Beberapa kali ketukan pintu terdengar, membuat tidur Thea terganggu, dengan paksa gadis itu untuk membuka matanya. Matanya menangkap ke arah jam yang ada di dinding. Ternyata sudah cukup siang saat ini. Waktu menunjukkan pukul 10.00
Pintu terbuka menampilkan seorang wanita yang memakai seragam pelayan, "Ya ada apa?" tanya Thea saat melihat wanita dihadapannya, "Layanan kamar Nona, apa Anda butuh sesuatu?" tanya pelayan itu.Thea menggeleng dan membiarkan pelayan masuk untuk membereskan kamarnya, perlahan kaki gadis itu melangkah menuju kamar mandi, meninggalkan pelayan yang memiliki tugas untuk membereskan ruangannya.Thea baru saja mengirim email pengunduran diri dari kantor kakeknya beberapa saat lalu, dia ingin memulai kehidupan baru setelah pergi dari rumah busuk tempat dirinya tumbuh. Rencana hari ini Thea ingin mencari pekerjaan baru yang tidak mencolok sama sekali, seperti pekerja part time di sebuah cafe, mungkin.Yah pikirkan saja hal itu nanti.•••Cuaca yang cukup terik tidak membuat seorang gadis dengan pakaian berwarna putih itu meneduh, langkah kakinya mantap menuju sebuah cafe yang memiliki taman bertema kaktus. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pelayan cafe kala melihat Thea yang berjalan cepat kearah sana, "Ya, tolong panggil bosmu!" ujar Thea tanpa penjelasan terlebih dahulu yang membuat alis pelayan itu berkerut, tidak mungkin dirinya akan menghubungi bosnya disaat-saat seperti ini."Peterpeon," ujar Thea singkat yang langsung dibalas anggukan mantap dari pelayan wanita yang memiliki rambut sebahu itu.Segera, wanita yang menjadi kasir itu menarik gagang telepon, menghubungi bosnya. "Halo permisi maaf mengganggu waktunya Tuan,""....""Iya maafkan saya, namun ada beberapa hal penting yang perlu saya sampaikan. Ada seorang wanita yang ingin menemui Anda,""....""Mendesak Tuan,"".....""Nona Peterpeon!" setelah pelayan cafe mengucapkan hal itu terdengar sambungan terputus dari telepon pelayanan yang memiliki rambut sebahu tadi."Maaf Nona, bisa tolong tunggu sebentar. Mari saya antar ke ruang VVIP," ajak pelayan itu sembari melangkah di depan Thea, gadis itu hanya berjalan mengikuti arah tujuan pelayan yang membawanya.Saat pintu di buka Thea melihat pemandangan ruangan yang rapi, bersih, dan elegan, membuat siapapun merasa Santai jika masuk kemari."Silahkan nikmati waktunya Nona, saya akan kembali beberapa saat lagi," ujar pelayan tadi sopan lalu berjalan pergi meninggalkannya sendirian di dalam ruangan. Kaki jenjang milik Thea melangkah, matanya tertarik untuk melihat aquarium yang berisi berbagai jenis ikan di sudut ruangan."Indah bukan?"suara dari arah belakang mengagetkan dirinya, membuat tubuhnya sedikit tersentak. "Thomas! bisakah kau berjalan dengan menimbulkan suara? Perkatanmu yang tiba tiba hampir saja membunuhku!" ketus Thea yang hanya dibalas angkatan bahu acuh dari lawan bicaranya."Jadi Nona muda yang terhormat ada apa tiba tiba kau mengunjungi bisnis rongsokan ku ini?" tanya laki-laki yang dipanggil Thomas itu dengan lelehan kecil di akhir kalimatnya."Aku sudah bukan Nona muda!" seru Thea lalu matanya beralih untuk menatap wajah pria yang ada dihadapannya."Mengapa?" tanya Thomas, alisnya berkerut, Thea hanya tersenyum kepada Thomas sebagai jawaban, "Baiklah jika kau tidak ingin bercerita sekarang, kita akan melakukannya nanti," ujar Thomas.Beberapa menit kemudian 3 orang pelayan masuk ke dalam ruangan. Masing-masing dari mereka membawa dua buah baki untuk disajikan. Saat tudung dibuka Thea memicingkan matanya, "Mengapa?" tanya Thea saat melihat makanan yang disajikan di depannya."Tidak ada, aku hanya ingin," ucap Thomas dengan wajah serius. "Thomas bisakah kau memberiku suatu pekerjaan?" tanya Thea gamblang, dirinya bukanlah seorang yang berbicara secara bertele-tele."T-tunggu