Seorang pria dengan kemeja berwarna hitam yang melekat di tubuhnya baru saja keluar dari sebuah mobil mewah, disusul oleh seorang pria muda di belakangnya yang bekerja sebagai sekretaris pribadinya. "Tuan muda, anda yakin akan datang ke acara seperti ini?" tanya sekretaris itu.
"Sure!" ucap pria berkemeja hitam menyanggupi pernyataan sekretarisnya, pria bertubuh tinggi itu memberikan jas miliknya kepada penjaga pintu masuk ruang utama saat akan memasuki ruangan.Yohan mengembuskan nafas perlahan, berusaha menenangkannya emosi atas kejadian beberapa waktu lalu. Pria itu, Yohan berjalan mendekat kearah pintu aula utama.Saat dirinya memasuki ruangan, orang-orang yang tadinya mengobrol menjadi terdiam, memandang kearahnya … penasaran. Heran lantaran melihat kehadiran Yohan Radcliffe ke pesta yang jauh dari kata istimewa ini.Jasmine, sang pemilik acara terlihat senang dengan kehadiran dari pria itu, matanya berbinar bahagia begitu melihat sosok jangkung yang kerap bersama dirinya berjalan menuju tempat ia berdiri.Segera, Jasmine memberikan mikrofon yang sedari tadi ia gunakan kepada pembawa acara untuk memanjatkan doa pengharapan. Jasmine berjalan dengan langkah tegak walau terkesan agak tergesa-gesa. Seluruh manusia yang ada diruangan ini memandang gerak-geriknya.Gadis bergaun merah muda itu merentangkan tangannya, menyambut kedatangan Yohan ke dalam pelukannya, tapi naas … bukanya pelukan yang dia dapat tapi malah dorongan dikedua sisi bahunya.Pria itu, Yohan meminta penyanitasi tangan kepada Devan, sekretarisnya. Membuat wajah Jasmine merona karena menahan malu. Sebenernya sikap Yohan sangatlah melanggar etika dasar, namun Jasmine berusaha untuk mentolerirnya."Aku tau kau datang Yohan!" serunya berbasa-basi. Senyum Jasmine merekah ceria, menutupi kecanggungan yang baru saja terjadi. "Kau adalah tunanganku, tentu saja aku harus hadir," jawab Yohan. Sikapnya seakan kejadian beberapa detik lalu tidak pernah terjadi membuat Jasmine merasa kesal, tidak bisakah Yohan merasa bersalah sedikit saja?Dehaman ringan Jasmine lakukan untuk menutupi rasa kesalnya, kemudian ia berucap,"Ba-baiklah, ayo naik ke panggung acara. Aku akan memperkenalkanmu pada para tamu," ajak Jasmine. Ia berharap Yohan tak menolaknya.Kening Yohan berkerut, sebenarnya ia ingin menolak ajakan Jasmine secara terang-terangan. Pria yang memiliki tato di kedua lengannya itu melirik ke sekitar, seluruh manusia yang berada dalam ruangan ini tengah memperhatikan gerak-geriknya. Senyum palsu terukir di wajah Yohan. "Tentu saja Nona Jasmine!" jawabnya, lalu mengulurkan tangan yang langsung diterima oleh Jasmine.Senyum Jasmine merekah saat berjalan beriringan dengan Yohan, CEO dari Radcliffe Group, seorang dari keluarga konglomerat yang berhasil masuk kedalam genggamannya.Tatapan penuh iri ia rasakan di punggungnya, Jasmine tak merasa terintimidasi sama sekali. Ia bangga karena dapat memenangkan seseorang yang selalu dipuja dikalangan wanita. Matanya dapat dengan jelas menangkap api kecemburuan yang terang-terangan para wanita tunjukan padanya. Jasmine semakin melebarkan senyumnya, mengejek para gadis yang mencemburuinya.•••Thea berjalan dengan kepala mendunduk mengikuti pelayan pria yang menunjukan jalan ke toilet di belakangnya. Ia merasa perjalanan kearah toilet terasa sangat jauh, membuat Thea sangat jenuh."Aduh!" Tanpa sadar dirinya menabrak punggung pelayan yang mengantarkannya, "Maaf!" ucap Thea sembari mengelus pucuk kepalanya yang terasa sakit akibat benturan, "Tak masalah bagi saya, tetapi apakah Anda terluka?" tanya pelayan pria itu, kemudian mundur beberapa langkah dari hadapan Thea.Mata Thea melirik ke kanan dan ke kiri, namun ia sama sekali tak mendapati toilet yang bisa nampak di matanya. Tanpa menjawab pertanyaan dari pelayanan tadi, Thea langsung