Share

Ketegangan Di Kedai

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-10-24 11:00:40

“Siapa dirimu? Berani ikut campur urusan kami?” Pemimpin prajurit itu berteriak, suaranya menggema keras di dalam kedai yang mendadak hening. Tatapannya memicing tajam pada Junjie, berusaha menilai niat di balik doupeng putih yang menyembunyikan wajah pria itu.

Junjie, dengan tenang, meneguk tehnya yang beraroma wangi, meletakkan cangkir porselen kembali ke atas meja dengan suara lembut, seolah tak ingin mengganggu suasana. Perlahan, ia berdiri, gerakannya tenang dan terukur, seakan menyimpan ketenangan yang tak tergerus oleh ketegangan di sekelilingnya.

Di sampingnya, murid Sekte Pedang Langit berdiri tegak di samping Song Mingyu, jelas cemas dan tak tenang, matanya berkeliling penuh ketakutan. Ren Hui, satu-satunya yang tetap duduk, tampak tidak terganggu sedikit pun, sementara para tamu lain hanya terdiam, memilih untuk menyaksikan dalam diam, tubuh mereka kaku karena takut terlibat.

“Pasukan Penjaga Kekaisaran bertugas menjaga keamanan kaisar,” Junjie
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kericuhan Berlanjut

    “Bocah sialan!” Pemimpin prajurit itu berteriak dengan kemarahan yang menggema di seluruh kedai. Matanya berkilat-kilat marah saat menyaksikan para prajuritnya tergeletak tak berdaya di lantai. Tanpa berpikir panjang, dia menerjang ke arah pemuda yang menjadi pusat kericuhan.Dengan loncatan yang tinggi, pemimpin prajurit itu melesat melewati Ren Hui dan kawan-kawannya yang tengah menikmati teh di sudut kedai. Para tamu lain segera berhamburan keluar, berusaha menghindari masalah dengan Pasukan Penjaga Kekaisaran yang terkenal akan arogansinya. Namun, beberapa orang tetap tinggal, menikmati kekacauan sambil berbisik-bisik, bergosip.“Ah, sungguh keterlaluan,” Junjie mendengus pelan, kepalanya mendongak malas saat melihat pemimpin prajurit itu terbang di atas mereka, tanpa rasa segan.Junjie dengan santai meraih sumpit dari meja, memutarnya perlahan di tangannya. Gerakannya kian cepat, matanya tetap tenang. Dalam sekejap, sumpit itu mele

    Last Updated : 2024-10-24
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Dewi Racun Berambut Putih

    “Guru!” Lan Ning berseru, napasnya tercekat melihat sosok berambut putih yang berdiri tegak di ambang pintu kedai. Hanfu dan jubah putihnya berkibar lembut, seolah ikut menari bersama angin musim semi. Rambut peraknya terurai seperti untaian sutra, berkilauan saat sinar matahari senja menyentuhnya, menciptakan aura memikat yang sulit diabaikan."Aiyo, Nona Bu Hui!" Pemilik kedai dan beberapa pengunjung yang berkerumun segera berlari menghampirinya. Mereka menundukkan badan penuh hormat, sementara suara riuh yang sebelumnya memenuhi ruangan mendadak mereda, digantikan oleh desis kagum yang pelan namun jelas terdengar.Ren Hui, yang berdiri di sudut ruangan, tertegun melihat kemunculan Bu Hui. Pandangannya menyapu wajah wanita itu dengan cepat, lalu beralih ke Junjie di sampingnya. Tapi Junjie hanya berdiri santai, tak terganggu sedikit pun oleh kehadiran Bu Hui yang jelas membawa hawa dingin. Tanpa sepatah kata, Ren Hui maju beberapa la

    Last Updated : 2024-10-25
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tiga Pria Misterius

