Rendy belum pernah melihat perdebatan yang terjadi akibat kecemburuan seumur hidupnya. Kejadian di malam itu benar-benar merupakan pengalaman yang sangat mengejutkan baginya.Rendy jadi merasa bersalah mengingat apa yang terjadi di hari itu. Walau sebenarnya tidak ada yang terjadi antara Rendy dengan Catherine, tak bisa dibantah bahwa Rachel melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.“Aku yakin. Aku cuma mau cepat sembuh dan hidup seperti orang biasa. Aku nggak mau mengalami mimpi buruk lagi. Ronald, tolong bantu aku ….”“Oke, aku hubungi Catherine sekarang. Coba kutanya dia punya waktu atau nggak.”Rachel langsung menghela napas lega begitu Rendy keluar dari kamarnya. Dia segera berbaring di atas ranjang dengan berbagai macam pikiran yang berkecamuk di otaknya. Dari tadi dia terus berpikir dan menyusun rencana, yang mana tentu saja sangat menguras otak.“Drrrt!”Tiba-tiba ponsel Rachel bergetar. Dia mendapat panggilan video dari anak-anak. Ekspresi murung yang tadinya menghia
Malam harinya ….Udara di dalam bangsal masih tercium bau disinfektan yang cukup menyengat. Kira-kira pukul 20.30, Rendy membawa Catherine masuk ke dalam kamar untuk menemui Rachel.“Catherine, aku mau minta maaf atas perbuatanku yang gegabah terakhir kali kita ketemu. Aku harap kamu bisa maafin kesalahanku,” kata Rachel.Selama Catherine hidup di dunia ini, belum pernah dia merasa malu seperti sekarang. Kalau bukan karena Rendy yang memintanya langsung, Catherine tidak akan datang untuk mengobati penyakit Rachel.“Semuanya sudah berlalu, nggak usah dipikirin lagi,” kata Catherine.Lantas, dia pun menghampiri Rachel dengan sikap yang serius dan berkata padanya, “Bisa coba jelasin sedikit tentang gangguan yang kamu alami sekarang?”Rachel hanya terduduk di ranjangnya tanpa berkata apa-apa.“Rendy, kamu bisa keluar sebentar?” tanya Catherine. “Selama proses terapi kejiwaan, sebaiknya jangan ada orang ketiga, jadi tolong pengertiannya.”Rendy melirik ke arah Rachel dengan maksud menanyaka
Hal itu benar-benar membuat Catherine merasa cemburu. Dia menggenggam erat pen yang ada di tangan dan menusuk kertas sampai bolong ….Seolah tidak menyadari perubahan suasana hati Catherine, Rachel berteriak dengan suara yang cukup keras, “Ronald, kamu di luar?”Seketika pintu langsung terbuka, yang berarti dari tadi Rendy dengan setia menunggu di depan. Hal ini jelas membuat Catherine jadi semakin kesal.“Kenapa, Rachel?” tanya Rendy sembari menatap Catherine dengan mata yang kurang bersahabat.“Ronald, aku mau minum kopi buat nenangin pikiranku. Aku suka Latte yang ada di cafe dekat rumah sakit. Bisa tolong beliin aku satu?”“Oke, aku pergi beli sebentar,” jawab Rendy seraya mengelus kepala Rachel.Kali ini Catherine sudah tidak bisa lagi menahan diri dan berdiri, “Ada air? Aku mau minum. Air mineral saja juga nggak apa-apa.”“Tadi pagi suster bawain air minum, masih belum aku buka,” jawab Rachel sambil menunjuk ke berapa botol air yang telah disediakan.Catherine membuka tutup botol
Peter membuka kotak peralatannya dan mengeluarkan sebuah benda yang dibutuhkan untuk melakukan hipnoterapi.“Catherine, bisa dengar aku?”Suara Peter begitu hangat bagai cahaya matahari di musim semi, dan lembut seperti ombak yang merangkul segala makhluk hidup di muka bumi.“Catherine, sekarang kamu berada di sebuah tempat yang spesial. Tempat yang seluruhnya menjadi milik kamu. Buka matamu pelan-pelan, dan lihat apa yang ada di sekitar kamu ….”Seiring dengan tuntunan suara Peter, perlahan-lahan Catherine membuka matanya. Rachel yang menyaksikan kejadian itu sontak terkejut dan menatap Peter dengan penuh waspada. Namun, Rachel menyadari tatapan mata Catherine tampak tak bernyawa yang jelas menunjukkan kalau pikirannya sedang dikendalikan oleh orang lain.“Mulai sekarang, coba atur irama napasmu. Ikuti aba-abaku. Tarik napas … sekarang kamu kembali ke usia 18 tahun, di mana kamu ketemu dengan seorang cowok ganteng. Kamu dan cowok itu jatuh cinta pada pandangan pertama. Kamu bawa dia
