Ronald tahu kalau kalau Rachel menyukai salju karena perempuan itu pernah memainkan salju seperti anak kecil. Dia memandangi pemandangan luar yang dipenuhi salju es dengan sorot datar. Satu hingga dua jam kemudian, Rachel menoleh ke arahnya dan berkata, “Ronald, turun salju!”Jantung Ronald seperti berdegup normal kembali. Dia berjalan ke tepi balkon dan memeluk perempuan itu sambil berkata, “Iya, cuacanya juga semakin dingin. Besok kamu istirahat di rumah saja. pekerjaanmu kasih ke staff kamu saja.”Rachel bersandar dalam pelukan lelaki itu dan berkata, “Ada hal yang harus aku kerjakan sendiri.”Perempuan itu menguap dan melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sambil bergumam, “Astaga, kenapa sudah jam dua subuh saja?”Ronald memeluknya lembut dan berkata, “Waktu kita ke kamar saja sudah larut sekali. Sudah waktunya tidur.”Dia membantu Rachel naik ke kasur dan menyelimuti perempuan itu dengan hati-hati. Setelah itu dia mematikan lampu. Rachel menenggelamkan dirinya dalam
terlihat ada puluhan orang pekerja yang sedang sibuk di daerah batas perairan. Rachel mengerutkan kening dan berkata, “Ada apa di sana?”“Saya tadi sudah tanya, katanya lagi memperbaiki pagar. Tapi di denah nggak ada pengerjaan pagar.”Wira mengangguk dan berkata, “Wilayah di denah merupakan kegiatan sewa menyewa kapal. Kalau ditutup dengan pagar, maka proyek ini nggak akan bisa berjalan.”Rachel berjalan ke arah yang ditunjuk. Di lantai terdapat banyak sekali peralatan pagar. Setidaknya wilayah tersebut akan dibentuk pagar sepanjang 300 hingga 400 meter. Nyaris memakan satu per tiga daerah perairan. Yang paling penting, di denah dan rencana pengerjaan tidak ada perencanaan tersebut.Sebelum Rachel berbicara, Zico sudah bersuara. “Siapa yang meminta kalian melakukan pengerjaan?”Kepala teknisi yang berusia 40 tahun dengan badan gempal dan tengah menghisap rokoknya berkata, “Tentu saja Adijaya Group yang memerintah kami melakukan pengerjaan proyek mereka. Kalau nggak, untuk apa kami ker
Lelaki itu memegang tongkat besi dan hendak menerjang Rachel. Zico yang tidak tahu mau berbuat apa langsung berlari dan berdiri di hadapan Rachel. Lelaki gempal itu tidak berpikir panjang dan langsung menyingkirkan sosok Zico hingga tersungkur di tanah.Sorot mata Rachel berubah dingin, dia mengangkat tangannya dan menangkap pergelangan tangan lelaki gempal tersebut. Setelah itu dia langsung membantingnya hingga tubuh lelaki gempal itu terangkat melewati bahunya. Para anak buahnya bergegas mengerumuni lelaki itu di tanah.Rachel tertawa dan berkata, “Kenapa? Semuanya mau ditangkap dan dikurung beberapa hari?”Semua karyawan buruh itu merupakan orang biasa yang masih memiliki orang tua serta anak kecil. Jika mereka dikurung, kerugian yang akan mereka rasakan akan sangat besar. Satu per satu dari mereka mulai mundur ketakutan.“Hari ini kalian kerja setengah hari, ambil bayaran setengah hari kalian dengan Adijaya Group. Sisanya nggak perlu diharapkan lagi!” kata Rachel.“Sore ini siapa p
“Pasien terlalu banyak tekanan dan nggak cukup istirahat. Karena itu dia bisa pingsan mendadak. Setelah pasien tersadar, dia harus istirahat dengan baik. Setidaknya istirahat selama tiga hari penuh. Sebagai keluarga juga seharusnya banyak menemani dia. Jangan sampai dia terlalu banyak tekanan.”Wajah Ronald tampak menggelap dan berkata, “Terima kasih, Dokter. Saya mengerti.”Setelah infus sudah habis, Dokter tersebut membereskan peralatannya dan keluar. Mata Ronald tertuju pada sosok Zicod a bertanya, “Apa yang terjadi sebelum kakakmu pingsan?”Zico terdiam sesaat. Dia baru pertama kali bertemu dengan kakak iparnya ini. Selama ini Zico pikir hubungan kakaknya dengan sang suami memang sedang renggang. Jika tidak, kenapa kakak iparnya tidak pernah datang ke rumah selama satu bulan terakhir?Akan tetapi setelah bertemu akhirnya Zico mengerti. Kakak iparnya ini sangat peduli dengan kakaknya. Sejak masuk ke rumah sakit, sorot mata khawatirnya masih terlihat jelas hingga detik ini. Kemungkin
