Share

Gua Harta

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-10-10 11:00:46

Ren Hui melangkah perlahan memasuki gua, diiringi Baihua yang setia menemaninya. Cahaya lentera yang ia bawa hanya mampu menerangi sedikit dari kegelapan pekat di dalam gua itu. Udara terasa lembap dan pengap. Batu-batu karang di bawah kakinya terasa keras dan kering, menandakan bahwa air laut tidak pernah mencapai tempat ini, bahkan ketika air pasang.

“Kita ikuti saja arah hembusan angin, Baihua,” Ren Hui bergumam pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Suara itu beresonansi lembut dalam keheningan gua. Baihua, yang hanya bisa menguik pelan, mengikuti tanpa komentar, bulu putihnya menyala lembut dalam bayangan lentera.

Mereka terus berjalan, menyusuri lorong gua yang semakin menanjak, hingga akhirnya tiba di sebuah ruang terbuka yang lebih luas. Dinding-dinding gua di sini berkilauan kehijauan, seperti permata tersembunyi yang memantulkan sinar lembut. Ren Hui mematikan lentera di tangannya, menghemat minyak, karena cahaya dari dinding cukup terang untuk membantu mer
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Phoenix Api Laut

    Ren Hui duduk tenang di depan api unggun, matanya mengawasi nyala api yang meliuk-liuk seiring angin laut yang lembut memasuki gua. Dengan hati-hati, dia terus menambahkan rumput laut kering ke dalam kobaran api, menciptakan asap yang semakin tebal. Udara di dalam gua mulai mengental, dipenuhi aroma asin laut bercampur bau tanah lembap dan bara kayu basah. Udara semakin pengap, membuat napas terasa berat dan gerah.Beberapa kali, Ren Hui terbatuk. Suara serak keluar dari tenggorokannya, seolah menantang kesunyian yang menggantung di udara. Dia berdiri perlahan, menepuk-nepuk debu yang menempel pada jubahnya, lalu melangkah menjauhi api unggun yang mulai memudar."Baihua, bersembunyilah di sana," bisiknya pelan, matanya melirik ke arah rubah putih kecil yang setia di sampingnya. Dia menunjuk sebuah ceruk di sudut gua yang diterangi sinar kebiruan dari mutiara langka. Rubah itu, dengan gerakan lincah dan penuh waspada, segera berlari menuju tempat yang ditunjukkan, s

    Last Updated : 2024-10-10
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Lan Yan-Api Biru

    Burung Phoenix Api Laut terus terbang tinggi di langit, sayap-sayapnya mengepak lebar dan berkilauan, membawa Pedang Surgawi serta Ren Hui dalam cengkeraman cakarnya. Di bawah sana, Ren Hui memandang ke bawah dengan waspada. Baihua, rubah putihnya cerdas yang setia, tiba-tiba menyadari keanehan di udara. Ia keluar dari persembunyian, melolong keras, memecah keheningan gua, lalu berlari secepat kilat mengikuti arah burung itu terbang.“Baihua, tetaplah di sini! Aku akan kembali!” teriak Ren Hui dengan suara tegas, yang menggema di antara dinding-dinding gua batu.Baihua berhenti, telinganya berdiri tegak. Matanya menatap penuh kekhawatiran saat ia menatap langit-langit gua yang semakin jauh, seolah berharap Ren Hui segera kembali. Namun, rubah itu tahu, perintah tuannya adalah segalanya. Dengan enggan, Baihua melolong sekali lagi, lalu melangkah mundur, menyembunyikan dirinya kembali ke dalam bayang-bayang.Di udara, Ren Hui menguatkan cengkeraman

    Last Updated : 2024-10-11
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kolam Kedua

    Ren Hui menatap burung Phoenix yang melayang anggun di udara, memekik lagi, seolah memanggilnya. Ren Hui melangkah perlahan-lahan mendekati burung tersebut, dan sesampainya di hadapannya, ia bertanya dengan lembut, “Lan Yan, ada apa?”Burung itu menundukkan kepalanya, tatapannya diarahkan ke bawah. Ren Hui mengikuti pandangannya ke pasir putih dan batu karang yang menjulang tinggi di depannya. Di sekelilingnya, sinar kebiruan dari beberapa batu karang memberikan penerangan samar, cukup untuk memperjelas apa yang ada di depannya. Batu karang itu terlihat biasa saja, tanpa tanda-tanda rahasia, tidak ada pintu tersembunyi seperti yang pernah ia temui sebelumnya. Dia memutar pandangan, memastikan tidak ada yang terlewat, sampai akhirnya matanya menemukan sebuah rongga kecil di sebelah batu karang tempat Lan Yan bertengger.“Kau ingin aku masuk ke sini?” tanyanya penuh keraguan. Lan Yan menganggukkan jambulnya dengan tegas, seolah-olah memberikan perintah. Ren