mengajukan pertanyaan, "Dimana toiletnya?" Thea kebingungan.Menyadari akan kebingungan yang Thea rasakan, pelayan tadi tersenyum. "Silahkan masuk ke dalam kamar Anda, tersedia toilet di dalam sana!" ucapnya sambil membuka seluruh jarinya ke arah kanan dengan badan yang membungkuk 45°. Thea mengalihkan perhatiannya, matanya menangkap sebuah pintu kayu berwarna coklat dengan ukiran berbentuk lotus yang memiliki warna emas di setiap ujung helai kelopaknya.Thea mengerutkan kening. Ia berpikir, mengapa ia dibawa ke kamar pribadi? pelayan pria yang membawanya langsung menyadari kecurigaan dari Thea, ia kemudian menyambung kalimatnya, "Maaf Nona, ada masalah pada toilet umum, sementara para tamu dipersilahkan untuk menggunakan kamar masing-masing!" tambahnya dengan kepala yang masih menunduk."Kamar masing-masing?" Thea bertanya, firasatnya mengatakan ada hal yang tidak beres. "Benar Nona, karena acara ulang tahun Nona Jasmine akan diadakan selama 3 hari penuh di atas laut," ucap pelayan itu.Thea mengerutkan keningnya, raut wajah kesal dapat dengan jelas terlihat di permukaan wajahnya. Ia merasa kesal, bagaimana bisa Dira bahkan tak memberitahunya hal sepenting ini.Pelayan pria yang mengantarnya berdeham karena tak mendapati sahutan dari Thea sedari tadi. Thea yang baru sadar berpura-pura terbatuk untuk menghilangkan kecanggungan yang ia rasakan.Pelayan pria menunjukkan sebuah kunci dari tangan kanannya. "Jika ada yang Anda perlukan, Anda dapat menghubungi para kru pelayanan dengan telepon khusus yang telah disediakan," ujarnya sebelum pamit pergi meninggalkan Thea.Karena kesal, rasa mual yang ia alami sedari tadi bahkan menghilang, bahkan sekarang saat Thea setuju untuk menemaninya Dira malah menghilang, tak memperdulikan kehadirannya. Berusaha menenangkan pikirannya Thea memilih mandi dengan air hangat agar kekesalannya berkurang.•••"Nona Jasmine saya pamit, ada beberapa pertemuan yang harus kuhadiri besok. Nikmati malammu!" seru Yohan ketika merasa kehadirannya telah cukup hari ini. Namun, pertanyaan yang mengejutkan malah keluar dari bibir Jasmine, "Apa maksudmu? aku mengadakan acara selama 3 hari penuh. Tentu saja kau harus berada di sisiku sampai kita berlabuh, apa kau lupa bahwa kapal telah berlayar?" tanya Jasmine, satu alisnya terangkat keatas."3 hari?" tanya Yohan memastikan telinganya tak salah mendengar, "Ya, tiga hari!" jawab Jasmine enteng. Raut wajah Yohan berubah masam, nafas kasar ia hembuskan melalui mulutnya, pria itu kemudian berjalan kearah bar memesan sebuah cocktail dengan beberapa campuran yang ia sukai.Saat sedang memikirkan suatu hal tanpa disadari dari belakangnya muncul seorang wanita yang berumur kisaran seperempat abad dengan mengenakan gaun merah mudanya."Hai Yohan, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya menyapa saat Yohan selesai meneguk minumannya. "Apa kau buta?" jawab Yohan ketus, tubuhnya mulai dipengaruhi alkohol saat ini. Raut wajah kecewa Jasmine perlihatkan, tanpa merasa malu sedikitpun Jasmine memilih duduk di dekat Yohan, tepat di depan bartender berdiri.Berusaha tidak memperdulikan kehadiran Jasmine, Yohan memesan segelas minuman lagi.Decakan kesal keluar dari bibirnya tanpa sadar, ia sangat ingin mengusir Jasmine dari tempatnya duduk ... terlebih Jasmine tidak mendapatkan izinnya terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian datang seorang pelayan yang berasal dari meja nomor dua puluh empat, ia berbisik kepada Yohan, "Tuan Yohan, asisten Anda, Mr. Devan meminta Anda untuk segera datang ke meja beliau," ujar pelayan itu membuat Yohan memicingkan matanya."Suruh saja dia kemari!" bentak Yohan tak acuh, Jasmine yang mendengar hal itu terdiam kaget, meskipun Yohan seringkali bersikap dingin padanya, ia baru pertama kali mendengar suara Yohan yang