"Sharon, kau bilang kau sudah mengubah penampilanku. Tapi kenapa masih banyak yang melirikku?" bisikku sambil memeluk lengannya dengan erat.
Sharon tadi menggelung rambutku dan memberiku kacamata besar berbingkai hitam. Dia juga memoleskan lipstik berwarna nude dan bedak berwarna coklat agar wajahku terlihat tua dan kusam. "Sepertinya tidak mempan. Kau terlalu menyilaukan. Kau lebih mirip seperti model Victoria's Secret ketimbang pekerja kantoran," bisiknya sebelum menarikku memasuki sebuah ruangan. "Miss Devine, ada perlu apa kau kemari?" tanya seorang pria berambut pirang sambil tersenyum ramah pada Sharon. Kutebak usianya di atas 30 tahun, dilihat dari kerutan-kerutan yang muncul di sekitar matanya meskipun wajahnya terlihat masih muda. Dia menatap Sharon dengan kagum. Pria itu tadi terlihat menikmati duduk di kursinya yang nyaman, tapi sekarang ia lebih memilih untuk berdiri dan menghampiri kami. "Mr. Shayne, aku membawa temanku. Kuharap kau mengijinkannya bekerja di sini. Dia sangat membutuhkan pekerjaan," kata Sharon sambil menatap tepat di manik mata pria itu. Alisku berkerut. Apa Sharon baru saja menggunakan kelebihannya untuk menghipnotis manusia malang ini? "Tentu saja, Miss Devine. Apapun akan aku lakukan untukmu," jawab pria itu, lalu beralih menatapku. Dia melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki yang membuatku risih. "Cantik sekali," gumamnya. "Sepertinya kau sangat cocok menjadi sekretaris Mr. Sword yang dingin dengan kelembutanmu, Miss...." Perkataannya terhenti sambil menatapku dengan pandangan bertanya. "Acacia. Candice Acacia," jawabku. "Ah, Miss Acacia. Baiklah, mulai hari ini kau bisa langsung menempati meja sekretaris di depan ruangan Mr. Sword. Entah kenapa bisa kebetulan seperti ini. Mr. Sword baru saja memecat sekretarisnya karena terlalu agresif," keluhnya. Sharon tertawa lalu mengedipkan sebelah matanya padaku, sedangkan aku hanya mengerutkan kening. Mr. Sword? Pedang? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi di mana? "Kalau begitu, bolehkah aku mengantarkannya sekarang? Aku yakin Mr. Sword tidak akan suka jika menunggu lama," bujuk Sharon yang tentu saja diiyakan oleh Mr. Shayne dengan senang hati. "Kebetulan sekali Mr. Sword telat datang karena harus ke luar kota terlebih dulu. Mungkin nanti siang dia baru kembali ke sini. Semoga harimu menyenangkan, Miss Acacia. Akan segera kuurus administrasi kepegawaianmu," ucap Mr. Shayne dengan tersenyum, lalu kembali menempati kursinya. Sharon buru-buru menarikku keluar dari ruangan yang bertuliskan “HRD Department” itu menuju ke sebuah lift yang tak jauh dari sana. "Kenapa mudah sekali? Kau menggunakan hipnotis?" tanyaku sedikit tak terima. "Terlalu lama jika harus mengikuti prosedur, Can. Aku sedang malas membiarkanmu berlama-lama dengan manusia itu. Mereka pasti akan berakhir seperti Ashton, bahkan bisa-bisa lantai di bawahnya banjir karena air liur mereka," jawab Sharon dengan cuek sambil menekan angka 2 dan 5. "Kau ini ada-ada saja. Kasihan manusia-manusia itu kau permainkan," tegurku sambil menggelengkan kepala. "Yang terpenting kau sudah bisa bekerja saat ini, Can. Untungnya para manusia dan makhluk supernatural di sini sudah memasuki kandang masing-masing," jawabnya begitu pintu lift terbuka. Kami segera memasuki lift itu sebelum pintunya