Rachel tidak tahu dia ada di mana. Di depannya terlihat genangan darah yang menghampirinya dengan jumlah yang begitu banyak. Dia menarik napas dalam-dalam, tetapi tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki yang begitu familiar.“Rachel, Rachel ….”Seruan demi seruan terdengar. Suara itu terdengar bagaikan suara putus asa.“Kamu siapa? Kamu ada di mana?” tanya Rachel berteriak. Suaranya terpantul kembali tanpa ada balasan. Hatinya terasa perih bagaikan ditusuk dengan belati tajam. Sakit sekali hingga menjalar ke seluruh tubuhnya. Kedua matanya terbuka seketika dan baru menyadari ternyata dia baru mengalami mimpi buruk.Selama sepuluh hari berturut-turut, dia akan memimpikan hal yang secara berulang kali. Suara yang memanggil namanya di dalam mimpi seperti milik Ronald. Karena sudah berpisah cukup lama, dia sangat merindukan lelaki itu sehingga memimpikan Ronald berulang kali.Rachel menggaruk rambutnya yang basah karena keringat, kemudian bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan dir
“Kalau kamu bicara lagi, saya nggak akan kirim gaji kamu bulan ini!” ancam Ricky sambil berbalik masuk ke ruang kerjanya. Asistennya menghentakkan kaki kesal tanpa bisa berbuat apa pun.Proses perpindahan tempat kerja Aurora Technology sangat cepat dan tidak butuh waktu satu jam lamanya. Semua barangnya sudah berhasil dipindahkan ke gedung Hutomo Group. Rachel memerintahkan karyawan jasa pindahan untuk menyusun barang-barang dengan sebagaimana mestinya.Ketika dia kembali dari kamar mandi, mendadak Rachel merasakan orang-orang di sekitar menatapnya dengan sorot aneh.“Bu Rachel, istirahat di ruangan saja,” kata Jenny sambil menarik tangan Rachel menuju ruang kerja CEO. Dengan susah payah dia berkata, “Bu Rachel, kalau ada waktu Ibu bisa baca berita di ponsel.”Rachel terlihat tidak mengerti dan bertanya, “Beritanya ada kaitannya dengan saya?”Jenny terlihat iba sambil menjawab, “Ada hubungannya dengan Pak Ronald.”Mendadak Rachel merasa tidak enak. Dia mengeluarkan ponsel dan membuka h
Rachel mengambil gelas wine dan menghabiskan wine yang ada di dalamnya dalam satu tegukan. Dia mengambil kunci mobil dan bergegas pulang tanpa menunggu urusan kantor selesai. Sekitar pukul tiga sore dia tiba di rumah. Saat itu anak-anaknya masih sekolah.Darren dan Michelle akan sekolah sebanyak lima hari dalam satu minggu. Eddy dan Michael akan sekolah selama tiga hari dalam satu minggu. Tidak peduli seberapa pintar anak-anaknya, mereka harus mengikuti pertumbuhan anak-anak pada umumnya secara perlahan.Farah yang sedang menonton televisi di ruang tamu langsung menoleh ketika mendengar suara mesin mobil. Dia terdiam ketika melihat Rachel masuk dan seketika langsung mengerti.“Ma, aku pulang,” ujar Rachel sambil melepaskan sepatunya dengan ekspresi tenang.Rachel tidak yakin dengan tebakannya sendiri. Dia bangkit sambil tersenyum dan bertanya, “Bukannya hari ini pindahan? Cepat sekali beres-beresnya?”Rachel mengangguk dan berkata, “Ronald sudah kembali kemarin. Mama tahu?”“Mama juga
“Bi-bisa dikatakan seperti itu,” ujar Farah sambil menghela napas dan lanjut berkata, “Urusan di pabrik Ontara sangat sulit. Perusahaan kita mengalami kerugian yang cukup banyak. Papa kalian setiap hari bersama dengan klien membahas ini, nggak heran emosinya jadi buruk.”“Tapi … Papa nggak seharusnya membawa emosi dalam pekerjaan pulang ke rumah.”“Nenek hanya bilang saja,” ujar Farah sambil mengelus kepala anak-anak itu.“Setelah Papa pulang nanti, dia akan menyadari Eddy semakin tinggi, rambut Michael sudah panjang, Kening Darren ada dua buah jerawat dan Michelle jadi semakin cantik.”Waktu setengah bulan tidak termasuk lama, tetapi juga tidak sebentar. Yang namanya manusia pasti akan berubah. Oleh karena itu, seharusnya mereka tidak terkejut ketika melihat ayahnya nanti.Farah meremas telapak tangannya dan mencoba menenangkan dirinya di sepanjang perjalanan pulang. Ketika pukul enam sore, makan malam keluarga Tanjaya sudah selesai disiapkan. Keempat anak kecil itu sedang bermain di
