Jingga sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas sekolahnya di kamar. Ia berusaha sangat fokus, walau ada suara gaduh dari ruangan sebelah.
Ruangan sebelah adalah kamar milik Dalfon. Sekarang di ruangan itu ada Dalfon, Adit, dan Ansel. Ketiga orang itu sedang bermain game ponsel. Dan terus-menerus berteriak sesuka mereka, tanpa memperdulikan Jingga yang sedang mencoba fokus mengerjakan tugas sekolahnya.
Jingga memang bisa sabar. Tetapi kesabarannya juga bisa habis. Dan karena kesabaran Jingga sudah habis, ia memutuskan untuk keluar dari kamar, lalu mengetuk pintu kamar Dalfon.
Anehnya, saat ia mengetuk pintu ruangan tersebut, tiba-tiba suara bising yang tadi ia dengar, langsung hilang seketika.
Dan karena ia merasa aneh, ia memutuskan untuk membuka pintu itu secara paksa. Lalu ia mendapati tiga orang laki-laki yang sedang tertidur di atas lantai ditemani dengan kulit kacang yang berserakan di mana-mana.
Jingga yakin bahwa ketiga laki-laki itu cuma pura-pura tidur. Makanya ia terus menatap wajah ketiga laki-laki itu secara bergantian. Menunggu ketiga laki-laki itu membongkar kebohongan mereka sendiri.
Dan benar, tidak lama setelah itu, Adit tertawa terbahak-bahak. Membuat Ansel dan Dalfon juga ikut tertawa.
"Oi, bodoh! Kamu kenapa ketawa, sih?!" tegas Ansel di tengah-tengah tawanya.
"Ya mana tahan aku dilihatin kayak begitu," balas Adit setelah puas tertawa.
"Oi! Ini sudah jam sepuluh malam! Kalau mau ketawa jangan keras-keras, nanti tetangga terganggu!" tegas Jingga memperingati Dalfon, Ansel, dan Adit.
"Iya-iya. Sudah kamu sana balik belajar sana," usir Dalfon sambil menyalakan televisi kamarnya.
"Awas aja kalau kalian sampai berisik lagi, aku usir kalian dari rumahku!" tegas Jingga lalu menutup kembali pintu kamar Dalfon.
"Main lagi, Nyet. Mumpung dia sudah pergi," ucap Dalfon sambil mengambil tiga buah ponsel yang tadi ia sembunyikan di bawah bantal.
"Oi, pintunya terbuka lagi," gumam Ansel saat melihat pintu kamar Dalfon mulai terbuka lagi.
Sontak Dalfon langsung menyembunyikan kembali ketiga ponsel yang tadi sudah ia pegang. Secepat mungkin ia berbalik arah dan menatap secara saksama siaran televisi yang ada di hadapannya.
"Kak, internet Wi-Fi mulai melambat. Kayaknya sudah waktunya bayar lagi, deh," ucap Jingga saat pintu kamar Dalfon sudah terbuka lebar.
"Iya, 'kah? Besok Kakak bayar, deh. Kamu balik saja sana ke kamar kamu. Soal Wi-Fi biar Kakak urus besok," ucap Dalfon dengan santainya.
"Besok sore teman-teman Jingga bakalan ke sini buat ngerjain tugas kelompok. Jadi masalah internet Wi-Fi harus selesai sebelum sore," ucap Jingga lalu melenggang pergi.
"Lah, bukannya besok sore kita juga akan bakar ikan di halaman belakang rumahmu?" tanya Adit sambil menatap Dalfon.
"Ya 'kan mereka belajarnya di ruang tamu. Jadi kita tidak akan berbenturan dengan mereka," jawab Dalfon sambil mengambil ponselnya.
"Kayaknya kita besok pagi harus mancing banyak ikan, nih. Biar besok bisa dibagi-bagikan ke teman-teman Jingga," ucap Ansel dengan semangat.
"Oh, iya. Bicara-bicara tentang mancing besok pagi, aku kayaknya akan telat. Soalnya aku harus bayar Wi-Fi rumahku dulu," cetus Dalfon.