kembali menutup. "Makhluk supernatural? Jadi, maksudmu ada makhluk selain manusia yang bekerja di perusahaan ini?" Sharon mengangkat bahunya tak acuh. "Mereka hanya ingin merasakan hidup seperti manusia. Jadi kau harus berhati-hati, karena ada beberapa vampir yang bekerja di sini. Aku tak mau mereka lepas kendali jika mencium baumu dan langsung menerkammu," ucapnya memperingatkan. Aku hanya mengangguk. Entah kenapa aku menjadi takut. Jangan-jangan akan ada dacros yang menyusup ke sini untuk mengejarku atau memata-mataiku. Bagaimana ini? Kugenggam kalung berliontin pedang di balik kemejaku. Aku harus percaya bahwa kalung ini akan menghalau para dacros agar tidak bisa mendeteksi keberadaanku. "Hati-hati dengan Mr. Sword. Kalau kau melihatnya dan tidak memiliki pengendalian diri yang kuat, kau akan berubah menjadi agresif dan rela mencampakkan pakaianmu di hadapannya," ucap Sharon saat lift sudah mulai bergerak naik. "Memangnya kenapa?" tanyaku heran. "Mr. Sword benar-benar sangat tampan dan menggiurkan. Entahlah, aku rasa dia juga bukan manusia biasa meskipun baunya seperti manusia. Dia benar-benar tidak bisa diterima oleh akal sehat. Sudah puluhan bahkan ratusan kali Mr. Shayne mencarikan sekretaris baru karena kelakuan mereka yang begitu agresif ketika berada di dekat Mr. Sword. Bahkan makhluk supernatural pun tak ada yang mampu menahan pesonanya. Meskipun bagiku, dia lebih terlihat seperti seorang pembunuh yang paling kejam tanpa sedikitpun memiliki rasa belas kasihan terhadap lawannya," jelas Sharon panjang lebar. Akhirnya pintu lift terbuka. Kami melangkah keluar dan menuju ke sebuah meja di depan ruangan yang terlihat mewah. Lantai ini sepi sekali. Mungkin ini khusus untuk pimpinan perusahaan. "Ingat, kau harus bisa menahan diri. Aku yakin kau tidak akan tersihir oleh pesona Mr. Sword. Semoga berhasil," pesan Sharon lalu mencium pipi kananku. Dia melambaikan tangannya sebelum melesat kembali ke dalam lift, meninggalkanku sendirian di lorong yang sepi ini. Aku memutuskan untuk merapikan meja sekretaris dan meletakkan tas milik Sharon di bawah meja. Apa yang harus kulakukan? Mungkin aku bisa memulainya dengan membaca dokumen-dokumen ini terlebih dulu. Saatnya berakting menjadi seperti manusia pada umumnya. Aku berharap Tuan Pedang itu bukanlah seseorang yang kukenal atau kutahu, karena nama itu benar-benar mulai mengusikku saat ini. Semoga saja firasatku salah kali ini dan aku akan melewati hari ini dengan nyaman tanpa kejadian apapun.***Aku membolak-balikkan kertas-kertas di hadapanku dengan bosan. Tak kusangka pekerjaan manusia sebegini membosankannya. Mungkin aku harus mencari pekerjaan lain yang lebih menyenangkan dan tidak membuatku jenuh seperti sekarang ini.Tadi dalam perjalanan menuju ke sini, aku melihat ada toko yang menjual berbagai macam bunga. Kelihatannya menyenangkan. Aku bisa meminum air bunga sepuasku sambil melayani para manusia yang membeli bunga. "Ehem." Aku mendongak dan seketika itu juga tubuhku mematung. Hidungku mencium bau yang sangat kuhafal. Black Dacros. Bau ini tidak ada di dunia manusia. Jika mereka bisa mencium bau Black Dacros, mereka akan mabuk saat itu juga karena bau mereka sungguh wangi dan menggairahkan.Tapi sayang sekali, aku tidak bergairah memandang seseorang yang saat ini sedang menyipitkan matanya untuk