Perbatasan Helios yang selama ini kacau balau tiba-tiba menjadi tenteram dan damai. Namun makin tenteram, makin panik pula orang-orang yang menempati wilayah itu. Tidak ada satu orang pun yang terlihat berjalan bebas di tengah jalan. Suasana sekitar Sungai Kana yang berada di dalam wilayah Perbatasan Helios berada dalam kondisi siaga.Terry North berdiri di tepi sungai lengkap dengan topeng emas dan jubah yang beterbangan tertiup angin. Di sampingnya sudah ada Thomas dan Charlie yang telah disiksa di penjara selama empat sampai lima hari.“Bos, Isabel dan kawanannya sudah datang,” kata Louis melaporkan situasi.Dari kejauhan tampak beberapa belas mobil militer datang disertai angin debu yang beterbangan. Isabel berada di mobil yang terletak paling depan. Dia membuka pintu mobil dan turun menginjak tanah dengan sepatu kulit hitam andalannya. Dalam hati dia tersenyum sinis sembari meraba pistol yang dia simpan di pinggangnya. Akan tetapi, senyum itu seketika sirna ketika melihat ayahnya
“Tapi kamu tetap masuk ke dalam perangkapku, ‘kan?”Isabel tersenyum puas dan berjalan mendekat. Di saat dia hendak melepas topeng Ronald, tiba-tiba Ronald menggenggam tangannya dengan erat.“Isabel, apa kamu pikir kamu sudah menang?”“Memangnya nggak?”Saat ini ada lebih dari dua ratus prajurit yang berada di bawah pimpinan Isabel, dan mereka tidak hanya membawa satu senjata saja. Di situasi seperti ini, dia sudah tidak mungkin kalah.”“Terry North. Aku cukup tertarik padamu. Kalau kamu menuruti apa kataku, mungkin aku bakal mengampuni nyawamu.”“Kalau aku nggak mau?”“Kalau nggak mau, kamu bakal kusiksa sampai mentalmu hancur dan menyerah.”Ketika Isabel baru selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara mesin yang berputar tepat di atas dia berdiri. Isabel mendongak dan mendapati ada beberapa pesawat jet yang sedang menuju ke arahnya. Situasi pun dalam sekejap menjadi tegang, dan di sisi selatan sungai juga tiba-tiba muncul bayangan orang yang jumlahnya cukup banyak. Yang berada pali
“Kerja sama kita kali ini berjalan lancar. Terima kasih sudah memberiku kesempatan,” kata Mavis.Mavis yakin negara mana pun tidak akan menolak ditawarkan kesempatan untuk kerja sama oleh Terry North, tapi dia memilih untuk bekerja sama dengannya. Keberhasilan ini tentunya akan membuat posisi dia sebagai pemimpin negara makin kuat, dan di saat yang sama juga membuat anak perempuannya lebih disegani.“Semua pasukan utama Kelompok Hitam sudah diamankan, tinggal beberapa saja yang masih tersisa di daerah perkotaan. Sisanya serahkan pada Bu Mavis,” kata Ronald.Hanya dengan menanganinya sendiri, barulah kontribusi Mavis dalam peperangan kali ini diakui oleh masyarakat luas.“Kami sudah menyediakan perjamuan sebagai balas budi. Setelah semuanya selesai, apa kamu nggak keberatan untuk datang ke kediamanku?” tanya Mavis.Awalnya Ronald berencana untuk menyelesaikan semua ini sebelum matahari terbenam, dan segera mengundurkan diri dari Kelompok Hitam secara resmi.“Masih ada beberapa hal yang
Dengan dimusnahkannya Kelompok Hitam, Mavis memperluas wilayah negaranya sampai sepertiga dari luas asal negaranya. Keberhasilan itu Mavis rayakan dengan pesta yang diadakan di istana negara. Berbagai musisi dan penari didatangkan untuk meramaikan suasana, untuk menghibur tamu istimewa yang hanya satu-satunya, Ronald.“Apa lagi rencanamu berikutnya?” tanya Mavis.“Aku mau pulang ke tempat yang memang seharusnya jadi milikku.”“Di mana tempat asalmu?”“Bukannya Bu Mavis mau ngobrol soal perkembangan Perbatasan Helios ke depannya?” tanya Ronald mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin mengumbar apa pun tentang keluarga, termasuk istri dan anaknya kepada orang lain. Karena bagaimanapun juga, identitas Ronald saat ini sangat sensitif bagi banyak orang.“Perbatasan Helios sudah kacau sejak 30 sampai 40 tahun yang lalu. Pastinya banyak masalah yang nggak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Jadi, aku berencana menjadikan Perbatasan Helios sebagai daerah otonomi khusus untuk sementara waktu