"Santai aaja, kali. Tanpa kamu, aku dengan Ansel pasti bisa mendapatkan banyak ikan," sahut Adit sambil tersenyum.
Sebenarnya akan sangat susah bagi Adit dan Ansel untuk mendapatkan ikan banyak tanpa kehadiran Dalfon, karena memang Dalfon lah yang paling bisa diandalkan saat memancing ikan. Tetapi walau begitu, Adit mempunyai rencana lain kalau memang jumlah ikan yang ia dapatkan kurang dari jumlah yang sudah ditentukan.
Rencananya adalah pergi ke pasar tradisional, lalu membeli ikan yang masih hidup. Dan dengan begitu, ikan yang ia beli di pasar itu bisa menutupi kekurangan ikan yang ia pancing bersama Ansel.
"Aku malam ini tidur di sini, ya, Fon. Aku malas pulang ke rumah," cetus Ansel sambil loncat ke arah atas kasur Dalfon.
"Kenapa? Apa mereka tidak pulang lagi malam ini?" tanya Dalfon sambil menatap saksama layar televisinya.
"Ya seperti yang kamu tau. Mereka tidak pernah pulang," jawab Ansel sambil memeluk erat guling Dalfon.
"Aku juga menginap di sini, deh. Biar besok pagi, bisa langsung ke pemancingan sama Ansel," cetus Adit sambil mengambil sebuah bantal yang ada di atas kasur.
"Lah, bodoh! Kalau kalian semua tidur di sini, aku tidur di mana coba?!" tanya Dalfon dengan nada keras.
"Tidur di bawah, lah," jawab Ansel dengan santainya.
"Eh, Nyet. Dari pada tidur di kamar, mending kita tidur di luar," cetus Dalfon yang baru saja mendapatkan ide bagus.
"Jangan aneh-aneh kamu! Sudah malam, nih. Mau emang ditemani mbak kunti?" sahut Adit sambil merebahkan tubuhnya di samping tubuh Ansel.
"Kita kemah, Nyet. Jarang-jarang 'kan kita kemah. Mumpung ada gitar. Kan lumayan bisa nambah-nambah kenangan," jawab Dalfon sambil mengambil gitar milik Ansel yang ada di dekat almari baju.
"Emang ada tenda, Nyet?" tanya Ansel sambil bangun dari posisi tidurnya.
"Karena ini acara dadakan, aku tidak sempat sewa tenda. Nah karena itu kita pakai selimut saja. Sebisa mungkin kita bikin tendanya pakai selimut. Kayaknya di samping rumah ada tali sama kayu, jadi bisa digunain buat bikin pondasi," jawab Dalfon sambil memainkan gitar yang sedang ia pegang.
"Emangnya bisa, Nyet?" tanya Adit sambil mengambil selimut biru milik Dalfon.
"Bisa kalau kamu pakai otak," jawab Dalfon.
"Otak kamu tidak ketinggalan di rumah 'kan, Nyet?" tanya Ansel sambil menatap Adit.
"Kayaknya sih tidak. Kepala aku rasanya berat. Jadi kemungkinan besar, otakku masih ada di dalam kepala," jawab Adit.
"Nah, berarti bisa, nih. Ayo berangkat ke halaman rumah," ucap Dalfon lalu melenggang pergi meninggalkan kamarnya.
"Oi, bego! Satu selimut mana cukup!" tegas Adit sambil berlari menyusul Dalfon.
"Sudah, kamu ke halaman dulu aja sama Ansel. Aku pinjam selimut punyanya Jingga," balas Dalfon tanpa menoleh ke arah belakang.
Sepertinya perkataan Dalfon tadi. Sekarang Dalfon berjalan menuju ke arah kamar adiknya. Dengan gitar di tangan sebelah kanannya, ia perlahan mengetuk pintu kamar Jingga, menunggu izin masuk dari Jingga yang ada di dalam kamar.
Dan saat Jingga sudah mengizinkan Dalfon masuk, Dalfon pun tanpa mengulur waktu lagi, langsung masuk ke kamar Jingga.
"Kenapa, Kak?" tanya Jingga sambil menutup buku tugasnya.