“Rachel, tenang dulu. Aku mau tanya beberapa pertanyaan lagi,” tutur Peter melanjutkan, “Siapa yang membawa Ronald keluar dari perbatasan?”“Rendy …. Dia yang bawa Ronald keluar, itu karena Ronald sendiri yang cari mati. Ini nggak ada hubungannya sama Rendy, atau siapa pun.”Seraya berbicara, bola mata Catherine mulai melebar. Ini adalah tanda-tanda bahwa sebentar lagi dia akan sadar kembali. Rachel yang mendengar itu bagaikan tertembak peluru. Rasa sakitnya membuat dia kesulitan bernapas.Tanpa peduli lagi dengan apa pun yang ada di sekitar, dia menggoyangkan tubuh Catherine dan bertanya, “Ke mana kalian bawa dia pergi? Kasih tahu aku! Kalian bawa Ronald pergi ke negara mana?”“Rachel, kamu jangan gegabah. Nanti Catherine bisa terbangun ….”Peter segera menahan lengan Rachel untuk memisahkan dia dengan Catherine, tapi persis di saat itu juga, pintu kamar tiba-tiba terbuka.“Rachel, kopinya sudah datang, masih hangat, nih.”Ketika Rendy baru saja melangkahkan satu kakinya masuk ke dala
Sorot mata Rachel menyimpan berbagai macam emosi yang bercampur aduk menjadi satu, dan tak lama warna merah tipis mulai mengisi bagian sklera matanya. Dia sedikit pun tidak takut kepada Rendy.“Rendy, apa menurut kamu hidup sebagai orang lain itu ada artinya?” tanya Rachel dengan nada meledek.Rendy benar-benar marah kepada Rachel dan mencekik lehernya sekuat tenaga. Di saat Rendy akan memulai hidup barunya sebagai orang normal, dia malah harus berbenturan dengan Rachel.Ternyata … tingkah laku Rachel yang menurut kepadanya selama ini hanyalah sandiwara semata. Bahkan, Rachel sampai berpura-pura sakit agar Rendy mau merawatnya. Rachel sengaja memanfaatkan Rendy hanya demi memancing Catherine datang menemuinya.Sungguh sebuah perangkap yang tidak bercelah, dan Rendy dengan bodohnya masuk begitu saja ke dalam perangkap tersebut tanpa menyadarinya sedikit pun. Saat ini, Rachel pasti sedang berpuas diri berhasil menipu Rendy dengan begitu mudahnya.“Rendy, dia bisa mati kalau kamu cekik di
Seolah apa pun yang terjadi, Rachel bisa menyusun rencana bagaimana cara mengatasinya tanpa perlu merasa panik. Bahkan setelah mengetahui soal kematian Ronald, dia tidak menangis histeris dan malah mengajukan sebuah perjanjian kepada Rendy.“Perjanjian apa?”“Aku bakal jaga rahasia kamu dengan baik, tapi kamu harus kasih tahu aku kemana kalian membawa Ronald pergi.”Apa pun yang dikatakan oleh mereka, Rachel masih tidak percaya bahwa Ronald benar-benar sudah tiada.Raut wajah Rendy dalam sekejap kembali memuram ketika mendengar perkataan Rachel. Ronald … lagi-lagi Ronald! Demi Ronald, wanita ini rela hidup dengan penuh kebohongan selama ini! Demi Ronald, wanita ini bahkan tidak keberatan untuk menyembunyikan semua rahasia yang telah dia bongkar! Apakah cintanya terhadap Ronald segitu besarnya sampai dia rela melakukan apa pun?“Bukankah sekarang aku sudah ada di depan kamu?”“Apa gunanya kamu terus membohongi diri sendiri?” balas Rachel.“Aku ini Ronald. Selama kamu nggak punya bukti y
“Rachel, bukannya kamu di rumah sakit? Kok balik?”Farah menyambut Rachel setelah mengganti sepatunya. Dia dengan refleks menggenggam tangan Rachel, lalu tiba-tiba terkejut dan berkata, “Kok tangan kamu dingin banget? Baju kamu tipis banget ini, hati-hati lho nanti malah sakit lagi. Ayo, ke atas dulu ambil jaket.”Rachel menarik tangannya. Lampu ruang tamu seakan menyoroti wajahnya yang dingin. Mata merah dan senyum sinis di bibirnya terlihat sangat jelas. Farah akhirnya tersadar bahwa ada yang aneh dengan Rachel. Dia meletakkan tasnya, kemudian bertanya, “Ada apa, Rachel?”“Kamu sudah lama tahu, ‘kan?” Satu pertanyaan Rachel itu membuat Farah seketika membeku.Farah meremas tangannya, kemudian mencoba menjawab dengan tenang, “Apa maksud kamu, Rachel? Apanya yang sudah tahu lama?”“Anak laki-laki kembar. Mereka berdua saudara. Aku nggak ngerti kenapa dulu kamu tega melepaskan sang kakak. Aku juga nggak ngerti kenapa dua puluh tahun kemudian kamu juga tega membantu sang kakak membunuh