota yang indah. Aku setuju, kebetulan aku pun belum pernah ke sana." Song Mingyu tersenyum dan mengacungkan jempo

    Last Updated : 2024-08-25
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tiba Di Kota Beixing

    Beberapa hari kemudian, setelah melewati beberapa pedesaan dan kota kecil, mereka pun tiba di Kota Beixing. Kota teramai ketiga di seluruh Kekaisaran Shenguang setelah Ibukota Baiyun dan Kota Lingyun.Berbeda dengan kedua kota yang lainnya, Kota Beixing dikenal sebagai kota judi terbesar di Kekaisaran bahkan mungkin di seluruh wilayah itu. Kota yang terletak di perbatasan utara itu sebenarnya tidak terlalu luas. Namun, di setiap sudut kota bisa ditemukan tempat perjudian yang menarik hati bagi para pengunjung."Wah, kota ini sangat ramai." Song Mingyu bergumam pelan saat rumah beroda itu memasuki daerah pedesaan yang terdekat dengan pusat kota. Ren Hui telah memperingatkannya untuk tidak masuk ke pusat kota dan berhenti di pedesaan saja."Ren Hui, bagaimana dengan tempat ini?" tanyanya pada pria yang tengah sibuk di dalam rumah beroda bersama Baihua, rubah putih kesayangannya.Pria itu melongokkan kepal

    Last Updated : 2024-08-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pondok Dongfeng

    Keesokan harinya, seperti yang sudah direncanakan, mereka berdua pergi ke Pondok Dongfeng yang ada di pusat Kota Beixing. Kali ini mereka menggunakan kuda untuk menarik gerobak yang dipenuhi guci-guci arak."Jaraknya lumayan jauh, tidak mungkin kau bisa menarik gerobak bolak-balik seorang diri. Bahkan ada kemungkinan kita harus menginap." Begitu Ren Hui menjelaskan.Itu juga alasannya menitipkan dua ekor kudanya yang lain pada seorang petani yang sepertinya sudah mengenal Ren Hui. Sedangkan rumah berodanya dikunci rapat-rapat dan Baihua turut bersama mereka.Sepanjang perjalanan, Song Mingyu sangat menikmati pemandangan yang mereka lalui. Meski hanya melewati beberapa desa dan diselingi ladang-ladang, tetapi itu cukup menghiburnya. Suasananya jauh berbeda dengan Kota Lingyun, kota tempat asalnya.Kota Lingyun terletak di tengah wilayah kekuasaan Kekaisaran Shenguang, berdampingan dengan ibukota. Pendudu

    Last Updated : 2024-08-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Wanita Cantik

    Ren Hui mengajak Baihua masuk ke dalam rumah makan sederhana itu. Dia memilih duduk di sudut, agar tidak menarik perhatian siapa pun. Apalagi ada Baihua yang kerap mengundang tanya orang-orang yang tanpa sengaja ditemuinya. "Tuan, Anda mau pesan apa?" Seorang pelayan mendekatinya dan bertanya dengan ramah. Dia melirik Baihua yang duduk di dekat kaki Ren Hui. Rubah putih itu bersikap acuh tak acuh dan hanya sesekali menatap Ren Hui. "Bisakah kau sediakan sedikit tulang dan daging untuknya?" Ren Hui bertanya pelan. Pelayan itu menganggukkan kepalanya. "Ada lagi Tuan?" tanyanya lagi masih dengan sikap yang ramah. "Mi ginseng dengan daging, dimsum dan beberapa kue manis serta teh. Dan tolong bungkuskan juga kue manisnya," pesannya seraya tersenyum ramah. Pelayan itu mengangguk mengerti kemudian bergegas kembali ke dapur. Sementara Ren Hui duduk dengan santai mengamati sekitarnya. Selain dirinya ada beberapa pengunjung lain, bahkan cukup banyak. Hanya saja mereka duduk berjauhan.