    Langit masih gelap ketika Ren Hui, Junjie, dan Song Mingyu bersiap melanjutkan perjalanan mereka. Udara pagi menyelusup dingin, sementara kabut tipis menggantung di atas jalan-jalan berbatu Kota Yinyue yang masih sunyi. Cahaya pertama dari matahari baru saja muncul di ufuk timur, memercikkan semburat lembut keemasan di langit kelabu. Kuda-kuda mereka menderap pelan, memecah keheningan yang menyelimuti kota. Di belakang mereka, penginapan yang baru saja mereka tinggalkan mulai terbangun dari tidur panjangnya. Suara derit pintu kayu yang terbuka, diiringi sapaan pengawal malam yang saling berbalas, berbaur dengan angin pagi yang sejuk.Di siang harinya, Lan Ning dan Bu Hui mengunjungi kedai yang sama. Pemilik kedai, dengan senyum ramah, memberitahukan bahwa ketiga pria yang mereka cari telah berangkat sejak pagi buta. Lan Ning menghela napas, menyesali kesempatan yang terlewat untuk mengucapkan terima kasih kepada pria-pria misterius itu, terutama Ren Hui,

    Last Updated : 2024-10-25
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ayo Ke Pasar Hantu

    Perbatasan Kota YinyueSong Mingyu tersenyum puas saat mereka bertiga tiba di perbatasan Kota Yinyue. Hanya tinggal sedikit lagi mereka akan tiba di Kota Yueliang, tujuan mereka yang telah dinanti."Bagaimana kalau kita mampir ke Pasar Hantu?" Song Mingyu melirik kedua rekannya yang masih duduk di atas kuda masing-masing, wajahnya penuh harap."Untuk apa?" Junjie menjawab dengan nada malas, suaranya tertegun dalam kebisingan. Di balik doupengnya, dia menguap pelan, menampilkan ketidakpedulian yang mengesalkan bagi Song Mingyu. Sementara itu, Ren Hui hanya tersenyum tenang seperti biasanya."Masih ada beberapa hari sebelum acara pelelangan. Jika kalian ingin bersenang-senang sebentar, tidak ada salahnya kita mengunjungi Pasar Hantu," Ren Hui mengusulkan, senyumnya merekah. Topengnya kini sudah dilepas, menunjukkan wajahnya yang tampan."Bagaimana menurutmu, Junjie?" tanya Song Mingyu, menatap pria yang terlihat acuh tak acuh itu, berharap

    Last Updated : 2024-10-25
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Air Biru

    Mereka bertiga menelusuri jalanan Desa dengan santai. Derap kuda yang berirama lembut berpadu dengan gemericik aliran sungai di sisi jalan terdengar bak musik yang menghibur di senja itu. Udara berembus hangat, membawa aroma tanah basah dan wangi makanan dari rumah penduduk desa dan kedai yang berderet di sepanjang jalan.“Desa Air Biru, itulah nama desa ini,” ujar Junjie sambil melirik Song Mingyu yang menunggang kuda di sampingnya.“Ah, nama yang indah,” balas Song Mingyu dengan senyum kecil, tatapannya menyapu desa yang penuh pesona alami. Meski tak sesemarak Desa Empat Musim, ada kehangatan sederhana di sini, terpancar dari sungai yang berkelok di sisi jalan utama dan pepohonan willow yang meliuk anggun di tepi air.“Benar. Nama desa ini berasal dari sungai itu.” Junjie mengangguk, lalu menunjuk ke seberang jalan.Song Mingyu menoleh, matanya menyusuri aliran jernih yang berkilauan tertimpa sinar matahari senja. Cahaya keemasan perlahan memud

    Last Updated : 2024-10-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Chu Wang Tidak Membutuhkannya

    Di dalam penginapan yang mulai riuh oleh percakapan, aroma teh dan arak samar-samar melayang, menambahkan kehangatan pada ruangan yang berderak. Junjie menarik napas panjang, pandangannya tertuju pada Ren Hui dari balik doupeng yang menyembunyikan wajahnya. Sekilas tatapan itu seperti angin lalu, namun di balik keheningan, ada keakraban tak terucap yang hanya mereka berdua rasakan."Kau mengenal salah satu dari mereka?" suara Ren Hui terdengar lembut, hampir tertelan keramaian. Namun, baik Junjie maupun Song Mingyu, yang duduk di dekatnya, menangkap setiap kata dengan jelas.Junjie menjawab tanpa basa-basi, "Beberapa di antaranya." Kalimatnya singkat, penuh makna yang tak perlu dijelaskan lebih jauh.Song Mingyu, yang semula hanya mengamati, mengalihkan pandangan pada sekelompok tamu yang baru saja memasuki penginapan dan mengambil tempat di meja kosong di sisi ruangan. Di antara wajah-wajah asing itu, ada satu sosok yang ia kenal. Ia menghela na