"Selimut cadangan kamu mana?" tanya Dalfon sambil menatap ke arah atas kasur Jingga.
"Selimut cadangan Jingga 'kan kemarin Kakak suruh buang."
Dalfon terdiam sejenak. Mencoba mengingat-ingat lagi kejadian tersebut. Tidak butuh waktu lama, ia pun langsung bisa mengingat kejadian tersebut. Kejadian di mana ia menyuruh Jingga untuk membuang selimut cadangan milik Jingga karena selimut itu sudah terkena bercak darah Jingga saat menstruasi. Dan sampai sekarang Dalfon belum sempat membelikan adik perempuannya itu selimut baru untuk dijadikan selimut cadangan.
"Oh, iya. Besok Kakak beliin selimut baru. Lanjutin aja belajar kamu," ucap Dalfon sambil mengalihkan pandangannya ke arah Jingga.
"Kalau mau pinjam, pakai aja selimut Jingga yang itu," ucap Jingga sambil menunjuk selimut berwarna merah muda yang terlipat rapi di samping bantal.
"Jangan bodoh. Kalau Kakak pinjam itu, kamu nanti tidurnya pakai apa? Sudah, lanjutin aja belajar kamu. Kakak sama yang lainnya mau kemah di halaman depan, kalau ada apa-apa panggilan aja Kakak dari balkon."
Setelah mengucapkan itu, Dalfon langsung keluar dari kamar Jingga, menutup pintu kamar adiknya itu rapat-rapat supaya adiknya itu bisa melanjutkan tugasnya dengan tenang dan tanpa gangguan apa pun.
Sekarang Dalfon kebingungan, pasalnya selimut yang dibutuhkan sekarang sangatlah kurang. Selimutnya sudah dipakai dan selimut milik Jingga tidak bisa ia pinjam. Dan tidak mungkin ia meminjam selimut tetangga.
Sebenarnya ada dua buah selimut lagi di dalam kamar yang letaknya ada di lantai satu. Tetapi Dalfon sangat enggan untuk masuk ke dalam ruangan tersebut. Karena kamar tersebut adalah kamar milik orang tuanya.
Dalfon mencoba untuk tetap tenang dan mencoba untuk berpikir tenang. Kalau memang satu-satunya cara supaya rencana kemahnya bisa tercapai, maka mau tidak mau ia harus masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya untuk mengambil dua buah selimut yang ada di dalam sana.
Setiap Dalfon melangkahkan kakinya, entah kenapa muncul rasa benci yang teramat dalam di lubuk hatinya. Membuat semakin tidak rela masuk ke dalam ruangan tersebut. Tetapi ia coba untuk teguhkan hatinya dan mencoba untuk tetap tenang.
Dan akhirnya sekarang ia sudah sampai di depan pintu berwarna cokelat yang ada di lantai satu. Sekarang ia sudah ada di depan kamar kedua orang tuanya. Sebenarnya ia hanya perlu masuk dan mengambil selimut yang ada di dalam kamar tersebut, lalu selesai. Tetapi entah kenapa, ia masih merasa berat hati untuk melakukan hal tersebut.
Semakin lama Dalfon berada di depan pintu ruangan tersebut, membuat rasa benci yang ada di benaknya semakin menjadi-jadi. Karena itulah Dalfon memutuskan untuk membuka pintu tersebut dalam hitungan detik, lalu masuk ke dalam kamar.
Tetapi saat tangan Dalfon mau menyentuh gagang pintu tersebut, ada seseorang dari sebelah kanan Dalfon mencengkeram erat tangan Dalfon. Menghalangi niatan Dalfon untuk membuka pintu ruangan tersebut.
Dan saat Dalfon melihat ke arah kanan. Betapa terkejutnya dirinya, saat mengetahui bahwa Adit lah orang yang menghalanginya untuk membuka pintu ruangan tersebut.
"Semua yang sudah tertutup biarkan aja tertutup. Tidak perlu dibuka lagi, karena itu cuma akan memberi luka," cetus Adit sambil melepaskan cengkeramannya.