    Last Updated : 2024-08-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pawai Prajurit

    Mereka berdua kembali ke padang rumput dan menjalani hari-hari dengan santai. Menyuling arak dari beberapa bunga dan buah yang ada di sekitar padang rumput, bermain dengan Baihua, memancing ikan, mencoba resep-resep makanan baru yang entah dari mana Ren Hui mendapatkannya.Hari-hari yang menyenangkan. Meski beberapa kali Song Mingyu menyaksikan batuk Ren Hui kambuh. Namun, seperti biasanya pria itu akan membaik dengan cepat.Beberapa hari sekali mereka akan kembali ke Pondok Dongfeng. Selain menagih pembayaran juga membawa arak-arak yang baru. Setelah itu mereka akan berjalan-jalan di Kota Beixing. Berbelanja kebutuhan sehari-hari, berjalan-jalan di pantai dan membeli hasil laut pada nelayan atau sesekali mampir ke rumah judi. Sekadar untuk menonton dan bersenang-senang saja.Kembali ke rumah beroda bersama Baihua dan menjalani kehidupan sederhana seperti hari-hari yang telah mereka lalui bersama beberapa waktu ini. Song

    Last Updated : 2024-08-27

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ibukota Yang Sepi

    Ibukota Kekaisaran Shenguang dalam beberapa hari ini terasa sunyi. Hanya derap langkah prajurit berpatroli yang memecah keheningan lorong-lorong kota di jam-jam tertentu. Udara pagi menghembuskan hawa dingin, membawa serta aroma lembab dari batu-batu jalanan yang jarang terinjak. Para penduduk menjalani hidup penuh tekanan, tak berani beraktivitas seperti biasanya. Lorong-lorong yang dulu ramai kini tampak lengang, bagaikan labirin batu yang kosong.Namun, sesekali ada sedikit kelonggaran. Penduduk diizinkan membuka toko atau berdagang, meski hanya dalam waktu dan ruang yang terbatas. Di bawah pengawasan ketat para prajurit. Suasana tetap terkendali, langkah-langkah mereka terasa berat seolah takut menimbulkan gema yang bisa mengundang bahaya."Masih terkendali, bukan, Tuan Han Jin?" Mo Yuan, orang kepercayaan Chu Wang, menatap lurus pria yang berkuda di sampingnya. Sorot matanya dingin, seperti batu giok tanpa cela, mengamati situasi kota dengan kewaspadaan tinggi

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kenapa Kalian Tidak Membunuhnya?

    Malam di Oasis Merah terasa seperti sebuah kanvas gelap yang dilukis dengan ketegangan. Setelah pertempuran sengit di perbatasan, keheningan menggantikan gemuruh perang, namun bukan kedamaian yang hadir—melainkan bayangan ancaman yang membekap udara. Kedua belah pihak mundur dengan luka masing-masing, menyisakan jejak pertempuran yang masih menguar di antara angin padang pasir.Pasukan Jenderal Miu Yue kembali ke Oasis Merah, diikuti oleh Ren Hui, Junjie, dan Song Mingyu. Di sisi lain, Pangeran Luo membawa pasukannya ke perbatasan, sementara Pasukan Hantu Kematian menghilang tanpa jejak, terkubur dalam badai pasir yang diciptakan Zhu Ling.Di dalam rumah beroda, api lentera yang bergoyang lembut diterpa angin malam menghangatkan suasana yang sedikit muram. Song Mingyu menatap Junjie dengan pandangan penuh tanya. Hening malam diselingi bunyiangin yang terasa lebih nyaring dari biasanya. "Apakah ini hasil yang kau inginkan?" tanyanya akhirnya, memecah kehen

