Share

Bab 6

Author: Sarana
last update Last Updated: 2025-04-23 01:16:46

"Apa kalian… sudah saling mengenal sebelumnya?" 

"Kami—" Baru saja Adrian hendak menjawab, tiba-tiba suara keras menghentikannya.

Prang!

Semangkuk sup tumpah dengan derasnya, jatuh tepat mengenai pakaian Eliana. Cairan panas itu menciprat, membuat suasana menjadi riuh seketika. Mbok Inah, asisten rumah tangga berusia tua itu, tampak terkejut dan segera membungkuk, cemas. 

"Maaf, Non. Mbok nggak sengaja," ucapnya dengan wajah pucat pasi.

Eliana mengangkat tangannya, memberikan senyuman lembut untuk menenangkan Mbok Inah. 

"Nggak apa-apa, Mbok," jawabnya lembut. Ia lalu mulai memunguti pecahan mangkuk yang berserakan di lantai.

Namun, Mbok Inah buru-buru melarangnya, takut Eliana terluka. 

"Jangan, Non. Biarkan Mbok yang mengurusnya," katanya dengan tergesa-gesa, berusaha untuk mengambil alih.

Melihat situasi yang mulai kacau, Vio segera angkat suara, "Eliana, lebih baik kamu ganti pakaian dulu. Sup itu pasti panas, tanganmu bisa iritasi kalau tidak segera dibasuh."

Eliana menoleh, sempat ragu, namun akhirnya mengangguk pelan. 

"Baik, Tante." Ia menatap Mbok Inah dengan penuh pengertian. "Mbok, hati-hati ya. Jangan sampai kena pecahan kacanya."

“Baik, Non,” jawab Mbok Inah lega, masih membungkuk sambil membersihkan sisa sup di lantai.

Eliana pun melangkah keluar dari ruang makan, meninggalkan keheningan yang sempat menggantung.

Sepanjang kepergian Eliana, mata Adrian tak pernah lepas darinya. Tatapannya seolah menyimpan tanya yang belum sempat terucap—campuran kebingungan, kenangan, dan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Bahkan saat Melani menoleh padanya, Adrian tidak bergeming.

"Adrian?" panggil Melani.

Adrian akhirnya mengedip, seolah tersadar dari lamunan. 

“Huh? Iya?”

Melani tersenyum kaku. 

“Kamu nggak apa-apa?”

Adrian mengangguk singkat, tapi pandangannya kembali tertuju ke arah lorong tempat Eliana menghilang. 

***

Eliana menatap dirinya di pantulan kaca setelah membasuh tangannya yang terkena sup panas. 

"Adrian... calon suami Melani?" gumamnya lirih, suaranya nyaris tenggelam di antara desahan napas yang tak beraturan. Tatapannya terpaku pada bayangan dirinya sendiri yang tampak linglung dan tak siap menghadapi kenyataan.

Entah takdir sedang mempermainkannya—atau ini bentuk lelucon pahit semesta. Dari semua pria yang ada di dunia ini, kenapa harus Adrian yang akan menjadi suami sepupunya? 

Keningnya berkerut. Ia menyentuh dadanya sendiri, seolah mencoba menenangkan debaran jantung yang mendadak tak karuan. Rasanya mustahil bersikap biasa setelah tahu fakta itu. 

Tok.. Tok.. Tok..

"Non Eliana? Bagaimana dengan tangannya?" suara lembut Mbok Inah terdengar dari balik pintu.

Eliana segera keluar dari kamar mandi dan membuka pintu. 

"Baik, Mbok. Nggak parah kok."

"Maaf ya, Non… Mbok benar-benar nggak sengaja. Ini obat olesnya, tadi Mbok ambil dari kotak P3K."

Eliana menerimanya sambil tersenyum tipis. 

"Terima kasih."

"Oh iya, Tuan Yusuf dan Nyonya Vio sudah menunggu di ruang makan."

Eliana terdiam sejenak. Tatapannya mengarah ke lantai, sementara pikirannya sibuk menimbang-nimbang. Ia ragu, antara kembali ke ruang makan atau tetap diam di kamarnya. Hatinya belum siap menghadapi suasana canggung yang mungkin terjadi di antara mereka.

Tiba-tiba, dering telepon memecah lamunan. Nama Kirana tertera di layar. Eliana segera mengangkatnya.