pekerjaan? Maaf tidak, aku tidak pernah sanggup menggaji orang yang penuh dengan banyak prestasi di dunia ini!" ujar Thomas dengan nada sinis."Pria brengsek, semoga saja seluruh hartamu menghilang hari ini!" Thea berujar dengan nada serius membuat Thomas memelototinya. "Kau pasti becanda kan? Lagipula untuk apa seorang Nona muda seperti dirimu memerlukan pekerjaan? aku tak akan pernah sanggup untuk menggaji dirimu," Thomas penasaran, raut wajah Thea berubah, "Nanti akan aku ceritakan!" ucap Thea membuat Thomas gemas."Bolehkah aku bekerja di bar?" tanya Thea tanpa memandang wajah Thomas, "H-huh apa? tidak! apa kau sudah gila? semua yang berada di sana adalah pria hidung belang!" tolak Thomas dengan nada tegas.Dahi Thea terlipat, "Kaulah pria hidung belang itu!" Tawa keras Thomas keluarkan saat mendengar cibiran Thea. Lantas Thea kembali melanjutkan ucapannya, "Aku tak peduli, lagi pula kau adalah pemiliknya, tak akan ada yang macam macam!" bujuk Thea yang dibalas gelengan keras dari Thomas."Saat mereka mabuk, hanya sedikit yang bisa aku kendalikan," ucap Thomas, "Aku tak perduli!" sanggah Thea membuat Thomas mengela nafas gusar."Baiklah, kau bisa melakukannya, tetapi dengan syarat 3 bodyguard milikku akan selalu berada di dekatmu!" ucap Thomas mantap membuat Thea membelalakkan matanya, "Apa kau yakin wahai sahabat kecilku?" tanya Thea. Thomas hanya menjawab dengan senyuman singkat."Itu gila, menempatkan 3 penjaga hanya untuk seorang bartender. Siapa yang akan melakukannya?" Thea berteriak, membuat gendang telinga Thomas serasa akan pecah."Aku," jawab Thomas secara blak-blakan. Thea memasang wajah masam, oh ayolah. Ini sungguh gila. "Mengapa kau melakukannya?" tanya Thea menatap serius wajah Thomas."Karena aku menyukaimu,""Karena aku menyukaimu," Tentu saja ucapan itu tidak benar-benar keluar dari bibir Thomas, hal itu tertelan jauh ke dalam hatinya. Ia bahkan tak memiliki niat untuk mengakui perasaannya setelah beberapa tahun lalu ditolak dengan mentah oleh Thea.Thomas, merupakan pria yang posesif kepada Thea. Tak membiarkan sama sekali seorang lelaki untuk mendekati gadis itu. Seorang lelaki brengsek, hanya itu yang mampu menggambarkan Thomas. Setelah ditolak dengan mentah oleh Thea, pria itu bergaul dengan banyak gadis, menebar benihnya kepada setiap wanita yang ia temui.Thea memijit kepalanya saat tak terdengar jawaban dari Thomas setelah beberapa waktu berlalu. "Kau tak akan mengatakannya?" tanya Thea. Thomas berdalih, "Kamu kan sahabatku," ucapnya.•••Setelah mengobrol agak lama dengan sahabat masa kecilnya, kini Thea tengah berjalan kaki menuju halte terdekat. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi pada sore hari ini, tak sedikit pula pejalan kaki yang ikut meneduh dengan Thea di halte bus.
Panas begitu terasa menyengat dipermukaan kulit, beberapa anak berlarian di taman kota. Seorang gadis tengah duduk di kursi taman dengan beberapa belanjaan yang berada di sampingnya. "Thomas kau sangat lama!" sungut Thea kala melihat seorang berstatus sahabatnya keluar dari dalam mobil berwarna biru gelap."Maaf ada beberapa pekerjaan mendesak yang harusku urus," ucap pria itu sembari berjalan mendekat ke arah Thea, "Hanya ini?" tanyanya tatkala melihat jumlah barang belanjaan yang Thea taruh di sisi kiri tubuhnya."Ya, aku hanya membeli beberapa kebutuhan pokok, terlalu malas bagiku untuk berkeliling mall," jawab Thea lalu berjalan pergi meninggalkan Thomas yang menenteng belanjaannya, Thomas menggeleng pelan, "Kau pikir aku pelayanmu!" erangnya sembari memasukan beberapa belanjaan Thea ke dalam bagasi mobilnya."Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Thomas saat setelah ia baru duduk diatas jok mobil, ia memakai seat belt tanpa menolehkan kepalanya ke arah Thea, "Tidak ada, mari pulang.