"Terima kasih," ucap Dalfon lalu tersenyum.
"Aku sama Ansel sudah buat tendanya. Karena kamu lama, kami pakai jas hujan kami buat bahan tambahannya. Dan aku di sini buat memberitahukan kamu tentang hal itu."
"Ya, sudah. Ayo ke sana, tunggu apalagi."
Dalfon sudah melenggang pergi meninggalkan Adit yang masih berdiri tegak di dekat pintu kamar kedua orang tua Dalfon. Sedangkan Adit masih menatap pintu kamar tersebut dengan tatapan sinis.
Ansel dan Adit sedang melamun di pinggir kolam pemancingan ikan. Memikirkan tentang bagaimana kemeriahan pesta nanti sore yang akan diselenggarakan di rumah Dalfon. Ya walau pestanya bukan pesta besar-besaran. Tetapi pesta itu adalah pesta yang sangat mereka nanti-nanti sejak dulu, karena di pesta itu mereka bisa sesuka hati membakar ikan yang telah mereka bumbui sendiri.Memikirkan tentang ikan, sekarang ikan yang sudah didapatkan oleh Ansel dan Adit masih sangatlah sedikit. Kalau dihitung-hitung, saat mereka berhasil mendapatkan dua ekor ikan yang memiliki ukuran lumayan besar.Tetapi menurut mereka sendiri, dua ekor ikan itu tidak akan cukup jika dibagikan dengan para teman-teman Jingga yang akan datang nanti sore untuk belajar bersama dengan Jingga. Jadi mereka putuskan untuk tetap tinggal di pemancingan ikan tersebut lebih lama dan memancing ikan sebanyak mungkin.Di tengah-tengah lamunannya, Adit teringat tentang kejadian kemarin malam. Kejadian di mana Da
Dalfon, Adit, dan Ansel sedang membakar ikan di halaman belakang rumah Dalfon. Mereka bertiga saling berbagi tugas, supaya bisa lebih menghemat waktu dan tenaga.Dalfon bertugas untuk melumuri ikan dengan bumbu yang sudah mereka bertiga racik sebelumnya. Adit bertugas untuk membakar ikan. Sedangkan Ansel bertugas untuk menyiapkan nasi dan daun pisang untuk alas mereka nanti makan.Mereka kali ini akan makan di halaman belakang, karena di ruang tamu sedang ada Jingga dan teman-teman sekelasnya yang sedang mengerjakan tugas kelompok.Sebenarnya mereka bisa saja mengambil piring di dapur untuk menjadi alas mereka makan. Tetapi mereka lebih memilih makan beralaskan daun pisang karena biar lebih terasa solidaritasnya.Adit berusaha membuat ikan bakar mereka seenak mungkin. Karena nanti bukan cuma mereka bertiga saja yang makan ikan tersebut. Tetapi teman Jingga juga ikut makan bersama mereka. Jadi mereka sebisa mungkin akan membakar ikan tersebut seenak mungki
Alice sedang menyibukkan diri dengan membaca laporan keuangan perusahaannya. Sebenarnya tanpa ia membacanya sekali pun, pasti tidak terjadi hal yang merugikan untuknya. Karena memang semua orang yang bekerja untuknya adalah orang-orang yang jujur. Dan kalau pun ada yang berbuat curang, maka Keenan akan langsung menghabisi orang tersebut untuknya.Tetapi Alice kali ini tetap melakukan hal tersebut. Bukan untuk mengetahui laporan keuangan perusahaannya. Tetapi untuk menyibukkan diri.Alice hari ini sama sekali tidak mempunyai kegiatan yang mengasyikkan, jadi ia memilih untuk menyibukkan diri dengan cara datang ke kantor dan membaca semua laporan.Sebenarnya kalau bisa memilih, Alice bisa memilih pergi ke mall untuk berbelanja barang-barang mewah. Tetapi kegiatan tersebut sudah terlalu membosankan untuknya. Karena beberapa akhir ini, ia sudah berkali-kali berkunjung ke mall besar dan membeli semua barang yang ia sukai. Dan sepertinya tidak ada lagi barang yang inca