"Halo, Kirana?"  

"El, kamu sibuk? Aku lagi di dekat sini. Bisa ketemu sebentar?"  

Senyum spontan terukir di wajah Eliana. 

"Tentu. Aku akan ke sana sekarang."

Setelah menutup telepon, Eliana berbalik pada Mbok Inah.

"Mbok, tolong sampaikan pada Tante Vio, aku ada perlu sebentar di luar. Nanti aku kembali lagi."

Mbok Inah mengangguk mengerti. 

"Baik, Non. Hati-hati ya."

Eliana segera mengambil tas kecilnya dan melangkah keluar kamar. Namun, baru beberapa langkah di lorong, langkahnya terhenti saat melihat sosok Adrian muncul dari arah berlawanan.

Mereka berpapasan.

“El—”

Namun, sebelum namanya sempat selesai diucapkan, Eliana buru-buru menempelkan ponselnya ke telinga dan berkata cepat, seolah sedang berbicara dengan seseorang, “Ya, aku sedang menuju ke sana sekarang.”

Padahal, panggilan dari Kirana sudah lama terputus.

Eliana sengaja melakukannya—menghindari kontak mata, menghindari percakapan, menghindari kemungkinan perasaan yang kembali mengganggu. Baginya, lebih mudah berpura-pura sibuk daripada harus mendengar apa pun yang mungkin akan keluar dari mulut Adrian.

***

Eliana dan Kirana duduk bersebelahan di bangku plastik kecil di depan minimarket, masing-masing memegang es krim favorit mereka. 

“Aku jadi ingat masa-masa SMA,” ucap Kirana sambil tersenyum kecil, menatap langit malam. “Kita dulu sering banget kabur ke minimarket cuma buat beli es krim ini, ingat nggak?”

Namun, Eliana hanya mengangguk samar, matanya menatap kosong ke arah jalan. Sekilas ia tersenyum, namun tak benar-benar menanggapi. 

Melihat Eliana yang tampak melayang entah ke mana, Kirana menghela napas kecil lalu mengayunkan sendok es krim ke arah sahabatnya itu.

“Hup!”

Eliana terkejut, matanya membulat, dan sempat tersedak kecil sebelum tertawa lirih.

“Astaga, Kirana!”

“Kalau kamu lagi ada masalah, cerita aja. Jangan dipendam sendiri. Aku nggak mau kamu tiba-tiba pergi tanpa jejak, kayak dulu lagi.”

Eliana tak langsung menjawab. Ia hanya menunduk, mengaduk-aduk es krimnya yang mulai mencair. 

Kirana menunggu, menahan diri untuk tidak mendesak. Ia tahu, Eliana butuh waktu.

Beberapa detik kemudian, Eliana bertanya, “Na… aku boleh nginap di rumah kamu malam ini?”

“Tentu saja boleh. Kamu nggak perlu tanya, El. Kapan pun kamu butuh tempat pulang, rumahku selalu terbuka buat kamu.”

Belum sempat Eliana membalas, suara laki-laki dari arah parkiran membuat keduanya menoleh.

“Eliana?”

Seorang pria berpakaian rapi baru saja keluar dari mobil yang terparkir di depan minimarket. Eliana menyipitkan mata, mencoba mengenali sosok itu dari kejauhan.

Kak Damar? batinnya menebak, sedikit terkejut.

Pria itu mendekat. 

"Benar kamu Eliana, kan?"

Eliana berdiri ragu. Ketika Damar mengulurkan tangan untuk bersalaman, Eliana hanya mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Damar langsung menarik kembali tangannya dan tersenyum canggung. “Maaf,” ucapnya cepat, merasa sedikit kikuk.

“Gimana kabarmu, El? Baik-baik aja, kan?”

“Baik, Kak. Alhamdulillah.”

Damar tersenyum, matanya memperhatikan Eliana sejenak seolah ingin memastikan sendiri bahwa gadis itu memang baik-baik saja.

“Kamu masih seperti dulu."

Eliana hanya membalas dengan senyum tipis, tidak berniat menjawab apa pun.

Tak ingin membiarkan keheningan terlalu lama, Damar merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. 

“Boleh minta nomor kamu, El? Biar kita bisa ngobrol lebih lanjut, kalau kamu nggak keberatan.”