bernada tinggi."Maaf Tuan, tetapi Mr. Devan berkata bahwa ada urusan mendesak yang harus segera diselesaikan," ucap pelayan tadi sekali lagi masih dengan nada yang sama, tak ada tanda-tanda kaget darinya.Bola mata Yohan berputar keatas, menunjukan kekesalannya. Tanpa berpamitan telebih dahulu Yohan langsung saja berjalan pergi menuju meja sekretarisnya. Meninggalkan Jasmine yang termenung sendirian.Sebuah penghinaan kembali ia rasakan, Jasmine memandang kesal kearah Yohan yang meninggalkannya tanpa pamit. Apakah Yohan berpikir bahwa ia adalah salah satu mahluk tak kasat mata? Hei, Jasmine hidup di sini. Tidak bisakah dia berpamitan sebentar?Meski keduanya telah bertunangan ini adalah perjodohan yang dipaksakan, terlalu berlebihan sebenarnya jika Jasmine meminta Yohan untuk membalas perasaannya. Tapi ia ingin setidaknya Yohan memperlakukannya dengan baik selayaknya orang yang penting.Cocktail pesanan Yohan datang, bartender yang tidak mendapati pelanggannya tadi memandang Jasmine, meminta kejelasan dimanakah pelanggannya pergi. Jasmine yang menyadari arti tatapan itu merasa mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Yohan kembali. Jasmine membuka suara, "Berikan itu padaku, Yohan berpesan kepadaku untuk membawakan itu padanya," bohong Jasmine dengan menunjukkan raut wajah serius, bersikap seolah Yohan benar-benar memintanya membawakan minuman.Bartender yang mengetahui hubungan Yohan dan Jasmine pun memberikan minumannya tanpa rasa curiga sedikitpun. Lagipula Jasmine adalah tunangannya."Yohan!" panggil Jasmine dari kejauhan. Yohan yang mendengar namanya dipanggil lantas memutar kepalanya ke arah sumber suara. Jasmine, gadis yang sedari tadi membuntuti dirinya datang dengan segelas minuman ditangannya. Yohan memijat kepalanya pelan, bagaimana bisa dia melupakan minuman pesanannya."Yohan, aku membawa cocktail yang kamu pesan!" ujar Jasmine saat berada beberapa langkah di depan Yohan. Yohan memasang ekspresi wajah aneh, sedangkan sekretarisnya—Devan— menahan tawa saat melihat raut wajah orang yang dilayaninya."Hm, taruh!" seru Yohan matanya menatap meja di depannya. Jasmine yang mengerti maksud dari arah tatapan Yohan lantas menuruti seruan Yohan, menaruh minumannya di atas meja. Lalu, tanpa persetujuan dari Yohan terlebih dahulu Jasmine mendudukan pantatnya pada Sebuah kursi tepat di sebelah kiri Yohan.Jasmine diam tak berbicara satu patah katapun saat Yohan dan Devan memandangnya aneh. Ia tidak memperdulikan tatapan mereka berdua, gadis itu malah memandangi setiap
Pagi harinya, Thea bangun dengan keadaan tidak memakai sehelai benang pun, bagian bawahnya terasa sakit, banyak bekas ciuman pada tubuhnya. Thea turun dari ranjang, kemudian berjalan perlahan ke arah toilet disebelah kanan ruangan. Air mata terus bercucuran dari matanya, hal yang mampu ia lakukan saat ini hanyalah memandangi dirinya yang penuh akan ciuman di depan cermin. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri.Perlahan Thea mengoleskan foundation pada bagian tubuhnya yang memiliki bekas kemerahan dari pria yang tidak dikenalnya. Thea memegangi perutnya, sekali lagi air mata menetes di pipinya.Thea takut, sangat takut … ini adalah masa suburnya.Saat Thea keluar kamar mandi, dirinya mendapati pria yang telah menidurinya tertidur nyaman tergelung dalam selimut. Mata Thea memicing, menatap benci pada pria yang telah melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, ingin sekali dia membunuh pria yang tengah lelap dalam tidurnya itu.Thea ingat, pria itu adalah orang yang sama yang bertengkar d
