“Misi lima miliar masuk daftar sepuluh teratas!”“Orang ini sangat misterius, di internet nggak bisa melacak apa pun jejak tentang dia. Aku hanya bisa menebak kalau dia adalah seorang tentara Asia.”“Tapi dia meminta kalau dia bayar setelah kita berhasil menyelesaikan misi ini.”“Di bidang kita ini rata-rata harus bayar dulu baru jalankan tugas. Dia sudah menyalahi aturan, aku rasa kita nggak perlu menerimanya. Meski nominalnya menggiurkan, bagaimana kalau dia hanya membohongi kita?”Melihat pesan yang dikirim terus menerus dari K membuat Michael tenggelam dalam pikirannya sendiri. Jari tangannya bergerak cepat di atas keyboard dan menuliskan, “Apa isi dari misinya?”“Coba aku tanyakan,” balas K.Satu menit kemudian, Michael sudah mendapatkan balasan, “Mike! Lebih baik misi ini jangan diterima. Orang ini terlalu merasa dirinya penting. Dia mau membunuh dan mengambil kepalanya Agustinus! Jadi dia ingin kita membantunya dengan meretas kamera di Vila Agustinus,”“Dia juga mau kita merusak
Pukul 12 tengah malam tampak Michael duduk di atas kasur. Jari tangannya mengetuk papan huruf di laptopnya dengan lincah.“CCTV gerbang vila sudah disadap.”“Bagian kiri disadap juga.”“Sirine bagian Barat berbunyi, setengah dari penjaga ke bagian barat.”“Alarm kebakaran Timur bunyi, setengah penjaga sudah ke bagian barat.”Seluruh kediaman Agustinus tampak rusuh dan heboh. Satu sosok jangkung mengambil kesempatan itu untuk masuk ke dalam. Sosok itu merupakan orang bule dengan rambut pendek berwarna hitam. Wajahnya tampan, tetapi terdapat bekas luka yang memanjang dari alis mata hingga ke bibirnya. Terlihat cukup menyeramkan sekali.Dia masuk dengan mudah tanpa diketahui siapa pun. Dari alat pendengar yang terpasang di telinganya, terdengar perintah yang terus diberikan padanya.“Arah pukul 9 ada dua orang penjaga. Arah pukul empat ada pelayan yang lewat.”“Agustinus sedang berada di dalam ruang baca tengah. Pintu masuk ruang baca dijaga empat orang penjaga dengan membawa senapan.”So
Rachel tidak tahu dia ada di mana. Di depannya terlihat genangan darah yang menghampirinya dengan jumlah yang begitu banyak. Dia menarik napas dalam-dalam, tetapi tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki yang begitu familiar.“Rachel, Rachel ….”Seruan demi seruan terdengar. Suara itu terdengar bagaikan suara putus asa.“Kamu siapa? Kamu ada di mana?” tanya Rachel berteriak. Suaranya terpantul kembali tanpa ada balasan. Hatinya terasa perih bagaikan ditusuk dengan belati tajam. Sakit sekali hingga menjalar ke seluruh tubuhnya. Kedua matanya terbuka seketika dan baru menyadari ternyata dia baru mengalami mimpi buruk.Selama sepuluh hari berturut-turut, dia akan memimpikan hal yang secara berulang kali. Suara yang memanggil namanya di dalam mimpi seperti milik Ronald. Karena sudah berpisah cukup lama, dia sangat merindukan lelaki itu sehingga memimpikan Ronald berulang kali.Rachel menggaruk rambutnya yang basah karena keringat, kemudian bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan dir
“Kalau kamu bicara lagi, saya nggak akan kirim gaji kamu bulan ini!” ancam Ricky sambil berbalik masuk ke ruang kerjanya. Asistennya menghentakkan kaki kesal tanpa bisa berbuat apa pun.Proses perpindahan tempat kerja Aurora Technology sangat cepat dan tidak butuh waktu satu jam lamanya. Semua barangnya sudah berhasil dipindahkan ke gedung Hutomo Group. Rachel memerintahkan karyawan jasa pindahan untuk menyusun barang-barang dengan sebagaimana mestinya.Ketika dia kembali dari kamar mandi, mendadak Rachel merasakan orang-orang di sekitar menatapnya dengan sorot aneh.“Bu Rachel, istirahat di ruangan saja,” kata Jenny sambil menarik tangan Rachel menuju ruang kerja CEO. Dengan susah payah dia berkata, “Bu Rachel, kalau ada waktu Ibu bisa baca berita di ponsel.”Rachel terlihat tidak mengerti dan bertanya, “Beritanya ada kaitannya dengan saya?”Jenny terlihat iba sambil menjawab, “Ada hubungannya dengan Pak Ronald.”Mendadak Rachel merasa tidak enak. Dia mengeluarkan ponsel dan membuka h