    Last Updated : 2024-10-11
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Ujung Napas

    Ren Hui memandang takjub pada pemandangan yang terbentang di hadapannya. Lorong sempit yang baru saja dilaluinya perlahan membuka jalan menuju sebuah kolam lain—lebih dalam, lebih megah, dan lebih mempesona dibanding sebelumnya. Dingin dan misterius, setiap sudut kolam ini bagaikan dilapisi es yang membeku sempurna. Kilauan putih kebiruan menghiasi gua, pantulannya memancar dari dinding hingga ke langit-langit, menciptakan ilusi cahaya yang berpendar lembut di tengah kegelapan. Kristal-kristal es alami terbentuk di dasar kolam dan di langit-langit gua, seolah-olah mereka berusaha menjangkau permukaan air yang jernih dan membeku abadi. Anehnya, udara di dalam kolam ini terasa hangat—teramat hangat, jika dibandingkan dengan suhu dingin yang menusuk tulang di luar sana, di mana badai salju masih menderu, menggulung-gulung di luar gua. Hangat yang tidak wajar, seolah ada sesuatu yang tersembunyi, menjaga panasnya di tengah kepungan salju.Ren Hui berenang pe

    Last Updated : 2024-10-11
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Mutiara Embun Biru

    Ren Hui terbangun ketika merasakan sentuhan lembut menyentuh dahinya. Samar-samar, ia membuka mata dan mendapati sosok Junjie yang duduk di sampingnya. Tangan Junjie terulur, membantunya bersandar pada dipan kayu yang terasa keras di punggung."Apa yang terjadi?" Suara Ren Hui terdengar serak, seperti baru bangun dari tidur panjang. Matanya masih setengah terpejam, sedikit kabur oleh sisa kantuk. Ia berusaha fokus pada Junjie yang kini mengambil mangkok berisi bubur dari atas meja kecil di dekat mereka.“Kau pingsan di pantai,” jawab Junjie dengan tenang, menyendok bubur dari mangkok kemudian ia mengarahkannya ke bibir Ren Hui.Ren Hui menahan senyum jahil.“Makan dulu, baru kita bicara,” lanjut Junjie tanpa terganggu, meletakkan kembali mangkok ke atas meja, lalu berdiri dan mulai berjalan menjauh.“Kau tidak menyuapiku?” Ren Hui merajuk, suaranya dibuat manja, matanya menyipit, menatap Junjie dengan penuh sindiran. Namun, Junj

    Last Updated : 2024-10-12
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Mutiara-mutiara Yang Menawan

    Ren Hui menatap mutiara di tangannya dengan takjub. Kilauan biru lembut dari Mutiara Embun Biru seakan menari di bawah sinar matahari pagi, memancarkan cahaya yang begitu memukau. Permukaannya halus, berkilau seperti sinar bulan yang memantul di atas lautan yang tenang. Permukaan mutiara itu memantulkan cahaya dengan anggun, seolah memiliki kehidupan sendiri di dalamnya. Embun es yang terjebak di dalamnya bergerak perlahan, menambah kesan bahwa mutiara ini tidak hanya benda mati. Tanpa ragu, Ren Hui menyerahkannya kepada Junjie.Junjie, dengan tatapan yang penuh perhatian, mengamati mutiara tersebut. Ia mengangkatnya tinggi-tinggi, membiarkan sinar matahari menembus permukaannya, membuat semburat biru yang sebelumnya lembut kini tampak berkilau lebih tajam. “Indah sekali,” gumam Junjie pelan. Suaranya lembut, namun jelas terdengar di antara keheningan pagi. “Bukan kemewahan yang berlebihan, tapi sangat menawan. Siapa pun yang melihatnya pasti tergoda unt