Ansel, Adit, dan Dalfon sekarang sedang berada di tongkrongan mereka. Suasana di tempat berkumpul mereka tadinya sangatlah ramai, karena memang di warung itu mereka sedang mengadakan turnamen game online.Turnamen tersebut diadakan oleh mereka sendiri. Jadi tidak ada hadiah atau pun gelar juara di turnamen tersebut, karena memang sejak awal turnamen tersebut dibuat hanya untuk kesenangan semata.Dan tentu saja orang yang pertama kali mencetuskan ide tentang turnamen tersebut adalah Dalfon. Karena memang semua orang yang ada di warung tersebut sedang tidak ada kegiatan, makanya ide Dalfon tersebut bisa berjalan lancar.Satu tim terdiri dari empat orang. Dan karena sekarang di warung tersebut ada dua puluh, maka tim yang bermain dalam turnamen tersebut hanyalah lima tim.Walau cuma sedikit. Tetapi mereka sangat-sangat merasa senang. Mereka semua menganggap bahwa turnamen tersebut adalah turnamen yang besar. Dan kalau menang mereka akan mendapatkan hadiah ya
Hari pertunangan Adit. Adit sudah siap dengan setelan jas berwarna hitamnya. Tentu saja ia sangat gugup kali ini. Karena mau bagaimana pun juga, ini adalah pertama kalinya ia bertunangan dengan seorang perempuan. Ditambah lagi, sebagian teman mainnya hadir dalam acara ini, membuatnya semakin gugup dan tidak tau harus berbuat apa.Perasaan gugupnya semakin menjadi-jadi saat ia disuruh memasangkan sebuah cincin ke jari manis Lucia. Tetapi sebisa mungkin, ia tutupi perasaan gugup itu dengan sebuah senyuman kecil yang ada di bibirnya.Dan saat cincin yang tadi ia pegang sudah melingkar di jari manis Lucia. Semua orang bersyukur. Karena dengan begitu, acara pertunangan tersebut berakhir dengan mulus, tanpa kendala apa pun.Ansel tersenyum lebar saat Adit menatap ke arahnya. Ia ikut bahagia, karena akhirnya Adit bisa melangsungkan acara pertunangan dengan baik dan tanpa kesalahan apa pun. Ia turut bahagia, karena akhirnya Adit tidak lajang lagi sekarang.Pandan
Dalfon mondar-mandir di hadapan sebuah ruangan yang di dalamnya sedang ada Jingga yang sedang diperiksa oleh dokter.Dengan perasaan khawatir, ia berkali-kali mencoba untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Supaya tidak terlalu khawatir dengan kondisi Jingga.Tetapi apa pun yang telah ia lakukan, tidak bisa membuat dirinya tenang. Semakin lama, ia semakin ingin mendobrak pintu ruangan tersebut lalu melihat keadaan Jingga dengan matanya sendiri. Tetapi ia tidak bisa melakukan hal tersebut. Bukan karena takut ditangkap oleh penjaga keamanan. Tetapi takut mengganggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Jingga di dalam.Pandangan Dalfon langsung beralih menatap pintu, saat ia mendengar suara gagang pintu yang bergerak-gerak. Dan firasatnya benar.Saat pintu tersebut sudah terbuka. Terlihatlah dokter menggunakan sebuah masker medis berdiri ambang pintu. Dan tanpa pikir panjang lagi, Dalfon langsung menghampiri dokter tersebut. Menanyakan tentang kea
Jingga perlahan mulai membuka matanya. Saat matanya sudah terbuka pelan, ia bingung pasalnya ruangan yang sekarang ia tempati bukanlah kamarnya. Dan ia sangat asing dengan ruangan tersebut.Saat melihat ke arah sekitar, ia melihat Ratu dan Dalfon yang seperti sedang membahas sesuatu di dekat jendela. Jingga ingin memanggil kakak laki-laki tersebut. Tetapi entah kenapa, ia merasa sangat lemas. Jadi ia putuskan untuk mengetuk-ngetuk sebuah besi yang ada di dekat kasurnya, memberikan tanda kepada kedua orang tersebut bahwa ia sudah sadar.Ratu dan Dalfon yang mendengar suara besi diketuk pun langsung melihat ke sumber suara. Mereka berdua tersenyum lebar, saat melihat orang yang selama ini telah mereka nanti-nanti, telah sadar.Tanpa pikir panjang, Ratu langsung berlari mendekat ke arah Jingga. Memastikan bahwa sahabat tersebut sudah sadar sepenuhnya.Sedangkan Dalfon hanya tersenyum di dekat jendela tanpa mengatakan apa pun. Ia tidak mengucapkan apa p