“Ini hadiah untuk kamu dan Michelle,” kata Rendy sambil memberikan dua kantong pada Rachel. Perempuan itu menerimanya dan melihat isi kantong yang berisi parfum serta boneka barbie.Rachel tertawa lagi dan bertanya, “Kamu minta asistenmu untuk membeli barang ini?”Parfum dan boneka barbie ini sudah dimiliki oleh Rachel dan Michelle. Kalau Ronald yang membelinya sendiri, diat tidak akan membeli barang yang sama dari tempat yang jauh. Rendy sedikit terkejut dan dengan tenang berkata, “Terlalu sibuk, aku nggak ada waktu ke toko barang. Kenapa? Nggak suka?”Rachel tertawa tipis dan kemudian melempar kedua hadiah itu ke atas sofa. Mata dinginnya dan dengan sorot tajam dia berkata, “Ronald, kita ngobrol sebentar.”“Apa yang mau kamu bicarakan?”Lelaki itu mengangkat tangannya dan mulai memainkan rambut di depan dada Rachel. Entah mengapa, gerakan itu membuat Rachel membayangkan adegan lelaki ini memegang dagu sang penari kelab. Perempuan itu menepis tangan Rendy dan berkata dengan suara ding
Suara pukulan yang nyaring memenuhi ruang tamu yang sunyi. Rendy menjulurkan lidahnya menyentuh bibir samping karena bekas pukulan Rachel. Dengan sorot marah dia berkata,“Kenapa? Bukannya kamu seharusnya menjalankan tugas sebagai istri?”“Ini namanya kamu pemaksaan!” marah Rachel sambil menatapnya tajam.“Ronald, aku nggak mengerti kenapa setelah menikah kamu seperti berubah menjadi sosok lain? Semua ucapanmu waktu menikahiku itu bohong? Kamu hanya demi keempat anak saja makanya menikahiku?!”“Aku nggak mau menjelaskan,” balas Rendy.Tidak ada yang bisa dia jelaskan dan dia juga tidak tahu harus menjelaskan apa. Dia bukan Ronald, lalu untuk apa dia harus mengasihi perempuannya lelaki itu? Akan tetapi, perempuan di depannya ini lumayan juga.Dia membasahi bibirnya dan berbicara dengan nada lembut, “Rachel, kita sudah setengah bulan nggak bertemu. Kamu nggak kangen dengan aku? Kita masih belum berhubungan dari setelah menikah, aku hutang satu malam pertama denganmu. Kita bisa melunasiny
“Ma, tenang saja.” Rendy mengeluarkan asap rokok dari mulutnya kemudian menyungging senyum bengis.“Aku memang penerus keluarga Tanjaya, semua yang ada di keluarga ini juga seharusnya menjadi milikku. Aku akan melanjutkan kebanggaan keluarga kita ini. Mengenai Rachel dan keempat anaknya yang merupakan kesayangan Ronald, untuk apa aku menjaga orang terkasih dari orang yang ingin membunuhku? Aku sudah cukup baik dengan tidak menghabisi mereka.”“Kamu mau berbuat apa?” Farah melebarkan kedua bola matanya.“Kalau mau berbuat sesuatu, memangnya sekarang bisa?” tanya lelaki itu sambil membuang puntung rokok. Bara dari rokok tersebut membuat karpet di ruang tamu membentuk bolongan. Dia menginjak puntung tersebut sambil berkata,“Sebelum aku mendapatkan posisi CEO di Tanajaya Group, aku nggak akan menyentuh satu helai rambut Rachel. Aku berharap sebaiknya dia menurut dan jangan mengusikku.”Setelah itu Rendy berbalik pergi. Farah langsung menangis dengan air mata yang mengalir dengan deras hin
Akan tetapi Rachel merasa sayang dan tidak tega. Cincin ini dipenuhi semua rasa cinta lelaki itu. Kalau dibuang, maka cinta itu juga sudah pasti lenyap dari hati Rachel. Namun tidak ada artinya jika Rachel sendiri yang mengenakan cincin pernikahan tersebut.Dia memasukkan cincin tersebut ke dalam saku bajunya dan berencana untuk menjadikannya sebagai kenangan saja. Baru saja Rachel mendongak, dia melihat keempat anak-anak yang tadi duduk di meja makan sudah mengerumuninya entah sejak kapan. Empat pasang mata itu menatapnya khawatir.Rachel mencoba menekan semua perasaannya dan menyunggingkan seulas senyum sambil bertanya, “Kalian kenapa?”“Papa keterlaluan!” kata Darren dengan penuh emosi.“Ternyata Papa sudah pulang sejak kemarin, tapi dia nggak pulang menemani Mama. Bisa-bisanya dia bersama dengan perempuan lainnya! Mama, biar aku yang kasih Papa pelajaran!”Michelle mengerjapkan matanya dan bergumam, “Aku kangen Papa, kenapa Papa nggak pulang mencariku?”Eddy mengepalkan tangan dan