    Last Updated : 2024-10-12
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Bawah Langit Kota Huangfeng

    Paviliun Keberuntungan Besar, Kita Huangfeng Angin musim dingin berhembus kencang, menyapu seluruh kota Huangfeng dengan butiran pasir yang menari-nari di udara, seakan mencoba meresap ke dalam celah-celah bangunan batu berwarna merah muda. Kota di perbatasan utara Kekaisaran Shenguang ini adalah satu dari sedikit tempat yang tidak diselimuti salju di tengah musim dingin yang begitu dingin dan menggigit. Langit yang kelabu menambah kesan kerasnya musim, namun kota ini tetap berdiri teguh, seolah menantang dingin yang menaklukkan tempat lain.Di salah satu lantai atas Paviliun Keberuntungan Besar, seorang pria berdiri diam, membiarkan angin yang berhembus melalui jendela terbuka menyentuh wajahnya. Tatapannya tajam, menusuk pemandangan hiruk-pikuk pasar di bawah, di mana orang-orang tetap menjalankan aktivitas mereka meski angin menyulitkan pergerakan. Pria itu mengenakan hanfu biru tua, jubah panjangnya yang berat menjuntai menyapu lantai marmer dengan s

    Last Updated : 2024-10-12
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Harapan Untuk Ye Hun

    Ren Hui dengan lembut merapikan mutiara es dan mutiara embun biru ke dalam kotak kayu. Dengan hati-hati, dia menyimpannya di lemari obat di sudut yang terbuat dari kayu pear. Saat tutup kotak tertutup rapat, kilauan dingin mutiara-mutiara itu memudar, meninggalkan keheningan yang dingin. Hanya beberapa butir mutiara es yang dia sisakan—cukup untuk memenuhi janjinya kepada Junjie, membuatkan gelang untuknya.Di sudut ruangan, karang dingin terletak rapi di atas meja, memancarkan hawa sejuk yang menembus udara. Sedangkan, kerang bunga beku masih terbentang di teras, terhampar di bawah udara dingin musim dingin yang semakin menggigit. Meski telah mendapatkan beberapa bahan obat langka dan berkualitas, tetapi masih ada sesuatu hal yang mengganjal di hati Ren Hui.Racun bunga salju yang mengendap di tubuh Junjie jauh lebih rumit dari yang dia kira. Setiap kali memikirkannya, dadanya terasa sesak. Menurut Yue Yingying, masih ada satu bahan penting yang harus mereka temuk

    Last Updated : 2024-10-13

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Baihua Dan Kelinci Buruannya

    Miu Yue berdiri perlahan, melangkah menuju Baihua yang berhenti di ambang pintu, seolah sedang menunggu seseorang. Rubah berbulu putih itu memandangi padang pasir di luar dengan tatapan tajam, angin gurun yang dingin menerobos masuk, membawa aroma pasir dan sedikit kelembaban dari oasis. Wanita itu berjongkok di hadapannya, tangan lembutnya mengusap kepala rubah itu. Namun, Baihua memalingkan wajah, menatapnya dengan mata penuh kewaspadaan—tatapan dingin yang selalu ia tunjukkan pada orang asing yang belum sepenuhnya ia percaya.“Baihua! Kemari!” Suara Junjie memecah keheningan, panggilannya lembut tetapi tegas, memaksa Baihua mengalihkan perhatian dari pintu. Rubah itu melompat ringan, berlari mendekatinya. Junjie, yang saat itu sedang bersandar santai di kursi, membungkuk, matanya meneliti sesuatu yang dijepit di moncong Baihua.“Apa yang kau bawa kali ini?” tanyanya penasaran. Baihua meletakkan benda itu di lantai kayu, lalu menatap Junjie, seakan menunggu tangg