Ketika sampanye itu baru saja masuk ke perut, tiba-tiba Ronald merasa kepalanya blank sesaat, dan sebelum dia menyadari apa yang terjadi pada dirinya, pandangannya mulai kabur hingga matanya pun terpejam dan langsung tumbang di meja makan. ***Hari sudah semakin larut. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 ketika Rachel selesai membacakan cerita untuk anak-anak. Mereka pun sudah tertidur pulas, tapi Rachel masih terjaga. Seharusnya malam ini Ronald datang menemui mereka. Kalaupun dia tidak jadi datang, setidaknya dia pasti akan menelepon.Mulanya Rachel ingin menghubunginya, tapi dia khawatir Ronald sedang sibuk menangani pekerjaan penting, jadi dia menahan hasrat untuk menelepon.“Mungkin dia masih ada urusan lain, jadi nggak bisa datang,” kata Melvin berupaya menghibur. “Kelompok Hitam sudah bubar dan sisa anggotanya pasti bertebaran di mana-mana. Menangkap mereka semua pasti bukan perkara gampang. Apalagi Isabel berhasil kabur. Dia pasti bakal balik lagi.”“Aku ngerti. Aku mau istira
Rachel mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Ronald.“Tuuut, tuuut ….”Nada dering terus berbunyi tanpa ada yang menjawab, sampai akhirnya terdengar suara, “Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang sibuk ….”Firasat buruk yang semula Rachel alami sedikit demi sedikit menguat, tapi dia masih berusaha menghibur dirinya sendiri, “Coba kutelepon sekali lagi.”“Drrrt ….”Ponsel milik Ronald terus bergetar di lantai. Ronald berjuang membuka mataya yang terasa berat hingga akhirnya terbuka lebar. Bagian belakang kepalanya terasa sakit, dan dia ingin memijat pelipisnya, tapi di saat itu Ronald baru menyadari tangan dan kakinya terikat.Tempat di sekitarnya juga gelap gulita, dengan hanya cahaya tipis yang terpancar dari ponselnya. Di layar ponselnya tertulis sederet angka yang sudah tidak asing lagi pastinya.“Siapa itu?”Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari tengah kegelapan. Spontan Ronald langsung mencari asal suara itu, dan ketika matanya sudah mulai beradaptasi dengan pencahaya
Dengan mencari seorang pendamping yang wajahnya mirip dengan mendiang suami, Mavis tidak akan merasa telah mengkhianatinya.“Sudah kubilang sebelumnya, aku punya urusan yang lebih penting. Aku nggak mungkin terus tinggal di sini. Bu Mavis, tolong sadarlah. Aku bisa menggerakkan Kelompok Hitam sebagaimana aku mau. Lebih baik lepaskan au, atau kamu sendiri yang akan menanggung akibatnya nanti,” kata Ronald.“Apa pun akibatnya au nggak takut. Aku kasih kamu waktu 24 jam untuk berpikir baik-baik. Kalau kamu menolak, jangan harap aku masih bersikap baik padamu.”Seusai berkata demikian, Mavis langsung pergi meninggalkan ruangan yang gelap itu dan mengunci pintu dari luar. Suasana kini menjadi sunyi senyap. Ronald memfokuskan diri mendengar semua pergerakan yang terjadi di luar. Setelah memastikan bahwa sudah tidak ada orang lagi yang berjaga, dia melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya, kemudian mengambil ponselnya di lantai.Kala itu Ronald baru menyadari ponselnya sudah kehabisa
Namanya juga remaja berusia 17 tahun, tidak mungkin kepandaian anaknya Mavis melampaui Ronald yang sudah dewasa dan paham tentang kebusukan politik, terutama jika ingin membuat rencana terselubung.“Tadi aku dengar Mama menelepon seseorang. Dia minta dua orang insinyur biologis untuk membuat chip. Dia mau menanamkan chip itu ke dalam kepalamu. Kalau rencananya berhasil, chip itu nantinya bisa bikin kamu berubah jadi orang lain. Segala pemikiran, perilaku, dan akal budimu bakal terpengaruh sama chip itu dan menimbulkan hal-hal yang nggak akan bisa kamu kontrol.”Rupanya ini semua sudah Mavis rencanakan sejak awal. Pantas saja dia nekat membius Ronald dan menahannya di sini. Ronald sendiri pernah mendengar desas-desus tentang chip yang dimaksud. Perusahaan gelap yang Rendy jalankan saat itu juga bekerja dalam bidang pembuatan chip yang serupa. Hal ini jelas merupakan kemajuan teknologi yang menentang moral. Pengembangan chip ini memang mendapatkan kecaman di dunia luar, tapi sesungguhnya