Alice berjalan pelan menuju ke arah rak bukunya. Dari banyaknya buku yang tersusun rapi di dalam rak tersebut, ia mengambil sebuah buku novel romansa untuk dibacanya malam ini.Ia bawa buku tersebut ke atas kasurnya. Lalu membukanya pada halaman pertama.Alice memang suka sekali dengan buku-buku romansa. Tetapi karena tugasnya sebagai pemimpin keluarga Gracia, ia tidak memiliki waktu untuk bersantai dan membaca buku-bukunya.Saat semua orang memuji Alice dengan bilang kalau hidup Alice enak karena sudah difasilitasi oleh benda-benda berkualitas dan mewah. Alice sendiri menganggap itu sebagai hinaan. Karena semua barang mewah yang ia miliki sekarang hanyalah sebuah benda. Dan sampai kapan pun, sebuah benda tidak akan bisa membuatnya puas.Dengan uang yang ia miliki sekarang, harusnya ia bisa membeli semua benda yang ia inginkan dan mendapatkan kepuasan setelah itu. Tetapi kenyataannya tidak. Walau Alice sudah membeli semua benda yang ia sukai,
Arasha, Rachel, Gio hari ini akan dilantik sebagai kepala keluarga baru. Arasha sebagai keluarga Mafuyu, Rachel sebagai kepala keluarga Virgo, dan Gio sebagai kepala keluarga Aurora.Seharusnya jabatan kepala keluarga Vinka diberikan kepada Alyssa. Tetapi dengan alasan pribadi Alyssa menolak keras jabatan itu dan memberikan jabatan itu kepada adiknya.Sedangkan Arasha maju sebagai kepala keluarga karena terpaksa. Ia tidak mempunyai kakak ataupun adik. Jadi satu-satunya orang yang bisa memimpin keluarga Mafuyu hanyalah dirinya. Membuatnya tidak mempunyai pilihan lain selain maju sebagai kepala keluarga baru.Sebenarnya ada Langit. Tetapi tidak mungkin bagi Langit untuk maju. Karena berita tentang Noel yang telah dikeluarkan dari keluarga Mafuyu sudah menyebar di masyarakat. Jadi akan menjadi masalah jika Langit yang maju sebagai penerus.Bicara-bicara tentang Langit. Alice sudah mengizinkan Noel, Keenan, dan Langit untuk menunjukkan diri mereka ke de
Semua orang kembali ke rumah darurat yang telah disiapkan oleh pemerintah. Semua orang ingat kalau mereka berada di sana karena rumah mereka hancur lebur disebabkan oleh serangan teroris. Ingatan mereka masih utuh tentang perang itu. Tetapi ada dua keping bagian ingatan mereka yang menghilang. Yaitu tentang pasukan bayangan dan Dalfon.Tidak ada satu pun orang yang bisa mengingat tentang pasukan bayangan. Dengan begitu, semua identitas anggota pasukan bayangan dan semua rahasia yang ada di kamp pelatihan pasukan bayangan akan aman.Dan tentang Dalfon. Diingatan mereka sama sekali tidak ada kenangan dengan laki-laki itu. Seakan mereka tidak pernah bertemu atau bahkan mengenal laki-laki itu.Bahkan Ansel, Adit, Jingga, dan Lucia yang memiliki hubungan erat dengan Dalfon, sekarang sama sekali tidak bisa mengingat siapakah Dalfon yang sebenarnya. Hilangnya Dalfon dari ingatan mereka disebabkan oleh sihir yang Dalfon langsungkan hari itu. Dan sihir itu adalah s
