“Saya ingin meminta maaf tentang kejadian beberapa bulan lalu, saya sadar kalau –“
“Tidak perlu dibahas. Saya sudah memaafkan jauh-jauh hari, saya justru berterima kasih. Karena anda saya bisa lepas darinya dan tahu watak asli pria itu. tidak usah terlalu dipikirkan. Bagaimana kandungan anda?” tanya Glara memotong ucapan Martha.
Martha pun menatap Glara dalam-dalam, nyatanya Martha tak mendapatkan sorot kebohongan ia justru menemukan tatapan tulus dan teduh Glara. “Dari mana anda tahu saya, Hamil?”
“Perutmu tidak bisa berbohong.”
Martha menghela napas berat. “Saya menyesal tidak mendengarkan ucapanmu dari awal. Seharusnya aku tak tergiur dengan ucapan manisnya. Nyatanya Damian bisa berselingkuh dengan tiga wanita sekaligus. Aku benar-benar menyesal.”
“Nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. kita tidak
Damian kini termenung di dalam balik jeruji besi, sejak penangkapan Damian kehidupan Glara terasa lebih tenang dari sebelumnya. Seperti sekarang ini, ia sedang berkunjung ke makam Louis bersama dengan Bhuvi dan Gama. Glara tampak menaburkan bunga di atas pusaran makam Louis, begitu juga dengan Gama, sedangkan Bhuvi sedang menyapu dan membersihkan rumput yang meninggi.“Kakek, Glara sudah berhasil menangkap pelakunya. Kakek sudah tenang di sana?” ujar Glara pada batu nisan Louis. “Glara tidak sendiri, kakek. Ada Bhuvi dan paman Darel yang begitu baik membantu Glara. Kakek tidak perlu khawatir karena mulai sekarang Glara sudah bertekad akan menjalani hidup lebih baik lagi. Dan Glara juga berjanji akan melanjutkan semua usaha-usaha kakek sebelumnya.” Bhuvi terenyuh mendengar ucapan Glara.Ia mengusap bahu Glara dan menepuknya pelan. “Kakek! Kakek masih tidur ya?” tanya Gama dengan wajah polosnya.
Glara dan Bhuvi bertukar pandang dengan kerutan di keningnya. “Bagaimana bisa kecelakaan?”“Kami hanya mendapatkan info jika mobi yang membawa tersangka tertabrak truk dan kini tersangka sedang dirawat di rumah sakit.”“Bagaimana kondisinya?” tanya Bhuvi setelah menetralkan kagetnya.Polisi itu menatap Bhuvi bingung namun detik selanjutnya ia mengatakan jika, “kondisi tersangka cukup parah. Karena ledakan mobil itu, tersangka mengalami luka bakar di bagian wajah dan sebagian tubuhnya. saat ini dokter sedang melakukan upaya penyembuhan.”“Bhuvi bagaimana ini?”Mendengar kondisi Damian yang cukup parrah, hakim pun memutuskan untuk menunda sidang pertamanya. Peserta sidang pun dibubarkan. Bhuvi dan Glara masih tak percaya dengan informasi yang mereka dapatkan berbeda dengan Martha yang menunjukkan raut sedih dan khawatir.
Saat Bhuvi keluar dari gerbang, ia melihat segerombolan pria berpakaian serba hitam dan mengenakan penutup mata mereka membunyikan mesin motor begitu keras hingga terasa sakit di telinga. Bhuvi menatap satu persatu dan mencatat nomor polisi kendaraannya. Dengan langkah berani, Bhuvi berjalan mendekati mereka, belum sampai 10 langkah mereka melemparkan sebuah botol dan smoke bomb yang langsung menghalangi jarak pandang Bhuvi.Tak lama mereka memacu motornya menjauhi rumah Glara. Pengawal Bhuvi dengan cepat menutup pintu gerbang dan membantu Bhuvi menjauh dari lokasi. Mereka juga mengambil botol yang dilemparkan. Setelah berada di dalam rumah Glara, pengawal itu menyerahkan botol tadi pada Bhuvi. “Cari tahu siapa mereka.” pengawal pun mengangguk dan mulai membuka cctv jalanan.Sedangkan Bhuvi memilih untuk masuk dan membuka sura itu sembari berjalan. “Tinggalkan atau mati!” ujar Bhuvi membaca isi surat kaleng itu.