mengamatiku. Yang kurasakan saat ini adalah waswas. Brengsek! Kenapa makhluk ini harus berada di sini? Kupikir dia akan mendekam di istana dan menemani rajanya yang kesepian itu. "Sepertinya aku tahu siapa dirimu," ucapnya dengan menatap tajam yang pasti akan membuat musuhnya gemetar. "Ma-maaf Mr. Saya adalah pegawai baru di sini. Mr. Shayne mengatakan bahwa saya adalah sekretaris untuk Mr. Sword," jawabku dengan pura-pura gugup. Tentu saja, sialan! Mr. Sword yang dimaksud oleh Shayne adalah Giga Sword—ksatria terhebat dari Black Dacros—yang selalu bertarung dengan Alvon jika ada kesempatan. "Oh, ya? Kau yakin kau hanyalah pegawai baru di sini?" tanyanya lagi, kali ini sambil mendekatiku dengan perlahan. Tenang, Candice! Jangan menunjukkan gelagat apapun. Aku menatapnya takutpura-pura takut tepatnya. Siapapun boleh takut pada makhluk sialan ini, tetapi tidak denganku. "Mari kita lihat siapa kau sebenarnya," ucap Giga sambil menyeringai mengerikan. Dia mengeluarkan taringnya, lalu merentangkan tangan kanannya. Seketika itu juga muncul sebuah pedang besar dengan ukiran naga berwarna emas di gagangnya. Apa dia sudah gila? Kenapa dia mengeluarkan pedang andalannya? Dia kira aku Alvon atau Galeo? Kurang ajar! Tenang, Candice. Tunjukkan bahwa kau hanyalah manusia biasa. "A-apa yang akan Anda lakukan? Ke-kenapa Anda..." Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, Giga sudah mengayunkan pedangnya hingga jaraknya hanya tinggal beberapa inchi saja dari leherku. Refleks aku menghilang dan sekejap kemudian berada di atap gedung perusahaan. "Sudah kuduga kau adalah Putri Candice. Apa yang kau lakukan di sini, Tuan Putri? Oh, aku lupa. Tentu saja kau sedang melarikan diri," ejeknya lalu terkekeh. Aku tidak meresponnya sama sekali. Aku tidak ingin berkelahi dengannya, karena saat ini kami sedang berada di dunia manusia. "Aku benar-benar heran padamu. Kau ini sebenarnya sedang melarikan diri dari kejaran anak buah ayahmu, atau dari kejaran Rajaku?" tanyanya dengan tersenyum mengejek. "Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti. Giga mendekatiku hingga jarak kami hanya tinggal beberapa kaki saja. "Kau telah mencuri kalung milik Raja Black Dacros dan itu adalah sebuah kejahatan," jawabnya sambil menatapku tajam. Matanya yang tadi berwarna abu-abu, kini berubah menjadi merah."Kau telah mencuri kalung milik Raja Black Dacros." Tunggu! Kenapa dia bisa tahu? Aku menunduk dan mendapati kalungku yang benar-benar tersembunyi di balik pakaian kerjaku. Tak ada yang bisa melihat kalung itu, kecuali.... "Kenapa kau bisa mengetahuinya?" tanyaku sambil menyipitkan mataku curiga. "Aku bisa dengan mudah melihat apa yang ada di balik pakaianmu," jawabnya dengan santai. Mataku langsung membelalak dan darahku terasa mendidih saat itu juga. Berani-beraninya dia! Kurang ajar! Dia benar-benar pria lancang! "Kau! Kau sungguh lancang!" teriakku yang membuatnya terkejut bukan main dengan ekspresi wajah tak terima. Dengan serta-merta aku mengeluarkan taringku dan mengarahkan tangan kananku ke arahnya, membuatnya terlempar jauh hingga menabrak tembok pembatas. Jari-jari tanganku sedikit kulengkungkan, dan Giga meringis kesakitan dengan sorot mata kebingungan. "Apa kau tak pernah diajarkan sopan santun, huh? Dasar laki-laki kurang ajar!" pekikku sambil berlari menerjangnya.