Rachel mengambil gelas wine dan menghabiskan wine yang ada di dalamnya dalam satu tegukan. Dia mengambil kunci mobil dan bergegas pulang tanpa menunggu urusan kantor selesai. Sekitar pukul tiga sore dia tiba di rumah. Saat itu anak-anaknya masih sekolah.Darren dan Michelle akan sekolah sebanyak lima hari dalam satu minggu. Eddy dan Michael akan sekolah selama tiga hari dalam satu minggu. Tidak peduli seberapa pintar anak-anaknya, mereka harus mengikuti pertumbuhan anak-anak pada umumnya secara perlahan.Farah yang sedang menonton televisi di ruang tamu langsung menoleh ketika mendengar suara mesin mobil. Dia terdiam ketika melihat Rachel masuk dan seketika langsung mengerti.“Ma, aku pulang,” ujar Rachel sambil melepaskan sepatunya dengan ekspresi tenang.Rachel tidak yakin dengan tebakannya sendiri. Dia bangkit sambil tersenyum dan bertanya, “Bukannya hari ini pindahan? Cepat sekali beres-beresnya?”Rachel mengangguk dan berkata, “Ronald sudah kembali kemarin. Mama tahu?”“Mama juga
“Bi-bisa dikatakan seperti itu,” ujar Farah sambil menghela napas dan lanjut berkata, “Urusan di pabrik Ontara sangat sulit. Perusahaan kita mengalami kerugian yang cukup banyak. Papa kalian setiap hari bersama dengan klien membahas ini, nggak heran emosinya jadi buruk.”“Tapi … Papa nggak seharusnya membawa emosi dalam pekerjaan pulang ke rumah.”“Nenek hanya bilang saja,” ujar Farah sambil mengelus kepala anak-anak itu.“Setelah Papa pulang nanti, dia akan menyadari Eddy semakin tinggi, rambut Michael sudah panjang, Kening Darren ada dua buah jerawat dan Michelle jadi semakin cantik.”Waktu setengah bulan tidak termasuk lama, tetapi juga tidak sebentar. Yang namanya manusia pasti akan berubah. Oleh karena itu, seharusnya mereka tidak terkejut ketika melihat ayahnya nanti.Farah meremas telapak tangannya dan mencoba menenangkan dirinya di sepanjang perjalanan pulang. Ketika pukul enam sore, makan malam keluarga Tanjaya sudah selesai disiapkan. Keempat anak kecil itu sedang bermain di
“Ini hadiah untuk kamu dan Michelle,” kata Rendy sambil memberikan dua kantong pada Rachel. Perempuan itu menerimanya dan melihat isi kantong yang berisi parfum serta boneka barbie.Rachel tertawa lagi dan bertanya, “Kamu minta asistenmu untuk membeli barang ini?”Parfum dan boneka barbie ini sudah dimiliki oleh Rachel dan Michelle. Kalau Ronald yang membelinya sendiri, diat tidak akan membeli barang yang sama dari tempat yang jauh. Rendy sedikit terkejut dan dengan tenang berkata, “Terlalu sibuk, aku nggak ada waktu ke toko barang. Kenapa? Nggak suka?”Rachel tertawa tipis dan kemudian melempar kedua hadiah itu ke atas sofa. Mata dinginnya dan dengan sorot tajam dia berkata, “Ronald, kita ngobrol sebentar.”“Apa yang mau kamu bicarakan?”Lelaki itu mengangkat tangannya dan mulai memainkan rambut di depan dada Rachel. Entah mengapa, gerakan itu membuat Rachel membayangkan adegan lelaki ini memegang dagu sang penari kelab. Perempuan itu menepis tangan Rendy dan berkata dengan suara ding
Suara pukulan yang nyaring memenuhi ruang tamu yang sunyi. Rendy menjulurkan lidahnya menyentuh bibir samping karena bekas pukulan Rachel. Dengan sorot marah dia berkata,“Kenapa? Bukannya kamu seharusnya menjalankan tugas sebagai istri?”“Ini namanya kamu pemaksaan!” marah Rachel sambil menatapnya tajam.“Ronald, aku nggak mengerti kenapa setelah menikah kamu seperti berubah menjadi sosok lain? Semua ucapanmu waktu menikahiku itu bohong? Kamu hanya demi keempat anak saja makanya menikahiku?!”“Aku nggak mau menjelaskan,” balas Rendy.Tidak ada yang bisa dia jelaskan dan dia juga tidak tahu harus menjelaskan apa. Dia bukan Ronald, lalu untuk apa dia harus mengasihi perempuannya lelaki itu? Akan tetapi, perempuan di depannya ini lumayan juga.Dia membasahi bibirnya dan berbicara dengan nada lembut, “Rachel, kita sudah setengah bulan nggak bertemu. Kamu nggak kangen dengan aku? Kita masih belum berhubungan dari setelah menikah, aku hutang satu malam pertama denganmu. Kita bisa melunasiny