“Terus kenapa? Jadi kalian mau maksain pendapat kalau Tony itu ayah dari kedua anakku? Kalau aku nggak mengakui dia sebagai ayah anak-anakku, berarti aku berbohong sama kalian? Logika macam apa itu?”Rachel menunjuk salah satu dari wartawan itu dan bertanya padanya, “Memangnya kamu pernah dengar anakku manggil Tony ‘papa’?”Kemudian, dia menunjuk wartawan lainnya dan bertanya dengan nada serupa, “Kamu yang di sana! Apa kamu pernah hasil tes DNA langsung pakai mata kamu sendiri?”“Kamu, kamu nganggap aku merusak hubungan antara Tony dan istrinya, atau kamu anggap aku mau jadi bagian dari keluarga Chendrasa?”“Terus, kamu yang ada di sana. Kamu menganggap aku ada berhubungan sama Tony cuma gara-gara satu foto doang? Apa kualitas berita headline kalian sesampah ini?”Para wartawan di sana dibuat tak berkutik hingga tak bisa lagi berkata apa-apa. Tidak hanya karena pertanyaannya saja yang tepat sasaran, tapi aura yang yang terpancar dari Rachel juga membuat mereka semua sulit untuk melawan
Para wartawan sebenarnya sudah tahu apa pun pertanyaan yang mereka lemparkan, mereka tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan. Yang ada justru Rachel akan semakin memanfaatkan situasi ini untuk terus mempromosikan produknya sendiri.Sementara itu di Tanjaya Group ….Ronald sedang menatap layar yang memperlihatkan senyuman puas Rachel. Dia sungguh tidak mengira Rachel berhasil menemukan jalan keluar di tengah situasinya yang sulit. Mengadakan konferensi pers adalah solusi terbaik, tapi di satu sisi itu juga bisa menjadi senjata makan tuan. Kalau sampai Tony membantah pernyataan itu, konferensi pers yang Rachel adakan pasti akan menjadi bahan lelucon para wartawan. Ronald harus berpikir bagaimana dia akan membantu Rachel.“Pak Ronald, semua komentar yang merugikan Bu Rachel di internet sudah dihapus sesuai arahan Bapak,” kata Randi.Tania juga ikut melaporkan, “Pak Ronald, dari pihak resmi Denki Group juga sudah menyatakan pemberitahuan resmi bahwa mereka akan meminta pertanggungjaw
“Rachel, kamu pikir orang-orang bakal percaya sama kebohongan kamu?” bentak Shania.Rencana yang sudah Shania susun dengan cermat hancur begitu saja hanya dengan satu konferensi pers. Ditambah lagi, Rachel juga memanfaatkan kesempatan itu untuk memajukan perusahaannya sendiri.Di tengah-tengah panggilan yang masih tersambung itu, seketika terdengar suara yang sudah tidak asing lagi bagi mereka.“Waktu itu kalian berdua kasih obat apa ke Rachel?”“Obat yang bikin dia nurut.”Sontak Shania pun tercengang, dan di tengah keterkejutannya itu, dia berkata, “Kamu mau jebak aku?”“Coba kasih tahu aku siapa yang jebak siapa?” sindir Rachel, “Kamu yang ngebongkar kehidupan pribadiku dan dijadiin berita. Kamu pikir kamu sendiri aman mentang-mentang nggak di Suwanda?”“Apa yang aku bongkar ke media itu kenyataan. Memangnya salah?”“Apa isi rekaman ini juga kenyataan. Kejadian lima tahun lalu itu bikin kau jadi bahan bercandaan di satu Suwanda dan bikin hidupku hancur. Bahan, sampai detik ini masih
Meski untuk sementara waktu Tony harus membantah soal hubungan dia dengan kedua anak Rachel, itu tidak masalah. Ketika masa kritis sudah lewat, dia masih bisa mencari cara untuk mendapatkan kembali dua anak itu.Seketika itu Tony mendapatkan panggilan dari ayahnya.“Pa, masalahnya sudah beres. Situasi di Mambera sudah aman?”“Dasar anak bodoh. Jangan kira aku percaya sama omongan cewek itu! Netizen memang bodoh, tapi aku nggak bodoh! Sifat kita sama, tapi aku nggak seceroboh kamu. Dari awal aku sudah curiga kamu punya anak haram di luar sana! Garis keturunan kita nggak boleh sampai berkeliaran nggak jelas di luar. Tony, kamu harus bawa dua anak itu pulang ke Mambera!”“Pa, buat apa bikin masalahnya jadi tambah rumit? Kalau aku bawa mereka ke Mambera, saham perusahaan bakal kena lagi ….”“Tebakanku benar ternyata. Dua anak itu memang keturunan keluarga kita!”Rupanya … Tony sedang diuji oleh ayahnya sendiri.“Kalau memang mereka keturunan keluarga Chendrasa, kita nggak boleh gegabah. Ak