Cahaya matahari menembus gorden, seorang pria mengerjapkan mata perlahan, Yohan baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Sebenernya sudah lama saat dia terakhir kali bisa tertidur dengan nyenyak. Mata Yohan membulat sempurna saat mengingat kejadian semalam, buru-buru dia berbalik, matanya semakin melebar kala melihat tempat tidur yang kosong. Segera ia menyingkapkan selimut. Bercak darah terlihat membuat umpatan kasar keluar dari bibirnya, "Sial Aku memerawani anak orang!" geramnya lalu tangannya meraih ponsel yang terletak di meja.[Telepon tersambung]"Halo … selamat pagi Tuan, apa ada yang Anda butuhkan," ucap seseorang di seberang, asistennya. Suara pria itu terdengar parau, Yohan yakin pria itu baru terbangun dari tidurnya."Cari tahu, semalam aku tidur dengan siapa!" perintah Yohan, lalu mematikan sambungan telepon tanpa mendengar ucapan dari asistennya terlebih dahulu. Umpatan kasar terus keluar dari bibirnya, segera ia berjalan kearah kamar mandi membersihkan tubuhnya
"Katakan namamu!" perintah Yohan saat telah duduk di hadapan pria yang bersama Jasmine semalam. "Thomas," ucap pria yang hanya mengenakan jubah mandi dengan suara yang sangat lirih, hampir tak terdengar oleh orang lain di ruangan itu.Yohan menatap seluruh pria yang duduk di depannya intens, tinggi badan yang hampir setara dengannya dengan punggung lebar seperti telah menjalani latihan fisik selama bertahun-tahun serta fitur wajah yang indah dengan warna kulit kecoklatan pantas membuat Jasmine tertarik."Apakah kalian mabuk saat melakukannya semalam?" Yohan memandang sinis sepasang manusia di hadapannya. Jasmine bahkan tak mampu mengangkat wajahnya, dengan jujur dia menggeleng, "A-aku tidak mabuk, tapi d-dia aku tak yakin," ucapnya dengan tergagap, ibu jari tangan kirinya menunjuk ke arah Thomas.Jasmine sangat mengetahui tabiat Yohan saat sedang marah, ia selalu mendengar itu dari pelayan dari keluarga Radcliffe, jadi meski seluruh tubuhnya gemetaran karena takut Jasmine lebih memili
Beberapa kali ketukan pintu terdengar, membuat tidur Thea terganggu, dengan paksa gadis itu untuk membuka matanya. Matanya menangkap ke arah jam yang ada di dinding. Ternyata sudah cukup siang saat ini. Waktu menunjukkan pukul 10.00Pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang memakai seragam pelayan, "Ya ada apa?" tanya Thea saat melihat wanita dihadapannya, "Layanan kamar Nona, apa Anda butuh sesuatu?" tanya pelayan itu.Thea menggeleng dan membiarkan pelayan masuk untuk membereskan kamarnya, perlahan kaki gadis itu melangkah menuju kamar mandi, meninggalkan pelayan yang memiliki tugas untuk membereskan ruangannya.Thea baru saja mengirim email pengunduran diri dari kantor kakeknya beberapa saat lalu, dia ingin memulai kehidupan baru setelah pergi dari rumah busuk tempat dirinya tumbuh. Rencana hari ini Thea ingin mencari pekerjaan baru yang tidak mencolok sama sekali, seperti pekerja part time di sebuah cafe, mungkin.Yah pikirkan saja hal itu nanti.•••Cuaca yang cukup terik tid
"Karena aku menyukaimu," Tentu saja ucapan itu tidak benar-benar keluar dari bibir Thomas, hal itu tertelan jauh ke dalam hatinya. Ia bahkan tak memiliki niat untuk mengakui perasaannya setelah beberapa tahun lalu ditolak dengan mentah oleh Thea.Thomas, merupakan pria yang posesif kepada Thea. Tak membiarkan sama sekali seorang lelaki untuk mendekati gadis itu. Seorang lelaki brengsek, hanya itu yang mampu menggambarkan Thomas. Setelah ditolak dengan mentah oleh Thea, pria itu bergaul dengan banyak gadis, menebar benihnya kepada setiap wanita yang ia temui.Thea memijit kepalanya saat tak terdengar jawaban dari Thomas setelah beberapa waktu berlalu. "Kau tak akan mengatakannya?" tanya Thea. Thomas berdalih, "Kamu kan sahabatku," ucapnya.•••Setelah mengobrol agak lama dengan sahabat masa kecilnya, kini Thea tengah berjalan kaki menuju halte terdekat. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi pada sore hari ini, tak sedikit pula pejalan kaki yang ikut meneduh dengan Thea di halte bus.