Eliana sempat ragu, namun belum sempat menjawab, dari kejauhan sebuah mobil hitam melintas pelan.

Di balik kaca mobil yang sedikit terbuka, Adrian duduk bersandar di kursi belakang. Tanpa sengaja ia melihat Eliana berdiri bersama seorang pria.

Tatapan mereka terlihat hangat, bahkan pria itu tampak mengulurkan tangan ke arah Eliana, seolah sedang meminta nomor ponsel.

Adrian refleks menoleh, matanya tak lepas dari sosok Eliana hingga mobil perlahan menjauh.

"Ada apa? Mau berhenti di minimarket sebentar?" tanya Lydia dari kursi sebelahnya.

"Nggak usah. Terus jalan aja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 7

    Keesokan harinya, Eliana kembali ke rumah Yusuf setelah semalam menginap di rumah Kirana. Meskipun sudah memberitahu Vio melalui telepon, ada rasa tidak enak dan canggung karena keputusan mendadak semalam. Saat ia memasuki kamar, pandangannya langsung bertemu dengan Melani yang sudah duduk di sana, seakan menunggunya. "Eliana, semalam kamu nginap di mana?" "Aku nginap di rumah sahabatku."Melani menghela napas lega, tapi ekspresi cemasnya tak langsung hilang. Dengan langkah cepat, ia bangkit dan mendekat, memeluk Eliana erat. "Aku khawatir, El," bisiknya. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu mau keluar malam itu? Aku takut terjadi apa-apa sama kamu."Eliana tersenyum kecil dan mengelus punggung Melani dengan lembut. "Aku baik-baik saja, Mel. Jangan khawatir."Melani melepaskan pelukannya dan menarik Eliana untuk duduk bersama. "Tapi, kenapa kamu tiba-tiba nginap di luar? Nggak biasanya kamu seperti itu. Ada apa?"Eliana ragu sejenak, hatinya bergolak antara ingin menceritakan yang

    Last Updated : 2025-04-24
  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 1

    "Maaf, Eliana. Sepertinya aku tidak bisa meneruskan hubungan ini lagi."Kata-kata itu keluar begitu saja, menghantam Eliana tanpa peringatan. Dunia di sekelilingnya seakan berhenti. Lorong sekolah yang tadi dipenuhi suara langkah dan tawa riuh kini mendadak sunyi di telinganya. Jemarinya yang gemetar mencengkeram erat tali tas di bahunya, mencoba mencari pegangan di tengah guncangan yang baru saja menerpanya.Dihadapannya, Adrian Mahendra berdiri dengan wajah datar."Ta-Tapi apa salahku—""Maaf, Eliana."Adrian memotongnya. Dingin. Tanpa ragu. Tanpa memberikan kesempatan bagi Eliana untuk berbicara. Kemudian, tanpa menunggu jawaban, ia melangkah mundur. Satu langkah. Dua langkah. Hingga akhirnya berbalik, pergi meninggalkannya begitu saja di lorong sekolah.Eliana hanya bisa terpaku. Kedua kakinya seolah tertanam di lantai, membiarkan dirinya tenggelam dalam pusaran emosi yang bercampur antara keterkejutan, kesedihan, dan kebingungan. Bibirnya bergetar, ingin memanggil nama itu sek

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 2

    "Tante,aku mau ke toilet dulu, ya?" ucap Sienna setelah selesai salat. Dengancepat, ia melepaskan mukena merah mudanya dengan gerakan yang sedikittergesa-gesa."Baik,Tante akan menunggumu di kamar. Setelah itu, kita lanjutkan pelajarannya,"jawab Eliana.Siennamengangguk cepat, namun sebelum melangkah pergi, ia memohon, "Tapi,setelah belajar, antar aku beli cokelat ya, Tante?"Elianamenatapnya sejenak, terperangah oleh paksaan kecil dari anak itu. Akhirnya, iamengangguk. "Oke, setelah belajar selesai, Tante antar."Siennatersenyum lebar, lalu berlari keluar dengan ceria. Eliana tersenyum tipismelihat tingkah gadis kecil itu. Dengantenang, Eliana mulai melipat mukenanya. Namun, langkahnya terhenti saat iamendengar suara langkah kaki yang mendekat. Seseorangsudah berdiri di sana, di ambang pintu kamar.Adrian.Priaitu bersandar santai pada dinding, kedua tangan terlipat di depan dada."Apakabar, Eliana?" suara Adrian memecah kesunyian di antara mereka.TubuhEliana kaku