Pintu diketuk membuat dua orang yang masih berdiam diri sepanjang waktu tadi menoleh "Masuk!" perintah Thomas singkat, tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Dari belakang pintu muncul seorang pria dengan pakaian barista yang melekat ditubuhnya.Ruangan kembali hening setelah barista tadi menyelesaikan pekerjaannya. Meninggalkan dua orang manusia yang masih terdiam dengan Thomas yang memandangi Thea, "Jika kau terus memandangiku seperti itu maka kepalaku akan berlubang!" sarkas Thea sembari meletakan minumannya kembali di atas meja. Thomas menyunggingkan senyumnya kala mendengar ucapan Thea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. "Mendekat kemari!" perintah Thomas lembut namun dengan penekanan di akhir kalimatnya. Thea yang sudah pasrah akan takdirnya hanya menurut dan bergeser mendekat ke arah teman kecilnya, "Berhenti menunduk dan lihat wajahku!" nada ucapan Thomas terdengar ketus, lalu tangan kekar pria itu meraih pergelangan gadis yang telah menemani masa pertumbuhannya
Sudah terhitung satu Minggu sejak Thea tinggal di hotel. Hari ini gadis dengan rambut sepinggang itu tengah merapikan barang barang yang akan dia bawa pindah ke tempat tinggal barunya, "Jangan lupa untuk mengemas itu Thomas," ujar Thea sembari menunjuk meja di samping ranjang dan berlalu pergi ke toilet. Lelaki itu hanya menurut dan langsung mengemas barang yang ditunjuk oleh Thea.Saat dia sedang mengemas beberapa perabotan ide jahil muncul di kepalanya, "Hei, bagaimana dengan celana dalammu?" teriak Thomas dengan kekehan kecilnya, berniat menggoda Thea."Aku akan mengemasnya sendiri! jangan sekali-kali kau berniat untuk menyentuhnya, kecuali jika kau sudah siap kehilangan nyawamu saat ini!" teriak Thea dari dalam toilet. Thomas lantas tertawa mengejek, kemudian berjalan menuju sofa, pria berusia 25 tahun itu duduk santai dengan memainkan ponselnya hingga tak sadar ada orang yang tengah memperhatikan perilakunya."Apa yang kau lakukan!" kaget Thomas sedikit membentak, jantungnya ber
Bau alkohol menyeruak didalam sebuah gedung dengan lampu warna-warni yang berpijar secara bergantian. Wanita wanita dengan pakaian terbuka menari sepanjang dentuman music di perdengarkan, "Tropical Mocktail, ukuran pint dengan campuran soda!" pesan seorang gadis dengan wajah malu-malu, ah sepertinya dia baru pertama kali datang ketempat ini.Sudah sejak seminggu Thea bekerja di diskotik yang dikelola oleh Thomas, tak ada yang istimewa, seluruh pengunjung sama seperti orang pada umumnya. "Apa Anda baru pertama kali kemari?" tanya Thea berbasa-basi, "Ya, bersama temanku!" Thea hanya mengangguk menanggapi pernyataan gadis tadi. Gadis itu memakai gaun pendek berwarna kuning, sungguh tampak mencolok di dalam club. Apa dia ingin menarik perhatian pada binatang buas disini?"Apa temanmu juga baru pertama kali kesini?" tanya Thea, "Ah tidak, dia sudah sering ke diskotik, kebetulan dia mengajakku hari ini!" ucapnya membuat Thea mengerutkan keningnya.Thea menggeleng pelan mengusir pikiran bur
"Apa kau pikir aku akan mendengarkanmu, cantikku?"Perkataan itu seakan menarik usus Thea keluar dari tempatnya. Menjijikan, dia harus segera mencari jalan keluar sekarang!"K-kau siapa?" tanya Thea berusaha mengambil kembali ketenangannya. Alis pria itu berkerut, "Tentu saja aku belahan jiwamu!" ujarnya. Urat-urat merah nampak pada dahi Thea, dasar gila."Apa kau adalah orang yang sama?" tanya Thea. Satu alis pria itu terangkat, tak mengerti maksud Thea. "Apa kau orang yang sama yang menguntitku!" bentaknya, berjalan semakin mundur. Mata pria itu melebar, lalu mengangguk mantap beberapa kali."Dasar gila!" teriak Thea. Ekspresi wajah pria itu menggelap, wajahnya muram. Sebuah kalimat yang ia ucapkan membuat Thea tercengang, "Ya, itu aku. Kau yang membuatku gila! Mengapa kau sangat cantik sialan," rancaunya.Pria itu menarik napas beberapa kali, "Andai aku tampan, kau pasti juga akan memandangku berbeda kan?" hardiknya, "Sialan, kalian para wanita selalu saja memandang uang dan wajah!