Panas begitu terasa menyengat dipermukaan kulit, beberapa anak berlarian di taman kota. Seorang gadis tengah duduk di kursi taman dengan beberapa belanjaan yang berada di sampingnya. "Thomas kau sangat lama!" sungut Thea kala melihat seorang berstatus sahabatnya keluar dari dalam mobil berwarna biru gelap."Maaf ada beberapa pekerjaan mendesak yang harusku urus," ucap pria itu sembari berjalan mendekat ke arah Thea, "Hanya ini?" tanyanya tatkala melihat jumlah barang belanjaan yang Thea taruh di sisi kiri tubuhnya."Ya, aku hanya membeli beberapa kebutuhan pokok, terlalu malas bagiku untuk berkeliling mall," jawab Thea lalu berjalan pergi meninggalkan Thomas yang menenteng belanjaannya, Thomas menggeleng pelan, "Kau pikir aku pelayanmu!" erangnya sembari memasukan beberapa belanjaan Thea ke dalam bagasi mobilnya."Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Thomas saat setelah ia baru duduk diatas jok mobil, ia memakai seat belt tanpa menolehkan kepalanya ke arah Thea, "Tidak ada, mari pulang.
Pintu diketuk membuat dua orang yang masih berdiam diri sepanjang waktu tadi menoleh "Masuk!" perintah Thomas singkat, tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Dari belakang pintu muncul seorang pria dengan pakaian barista yang melekat ditubuhnya.Ruangan kembali hening setelah barista tadi menyelesaikan pekerjaannya. Meninggalkan dua orang manusia yang masih terdiam dengan Thomas yang memandangi Thea, "Jika kau terus memandangiku seperti itu maka kepalaku akan berlubang!" sarkas Thea sembari meletakan minumannya kembali di atas meja. Thomas menyunggingkan senyumnya kala mendengar ucapan Thea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Mendekat kemari!" perintah Thomas lembut namun dengan penekanan di akhir kalimatnya. Thea yang sudah pasrah akan takdirnya hanya menurut dan bergeser mendekat ke arah teman kecilnya, "Berhenti menunduk dan lihat wajahku!" nada ucapan Thomas terdengar ketus, lalu tangan kekar pria itu meraih pergelangan gadis yang telah menemani masa pertumbuhannya
Jam menuju bahwa malam semakin larut, Thea telah berpindah dari balkon menuju sebuah kamar yang ditujukan oleh Yolanda. Sedangkan Yohan kini telah pergi entah kemana. Thea bersiap merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya tadi.Dalam gelap gadis itu masih terbangun, ia mengedipkan matanya beberapa kali ... berharap agar kantuk datang menghampiri. Tangan Thea terjulur ke atas perutnya, sekarang perutnya mulai membuncit. Gadis itu bersenandung dalam gelap, berharap hal itu dapat membuatnya mengantuk. Namun, nihil ... ia malah menginginkan Yohan berada di sisinya saat ini."Berhenti memikirkan papamu, mama mengantuk!" serunya, ia berbicara dengan bayinya sendiri. Thea terdiam, ia merasa bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah suatu hal yang aneh."Ayo tidur," ajaknya pada bayinya. Thea mulai menata bantal untuk membuat bagian kepalanya lebih tinggi. Gadis itu mulai memejamkan mata.Saat matanya benar-benar telah mengantuk ia merasa melihat
Canggung. Sebuah kata yang mampu menjelaskan kondisi Thea saat ini. Gadis itu kini tengah duduk di samping Yohan, mereka berhadapan dengan Yolanda yang menatap kedua sejoli itu dengan tatapan menelisik.Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga, para pekerja yang biasanya selalu berada di sekitar Yolanda sudah pergi sedari tadi atas perintah dari Nyonya rumah tersebut."Sekarang bisa kamu jelaskan?" Rupanya Yolanda sudah tak sabar untuk menunggu penjelasan dari Yohan. Yohan mengangkat dagunya, ia menarik napas panjang agar memudahkannya menyelesaikan penjelasannya dalam sekali hentakan napas."Perkenalkan Mom, ini Thea. Aku akan menikah dengannya. Ada beberapa kejadian yang menimpa kami, dan aku memutuskan untuk memilih untuk menikahinya. Aku mohon Mom, tolong jangan menentang pilihanku yang ini," ujarnya dengan wajah datar seakan ini bukanlah hal yang terlalu sulit baginya. Wajah Yolanda tampak syok berat."Menikah?" tanyanya seakan memastikan. Yoh