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 3

    “Jujursaja, kau kembali karena ada urusan atau... seseorang?”“Mungkinsemesta yang membawaku kembali.”Kiranamendengus pelan. “Jawaban yang terlalu klise.”Merekaberdua tertawa kecil, namun, tawa itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba suara seorangpria terdengar dari samping mereka.“Kirana?”Kiranadan Eliana serempak menoleh. Arya berdiri di sana bersama seorang pria yanglangsung membuat napas Eliana tertahan—Adrian.Tatapanmata Adrian langsung mengunci pada sosok Eliana, seolah ia tengah melihat hantudari masa lalu. Sorot matanya tajam, namun ada riak emosi yang sulitdisembunyikan.Aryamelirik cepat ke arah Kirana, Eliana, dan Adrian, lalu bergumam pelan,“Sepertinya aku melewatkan sesuatu yang menarik di sini.”Ialangsung menarik kursi dan duduk tanpa menunggu persetujuan. “Boleh kamibergabung?”Kiranatersenyum dan mengangguk ringan. “Tentu, kalau Eliana tidak keberatan.”Elianamenatap Adrian sekilas, lalu mengangguk. “Silakan.”Adrianduduk dengan perlahan, nam

    Last Updated : 2025-03-19
  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 4

    "Maafya, Kirana. Aku ke meja sebelah dulu, Satriya sudah menungguku," kataEliana.Kiranatersenyum, mengangguk. "Silakan, El. Santai saja, nanti kita lanjutngobrol.""Terimakasih," ujar Eliana sebelum beranjak menuju meja tempat Satriya duduk.Berbedadari Kirana yang tampak santai, Adrian justru menatap Eliana lekat-lekat.Pandangannya mengikuti setiap langkah wanita itu, seolah ada magnet yangmenahannya untuk tidak berpaling. Ia tak tahu kenapa. Tapi ada sesuatu dalamdiri Eliana yang... berubah. Dan entah kenapa, itu terasa asing baginya.Elianatiba di meja Satriya. Wajahnya berseri saat menyapa pria itu, lalu merekaterlibat dalam percakapan yang tampak akrab dan penuh tawa. Suara tawaEliana—yang tak dibuat-buat membuat Adrian terdiam.Beberapadetik kemudian, Adrian bangkit dari kursinya tanpa mengatakan apa pun."Adrian?"Arya memanggil, bingung.TapiAdrian tidak menjawab. Ia berjalan menuju meja mereka dan langsung duduk dikursi kosong tanpa meminta izin.Elianadan Sa

    Last Updated : 2025-03-23
  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 5

    Malamitu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Adrian mengerutkan kening saatmobil yang ia naiki berhenti di depan sebuah rumah yang tak pernah ia kunjungisebelumnya. Rumah itu tampak besar, dengan lampu-lampu yang menyala disepanjang jalan masuk. Ia menoleh ke arah ibunya, Lydia, yang duduk disampingnya di kursi mobil.“Inirumah siapa, Ma?” Lydiamelepaskan seat belt dan menoleh ke arah Adrian. “Ini rumah Om Yusuf."Adrianmengerutkan kening. “Om Yusuf?” Ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.“Kenapa Mama mengajakku kemari? Aku bahkan tidak mengenalnya."“Kamuakan tahu nanti, Adrian,” jawab Subrata, ayah Adrian yang sejak tadi diam.“Ck!”Denganmalas Adrian membuka pintu mobil dan keluar. Ia mengikuti Lydia dan Subratayang sudah lebih dulu melangkah menuju rumah itu, masih dengan perasaanbingung.Sesampainyadi depan pintu, mereka disambut dengan hangat oleh Yusuf, teman lama Subrata,dan istrinya, Vio. “Selamatdatang, Subrata, Lydia! Sudah lama sekali tidak

