Malam kian larut. Rachel akhirnya selesai membersihkan ruang tamu yang berantakan karena ulah anak-anak. Dia melirik Ronald yang sedang duduk dengan tenang di sofa sambil membaca buku. Dia hanya bisa menggosok hidungnya dengan frustrasi.Sudah pukul sepuluh malam. Mengapa pria itu tak kunjung pergi? Apakah Rachel harus buka mulut untuk mengusirnya? Selain itu, keempat anaknya sepertinya semakin heboh. Entah kapan mereka baru mau tidur malam ini.Rachel mengalami pergulatan dalam hatinya. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk menidurkan anak-anak terlebih dahulu. Setelah itu, dia baru menghadapi Ronald.“Eddy, Darren, Michael, Michelle. Kembalikan semua mainan ke tempatnya. Sekarang kita naik ke atas untuk mandi.” Rachel berdiri di pinggir playmat dan berkata sambil tersenyum lembut.Darren yang memeluk Transformers menjawab tanpa mengangkat kepalanya, “Ma, aku main lima menit lagi.”Rachel, “....”Sekarang sudah “lima menit lagi” yang ketiga kalinya. Lebih parahnya lagi, Michelle juga me
Rachel mengira Darren sedang mengigau. Dia berjongkok dan berkata dengan suara pelan, “Darren, ayo, Mama gendong kamu ke tempat tidur.”“Nggak mau, aku mau minum susu. Aku lapar, aku mau minum susu.” Darren memeluk leher Rachel dan merengek, “Aku bawa susu bubuk, ada di koper. Aku mau minum susu, Ma.”Darren tidak seperti sedang mengigau. Rachel berjalan ke depan koper dan membukanya. Benar saja, dia melihat sekaleng susu bubuk di dalamnya. Darren sudah berusia empat setengah tahun. Anak seusianya seharusnya tidak minum susu di tengah malam.Eddy mendengar suara tangisan adiknya. Dia pun bangun dan berkata dengan mengantuk, “Ma, Darren kalau malam pasti harus minum susu. Botol susunya juga ada di dalam koper.”“Oke, kamu tidur lagi saja.”Rachel mengelus kepala Eddy, lalu membawa Darren yang menangis dan rewel pergi untuk membuat susu. Rachel membuat sebotol susu. Darren menghabiskannya dalam waktu kurang dari lima menit.Rachel akhirnya mengerti maksud perkataan Ronald. Kalau ada Darr
Rachel mengeluarkan ponselnya dan melihat nama penelepon. Setelah itu, dia baru mengangkat telepon.“Halo, Bu Rachel. Saya perwakilan dari Department Customer Service Yelitos Group. Tawaran Anda telah lolos tinjauan awal perusahaan kami. Silakan datang dan mengikuti rapat di Yelitos Group pada pukul sepuluh pagi ini.”Rachel melirik jam sebentar, lalu menyanggupi. Pihak Yelitos Group meneleponnya saat ini, seharusnya masalah penawaran sudah ada kemajuan. Rachel bertekad akan memenangkan proyek ini. Karena itu, dia harus pergi ke sana. Akan tetapi, bagaimana dengan keempat anaknya?Di saat Rachel tengah kebingungan bagaimana mengatur keempat anaknya, terdengar suara ketukan pintu di lantai bawah. Michelle yang tadinya masih duduk dengan tenang di tempat tidur, tiba-tiba gadis kecil itu melompat turun dan berlari ke bawah untuk membuka pintu.Rachel langsung bisa menebak siapa yang datang. Dia pun pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian formal dulu. Setelah itu, dia baru menyusul ke
“Siapkan tepung dulu, lalu ulen adonan ....”Ronald mengikuti instruksi dari video. Dia menuangkan tepung ke dalam wadah, lalu menambahkan air ke dalamnya.“Agak basah, kalau begitu tambahkan sedikit tepung lagi. Hmm, sepertinya terlalu kering, tambahkan air, deh ....”Ronald terus menambah air dan tepung, hingga akhirnya adonan yang dibuatnya tidak bisa dibentuk.“Papa, buat mie kayaknya seru banget, ya. Aku boleh ikut buat mie, nggak?” tanya Darren. Entah sejak kapan anak itu sudah menyelinap ke dalam dapur. Tanpa menunggu persetujuan ayahnya, dia langsung mengambil segenggam tepung dan melemparnya begitu saja. Tepung itu pun mengotori baju Ronald. Setelan hitam di tubuh pria itu seketika terlihat kotor.Sebelum Ronald sempat memarahi Darren, Michelle pun berlari ke dalam dapur. Gadis kecil itu sepertinya tidak pernah bermain dengan tepung sebelumnya. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong tepung. Setelah itu, dia mengayunkan tangannya yang memegang tepung. Seketika dapur me