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Berakhir

    Junjie menjadi sasaran utama serangan Liuxing. Pedang Bintang Jatuh milik Liuxing menderu, menghunus udara dengan kilatan seperti sambaran petir. Tanpa ragu, Junjie menarik tubuh Ren Hui, memindahkannya dari lintasan maut itu. Pada saat yang sama, Dongfang Yu bergerak bagaikan bayangan. Serulingnya terangkat, dan dengan satu sapuan cepat, dia menangkis serangan Liuxing. Gerakannya yang lincah menyerupai tarian musim semi, menyapu langkah Liuxing hingga pria itu terpaksa mundur. "Wah! Ini curang, Nona Dongfang Yu!" Sebuah suara keras memecah ketegangan. Zhu Ling, diikuti Xuan Yu serta Pasukan Hantu Kematian, telah mengepung Dongfang Yu. "Oh, curang, ya?" Dongfang Yu terkekeh kecil, suaranya seperti lonceng perak di malam gelap. "Tadi memang aku berniat curang. Tapi sekarang, rasanya kalian yang mencurangiku." Senyumnya menggantung dingin, dan dia kembali meniup serulingnya. Nada seruling itu melengking tajam, menghunjam tel

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Meteor Di Gurun Merah

    Ren Hui mengangkat Pedang Bintang Ilusi tinggi-tinggi, mata pedang itu bersinar dingin, siap menyambar lawannya dengan kekuatan tak terbayangkan. Liuxing, tak kalah sigap, memposisikan Pedang Bintang Jatuhnya. Dengan setiap gerakan tubuhnya, pedang itu memancarkan aura seperti sebuah bintang yang siap runtuh ke bumi.Junjie, yang telah beberapa saat menghindar dari serangan Xuan Yu, merasa gelisah. Meski tidak berniat membalas serangan, tatapannya terarah penuh kecemasan pada pertarungan Ren Hui dan Liuxing. "Celaka! Jika keduanya mengeluarkan serangan meteor, gurun ini akan hancur lebur," gumamnya dalam hati, menatap badai pasir yang semakin mengganas."Menyingkir!" Tanpa berpikir panjang, Junjie berteriak, suaranya menggema di tengah hutan pasir yang bergulung. "Semua, cepat menjauh!"Kekhawatiran Junjie berubah menjadi kenyataan. Pedang Ren Hui berkelebat cepat, seakan-akan meteorit yang meluncur dari langit, menembus keheningan udara yang kian mencekam

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Tengah Badai Pasir

    “Badai pasir,” gumam Miu Yue, suaranya bergetar di antara desau angin yang menderu-deru. Kekhawatiran terpancar jelas dari sorot matanya yang sempat melirik horizon yang perlahan memerah. Tanpa sadar, dia menggenggam erat lengan Song Mingyu, seperti mencari kekuatan dalam kegentingan. Sentuhan dingin jemarinya segera disambut kehangatan tangan pemuda itu, yang diam-diam berusaha menenangkan ketakutannya.Gemuruh angin yang membawa pasir merah bergulung-gulung laksana naga yang menari liar di cakrawala. Ini bukan sekadar ancaman sepele, tetapi fenomena alam yang mampu melahap seluruh kehidupan yang berdiri di hadapannya. Bukit pasir berguguran, lalu terbentuk kembali dengan wujud yang baru—seolah gurun ini hidup, berubah dengan setiap hempasan badai.“Berlindung di balik kereta!” Miu Yue dan Kasim Ong berteriak bersamaan.Tanpa membuang waktu, para prajurit berlarian ke balik kereta-kereta berat yang penuh dengan barang bawaan. Kereta-kereta itu,

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Di Gurun Merah 2

    Ren Hui dan Liuxing kini benar-benar berhadapan di tengah hamparan gurun pasir merah yang menderu diterpa angin. Matahari menggantung rendah di langit, menciptakan kilauan tembaga di atas pasir yang seolah menyala. Kedua pria itu berdiri diam sejenak, ketegangan melingkupi mereka seperti senar busur yang ditarik hingga hampir putus.Liuxing, dengan tatapan dinginnya, tak ingin membuang waktu. Tanpa sepatah kata, dia melancarkan serangan pertama. Pedang Bintang Jatuh di tangannya menyambar seperti badai musim gugur, menciptakan gelombang energi yang menghantam gurun. Pasir berhamburan ke udara, berputar seperti topan kecil yang melenyapkan batas antara langit dan bumi. Tanah bergemuruh seolah naga kuno bangkit dari tidurnya.Ren Hui bergerak cepat, tubuhnya melompat dengan kelincahan seekor kijang yang melintasi jurang.Pasir merah beterbangan, menciptakan kabut yang menutupi pertarungan. Di kejauhan, para saksi hanya bisa menyipitkan mata, berusaha menembus tirai debu."Junjie! Menjau