    Last Updated : 2025-04-22

Latest chapter

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 7

    Keesokan harinya, Eliana kembali ke rumah Yusuf setelah semalam menginap di rumah Kirana. Meskipun sudah memberitahu Vio melalui telepon, ada rasa tidak enak dan canggung karena keputusan mendadak semalam. Saat ia memasuki kamar, pandangannya langsung bertemu dengan Melani yang sudah duduk di sana, seakan menunggunya. "Eliana, semalam kamu nginap di mana?" "Aku nginap di rumah sahabatku."Melani menghela napas lega, tapi ekspresi cemasnya tak langsung hilang. Dengan langkah cepat, ia bangkit dan mendekat, memeluk Eliana erat. "Aku khawatir, El," bisiknya. "Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu mau keluar malam itu? Aku takut terjadi apa-apa sama kamu."Eliana tersenyum kecil dan mengelus punggung Melani dengan lembut. "Aku baik-baik saja, Mel. Jangan khawatir."Melani melepaskan pelukannya dan menarik Eliana untuk duduk bersama. "Tapi, kenapa kamu tiba-tiba nginap di luar? Nggak biasanya kamu seperti itu. Ada apa?"Eliana ragu sejenak, hatinya bergolak antara ingin menceritakan yang

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 6

    "Apa kalian… sudah saling mengenal sebelumnya?" "Kami—" Baru saja Adrian hendak menjawab, tiba-tiba suara keras menghentikannya.Prang!Semangkuk sup tumpah dengan derasnya, jatuh tepat mengenai pakaian Eliana. Cairan panas itu menciprat, membuat suasana menjadi riuh seketika. Mbok Inah, asisten rumah tangga berusia tua itu, tampak terkejut dan segera membungkuk, cemas. "Maaf, Non. Mbok nggak sengaja," ucapnya dengan wajah pucat pasi.Eliana mengangkat tangannya, memberikan senyuman lembut untuk menenangkan Mbok Inah. "Nggak apa-apa, Mbok," jawabnya lembut. Ia lalu mulai memunguti pecahan mangkuk yang berserakan di lantai.Namun, Mbok Inah buru-buru melarangnya, takut Eliana terluka. "Jangan, Non. Biarkan Mbok yang mengurusnya," katanya dengan tergesa-gesa, berusaha untuk mengambil alih.Melihat situasi yang mulai kacau, Vio segera angkat suara, "Eliana, lebih baik kamu ganti pakaian dulu. Sup itu pasti panas, tanganmu bisa iritasi kalau tidak segera dibasuh."Eliana menoleh, semp

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 5

    Malamitu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Adrian mengerutkan kening saatmobil yang ia naiki berhenti di depan sebuah rumah yang tak pernah ia kunjungisebelumnya. Rumah itu tampak besar, dengan lampu-lampu yang menyala disepanjang jalan masuk. Ia menoleh ke arah ibunya, Lydia, yang duduk disampingnya di kursi mobil.“Inirumah siapa, Ma?” Lydiamelepaskan seat belt dan menoleh ke arah Adrian. “Ini rumah Om Yusuf."Adrianmengerutkan kening. “Om Yusuf?” Ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.“Kenapa Mama mengajakku kemari? Aku bahkan tidak mengenalnya."“Kamuakan tahu nanti, Adrian,” jawab Subrata, ayah Adrian yang sejak tadi diam.“Ck!”Denganmalas Adrian membuka pintu mobil dan keluar. Ia mengikuti Lydia dan Subratayang sudah lebih dulu melangkah menuju rumah itu, masih dengan perasaanbingung.Sesampainyadi depan pintu, mereka disambut dengan hangat oleh Yusuf, teman lama Subrata,dan istrinya, Vio. “Selamatdatang, Subrata, Lydia! Sudah lama sekali tidak

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 4

    "Maafya, Kirana. Aku ke meja sebelah dulu, Satriya sudah menungguku," kataEliana.Kiranatersenyum, mengangguk. "Silakan, El. Santai saja, nanti kita lanjutngobrol.""Terimakasih," ujar Eliana sebelum beranjak menuju meja tempat Satriya duduk.Berbedadari Kirana yang tampak santai, Adrian justru menatap Eliana lekat-lekat.Pandangannya mengikuti setiap langkah wanita itu, seolah ada magnet yangmenahannya untuk tidak berpaling. Ia tak tahu kenapa. Tapi ada sesuatu dalamdiri Eliana yang... berubah. Dan entah kenapa, itu terasa asing baginya.Elianatiba di meja Satriya. Wajahnya berseri saat menyapa pria itu, lalu merekaterlibat dalam percakapan yang tampak akrab dan penuh tawa. Suara tawaEliana—yang tak dibuat-buat membuat Adrian terdiam.Beberapadetik kemudian, Adrian bangkit dari kursinya tanpa mengatakan apa pun."Adrian?"Arya memanggil, bingung.TapiAdrian tidak menjawab. Ia berjalan menuju meja mereka dan langsung duduk dikursi kosong tanpa meminta izin.Elianadan Sa