Yohan, nama seorang pria aneh dengan segala misterinya. Thea bahkan sampai sekarang masih tak mengerti apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pria itu, dia selalu melakukan segala hal dengan spontanitas ... Thea benar-benar tak bisa menebak langkah apa yang akan dipilih selanjutnya oleh pria itu, seperti saat ini."Kau ... Tinggal di sini, urus seluruh hal yang berkaitan dengan pernikahanku. Tak perlu mewah, cukup dengan pernikahan sederhana dengan mengucap janji di altar," ucap Yohan setelah memerintahkan pada Devan dan notarisnya untuk keluar dari mobil.Saat ini mereka sedang berada di parkiran, tepatnya mereka berdiri tepat di depan mobil milik Yohan."Anda meninggalkan saya, di sini?" tanya Devan memastikan. Yohan mengangguk mantap, lain dengan Devan yang berwajah senang ... notarisnya tak bisa mengendalikan raut wajahnya, mulutnya terbuka kaget tak terima."Apa? Kau tak terima?" tanya Yohan, sungguh mulutnya tak bisa dikontrol. Notarisnya menggeleng, deng
Yohan menghubungi Devan, pria itu meminta flat shoes/sandal wanita untuk dibawakan ke ruangannya. Pria itu berbicara cukup lama, entah apa lagi yang dia minta pada asistennya itu. Setelah beberapa saat ia bicara Yohan baru mematikan ponselnya, pria itu kembali memijat tumit kaki Thea.Pintu diketuk beberapa kali sebelum terbuka, wanita tadi kembali dengan membawa beberapa katalog di tangannya. Awalnya wanita itu terdiam kaget karena melihat atasannya memegang kaki seorang gadis yang tak di kenalnya, tapi ia berusaha untuk profesional dengan tidak memperdulikan hal itu."Permisi, Tuan. Ini beberapa koleksi pakaian pengantin yang toko ini miliki!" ujarnya, ia memberikan buku yang berisikan koleksi foto-foto baju pengantin kepada Thea dan Yohan. Yohan mengangguk, kemudian ia memberikan isyarat untuk wanita itu keluar."Ada yang kau sukai?" tanya Yohan setelah wanita itu benar-benar hilang dari pintu. Thea menengok ke arah Yohan."Sebenarnya apa hal i
Suasana di dalam mobil kembali hening setelah notaris tadi membacakan ulang beberapa poin yang mereka janjikan kemarin, Yohan memberikan beberapa poin tambahan pada perjanjian itu, diantaranya adalah:1. Pihak A (Yohan Radcliffe) bertanggung jawab penuh untuk menafkahi pihak B (Thea) selama masa perjanjian berlangsung.2. Pihak B wajib menerima seluruh hal yang diberikan oleh pihak A selama masa perjanjian berlangsung.3. Setelah masa kontrak berakhir ke dua belah pihak akan tetap berhubungan dengan baik.Thea membaca pembaharuan perjanjian itu dengan tenang, dahinya mengernyit kala mendapati poin ke dua. Gadis itu menatap lekat wajah pria yang tengah mengemudi di sampingnya.Yohan yang sadar bahwa dirinya tengah diperhatikan itu menengok, "Apa?" tanyanya santai. Tangan pria itu bergerak menyetel musik dalam mobilnya, ia memilih menyetel lagu milik mendiang Avicii—the nights."Apa maksudmu aku harus menerima seluruh barang yang kau berikan