"Yang Mulia, saya telah berhasil memukul mundur para demon dan vam...." Itu terdengar seperti suara Giga."Hayden, aku bilang kita harus menikah dulu," gumamku."Oh, tidak!" sergah Giga yang begitu nyaring di telingaku."Keluar dari kamarku, Giga!" teriak Hayden dengan wajah memerah.Tubuhku terasa sangat lelah sekarang setelah Hayden akhirnya menurutiku untuk melakukannya melalui pikiran, namun sialnya tenagaku malah semakin bertambah. Terkutuklah kelaparan sialan ini. Aku tidak mau menjadi budak nafsu hanya karena hubungan mate ini. Aku tidak mau merasakan sakit yang lebih parah lagi. Aku akan meminta tolong pada Sharon setelah ini, siapa tahu dia bisa menghentikannya."Sudah, aku sudah tak sanggup lagi. Sekarang perutku yang kelaparan," keluhku. Aku berbaring di atas ranjang dengan tubuh penuh keringat."Giga! Carikan pakaian wanita untuk ratuku!" perintah Hayden tanpa menoleh sama sekali."Arrgghh...dasar raja sialan!" umpat Giga dengan suara lirih, namun masih bisa kudenga
"Lelucon kalian sama sekali tidak lucu," kataku lalu tertawa hambar, namun segera berhenti saat melihat wajah serius mereka.Aku berdehem lalu bangkit dari sofa untuk menuju ke dapur. Aku sedang tak ingin mendengarkan kenyataan apapun. Tidak, aku tidak siap. Atau mungkin belum."Apa yang menyebabkanmu menjadi buronan?" tanya Hayden tetap dari tempatnya."Bisakah kalian tidak membahas tentang hal ini? Rasanya...sakit," gumamku dengan lirih seraya mengambil sebotol air putih dan meneguknya langsung dari sana."Tidak, Candice. Kami harus mengetahui secara detail tentang mengapa kau bisa menjadi buronan, agar penjelasan mengenai kau adalah Gold Dacros bisa kau terima...""Harus berapa kali lagi kubilang jangan membahas tentang hal itu di depanku!" Aku melempar botol di tanganku ke lantai ubin sampai pecah berkeping-keping. Aku sedang tidak ingin membayangkan ibuku yang meregang nyawa di depanku.Tiba-tiba semua benda tajam melayang. Tubuhku gemetaran saat mengingat peristiwa terkutu
Aku tiba di sebuah hutan yang sangat lebat dan luas dengan suara gemuruh tak jauh dari tempatku berpijak. Entah berada di mana ini, sepertinya tempat ini memiliki sesuatu yang sangat luar biasa dan akan menarik minat siapa saja untuk datang ke sini. Mungkin lebih baik aku tinggal di sini saja. Dengan lesu aku bersandar di sebuah pohon besar yang di sekitarnya terdapat berbagai macam tanaman liar yang sudah berbuah dan siap untuk dimakan.Kembali aku teringat dengan penjelasan Giga dan Hayden mengenai darahku yang beracun bagi dacros. Itukah sebabnya mengapa Airis menjebakku? Aku kira itu hanyalah perkiraanku saja bahwa ibuku meninggal karena darahku. Aku berharap bukan itu yang menjadi penyebabnya.Mataku memanas dan dadaku terasa sesak. Sakit sekali. Aku benar-benar sendiri sekarang. Tak ada yang mau menerimaku. Aku bahkan tak yakin bahwa Hayden benar-benar mencintaiku seperti yang tadi dia bilang. Bisa saja kan, dia mendekatiku karena ada maksud tertentu. Omong kosong dengan cin
"Kenapa?" tanyaku dengan polos.Fidel terlihat menelan ludahnya kemudian mundur dengan perlahan. "Dacros? A-aku kira kalian hanyalah mitos. A-aku tidak tahu bahwa...""Candice? Apa yang kau lakukan di sini?"Aku dan Fidel menoleh ke asal suara itu. Fidel menggeram dan menatapku dengan pandangan menuduh. Ada apa dengan makhluk ini? Tanpa berkata apapun lagi, dia berbalik kemudian berubah kembali menjadi serigala gendut berbulu coklat dan berlari dengan cepat meninggalkanku. Hahh, baru saja aku mendapatkan teman baru, tiba-tiba pergi begitu saja karena kehadiran makhluk lain.Aku berbalik dan menatap makhluk itu dengan tajam. "Kau menakutinya!" sergahku sambil menunjuk wajahnya.Dia menyeringai salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya. "Aku hanya mengeluarkan taringku."Aku menepuk keningku sebelum meninggalkannya menuju ke sumber suara gemuruh yang sejak tadi sebenarnya sudah menarik perhatianku. Semakin dekat ke sumber suara, semakin berdebar jantungku karena pemandangan yang
Dalam satu sentakan kuat, tubuhku sudah berada dalam pelukan seseorang dengan posisi berdiri dan aku berada di depannya. Mulutku dibekap dengan sebelah tangannya dan kami mundur beberapa langkah menjauhi Ashton. Kulihat Ashton mendadak kebingungan dan pandangannya beredar ke segala arah."Candice? Di mana kau?"(Hei, aku masih berada di depanmu, bodoh. Kenapa dia tidak bisa melihatku?)"Berbisiklah kalau kau ingin berbicara agar kehadiran kita tidak diketahui," bisik pria yang memelukku dari belakang."Hayden, kenapa kau bisa menemukanku?" tanyaku ikut berbisik."Dacros akan sangat mudah melacak keberadaan pasangannya. Apalagi kita sudah bertukar darah dan tanda mate di dada kiri kita menjadi penghubung," jawabnya lalu memakaikan sesuatu ke leherku.Bertukar darah? Bukankah dacros akan meninggal jika meminum darahku? Lagipula sejak kapan dia meminum darahku?"Tenang saja, Sayang. Aku adalah mate-mu, jadi aku tak akan terkena racunmu. Kau tahu, aku adalah semacam penawar bagimu.
