Meski untuk sementara waktu Tony harus membantah soal hubungan dia dengan kedua anak Rachel, itu tidak masalah. Ketika masa kritis sudah lewat, dia masih bisa mencari cara untuk mendapatkan kembali dua anak itu.Seketika itu Tony mendapatkan panggilan dari ayahnya.“Pa, masalahnya sudah beres. Situasi di Mambera sudah aman?”“Dasar anak bodoh. Jangan kira aku percaya sama omongan cewek itu! Netizen memang bodoh, tapi aku nggak bodoh! Sifat kita sama, tapi aku nggak seceroboh kamu. Dari awal aku sudah curiga kamu punya anak haram di luar sana! Garis keturunan kita nggak boleh sampai berkeliaran nggak jelas di luar. Tony, kamu harus bawa dua anak itu pulang ke Mambera!”“Pa, buat apa bikin masalahnya jadi tambah rumit? Kalau aku bawa mereka ke Mambera, saham perusahaan bakal kena lagi ….”“Tebakanku benar ternyata. Dua anak itu memang keturunan keluarga kita!”Rupanya … Tony sedang diuji oleh ayahnya sendiri.“Kalau memang mereka keturunan keluarga Chendrasa, kita nggak boleh gegabah. Ak
Ronald membuka pintu dapur, dan para juru masak yang sedang sibuk langsung meninggalkan pekerjaan mereka sesaat dan menyapa sang majikan.“Kalian semua keluar.”Suara Ronald yang dingin menggema ke seluruh bagian dapur. Para juru masak itu hanya melirik satu sama lain dan keluar dari dapur, lalu menutup pintu dengan rapat. Rachel tidak mendengar kedatangan Ronald karena sungkup udara sedang menyala. Sambil memotong sayur, dia pun berkata, “Pak Yohan, selanjutnya potong daun bawang, ya? Dipotongnya nyerong atau ….”Ronald mengoper seikat daun bawang ketika Rachel sedang berbicara.“Eh, Ronald, kenapa kamu ada di dapur?” tanya Rachel.“Aku mau belajar masak dari kamu.”“Ngapain kamu belajar dari aku? Kamu kan punya koki banyak, belajar dari mereka saja.”“Kemarin malam Michelle lapar, aku masak mie buat dia, tapi anak kamu malah ketawain aku. Itu baru pertama kalinya aku masak mie, tapi Michelle makan sampai habis, berarti aku punya bakat memasak.”Rachel tertegun mendengarnya. Ronald ma
Aroma tubuh Rachel yang tiba-tiba menjauh membuat Ronald merasa dirinya hampa.“Tangannya masih belum dioles,” kata Ronald seraya mengangkat tangan kanannya.“Oles sendiri saja, aku masih harus siapin makanan ….”Di tengah kepanikannya itu, Rachel memalingkan wajahnya dan memotong sayuran dengan asal-asalan. Selama ini Rachel selalu bersikap dingin dan cuek, seakan ada jiwa wanita dewasa yang sulit untuk didekati bersemayam dalam tubuhnya. Baru pertama kali ini Ronald melihat dia bertingkah seperti anak kecil yang tidak bisa diam ….Suara tawa tipis Ronald terdengar jelas sampai ke telinga Rachel. Suara sungkup udara dan potongan sayur yang jelas-jelas lebih keras entah mengapa tidak bisa menutupi suara tawa Ronald.Rachel jadi sedikit kesal dengan tingkah laku dirinya sendiri yang aneh. Dia pun berusaha sebisa mungkin untuk meredam perasaannya dan berkata dengan tenang, “Ronald, makasih, ya, sudah kenalin Andre. Dia hebat banget.”Detak jantungnya akhirnya mulai tenang begitu topik p
Malam sudah semakin larut, dan acara makan mereka juga berakhir dengan bahagia.Rachel menggandeng kedua anaknya sampai ke depan pintu dan berkata, “Michael, Michelle, pamit dulu sama Pak Hilmi dan Om Ronald.”“Dada Pak Hilmi, dada Om Ronald, dada Darren,” ucap Michael, dan di belakangnya juga ada Michelle yang melambaikan tangannya.“Tante RAchel besok datangnya pagian, ya, jadi kita bisa main lebih lama! Michelle, besok aku mau beli puzzle baru, nanti kita main bareng, ya?” kata Darren.Michelle terdiam sejenak menatap Darren dan kemudian menganggukkan kepalanya.“Biar aku antar kalian pulang,” kata Ronald.“Beneran nggak usah. Aku datang bawa mobil, jadi aku bisa pulang sendiri,” ujar Rachel menolak tawaran Ronald.Setelah itu, Rachel menuntun kedua anaknya keluar dari rumah Ronald dan menggendong Michelle masuk ke mobilnya. Ketika memakaikan sabuk pengaman, Rachel merasa seperti ada sepasang mata yang terus mengawasinya dengan ketat. Ketika tadi mereka semua sedang makan, Ronald te