Setelah Yelitos Group diserang hacker, intranet perusahaan itu runtuh total. Semua orang di perusahaan sedang lembur di akhir pekan. Tender proyek untuk seluruh Kota Suwanda juga ditunda hingga sore ini.Rachel berjalan menuju lobi perusahaan dan melihat karyawan perusahaan itu sedang sibuk mengatur tempat. Standar tempat itu jauh lebih megah dari sebelumnya.“Bu Rachel, silakan lewat sini.”Manajer yang bertanggung jawab sebagai penghubung antara Rachel dan perusahaan membawa Rachel ke ruang rapat. Begitu pintu ruang rapat terbuka, Rachel melihat sudah ada lebih dari sepuluh orang yang duduk mengitari meja bundar. Orang yang duduk di kursi utama memakai topeng berwarna perak. Aura yang memancar dari tubuhnya sama sekali tidak berkurang.“Pak Reihan, Bu Rachel sudah datang.”Manajer yang mengantar Rachel memberikan laporan dengan hormat. Setelah itu, dia baru memberi isyarat kepada Rachel untuk masuk ke ruang rapat.“Selamat pagi, Pak Reihan,” sapa Rachel dengan senyum tipis di bibirny
Reihan berdiri dan mengulurkan tangannya, “Bu Rachel, aku harap kerja sama kita akan menyenangkan.”Rachel juga mendorong kursi dan berdiri, lalu berjabat tangan dengan Reihan, “Selamat bekerja sama, Pak Reihan.”Saat tangan Rachel menyentuh tangan pria itu, dia bisa merasakan hawa dingin menyebar dari ujung jari hingga ke tulang punggungnya. Hawa dingin itu lebih dingin daripada udara dingin di lemari es.Rachel hanya menyentuh tangan Reihan secara simbolis. Kemudian, dia segera menarik kembali tangannya.Reihan juga menarik kembali tangannya dan memasukkannya ke dalam saku celana. Setelah itu, dia berkata dengan suara dingin, “Setelah rapat penawaran hari ini berakhir, akan ada pesta perayaan besok malam. Bu Rachel ingat harus hadir.”Usai berkata, Reihan langsung menyuruh sekretarisnya untuk mengantar Rachel dan Jenny keluar. Dia bahkan tidak menunggu tanggapan dari Rachel dulu.Begitu berada di luar dan merasakan hangatnya sinar matahari menerpa pundaknya, Jenny baru menghela napas
Mobil Rachel baru saja berhenti di depan rumah Ronald. Empat anak langsung berlari keluar dari dalam rumah.“Mama, akhirnya Mama pulang juga. Aku kangen banget sama Mama.”Suara Darren selalu yang paling keras dan paling berisik. Dia bergegas menghambur ke dalam pelukan Rachel dan memanjat ke atas untuk mencium pipi Rachel.Di bawah pengaruh Darren, Michelle juga menjadi cerewet. Gadis kecil itu menarik tangan Rachel dan minta digendong. Mau tidak mau Rachel harus berjalan ke dalam rumah sambil menggendong dua anak, satu di kiri dan satunya lagi di kanan. Sementara Eddy dan Michael mengikutinya dari belakang.“Darren, berapa umurmu? Kenapa masih mau digendong orang?” tukas Ronald dengan dingin sambil mengerutkan keningnya.Darren yang digendong ibunya menjadi sangat sombong. Dia menjulurkan lidahnya dan berkata, “Aku suka digendong Mama. Lagi pula, aku nggak suruh Papa Gendong.”Wajah Ronald spontan menjadi muram, “Sekalipun Mama kamu mau gendong, seharusnya Michael dan Michelle yang d
Ronald menatapnya dengan dingin, “Makan saja apa yang ada. Kenapa kamu ada begitu banyak permintaan?”Darren, “....” Punya anak yang baru lupakan anak yang lama. Ayahnya sungguh terlalu kejam.Ronald malas menghiraukan Darren. Dia pun membungkuk dan menatap Michelle, “Kasih tahu Papa, malam ini kamu mau makan apa?”Darren, “....” Dia merasa dadanya tertusuk satu panah lagi, sungguh menyakitkan.Selesai bertanya pada Michelle, Ronald menatap Rachel lagi dan bertanya, “Kamu mau makan apa?”Rachel tidak memiliki permintaan khusus. “Terserah, aku makan yang kamu bisa masak saja.”Ronald spontan menghela napas lega. Seandainya perempuan itu meminta makan daging semur, dia sungguh tidak tahu harus berbuat apa. Pada kenyataannya, mengukus ikan saja sepertinya agak sulit bagi Ronald. Namun, kalau hanya dikukus sebentar, mungkin dia masih bisa.Ronald berjalan ke dapur dengan penuh kekhawatiran. Begitu Hilmi tahu kalau Ronald akan masak sendiri, wajahnya yang penuh keriput pun terlihat khawatir