Ronald membuka pintu dapur, dan para juru masak yang sedang sibuk langsung meninggalkan pekerjaan mereka sesaat dan menyapa sang majikan.“Kalian semua keluar.”Suara Ronald yang dingin menggema ke seluruh bagian dapur. Para juru masak itu hanya melirik satu sama lain dan keluar dari dapur, lalu menutup pintu dengan rapat. Rachel tidak mendengar kedatangan Ronald karena sungkup udara sedang menyala. Sambil memotong sayur, dia pun berkata, “Pak Yohan, selanjutnya potong daun bawang, ya? Dipotongnya nyerong atau ….”Ronald mengoper seikat daun bawang ketika Rachel sedang berbicara.“Eh, Ronald, kenapa kamu ada di dapur?” tanya Rachel.“Aku mau belajar masak dari kamu.”“Ngapain kamu belajar dari aku? Kamu kan punya koki banyak, belajar dari mereka saja.”“Kemarin malam Michelle lapar, aku masak mie buat dia, tapi anak kamu malah ketawain aku. Itu baru pertama kalinya aku masak mie, tapi Michelle makan sampai habis, berarti aku punya bakat memasak.”Rachel tertegun mendengarnya. Ronald ma
Aroma tubuh Rachel yang tiba-tiba menjauh membuat Ronald merasa dirinya hampa.“Tangannya masih belum dioles,” kata Ronald seraya mengangkat tangan kanannya.“Oles sendiri saja, aku masih harus siapin makanan ….”Di tengah kepanikannya itu, Rachel memalingkan wajahnya dan memotong sayuran dengan asal-asalan. Selama ini Rachel selalu bersikap dingin dan cuek, seakan ada jiwa wanita dewasa yang sulit untuk didekati bersemayam dalam tubuhnya. Baru pertama kali ini Ronald melihat dia bertingkah seperti anak kecil yang tidak bisa diam ….Suara tawa tipis Ronald terdengar jelas sampai ke telinga Rachel. Suara sungkup udara dan potongan sayur yang jelas-jelas lebih keras entah mengapa tidak bisa menutupi suara tawa Ronald.Rachel jadi sedikit kesal dengan tingkah laku dirinya sendiri yang aneh. Dia pun berusaha sebisa mungkin untuk meredam perasaannya dan berkata dengan tenang, “Ronald, makasih, ya, sudah kenalin Andre. Dia hebat banget.”Detak jantungnya akhirnya mulai tenang begitu topik p
Malam sudah semakin larut, dan acara makan mereka juga berakhir dengan bahagia.Rachel menggandeng kedua anaknya sampai ke depan pintu dan berkata, “Michael, Michelle, pamit dulu sama Pak Hilmi dan Om Ronald.”“Dada Pak Hilmi, dada Om Ronald, dada Darren,” ucap Michael, dan di belakangnya juga ada Michelle yang melambaikan tangannya.“Tante RAchel besok datangnya pagian, ya, jadi kita bisa main lebih lama! Michelle, besok aku mau beli puzzle baru, nanti kita main bareng, ya?” kata Darren.Michelle terdiam sejenak menatap Darren dan kemudian menganggukkan kepalanya.“Biar aku antar kalian pulang,” kata Ronald.“Beneran nggak usah. Aku datang bawa mobil, jadi aku bisa pulang sendiri,” ujar Rachel menolak tawaran Ronald.Setelah itu, Rachel menuntun kedua anaknya keluar dari rumah Ronald dan menggendong Michelle masuk ke mobilnya. Ketika memakaikan sabuk pengaman, Rachel merasa seperti ada sepasang mata yang terus mengawasinya dengan ketat. Ketika tadi mereka semua sedang makan, Ronald te
Rachel merasa lengan kanannya kedinginan. Bajunya bolong akibat terjatuh ke rumput, sehingga angin dingin berembus masuk ke tubuhnya melalui lubang di bajunya.“Den Eddy nggak apa-apa?!”Yoshi yang sedang sibuk membetulkan mobil langsung berlari ke arah majikan dan memeriksa apakah Eddy mengalami luka atau tidak.“Aku nggak apa-apa,” kata Eddy dengan wajah sedikit pucat. Lalu dia menoleh ke arah Rachel dan berkata, “Makasih sudah nolong aku.”Kalau saja tadi Rachel tidak siaga melindungi, mungkin Eddy sudah mental jauh akibat tertabrak motor tadi.“Untunglah kamu nggak kenapa-napa.”Setelah itu Rachel berjalan kembali ke mobilnya. Seketika itu Rachel juga tidak mengerti kenapa dia refleks melindungi anaknya Shania tanpa memikirkan keselamatannya sendiri. Sejak kapan Rachel jadi orang yang berhati besar?“Tangan Mama luka?” tanya Michael.“Cuma bajunya saja yang robek, tapi Mama nggak apa-apa. Untung saja Mama pakai baju yang tebal.”Rachel pun memasang kembali sabuk pengaman dan langsu