    Last Updated : 2024-10-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Rubah Tua

    Setelah menyelesaikan makanan mereka, Ren Hui, Junjie, dan Song Mingyu beranjak untuk beristirahat. Meninggalkan kehangatan kedai, mereka diantar seorang pelayan menuju kamar yang telah dipesan sebelumnya."Karena tamu begitu banyak, kami hanya bisa menyediakan satu kamar di lantai bawah, Tuan," ucap pelayan itu sambil membungkuk hormat. Dia membuka pintu kamar dan memberi isyarat agar mereka masuk."Tidak masalah, kami hanya singgah semalam saja," sahut Ren Hui dengan senyum ramah, menepuk bahu pelayan sebagai tanda terima kasih. "Oh ya, nanti malam kami berencana ke Pasar Hantu. Bisakah kau memesankan perahu untuk kami?""Tentu saja, Tuan!" sahut pelayan antusias, tampak senang menerima tugas itu. "Saya akan memberitahukan jika perahu telah siap. Silakan Tuan-tuan beristirahat," ujarnya sebelum meninggalkan mereka bertiga.Ren Hui memandang ke sekeliling ruangan yang sederhana namun bersih, lalu membuka jendela, membiarkan udara malam yang sejuk

    Last Updated : 2024-10-26
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Suara Itu!

    Perahu meluncur perlahan di atas air sungai yang berkilau diterpa cahaya bulan sabit. Lentera-lentera temaram yang terpasang di ujung perahu, kunang-kunang yang beterbangan di tepian, dan pepohonan willow yang anggun menjuntai di sepanjang sungai, menciptakan suasana yang sunyi dan sedikit misterius.Song Mingyu, yang berdiri di bagian belakang perahu, mengamati air sungai yang berkilau samar. "Aku kira hanya ada satu pintu masuk ke Pasar Hantu," gumamnya dengan nada penuh keraguan.Ren Hui, yang berdiri santai di depan dengan kipas lipat terbuka di depan dadanya, tersenyum tipis mendengar gumaman itu. "Jalur ini memang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja," balasnya sambil mengangkat bahu.Song Mingyu menatap Ren Hui, matanya menyipit sedikit, penuh rasa ingin tahu. Bagaimana bisa seorang pedagang arak miskin seperti Ren Hui tahu begitu banyak tentang tempat-tempat tersembunyi dan jalur rahasia?Dan lagi, bukankah identitas asli pria di

    Last Updated : 2024-10-27

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Song Mingyu Kembali

    Setelah cukup sibuk di dapur ditemani Miu Yue, Ren Hui membawa kelinci panggang dan sup kelinci yang sudah matang ke ruang tengah. Aroma gurih dari daging panggang dan rempah-rempah memenuhi udara, berpadu dengan hangatnya ruangan rumah beroda itu. Ia meletakkan piring dan bejana berisi sup beserta tungkunya di atas meja, mengatur semuanya dengan rapi."Junjie, ayo kita makan!" serunya kepada pria pemalas yang masih duduk bertopang dagu di dekat jendela, menatap keluar dengan pandangan kosong.Junjie menghela napas panjang sebelum akhirnya berdiri, meregangkan tubuhnya dengan gerakan malas. "Akhirnya," gumamnya. Meski dari pagi hanya duduk menulis balasan surat dan mengirimkannya lewat burung-burung merpati, tubuhnya terasa pegal-pegal."Jenderal Miu, Anda juga duduklah bersama kami," ujar Ren Hui ramah kepada wanita yang sejak tadi menemaninya di dapur.Miu Yue menatap Ren Hui, lalu mengangguk. "Aku tidak pandai urusan dapur," katanya sambil dudu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Baihua Dan Kelinci Buruannya