Thea segera menyadari keadaan sekitar, dia membuka matanya. Saat yang pertama kali dia lihat adalah tatapan tajam Thomas, Thea mendadak bisu, tak ada isakan sedikitpun yang keluar dari bibirnya."Apa yang terjadi padamu?" tanya Thomas menatap tajam keadaan Thea. Pupil mata gadis itu bergetar, "A-aku ... " Thea tergagap, tak mampu mengutarakan apa yang terjadi padanya. Thomas yang memiliki temperamen buruk lantas berteriak, memanggil namanya dengan keras."THEA!"Thea tersentak, air mata kembali menetes dari matanya. Thomas tampak menyeramkan, gadis itu semakin menutupi wajahnya dengan selimut. Thomas mengacak rambutnya dengan kasar, urat-urat menonjol dari lehernya."Thea, ayo bicara denganku!" Nada bicaranya berubah menjadi lembut dalam sekejap mata, dengan suara bergetar Thea berucap, "T-tidak mau … k-kau tenangkan dirimu d-dulu!" Thomas mengembuskan napas kasar, berusaha menoleransi sikap Thea yang mengesalkan baginya."Ceritakan semua yang terjadi barusan, tolong. Selain sahabatmu,
Suara pintu diketuk membuat Thea harus terbangun dari istirahatnya, Thea mengucek mata sebentar lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya, "Ya!" seru Thea menjawab ketukan pintu."Hai kakak!" suara remaja laki-laki yang baru memasuki masa puber masuk kedalam gendang telinga Thea, "Kenapa Raka, ada yang kau perlukan?" tanya Thea lantaran merasa aneh akan kemunculan anak ini dirumahnya, sebenarnya ia mengira bahwa yang mengetuk pintu rumahnya adalah Thomas. "Apa kau sakit?" tanya Raka berbasa-basi, "Ya, ada apa?" tanya Thea balik. Apakah wajahnya sangat pucat hingga orang yang baru bertemu dengannya menyadari bahwa ia sakit? Raka hanya mengangkat bahunya untuk menanggapi ucapan Thea, kemudian ia menyodorkan sebuah kantung plastik berwarna ungu tepat di hadapan Thea. "Apa ini?" tanya Thea, matanya memandangi wajah Raka lekat. "Tidak tahu," Raka mengalihkan pandangannya dari tatapan curiga Thea ,"buka saja!" seru Raka lalu segera melenggang pergi dari rumah
Jam menuju bahwa malam semakin larut, Thea telah berpindah dari balkon menuju sebuah kamar yang ditujukan oleh Yolanda. Sedangkan Yohan kini telah pergi entah kemana. Thea bersiap merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya tadi.Dalam gelap gadis itu masih terbangun, ia mengedipkan matanya beberapa kali ... berharap agar kantuk datang menghampiri. Tangan Thea terjulur ke atas perutnya, sekarang perutnya mulai membuncit. Gadis itu bersenandung dalam gelap, berharap hal itu dapat membuatnya mengantuk. Namun, nihil ... ia malah menginginkan Yohan berada di sisinya saat ini."Berhenti memikirkan papamu, mama mengantuk!" serunya, ia berbicara dengan bayinya sendiri. Thea terdiam, ia merasa bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah suatu hal yang aneh."Ayo tidur," ajaknya pada bayinya. Thea mulai menata bantal untuk membuat bagian kepalanya lebih tinggi. Gadis itu mulai memejamkan mata.Saat matanya benar-benar telah mengantuk ia merasa melihat
Canggung. Sebuah kata yang mampu menjelaskan kondisi Thea saat ini. Gadis itu kini tengah duduk di samping Yohan, mereka berhadapan dengan Yolanda yang menatap kedua sejoli itu dengan tatapan menelisik.Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga, para pekerja yang biasanya selalu berada di sekitar Yolanda sudah pergi sedari tadi atas perintah dari Nyonya rumah tersebut."Sekarang bisa kamu jelaskan?" Rupanya Yolanda sudah tak sabar untuk menunggu penjelasan dari Yohan. Yohan mengangkat dagunya, ia menarik napas panjang agar memudahkannya menyelesaikan penjelasannya dalam sekali hentakan napas."Perkenalkan Mom, ini Thea. Aku akan menikah dengannya. Ada beberapa kejadian yang menimpa kami, dan aku memutuskan untuk memilih untuk menikahinya. Aku mohon Mom, tolong jangan menentang pilihanku yang ini," ujarnya dengan wajah datar seakan ini bukanlah hal yang terlalu sulit baginya. Wajah Yolanda tampak syok berat."Menikah?" tanyanya seakan memastikan. Yoh