“Saya akan mencari info pastinya, Pak. Untuk club motor ini apakah saya perlu memberikan peringatan?” tanya Tommy pada Bhuvi yang masih mengamati foto Damian.“Tidak perlu, kamu lebih baik selidiki tentang Damian.” Tommy pun mengangguk ia lantas berpamitan untuk menjalankan tugasnya.Bhuvi dan Tommy keluar dari ruang kerja Glara, Tommy kembali menundukkan kepala kala bertemu dengan Glara yang sedang duduk di ruang tengah bersama dengan Gama. Tak lama, Bhuvi menyusulnya dari belakang. “Aku mengantar Tommy terlebih dahulu.” Glara pun mengangguk merespon ucapan Bhuvi.Di teras rumah Glara, Bhuvi menepuk bahu Tommy dan berkata, “hati-hati. Jangan sampai penyelidikan ini memakan korban lainnya.” Tommy mengangguk membungkukkan tubuhnya memberi salam pada Bhuvi.Setelah mobil jeep yang dikendarai Tommy berlalu, barulah Bhuvi berbalik badan dan menyusul Glara di ruang tengah. Glara tak bertanya apapun pada Bhuvi karena ia menjaga privasi pria itu dan Glara juga yakin jika apa yang pria itu la
“Aku yakin!” ujar Boy dengan sorot mata menatap Bhuvi yakin.“Suruh dia menemuiku.” Raut wajah Boy berubah menjadi riang, ia bahkan nyaris melompat dari posisinya.“Sekarang?” tanya Boy penuh antusias.Bhuvi mengendikkan bahunya, “terserah.”“Aku akan menjemputnya! Aku izin sebentar ya.” Bhuvi mengangguk, Boy pun bergegas keluar dari ruang kerja Glara dengan wajah riang. Entah siapa teman yang Boy maksud namun, Bhuvi akan mencoba membantu jika memang orangnya menyakinkan.Tak lama dari kepergian Boy, seseorang mengetuk pintu ruang kerja Glara. Bhuvi pun mempersilakan orang itu untuk masuk. “Permisi Pak,” sapa Tommy masuk ke dalam ruangan.“Pelakunya merupakan komplotan dari club tadi. Saya sudah menangkapnya dan menyerahkan ke kantor polisi beserta dengan bukti cctv-nya.”Bhuvi mengangguk. “bagaimana dengan Damian?”“Saya menemukan beberapa fakta Pak. Yang pertama, tentang jenjang waktu di mana kecelakaan dan proses korban dibawa. Korban pertama yang merupakan sopir mobil tahanan masu
Bhuvi menatap Glara yang tengah berbaring di atas ranjang di hidungnya terpasang alat bantu pernapasan, di samping tubuh Glara duduk Gama yang menatap dengan tatapan sendu. Sedangkan, Boy sedang berada di kamar rawat Tasha wanita yang keadaannya sama dengan Glara.Jemari lentik Glara mulai bergerak pelan, ia mengerjapkan mata dan bersuara lirih, “Bhuvi.”Bhuvi sontak menoleh dan menundukkan tubuhnya, “aku panggil dokter dulu ya.”Glara mencekal lengan Bhuvi ia menatap pria itu lirih. “Bagaimana Tasha?” tanyanya dengan lemah.Bhuvi pun sontak berbalik dan menatap Glara teduh. “Dia ada di ruang sebelah. Kamu butuh apa?”Glara lagi-lagi menggeleng, sebenarnya ia tak butuh apapun selain kehadiran Bhuvi didekatnya. Bhuvi pun kembali duduk dan mengusap punggung tangan Glara lembut, sedangkan Gama bergerak memijat kaki Glara dengan tenaga kecil yang ia punya.“Bhuvi, keadaan Tasha baik-baik saja? aku khawatir melihat dia pingsan tadi. Aku yakin dia orang baik dan tulus. Aku bisa merasakannya
Dengan raut wajah panik, Martha segera bangkit dari posisinya dan berjalan menuju ke kamar sang Ayah. Di luar kamar sudah berkerumun beberapa pekerja Martha, mereka tampak meneteskan air mata melihat kondisi ayah Martha.Dengan sisa tenaga dan kondisi perut yang semakin besar, Martha bergerak memecah kerumunan. Ia menutup mulutnya dengan raut wajah yang tak bisa digambarkan lagi. “Ayah,” lirih Martha seraya berjalan gontai menuju ranjang ayahnya.“Panggilkan dokter‼ Cepat panggil dokter‼” bentak Martha pada pelayannya yang berdiri di ambang pintu kamar.Dengan langkah terburu-buru, salah seorang pelayan bergegas menuju ke telepon rumah dan menghubungi dokter pribadi keluarga Martha. Tak sampai 15 menit, seorang pria dengan jas putih dan tas dokternya berjalan masuk ke dalam kamar. “Biar saya periksa terlebih dahulu.”Martha menunggu di belakang dokter itu, ia berus
Raut wajah Darel pun berubah menjadi lebih panik, ia menatap Glara dan Bhuvi bergantian. “Saya akan segara ke sana.” Darel pun menyudahi sambungan teleponnya dan mendekat ke arah Bhuvi.Darel menyimpan ponselnya dan berkata pada Bhuvi, “Pak Drew, ayahnya Martha meninggal.”Glara sontak membulatkan manik matanya mendengar ucapan Darel, “kapan? Kok bisa? Kita ke sana.”“Glara tenang dulu, kita akan ke sana tetapi antarkan Gama pulang dulu.”Setelah itu mereka bergegas menuju ke halaman parkir dan masuk ke mobilnya masing-masing. Darel lebih dulu ke rumah Martha, sedangkan Glara dan Bhuvi mengantarkan Gama, Boy dan Tasha ke rumah Lana dan menitipkan di sana.Singkat waktu, Bhuvi dan Glara baru saja tiba di kediaman Martha. Glara bergegas menghampiri Martha yang sedang menangis di depan peti Drew. Glara menatap Bhuvi dan mengatakan, &ld