Pandanganku mendadak kosong. Di otakku sekarang tengah memutar kembali kenangan manis beberapa tahun yang lalu di mana hanya ada aku dan Alvon, tak ada yang lain. Tak ada yang mengusik kisah cinta kami, dan dia adalah sosok pria idaman yang selalu kuimpikan. Alvon selalu menghujaniku dengan cinta dan kasih sayang. Dia selalu ada untukku baik di saat susah maupun senang. Perjuangan gigihnya untuk menarik perhatian kedua orangtuaku akhirnya membuahkan hasil. Ayahku—ayah tiriku—memberikan restunya kepada kami sehingga kami berhasil melangsungkan pesta pertunangan.Ibuku begitu bahagia, begitu juga dengan Airis. Alvon adalah sahabat Airis, dan wanita itu sangat senang karena sahabatnya akan menjadi adik iparnya. Lalu bencana itu datang, dan impianku untuk hidup bersama dengan pria yang kucintai selamanya hancur berantakan hanya karena satu kejadian. Alvon dan Airis bercinta, saat aku tengah menyaksikan ibuku meregang nyawa setelah meminum darahku.Pandanganku memburam dan mataku teras
"Bagaimana bisa kau menemukannya di hutan dekat Air Terjun Niagara? Jarak antara Georgia dan New York begitu jauh dan Candice sama sekali belum tahu tempat-tempat yang ada di dunia manusia." Sayup-sayup suara Sharon memasuki indra pendengaranku."Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja dia sudah berada di sana dan aku menemukannya dalam keadaan seperti ini saat hendak mengejar seekor beruang. Bukankah dia seharusnya bekerja di kantormu?" Kali ini suara Ashton yang terdengar seperti sedang mengelak."Aku juga tidak tahu. Aku pikir saat itu dia sedang keluar kantor bersama Mr. Sword untuk menemui klien atau rapat penting, jadi aku tidak mengkhawatirkannya sama sekali," balas Sharon dengan suara yang terdengar semakin jelas.Percakapan mereka masih terus berlanjut dan lama-kelamaan semakin terdengar nyaring di telingaku. Aku mengernyit. Rasanya tubuhku begitu lemah dan sakit. Ada apa dengan tubuhku? Bukankah seharusnya aku masih berada di hutan itu?"Ashton, pelankan suaramu! Kau membangunkan
"Xyan Uzair," kataku ketika bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu itu kini tengah diserahkan oleh ibu mertuaku untuk kususui. Aku menatap bayi yang baru kulahirkan satu jam yang lalu itu dengan hati berbunga-bunga. Kedua matanya mengerjap lucu ketika melihatku. Tiba-tiba dia tertawa, membuat Dessidra dan Ester langsung mendesah dengan wajah gemas. "Kenapa kau menamai dia dengan nama itu, sayang?" tanya Hayden sambil membelai rambutku. Dia mencium keningku lalu kening Xyan, membuat bayi kecilku semakin tertawa riang. "Ah, aku jadi iri. Kapan aku bisa membuat yang seperti itu juga?" tanya Ester dengan kedua sudut bibir menekuk ke bawah, lalu melirik suaminya yang hanya memasang wajah datar meskipun kedua matanya tak lepas dari Xyan. "Xyan artinya sinar matahari. Kau tahu, dulu aku pernah bertemu dengannya di alam mimpiku ketika aku bersama dengan Zam. Waktu itu Zam menyuruhku untuk memakan banyak tanaman Arconium, dan Xyan versi balita datang membawakan semangkuk madu untukku.