Rachel merasa lengan kanannya kedinginan. Bajunya bolong akibat terjatuh ke rumput, sehingga angin dingin berembus masuk ke tubuhnya melalui lubang di bajunya.“Den Eddy nggak apa-apa?!”Yoshi yang sedang sibuk membetulkan mobil langsung berlari ke arah majikan dan memeriksa apakah Eddy mengalami luka atau tidak.“Aku nggak apa-apa,” kata Eddy dengan wajah sedikit pucat. Lalu dia menoleh ke arah Rachel dan berkata, “Makasih sudah nolong aku.”Kalau saja tadi Rachel tidak siaga melindungi, mungkin Eddy sudah mental jauh akibat tertabrak motor tadi.“Untunglah kamu nggak kenapa-napa.”Setelah itu Rachel berjalan kembali ke mobilnya. Seketika itu Rachel juga tidak mengerti kenapa dia refleks melindungi anaknya Shania tanpa memikirkan keselamatannya sendiri. Sejak kapan Rachel jadi orang yang berhati besar?“Tangan Mama luka?” tanya Michael.“Cuma bajunya saja yang robek, tapi Mama nggak apa-apa. Untung saja Mama pakai baju yang tebal.”Rachel pun memasang kembali sabuk pengaman dan langsu
Di malam hari itu sekitar pukul sembilan lewat, Rachel kembali ke kamarnya sendiri untuk menghubungi Irma setelah dia menidurkan Michael dan Michelle. Setiap hari Irma selalu tidur larut malam, dia bahkan masih menonton TV ketika Rachel menghubunginya.“Rachel, ada apa malam begini telepon?” tanya Irma.“Nek, aku mau tanya sesuatu,” kata Rachel, kemudian dia terdiam selama beberapa detik dan berkata, “Shania punya dua anak?”Irma pun ikut diam sejenak, lalu dia menghela napasnya dan menjawab, “Iya, lima tahun lalu dia hamil di luar nikah dan ngelahirin anak kembar. Waktu itu masalah kamu lagi panas-panasnya, jadi papa dan mama tiri kamu nutupin kehamilan Shania. Nggak ada yang tahu selain anggota keluarga Hutomo ….”“Aku boleh tahu siapa nama anak-anaknya?”“Yang gede namanya Eddy, yang kecil namanya Darren. Baru hari pertama lahir, mereka berdua langsung dibawa ke keluarga Tanjaya. Sekarang mereka berdua sudah umur empat tahun. Nenek ketemu mereka juga baru beberapa kali, masih bisa d
Di gambar yang Michelle pegang itu terdapat dua orang anak. Satunya adalah seorang gadis yang mengenakan gaun berwarna pink, dan satunya lagi adalah seorang anak laki-laki yang memakai jaket denim. Hanya dengan melihat sekilas, Rachel sudah tahu kalau kedua anak yang ada di gambar itu adalah Michelle dan Darren.“Ini hadiah yang mau Michelle kasih untuk Darren,” jelas Michael dengan raut wajah yang tenang, tapi sebenarnya dalam hati dia merasa galau.Dari kecil Michael tumbuh besar bersama Michelle, tapi Michelle tidak pernah satu kali pun memberikan hadiah padanya. Rachel juga sedikit bimbang ketika melihat Michelle membawakan hadiah untuk Darren. Kalau dari awal dia tahu Darren adalah anaknya Shania, dia tidak akan membiarkan Michelle akrab dengannya. Yang jadi masalah, kedua anak ini sudah menerima satu sama lain, apabila Rachel merusak hubungan mereka secara paksa, Michelle pasti akan sakit hati ….“Darren pasti senang dapat hadiah dari kamu,” kata Rachel.Rachel pun menyalakan mes
Beberapa kali Hilmi ingin coba menjawab pertanyaan Rachel, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia katakan.“Shania kan mama kandungnya Darren. Bisa gawat kalau sampai orang lain tahu hubungan mereka berdua,” kata Rachel.“Ah, Den Darren masih kecil, jadi mungkin dia masih belum ngerti dia harus gimana sama orang tuanya,” jelas Hilmi, “Dari dulu Darren memang sudah nggak suka banget sama Shania, makanya dia nggak pernah manggil Shania ‘mama’. Den Eddy juga nggak pernah manggil Shania dengan sebutan ‘mama’. Kalau orang lain dengar rasanya memang aneh ….”“Eddy anaknya tahu sopan santun, dia mau nganggap Shania sebagai mamanya saja berarti dia mengakui Shania.”“Den Eddy memang baik sama Shania. Setiap tahun dia pasti kasih hadiah ke Shania. Di lantai dua ada kamar yang isinya penuh sama sepatu Shania, semuanya Den Eddy yang beliin. Tapi waktu itu Shania bikin Pak Ronald marah, dan semua sepatunya dibuang .… Pak Ronald sama Den Darren sama-sama benci Shania, cuma Den Eddy doang yang masih