Semua orang dikumpulkan di lapangan latihan. Sudah terhitung seminggu sejak pada pengungsi mengungsi di kamp pelatihan pasukan bayangan. Dan hari ini adalah hari terakhir pada pengungsi di kamp pelatihan. Karena para petinggi sudah memutuskan untuk memindahkan para pengungsi ke rumah darurat sementara yang letaknya tidak begitu jauh dari kota mereka.Para pasukan bayangan sudah lengkap dengan pakaian militer mereka. Dengan upacara perpisahan, mereka akan mengantarkan kepindahan para pengungsi.Tentu saja ada rasa sedih di benak mereka. Karena mereka sudah lama tidak mendapatkan tamu dari luar hutan. Selama ini mereka hanya ada di dalam hutan tanpa tau bagaimana kehidupan dan berita yang ada di luar hutan. Jadi sekalinya mereka mendapatkan tamu dari luar hutan, ada banyak hal yang mereka ingin lakukan bersama. Tetapi sayangnya waktu mereka sekarang telah usai. Semuanya harus kembali ke tempat mereka masing-masing.Kaze mengucapkan sepatah dua patah kalimat di ata
Ansel dan Adit meminum segelas kopi hangat yang tadi sempat mereka bikin di dapur umum. Mereka menikmati kopi itu di sekitar api unggun. Bukan cuma mereka, ada juga Arasha, Alyssa, Lucia, dan Jingga.Mereka berenam sedang menghangatkan tubuh mereka pada malam hari yang dingin ini. Tanpa pembicaraan yang khusus, mereka duduk dan berbicara seadaanya.Rasa canggung memang terasa di benak Adit dan Ansel. Karena kedua perempuan yang sedang bersama mereka adalah para penerus keluarga besar. Yang artinya kedua perempuan itu adalah perempuan terpandang. Bisa bahaya kalau mereka memberikan kesan yang buruk pada mereka.Sedangkan Jingga dengan Arasha masih seperti biasanya. Masih tidak bisa akur dan saling mendebatkan hal-hal yang kecil. Arasha memang selalu bisa mengalah terhadap kemauan dan pola pikir Dalfon. Tetapi ia tidak mau mengalah untuk perempuan itu. Walau pun semua orang mengatakan kalau perempuan itu adalah adiknya Dalfon, ia tidak akan pernah mau
Malam harinya Dalfon tidak bisa tertidur. Tidurnya pada siang hari sangatlah pulas. Sampai-sampai saat malam hari tiba, ia sudah tidak bisa merasakan mengantuk lagi.Dalfon yang tidak tau harus apa hanya bisa duduk di balik pintu sambil memandangi sepatu kerjanya yang masih terlihat sangat bersih. Padahal setahunya, saat ia terakhir kali ia menggunakan sepatu itu, sepatu itu penuh dengan lumpur. Tetapi kemarin saat ia melihat sepatu itu di dalam kamarnya, sepatu itu sudah sangat bersih seperti sepatu baru.Dalfon langsung menurunkan sepatunya yang sedang ia pegang saat ia merasakan seseorang mendekati gudang tempat ia dihukum. Kalau dari firasat, Dalfon yakin kalau orang itu bukanlah Kaze ataupun Arisha. Karena tidak mungkin ia dibebaskan dari hukuman secepat itu.Dalfon bisa merasakan kalau pintu gedung sedikit bergetar. Tanda kalau orang yang ada di luar sana sudah mulai menyentuh pintu itu. Tetapi sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa kunci gudang aka
Apel selesai. Semua pengungsi diperbolehkan untuk kembali ke pengungsian. Dan ada beberapa orang yang masih bertahan di lapangan hanya untuk menghabiskan waktu mereka lebih lama. Mungkin di pengungsian terasa sangat membosankan. Makanya mereka ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi di lapangan bersama dengan para pasukan bayangan yang kali ini dibebaskan dari tugas.Benar, pasukan bayangan bebas dari tugas. Kalau ditanya kenapa bisa bebas tugas, karena para petinggi sedang sibuk-sibuknya mengurus pembangun kembali kota yang sudah hancur. Sampai-sampai lupa memberikan perintah pada pasukan bayangan.Ada sekelompok pengungsi yang terdiri dari tujuh orang mendekati perwira tinggi yang sedang mengarahkan salah satu anak buahnya untuk segera mempersiapkan sarapan untuk para pengungsi.Kelompok itu terdiri dari Ansel, Adit, Jingga, Alyssa, Arasha, dan Vedora. Ansel menepuk pundak perwira tinggi saat posisi mereka sudah dekat. Perwira tinggi yang saat itu sedan