Thea telah siap dengan pakaiannya beberapa saat lalu, gadis itu mengenakan gaun putih yang memiliki panjang hingga lutut. Rambutnya diikat mengenakan pita agar terkesan rapi."Kenapa, jelek ya?" tanya Thea saat melihat Yohan menelisik penampilannya."Jangan, gini aja. Cantik!" seruan Yohan membuat kecanggungan yang luar biasa di antara mereka berdua. Thea memilih untuk berpura-pura tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yohan, gadis itu terus membereskan pakaiannya yang berada di dalam koper."Um, ayo pergi!" ajak Yohan. Thea mengerutkan dahinya bingung."Kemana?" tanya gadis itu tanpa beralih dari pekerjanya. Yohan berjalan masuk ke dalam kamar, ia mendudukkan tubuhnya pada ranjang sembari memperhatikan kegiatan yang tengah Thea lakukan."Rumah keluargaku," jawab Yohan mantap. Thea lantas menghentikan kegiatannya, ia menatap Yohan dengan wajah penuh tanda tanya."Kenapa?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar juga dari bibir manis
"Mau?" tawarnya pada Devan dengan mengacungkan toples selai di tangannya. Devan menggeleng pria itu lalu membuang muka ke arah lain.Yohan berjalan santai ke arah Devan sembari membawa toples selai di tangan kanannya dan sebuah piring berisi dua lapis roti di tangan kirinya. Pria itu mengambil pisau selai di dalam lemari piring yang berada di dekat Devan kemudian mendudukan pantatnya tepat di depan laki-laki itu.Yohan mengoleskan selainya dengan gerakan santai, ia mengabaikan Devan yang tengah menatapnya dengan tajam. Pria itu melirik ke arah Devan sebentar kemudian menaikan satu alisnya ke atas. "Apa?" tanyanya tak sadar diri.Devan tersenyum kaku, "Bukankah tadi ada yang ingin kau katakan, Yohan?" tanyanya kemudian mendatarkan wajahnya, senyuman manisnya hilang begitu saja. Yohan menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Devan."Lalu? Katakan sekarang!" Devan menekankan kata terakhirnya. Dengan wajah tanpa dosanya Yohan malah melahap roti yang
Seorang dengan pakaian kurir tengah berdiri di depan rumahnya, di belakangnya terdapat banyak koper besar. Yohan mengingat benda-benda itu sekilas, itu adalah barang-barang milik Thea. Di samping kurir tersebut berdiri orang yang ia kenal dengan akrab, asistennya."Atas nama Yohan Radcliffe?" tanya kurir tersebut ketika pintu telah terbuka. Yohan mengangguk, kurir itu tersenyum kemudian memberikan sebuah berkas yang harus ia tanda tangani sebagai tanda terima."Bawa masuk!" perintah Yohan pada asistennya, pria itu menarik napas dalam dari hidung dan mulutnya sekaligus, ini masih pagi. "Baik Tuan!" serunya dengan senyum yang sangat ramah. Pria itu kemudian melepaskan jasnya, menggulung kemeja miliknya hingga siku kemudian mengangkat koper itu satu persatu untuk masuk ke dalam rumah milik bosnya."Taruh di mana?" tanya Devan sebelum Yohan sepenuhnya menghilang dari balik pintu."Taruh kamar!" jawab Yohan sedikit berteriak. Lagi-lagi Devan
Yohan keluar tanpa mengenakan atasan, terpampang jelas perut berototnya yang seperti tumpukan bata. Pria itu hanya melirik sekilas ke arah Thea yang sedang tertidur pulas, ia berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaiannya.Pria itu berjalan mengambil kaos putih dan celana panjang untuk ia kenakan, seluruh tubuhnya sungguh terasa lelah tapi ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Pria itu memilih untuk mengambil laptop di ruang kerjanya, tempatnya berada di sebelah kamar tidur. Yohan berencana untuk menyelesaikan pekerjaannya di kamar.Pria itu duduk di sofa yang terletak di balkon, hujan masih belum reda. Pria itu berdiam diri di hadapan laptopnya sembari menatap buliran air yang turun membasahi pekarangan rumahnya. Pikirannya mulai berkelana, banyak hal yang harus ia urus. Tak hanya Thea dan anaknya, Yohan harus mengurusi perusahaan dan keluarganya juga.Sejujurnya, Yohan tak yakin keluarganya mau menerima Thea. Benar bahwa gadis itu pernah me