Yohan, nama seorang pria aneh dengan segala misterinya. Thea bahkan sampai sekarang masih tak mengerti apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pria itu, dia selalu melakukan segala hal dengan spontanitas ... Thea benar-benar tak bisa menebak langkah apa yang akan dipilih selanjutnya oleh pria itu, seperti saat ini."Kau ... Tinggal di sini, urus seluruh hal yang berkaitan dengan pernikahanku. Tak perlu mewah, cukup dengan pernikahan sederhana dengan mengucap janji di altar," ucap Yohan setelah memerintahkan pada Devan dan notarisnya untuk keluar dari mobil.Saat ini mereka sedang berada di parkiran, tepatnya mereka berdiri tepat di depan mobil milik Yohan."Anda meninggalkan saya, di sini?" tanya Devan memastikan. Yohan mengangguk mantap, lain dengan Devan yang berwajah senang ... notarisnya tak bisa mengendalikan raut wajahnya, mulutnya terbuka kaget tak terima."Apa? Kau tak terima?" tanya Yohan, sungguh mulutnya tak bisa dikontrol. Notarisnya menggeleng, deng
Yohan menghubungi Devan, pria itu meminta flat shoes/sandal wanita untuk dibawakan ke ruangannya. Pria itu berbicara cukup lama, entah apa lagi yang dia minta pada asistennya itu. Setelah beberapa saat ia bicara Yohan baru mematikan ponselnya, pria itu kembali memijat tumit kaki Thea.Pintu diketuk beberapa kali sebelum terbuka, wanita tadi kembali dengan membawa beberapa katalog di tangannya. Awalnya wanita itu terdiam kaget karena melihat atasannya memegang kaki seorang gadis yang tak di kenalnya, tapi ia berusaha untuk profesional dengan tidak memperdulikan hal itu."Permisi, Tuan. Ini beberapa koleksi pakaian pengantin yang toko ini miliki!" ujarnya, ia memberikan buku yang berisikan koleksi foto-foto baju pengantin kepada Thea dan Yohan. Yohan mengangguk, kemudian ia memberikan isyarat untuk wanita itu keluar."Ada yang kau sukai?" tanya Yohan setelah wanita itu benar-benar hilang dari pintu. Thea menengok ke arah Yohan."Sebenarnya apa hal i
Suasana di dalam mobil kembali hening setelah notaris tadi membacakan ulang beberapa poin yang mereka janjikan kemarin, Yohan memberikan beberapa poin tambahan pada perjanjian itu, diantaranya adalah:1. Pihak A (Yohan Radcliffe) bertanggung jawab penuh untuk menafkahi pihak B (Thea) selama masa perjanjian berlangsung.2. Pihak B wajib menerima seluruh hal yang diberikan oleh pihak A selama masa perjanjian berlangsung.3. Setelah masa kontrak berakhir ke dua belah pihak akan tetap berhubungan dengan baik.Thea membaca pembaharuan perjanjian itu dengan tenang, dahinya mengernyit kala mendapati poin ke dua. Gadis itu menatap lekat wajah pria yang tengah mengemudi di sampingnya.Yohan yang sadar bahwa dirinya tengah diperhatikan itu menengok, "Apa?" tanyanya santai. Tangan pria itu bergerak menyetel musik dalam mobilnya, ia memilih menyetel lagu milik mendiang Avicii—the nights."Apa maksudmu aku harus menerima seluruh barang yang kau berikan