Hayden POV Aku buru-buru mendatangi Candice yang tiba-tiba menangis di depan batu hitam itu. Sebenarnya hal yang sudah biasa terjadi, karena banyak manusia yang juga tiba-tiba menangis dan bertingkah aneh di sekitar Ka'bah. Aku kemarin bahkan melihat seorang pria muda yang berteriak-teriak seperti orang gila sambil melihat kesana kemari, seolah-olah dia mendadak lupa sedang berada dimana. Dia juga berteriak tidak bisa melihat Ka'bah, padahal Ka'bah berada tepat di hadapannya. Hassa menjelaskan padaku bahwa manusia itu memiliki niat yang tidak murni ketika datang ke tempat ini. Uang yang dia gunakan juga didapatkan dari jalan yang dilaknat oleh Tuhan, sehingga ketika datang kesini, Tuhan membuatnya tidak bisa melihat Ka'bah yang merupakan rumah-Nya. Ternyata semua dosa yang pernah dilakukan oleh manusia dan jin di masa lalu atau yang sedang berlangsung, akan langsung mendapatkan balasannya ketika berada di tempat ini. Tidak ada yang lolos dari tempat ini, untuk itulah disebut dengan
Dua bulan berlalu setelah aku bertemu dengan Hassa di pusat bumi, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu yang ternyata tak jauh dari lokasi pusat bumi berada. Hayden setuju saja dengan keputusanku, karena dia sendiri merasa penasaran. Hassa tinggal bersama istrinya, sedang dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di daerah lain. Umur Hassa sudah ribuan tahun, mungkin dua ribu lebih. Dia menjadi saksi hidup ketika utusan terakhir diutus ke bumi untuk menyampaikan agama bagi seluruh umat. "Kalian luar biasa. Baru dua bulan sudah mengerti hampir seluruh ajaran agama kami. Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk menerima ajaran kami. Bahkan manusia pun banyak yang menyangkalnya," ucap Hassa ketika kami baru saja menyelesaikan materi tentang hidup bertetangga. "Hayden dulunya adalah seorang raja, sedangkan aku..." Aku mengedikkan bahu. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi aku memang penasaran dengan segala hal yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Apalagi sejak melihat pusat bumi
"Pusat bumi...pusat bumi... Apa ini tempatnya?" tanyaku setelah mendarat di daratan berwarna serba putih dan terasa sangat dingin. Untungnya aku tidak terlalu merasakan hawa di bumi, karena tubuhku tidak sesolid tubuh manusia. "Kau yakin ini tempatnya?" tanya Hayden balik dengan kening berkerut. Ia terlihat sama sekali tidak yakin dengan tempat yang kami pijaki sekarang. Di sepanjang mata melihat, hanya ada warna putih yang berasal dari butiran salju yang menutupi tanah. "Hmm, aku tidak tahu. Tadi kau lihat sendiri tempat ini berada di tengah-tengah bumi," jawabku. Hayden mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu menggeleng. "Tidak ada kekuatan di sini. Bahkan anak buah Azazil saja tidak ada di sini. Sepertinya bukan tempat ini."Aku kembali memeluknya dan melesat ke atas. Pusat bumi itu yang bagaimana? Di tengah-tengah? Atau poros bumi? "Apa aku menembus bumi saja, ya? Siapa tahu di sana ada batu hitam," gumamku sambil mencari lokasi mana yang bisa kutembus dengan mudah. "Biar
"Aku tetap tidak setuju dengan kebijakan kakek. Kita harus lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi di masa depan."Aku menguap setelah hampir 2 jam menunggu Hayden dan kakek Dante yang masih saja belum selesai membahas soal kebijakan baru yang dibuat oleh kakek Dante. Aku sudah mendengar apa yang mereka bicarakan meskipun aku sedang berada di taman kerajaan, tapi lama-lama aku bosan dan mengantuk. Mereka ini kenapa ribet sekali, sih? Padahal aku sendiri sudah bisa memilih kebijakan mana yang lebih aman untuk rakyat. Tapi dua pria itu masih tetap kukuh dengan pendapat masing-masing. "Masih lama, ya?" tanyaku pada Dessidra yang ikut duduk di sampingku. Sejak kakek Dante mengambil alih kerajaan dan status Aiden diturunkan kembali menjadi Pangeran, Dessidra terlihat jauh lebih santai dan bahagia. Dia tidak lagi terlihat tertekan seperti dulu. Apalagi hubungannya dengan Aiden semakin lengket. Aku bahkan harus menyumpal telingaku ketika mereka mulai berisik. Ck, aku harus protes pa