    Miu Yue berdiri perlahan, melangkah menuju Baihua yang berhenti di ambang pintu, seolah sedang menunggu seseorang. Rubah berbulu putih itu memandangi padang pasir di luar dengan tatapan tajam, angin gurun yang dingin menerobos masuk, membawa aroma pasir dan sedikit kelembaban dari oasis. Wanita itu berjongkok di hadapannya, tangan lembutnya mengusap kepala rubah itu. Namun, Baihua memalingkan wajah, menatapnya dengan mata penuh kewaspadaan—tatapan dingin yang selalu ia tunjukkan pada orang asing yang belum sepenuhnya ia percaya.“Baihua! Kemari!” Suara Junjie memecah keheningan, panggilannya lembut tetapi tegas, memaksa Baihua mengalihkan perhatian dari pintu. Rubah itu melompat ringan, berlari mendekatinya. Junjie, yang saat itu sedang bersandar santai di kursi, membungkuk, matanya meneliti sesuatu yang dijepit di moncong Baihua.“Apa yang kau bawa kali ini?” tanyanya penasaran. Baihua meletakkan benda itu di lantai kayu, lalu menatap Junjie, seakan menunggu tangg

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Gelang Mutiara Malam

    Seperti yang dikatakan Ren Hui, keesokan harinya semua kembali seperti biasa. Pria itu telah meninggalkan rumah beroda untuk berburu, ditemani Baihua, sejak fajar menyingsing. Tanpa berpamitan pada Junjie, langkahnya yang diam-diam menyisakan ruang sunyi di rumah itu. Saat Junjie terbangun dan tak menemukan Ren Hui di mana pun, kebingungan segera menyergapnya.Junjie berdiri di teras, menatap hamparan oasis merah yang membentang di hadapannya. Udara pagi yang dingin menyusup hingga ke tulang, namun tidak mengusir kecemasannya. Meski dikenal santai dan malas, kali ini kerutan di dahinya mengkhianati perasaannya."Kemana dia?" gumamnya pelan, matanya bergerak gelisah, menyapu setiap sudut horizon. Bubur hangat dan teh yang telah disiapkan Ren Hui sejak pagi masih tertata rapi, namun sama sekali tak disentuh.Sebuah suara ragu-ragu memecah kesunyian. "Tuan! Apa Anda menunggu Tuan Ren?" Seorang gadis muda dengan gentong di tangannya menatapnya dari jauh, nada

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ada Aku Di Sini

    Junjie membantu Ren Hui menaiki tangga teras rumah beroda dengan hati-hati. Udara malam di gurun terasa menusuk kulit, sementara debu halus beterbangan di sekitar mereka, disapu angin kering yang tak henti-hentinya bertiup. Pria itu tidak banyak berbicara, membuat Junjie merasa tak enak hati. Namun, dia enggan menambah kecanggungan dengan pertanyaan yang mungkin hanya akan memperburuk suasana. Karena itu, dia hanya fokus membantu Ren Hui agar tidak terjadi sesuatu yang tak mereka kehendaki."Duduklah! Aku akan menyeduh obat untukmu." Junjie membawa Ren Hui ke ruang tengah rumah beroda itu. Ia menuntunnya ke kursi kayu sederhana sebelum melepaskan mantel birunya yang kini berdebu, lalu melangkah menuju dapur kecil untuk merebus ramuan obat.Di dapur, Junjie menyalakan tungku kemudian mengambil obat yang ada di lemari penyimpanan. Yingying dan Dewa Obat telah menyiapkan berbagai ramuan untuk mereka, bahkan ramuan untuk penyakit musiman yang sering muncul akibat cuaca ekstrem di gurun. K

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Pasar Hóngshā

    Junjie membawa Ren Hui ke pusat kota Hóngshā, tak jauh dari Oasis Merah. Mereka tiba di pasar yang masih ramai meskipun sudah lewat dari puncak kesibukannya. Pedagang dan pembeli masih sibuk bergerak, dengan suara tawar-menawar yang bergema di udara panas siang itu."Nuansa yang jauh berbeda dengan kota-kota lain di Kekaisaran Shenguang," gumam Ren Hui, matanya tertuju pada keramaian di sekelilingnya. Wajahnya tampak antusias, menikmati suasana yang baru."Kau benar! Kondisi alam yang berbeda menghasilkan budaya yang berbeda pula," sahut Junjie santai, berjalan di samping Ren Hui.Mereka melewati tenda-tenda sederhana para pedagang. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat-lihat atau membeli barang-barang yang menarik perhatian. Pasar ini hidup dengan aroma rempah-rempah yang tajam dan segar, kilauan batu permata yang memikat mata, dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan nada cepat. Di sana, penduduk lokal dan musafir dari berbagai penjuru berkumpul untuk berdagang, b

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

DMCA.com Protection Status