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Di Gurun Merah 1

    Junjie dan Ren Hui saling berpandangan, diam dalam kerangka waktu yang terasa membeku. Ini bukan pertama kalinya mereka harus menghadapi pertarungan bersama, meskipun momen seperti ini jarang terjadi. Hidup mereka, seperti dua sungai berbeda, mengalir di jalur yang tak pernah bersinggungan kecuali saat menghadapi musuh-musuh mereka.Junjie lebih sering bergulat dengan dunia politik dan pertempuran besar di medan perang, tempat strategi dan kekuatan militer saling bertaut. Sebaliknya, Ren Hui hidup di bawah bayang-bayang duel maut, bertarung satu lawan satu dengan ahli beladiri atau murid-murid sekte lain. Dunia mereka bertolak belakang, tetapi hari ini garis nasib mempertemukan mereka kembali.“Bertarung atau kabur?” Ren Hui bertanya santai, memutar payung di tangannya dengan gerakan malas, seakan badai pasir yang mengancam itu hanyalah angin musim semi.“Menurutmu?” Junjie balas bertanya, suaranya serupa desau angin dingin yang menggugurkan daun-daun terakhir. Dia mengibaskan lengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ayo Kita Mulai Pertarungan Ini !

    Junjie dan Ren Hui menatap pria di belakang Liuxing. Tanpa topeng hantu, pria itu memancarkan daya tarik yang tak terduga. Wajahnya muda, tampan, seperti pualam yang dipahat sempurna oleh tangan seorang seniman."Ah, kau Yu!" seru Ren Hui tiba-tiba, suaranya melengking, penuh keterkejutan. Jarinya terulur lurus, seolah ingin memastikan bahwa yang dilihatnya nyata. Xuan Yu, asisten Peramal Ilahi yang mereka temui di tenda beberapa hari lalu, kini berdiri di barisan Pasukan Hantu Kematian.Ren Hui terkekeh kecil, menarik lengan mantel biru Junjie. "Aiyo! Kau sungguh tak pantas menjadi anggota Pasukan Hantu Kematian. Kau terlalu tampan untuk menjadi hantu." Nada bercandanya ringan, tapi matanya memancarkan kewaspadaan, seperti mata elang mengawasi mangsa.Ucapan Ren Hui memicu tawa kecil dari Zhu Ling, A Xian, Song Mingyu, bahkan Pangeran Luo. Namun, Junjie tetap diam, wajahnya seperti biasa, tanpa ekspresi berarti."Wah, pedagang arak," balas Xuan Y

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Siapa Yang Akan Bertahan Hidup?

    "Ah, Nona Zhu Ling, maafkan aku! Aku tidak sengaja!" Sebuah suara lembut penuh kepolosan terdengar, diikuti tawa kecil yang samar. Ren Hui, dengan wajah sedikit memerah, menangkap kembali kipasnya dengan cekatan.Zhu Ling tertegun. Matanya membelalak, penuh keterkejutan, menatap sosok yang kini melayang turun dengan anggun dari udara. Gaun pengantin merah yang dikenakan Ren Hui berkilauan seperti bara api yang menari di tengah angin gurun. Dia mendarat di sebelah Junjie dengan sikap santai, seolah tak ada yang lebih wajar dari itu. Dengan gerakan ringan, dia mengipasi wajahnya menggunakan kipas putih yang barusan digunakan untuk menyerang.Zhu Ling tertegun, tubuhnya membeku sejenak saat melihat sosok bergaun pengantin merah yang baru saja melayang turun dan mendarat anggun di sisi Junjie. Gaun itu berkibar perlahan, seperti nyala api yang bermain dengan angin, kontras dengan salju halus yang masih melayang di udara. Ren Hui mengangkat kipas putih di tangannya, men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status