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 3

    “Jujursaja, kau kembali karena ada urusan atau... seseorang?”“Mungkinsemesta yang membawaku kembali.”Kiranamendengus pelan. “Jawaban yang terlalu klise.”Merekaberdua tertawa kecil, namun, tawa itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba suara seorangpria terdengar dari samping mereka.“Kirana?”Kiranadan Eliana serempak menoleh. Arya berdiri di sana bersama seorang pria yanglangsung membuat napas Eliana tertahan—Adrian.Tatapanmata Adrian langsung mengunci pada sosok Eliana, seolah ia tengah melihat hantudari masa lalu. Sorot matanya tajam, namun ada riak emosi yang sulitdisembunyikan.Aryamelirik cepat ke arah Kirana, Eliana, dan Adrian, lalu bergumam pelan,“Sepertinya aku melewatkan sesuatu yang menarik di sini.”Ialangsung menarik kursi dan duduk tanpa menunggu persetujuan. “Boleh kamibergabung?”Kiranatersenyum dan mengangguk ringan. “Tentu, kalau Eliana tidak keberatan.”Elianamenatap Adrian sekilas, lalu mengangguk. “Silakan.”Adrianduduk dengan perlahan, nam

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 2

    "Tante,aku mau ke toilet dulu, ya?" ucap Sienna setelah selesai salat. Dengancepat, ia melepaskan mukena merah mudanya dengan gerakan yang sedikittergesa-gesa."Baik,Tante akan menunggumu di kamar. Setelah itu, kita lanjutkan pelajarannya,"jawab Eliana.Siennamengangguk cepat, namun sebelum melangkah pergi, ia memohon, "Tapi,setelah belajar, antar aku beli cokelat ya, Tante?"Elianamenatapnya sejenak, terperangah oleh paksaan kecil dari anak itu. Akhirnya, iamengangguk. "Oke, setelah belajar selesai, Tante antar."Siennatersenyum lebar, lalu berlari keluar dengan ceria. Eliana tersenyum tipismelihat tingkah gadis kecil itu. Dengantenang, Eliana mulai melipat mukenanya. Namun, langkahnya terhenti saat iamendengar suara langkah kaki yang mendekat. Seseorangsudah berdiri di sana, di ambang pintu kamar.Adrian.Priaitu bersandar santai pada dinding, kedua tangan terlipat di depan dada."Apakabar, Eliana?" suara Adrian memecah kesunyian di antara mereka.TubuhEliana kaku

  • Kembalinya Mantan yang Kujadikan Taruhan   Bab 1

    "Maaf, Eliana. Sepertinya aku tidak bisa meneruskan hubungan ini lagi."Kata-kata itu keluar begitu saja, menghantam Eliana tanpa peringatan. Dunia di sekelilingnya seakan berhenti. Lorong sekolah yang tadi dipenuhi suara langkah dan tawa riuh kini mendadak sunyi di telinganya. Jemarinya yang gemetar mencengkeram erat tali tas di bahunya, mencoba mencari pegangan di tengah guncangan yang baru saja menerpanya.Dihadapannya, Adrian Mahendra berdiri dengan wajah datar."Ta-Tapi apa salahku—""Maaf, Eliana."Adrian memotongnya. Dingin. Tanpa ragu. Tanpa memberikan kesempatan bagi Eliana untuk berbicara. Kemudian, tanpa menunggu jawaban, ia melangkah mundur. Satu langkah. Dua langkah. Hingga akhirnya berbalik, pergi meninggalkannya begitu saja di lorong sekolah.Eliana hanya bisa terpaku. Kedua kakinya seolah tertanam di lantai, membiarkan dirinya tenggelam dalam pusaran emosi yang bercampur antara keterkejutan, kesedihan, dan kebingungan. Bibirnya bergetar, ingin memanggil nama itu sek

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status