Thea telah siap dengan pakaiannya beberapa saat lalu, gadis itu mengenakan gaun putih yang memiliki panjang hingga lutut. Rambutnya diikat mengenakan pita agar terkesan rapi."Kenapa, jelek ya?" tanya Thea saat melihat Yohan menelisik penampilannya."Jangan, gini aja. Cantik!" seruan Yohan membuat kecanggungan yang luar biasa di antara mereka berdua. Thea memilih untuk berpura-pura tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yohan, gadis itu terus membereskan pakaiannya yang berada di dalam koper."Um, ayo pergi!" ajak Yohan. Thea mengerutkan dahinya bingung."Kemana?" tanya gadis itu tanpa beralih dari pekerjanya. Yohan berjalan masuk ke dalam kamar, ia mendudukkan tubuhnya pada ranjang sembari memperhatikan kegiatan yang tengah Thea lakukan."Rumah keluargaku," jawab Yohan mantap. Thea lantas menghentikan kegiatannya, ia menatap Yohan dengan wajah penuh tanda tanya."Kenapa?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar juga dari bibir manis
"Mau?" tawarnya pada Devan dengan mengacungkan toples selai di tangannya. Devan menggeleng pria itu lalu membuang muka ke arah lain.Yohan berjalan santai ke arah Devan sembari membawa toples selai di tangan kanannya dan sebuah piring berisi dua lapis roti di tangan kirinya. Pria itu mengambil pisau selai di dalam lemari piring yang berada di dekat Devan kemudian mendudukan pantatnya tepat di depan laki-laki itu.Yohan mengoleskan selainya dengan gerakan santai, ia mengabaikan Devan yang tengah menatapnya dengan tajam. Pria itu melirik ke arah Devan sebentar kemudian menaikan satu alisnya ke atas. "Apa?" tanyanya tak sadar diri.Devan tersenyum kaku, "Bukankah tadi ada yang ingin kau katakan, Yohan?" tanyanya kemudian mendatarkan wajahnya, senyuman manisnya hilang begitu saja. Yohan menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Devan."Lalu? Katakan sekarang!" Devan menekankan kata terakhirnya. Dengan wajah tanpa dosanya Yohan malah melahap roti yang
Seorang dengan pakaian kurir tengah berdiri di depan rumahnya, di belakangnya terdapat banyak koper besar. Yohan mengingat benda-benda itu sekilas, itu adalah barang-barang milik Thea. Di samping kurir tersebut berdiri orang yang ia kenal dengan akrab, asistennya."Atas nama Yohan Radcliffe?" tanya kurir tersebut ketika pintu telah terbuka. Yohan mengangguk, kurir itu tersenyum kemudian memberikan sebuah berkas yang harus ia tanda tangani sebagai tanda terima."Bawa masuk!" perintah Yohan pada asistennya, pria itu menarik napas dalam dari hidung dan mulutnya sekaligus, ini masih pagi. "Baik Tuan!" serunya dengan senyum yang sangat ramah. Pria itu kemudian melepaskan jasnya, menggulung kemeja miliknya hingga siku kemudian mengangkat koper itu satu persatu untuk masuk ke dalam rumah milik bosnya."Taruh di mana?" tanya Devan sebelum Yohan sepenuhnya menghilang dari balik pintu."Taruh kamar!" jawab Yohan sedikit berteriak. Lagi-lagi Devan
Yohan keluar tanpa mengenakan atasan, terpampang jelas perut berototnya yang seperti tumpukan bata. Pria itu hanya melirik sekilas ke arah Thea yang sedang tertidur pulas, ia berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaiannya.Pria itu berjalan mengambil kaos putih dan celana panjang untuk ia kenakan, seluruh tubuhnya sungguh terasa lelah tapi ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Pria itu memilih untuk mengambil laptop di ruang kerjanya, tempatnya berada di sebelah kamar tidur. Yohan berencana untuk menyelesaikan pekerjaannya di kamar.Pria itu duduk di sofa yang terletak di balkon, hujan masih belum reda. Pria itu berdiam diri di hadapan laptopnya sembari menatap buliran air yang turun membasahi pekarangan rumahnya. Pikirannya mulai berkelana, banyak hal yang harus ia urus. Tak hanya Thea dan anaknya, Yohan harus mengurusi perusahaan dan keluarganya juga.Sejujurnya, Yohan tak yakin keluarganya mau menerima Thea. Benar bahwa gadis itu pernah me