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Gelang Mutiara Malam

    Seperti yang dikatakan Ren Hui, keesokan harinya semua kembali seperti biasa. Pria itu telah meninggalkan rumah beroda untuk berburu, ditemani Baihua, sejak fajar menyingsing. Tanpa berpamitan pada Junjie, langkahnya yang diam-diam menyisakan ruang sunyi di rumah itu. Saat Junjie terbangun dan tak menemukan Ren Hui di mana pun, kebingungan segera menyergapnya.Junjie berdiri di teras, menatap hamparan oasis merah yang membentang di hadapannya. Udara pagi yang dingin menyusup hingga ke tulang, namun tidak mengusir kecemasannya. Meski dikenal santai dan malas, kali ini kerutan di dahinya mengkhianati perasaannya."Kemana dia?" gumamnya pelan, matanya bergerak gelisah, menyapu setiap sudut horizon. Bubur hangat dan teh yang telah disiapkan Ren Hui sejak pagi masih tertata rapi, namun sama sekali tak disentuh.Sebuah suara ragu-ragu memecah kesunyian. "Tuan! Apa Anda menunggu Tuan Ren?" Seorang gadis muda dengan gentong di tangannya menatapnya dari jauh, nada

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ada Aku Di Sini

    Junjie membantu Ren Hui menaiki tangga teras rumah beroda dengan hati-hati. Udara malam di gurun terasa menusuk kulit, sementara debu halus beterbangan di sekitar mereka, disapu angin kering yang tak henti-hentinya bertiup. Pria itu tidak banyak berbicara, membuat Junjie merasa tak enak hati. Namun, dia enggan menambah kecanggungan dengan pertanyaan yang mungkin hanya akan memperburuk suasana. Karena itu, dia hanya fokus membantu Ren Hui agar tidak terjadi sesuatu yang tak mereka kehendaki."Duduklah! Aku akan menyeduh obat untukmu." Junjie membawa Ren Hui ke ruang tengah rumah beroda itu. Ia menuntunnya ke kursi kayu sederhana sebelum melepaskan mantel birunya yang kini berdebu, lalu melangkah menuju dapur kecil untuk merebus ramuan obat.Di dapur, Junjie menyalakan tungku kemudian mengambil obat yang ada di lemari penyimpanan. Yingying dan Dewa Obat telah menyiapkan berbagai ramuan untuk mereka, bahkan ramuan untuk penyakit musiman yang sering muncul akibat cuaca ekstrem di gurun. K

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Pasar Hóngshā

    Junjie membawa Ren Hui ke pusat kota Hóngshā, tak jauh dari Oasis Merah. Mereka tiba di pasar yang masih ramai meskipun sudah lewat dari puncak kesibukannya. Pedagang dan pembeli masih sibuk bergerak, dengan suara tawar-menawar yang bergema di udara panas siang itu."Nuansa yang jauh berbeda dengan kota-kota lain di Kekaisaran Shenguang," gumam Ren Hui, matanya tertuju pada keramaian di sekelilingnya. Wajahnya tampak antusias, menikmati suasana yang baru."Kau benar! Kondisi alam yang berbeda menghasilkan budaya yang berbeda pula," sahut Junjie santai, berjalan di samping Ren Hui.Mereka melewati tenda-tenda sederhana para pedagang. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat-lihat atau membeli barang-barang yang menarik perhatian. Pasar ini hidup dengan aroma rempah-rempah yang tajam dan segar, kilauan batu permata yang memikat mata, dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan nada cepat. Di sana, penduduk lokal dan musafir dari berbagai penjuru berkumpul untuk berdagang, b

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kaisar Yang Baik

    Di bawah langit yang berkilau bintang, rumah beroda Ren Hui dan Junjie berdiri anggun di tepi oasis yang sunyi. Diteduhi rumpun pohon palem dan kurma, rumah itu menjadi pusat perhatian para penghuni tenda di sekitar oasis, seolah-olah keberadaannya membawa kehangatan di tengah malam yang dingin. Bayang-bayang pohon bergoyang lembut, mengiringi gemericik air yang tenang.Di dalam rumah itu, suasana hangat terpancar. Sebuah meja kayu sederhana penuh keakraban menjadi saksi percakapan mereka. Di atasnya, arak dan kacang rebus tersaji, menambah kenyamanan malam selepas makan malam. Ren Hui duduk dengan santai, menyilangkan kakinya, sementara Junjie tampak lebih serius, tetapi tetap memancarkan ketenangan khasnya."Apa kau yakin, Jenderal Miu mampu mengatasi masalah dengan Pasukan Fēnghuǒ?" tanya Ren Hui, suaranya serak namun tenang, memecah keheningan.Junjie mengangguk dengan mantap, tidak ada keraguan sedikit pun dalam gerakannya. "Itu bukan masalah besar,"

DMCA.com Protection Status