“Rachel, kamu tenang dulu.”Ronald meremas bahunya dengan lembut.“Lepaskan aku!” Rachel mendadak kehilangan kendali akan emosinya. Dia mendorong Ronald dengan kuat hingga jarum infusnya juga ikut terlepas. Darah segar menyembur keluar mengotori ranjang putihnya.Baru saja Ronald ingin membantunya membersihkan luka di punggung tangan perempuan itu, Rachel langsung menghindar dan berkata, “Ronald, menjauh dari aku! Kamu keluar!”“Rachel, kamu masih perlu pasang infus. Aku panggil suster untuk bantu kamu infus, ya?” pinta Rachel dengan sorto lembut dan suara memelas.“Aku nggak mau infus dan disuntik! Kamu boleh jangan mengambil keputusan tentangku dengan seenak jidat?!” balas Rachel. Dia mengenakan sandal pasien dan hendak keluar kamar.Kamar mereka ada di lantai empat dan keluar dari kamarnya langsung koridor. Ronald langsung bergerak dan memeluk Rachel.“Lepaskan aku! Lepaskan!”Rachel berontak dengan sekuat tenaga dan menggila. Ronald yang seorang lelaki tentu saja memiliki kekuatan
“Di antara kita nggak perlu ucapan terima kasih. Kamu baring yang benar saja, aku panggil dokter dulu.”Ronald mengelus rambut perempuan itu dan berjalan keluar dari kamar. Dia tidak berani pergi terlalu jauh dan hanya memanggil perawat dari luar pintu. Seorang perawat masuk dengan membawa cairan infus dan memasangkannya lagi di tangan Rachel.Kali ini dia melebihkan plester di tangan perempuan itu agar tidak terjadi sesuatu lagi. Rachel berusaha keras mengingat kembali semuanya. Dia yakin kalau dia bukan baru tersadar. Rachel juga yakin infus tersebut bukan terlepas karena dia bermimpi. Apakah terjadi sesuatu yang tidak bisa dikendalikan lagi?Kenapa setiap pikirannya muncul suara itu dia akan menjadi seperti ini? Apakah suara itu sudah masuk dalam dirinya dan menjadi sebuah kemampuannya?“Rachel, apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Ronald memutuskan pemikiran perempuan itu.“Nggak ada apa-apa, kapan aku bisa keluar dari rumah sakit?” tanya Rachel sambil tersenyum.“Kamu hanya terla
Hilmi membawakan dua gelas teh hijau untuk mereka bertiga.“Rachel, ini adalah Alwa. Alwa, ini istriku,” kata Ronald memperkenalkan mereka berdua.Alwa memberi salam pada Rachel sambil memandangi perempuan itu dengan lekat. Sorot mata lelaki itu membuat Rachel tidak nyaman. Dulu setiap ada lelaki yang melihatnya, Ronald pati akan cemburu dan memberikan sorot penuh peringatan pada lelaki itu.Namun sekarang Ronald terlihat biasa saja dan tidak bereaksi apa pun. Rachel sedikit sebal dan dia mencubit paha lelaki itu yang ada di bawah meja dengan kuat. Karena paha Ronald terlalu kekar, dia tidak bisa mencubitnya sama sekali. Akhirnya Rachel hanya mendelik kesal pada lelaki itu.Ronald menepuk punggung tangan perempuan itu dan berkata, “Alwa nggak ada niat jahat, kamu tenang dan santai saja.”“Bu Rachel sangat cantik. Saya pernah belajar diagnosa denyut nadi, saya boleh memeriksa denyut nadinya?”Ketika Rachel hendak mengatakan tidak boleh. Ronald meletakkan tangannya di atas meja dan Alwa
Mata Ronald melebar seketika. Perusahaan Chip Bioteknologi adalah usaha lamanya Rendy. Jangan-jangan ….“Pak Ronald, saya hanya seorang dokter sihir saja. Saya kurang mengerti dengan hal seperti ini,” kata Alwa.“Akan tetapi, Chip Bioteknologi sudah musnah di Perbatasan Helios untuk mencegah adanya pemberontak. Karena chip tersebut bisa mengendalikan otak besar dan membuat orang tersebut mendengar perintahnya.“Kamu kenal dengan orang yang mengerti dengan bagian ini?” tanya Ronald.Alwa menggeleng dan berkata, “Orang-orang yang menganalisa hal mengenai bioteknologi biasanya akan dilindungi dengan ketat. Dokumen mereka juga dijaga dengan sangat rahasia sekali dan nggak akan ada yang bisa melacak informasi mereka.“Baik, saya mengerti,” kata Ronald. “Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang. Saya akan atur orang untuk antar kamu pulang.”“Blake minta saya untuk sampaikan ke kamu kalau keadaan di Perbatasan Helios sangat baik. Pak Ronald nggak perlu khawatir,” tambah Alwa lagi seb