Vinka menatap seorang laki-laki yang sedang tertidur pulas di atas kasur pasien. Ia adalah pemimpin dari keluarga yang terkenal dengan pengobatannya. Tetapi kali ini ia tidak bisa berbuat apa-apa pada anak laki-laki itu.Yang bisa ia lakukan hanyalah memberikan obat untuk mempercepat proses pengeringan luka yang ada pada tubuh laki-laki itu. Cuma itu saja. Sedangkan kondisi bagian dalam tubuh laki-laki itu sangatlah parah. Saking parahnya, dengan tidak ada kemampuan medis yang dapat menyembuhkannya.Vinka mengalihkan pandangannya ke arah seorang perempuan menggunakan baju militer yang berdiri tepat di depannya. Perempuan itu juga sama sepertinya. Sedang menunggu laki-laki yang ada di dalam ruangan itu siuman.Perempuan yang ada di hadapannya itu adalah Arisha. Arisha memang tidak mempunyai hubungan dengan keluarga Virgo. Tetapi kemampuan medis perempuan sangatlah bagus. Sehingga bisa menjadi dokter militer di pasukan bayangan. Pencapaian yang sangat hebat
Arisha menatap ke arah luar jendela dengan saksama. Menatap salju-salju yang jatuh ke tanah dan semakin lama menutupi seluruh permukaan tanah dengan warnanya yang putih.Dulu sekali sebelum bertemu dengan Dalfon. Arisha tidak suka dengan salju. Bukannya tidak suka karena benci. Melainkan hanya sekedar menghindari. Karena salju bisa membuat badannya sakit. Kalau pun ada tugas negara yang membuatnya harus berurusan dengan salju, maka Arisha mau tidak mau harus menggunakan pakaian tebal dan membawa sebotol minuman panas untuk menjaga suhu tubuhnya tetap hangat.Tetapi itu semua berubah semenjak bertemu dengan Dalfon. Saat Dalfon masuk ke dalam hutan larangan sebagai pelatih, semua anggota diminta untuk tidur di atas tumpukan salju dengan pakaian yang sangat tipis. Bahkan para anggota laki-laki sama sekali tidak memakai pakaian sedikit pun.Arisha menolak hal itu keras. Karena ia tidak mau diperintah oleh orang yang baru saja datang dan mengambil posisi pelati
Semua orang kaget saat tiba-tiba para pemimpin keluarga muncul di tengah-tengah lapangan. Ada yang takut dan ada yang kagum. Semua orang ingin bertanya tentang bagaimana hasil dari peperangan tersebut. Tetapi mulut mereka tidak bisa berkata-kata. Terbungkam oleh rasa takut yang mereka rasakan.Pasukan bayangan yang tadinya ada di bangunan langsung berdiri secara rapi di hadapan para pemimpin dengan posisi hormat. Yang tentu saja, semua para anggota pasukan itu dipimpin oleh Kaze.Kaze tertegun sempurna saat melihat ada sebuah air mata di pipi Alice. Perempuan terkuat yang ia kenal sekarang sedang terlibat lemah. Dulu Kaze sangat ingin mengalahkan perempuan itu, saat perempuan itu sedang dalam posisi terlemahnya. Tetapi saat melihat perempuan itu lemah, entah kenapa hati Kaze ikut merasa sedih. Seakan perasaan itu mengalir begitu saja ke dalam hati Kaze.Noel yang melihat kedatangan Alice, langsung mendekat. Ia melepaskan jas berwarna hitamnya, lalu menyelimuti t