Hayden POV Sejak meninggalkan ruang bawah tanah, Candice terlihat dingin. Auranya membuat siapapun yang melewatinya menjauh dengan wajah ketakutan. Tentu saja mereka ketakutan, karena istriku masih memegang pedang emasnya seolah-olah dia akan menebas siapapun yang menghalangi jalannya. Semua pelayan yang melihatnya langsung berlari ketakutan dan berteriak, membuat beberapa ksatria langsung berlarian ke arah kami. Namun mereka langsung berhenti ketika melihat kondisi istriku, apalagi kedua sayapnya keluar. "Ada apa ini?" tanya Hexadius dengan wajah panik. Aku meringis melihat semua kekacauan ini. Siapa suruh mencari gara-gara dengan wanita hamil? Apalagi dia adalah pejuang tangguh yang bahkan diberikan kekuatan spesial oleh tangan kanan Gabriel. Aku juga tidak akan kaget jika dia bisa menghancurkan istana ini hanya dengan sekali ayunan pedangnya tanpa menyentuh. "Galeo membuatnya marah," jawabku sambil meraih tubuh istriku dan memeluknya dengan erat. "Lebih baik kau lihat dia di
"Mereka mengira bahwa kalian adalah malaikat."Aku menoleh pada sosok perempuan tua dengan wajah datar dan kulit berwarna putih pucat hampir abu-abu. "Siapa kau?" tanyaku penasaran. "Aku adalah penghuni gunung ini. Para manusia itu sering iseng di tempat ini dan kami sangat membencinya. Mereka tidak menghormati wilayah kami," jawab perempuan itu masih dengan wajah datar, namun suaranya terdengar marah. "Apa mereka memang seperti itu?"Perempuan tua itu mendengkus. "Mereka adalah manusia-manusia jahil yang mengira bahwa diri mereka hebat karena bisa melihat makhluk tak kasatmata seperti kita. Di dalam hati mereka terdapat kesombongan. Mereka tidak punya adab dan sopan santun. Itulah kenapa aku sengaja menuntun mereka ke sini untuk bertemu kalian.""Memangnya kenapa kalau mereka bertemu dengan kami?" tanya Hayden yang sejak tadi diam. Perempuan itu menyeringai. Giginya terlihat runcing dan kedua matanya tiba-tiba menghilang. Wanita itu tertawa terbahak-bahak yang terdengar aneh di t
"Candice? Sayang, bangun!"Aku merasakan tubuhku diguncang beberapa kali, lalu pipiku ditepuk dengan pelan. "Sayang, kenapa kau tidur di sini?"Mataku mulai mengerjap ketika kesadaranku kembali. Aku membuka mata dan melihat wajah khawatir Hayden, lalu mengernyit. "Kenapa kau bisa tidur di sini?""Hah?" Aku mengedarkan pandangan ke sekiling dan terkejut ketika mendapati diriku tengah berada di taman belakang rumah kami. Buru-buru aku bangkit dari tidurku yang ternyata di posisi miring. Eh? Tidur? Bukankah aku tadi terbang ke langit dan bertemu dengan Azazil? "Tadi malam kau pamit ke taman. Kukira kau sudah kembali ke kamar, tapi malah tidak ada dimanapun. Aku mencarimu kemana-mana sampai ke kerajaan ayahmu. Seharusnya kau bilang padaku jika ingin jalan-jalan, bukan malah menghilang tidak jelas begini," jelas Hayden dengan wajah khawatir sekaligus kesal. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jadi semalam bukanlah mimpi? "Aku kemarin malam terbang ke langit dan bertemu dengan Az
Aku melihat langit malam yang dipenuhi dengan bintang. Penasaran apakah aku bisa terbang sampai ke sana dan melihat bintang-bintang itu? Selama ini aku selalu ingin menembus langit dan mengetahui ada rahasia apa saja disana, tapi aku merasa ragu sekaligus takut. Bagaimana jika ketika aku sampai di sana, tiba-tiba aku mati atau terbakar? Aku pernah melihat bangsa jin yang mati terbakar setelah dilempari dengan panah api dari langit. Waktu itu aku masih remaja dan rasa keingintahuanku begitu tinggi. Aku sering nekat menjelajahi berbagai tempat dengan sayapku. Melihat tempat-tempat dari ketinggian benar-benar menakjubkan. Sampai akhirnya ketika langit berubah gelap karena mendung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara petir yang menyambar sebuah pohon tepat di depanku. Aku hanya bisa diam membeku ketika melihat dengan jelas makhluk dengan bentuk aneh yang langsung hangus terbakar oleh panah api dari langit. Panah api itu diiringi dengan petir yang menggelegar dan memekakkan telinga. Aku