Michael tidak akan berbaik hati kepada orang yang coba-coba mendekati ibu dan adiknya. Dengan satu tarikan napas, Darren berlari sampai ke pinggiran jalan raya dan di sana dia melihat mobil yang tak asing baginya.“Den Darren, jangan lari …,” ujar Hilmi seraya turun dari mobil tersebut dengan wajah tuanya yang sudah penuh dengan kerutan. Setiap minggu, Darren pasti akan melakukan upaya melarikan diri dari kurungannya, dan Hilmi yang sudah berumur ini tidak kuat untuk mengejar-ngejar majikannya. Ketika Ronald pulang nanti, Hilmi ingin meminta agar Ronald menyediakan lebih banyak pengawal untuk menjaga rumah.“Den Darren, awas, di depan ada mobil!”Jantung Hilmi mau copot rasanya saat melihat sebuah mobil yang menerjang ke arah Darren berada. Untungnya mobil taksi itu berhenti tepat di depan Darren, sehingga tragedi pun berhasil terhindarkan. Darren segera membuka pintu taksi tersebut dan masuk ke dalam.“Aish, Den Darren, tunggu! Jangan kabur terus!” seru Hilmi.Hilmi bergegas kembali k
Rachel datang ke tempat ini untuk membicarakan proyek mereka dengan Bode Group, dan dia bersiap untuk pergi setelah urusannya selesai. Namun di saat itu juga dia mendengar suara klakson mobil yang sontak menyita perhatiannya.Spontan dia menoleh ke arah jalan raya dan melihat seorang anak kecil berusia empat tahun sedang berlarian menyeberangi jalanan tepat di depan mobil sport berwarna perak. Langkah anak itu terhenti seketika dia mendengar suara klakson. Akan tetapi mobil tersebut tidak sempat mengerem tepat waktu dan menabrak anak itu.“Darren!”Jantung Rachel serasa mau copot saat melihat Darren tertabrak. Dia langsung membuka pintu mobil dan tanpa sadar sudah berlari ke tengah jalan raya untuk memeriksa kondisi Darren. Suara klakson mobil yang berada di sekitar terus berbunyi tanpa henti seakan menjadi musik latar di adegan tersebut.“Darren, kamu nggak apa-apa? Ada yang sakit?” tanya Rachel dengan penuh rasa khawatir.Darah segar pun mengisi penglihatan Rachel bagai kabut yang m
Hanya saja, Darren mengalami kecelakaan mobil dan harus secepatnya mendapatkan pertolongan darurat. Rumah sakit ini adalah rumah sakit terdekat, dan untuk sementara waktu mereka mau tidak mau menjalani perawatan darurat di sini.Tanpa banyak bicara lagi, Hilmi langsung membuka pintu dan melangkahkan kakinya ke luar, tapi dia tidak berani masuk ke dalam rumah sakit. Dia masih membayangkan seperti apa wujud majikannya yang berlumuran darah. Seketika itulah kedua kakinya terasa lemas dan langkahnya terasa sangat berat ….Dia hanya berdiri di depan pintu masuk rumah sakit dan mengeluarkan ponselnya.“Aku mau tanya persediaan donor darahnya, kamu bayar biaya rumah sakitnya saja dulu,” ujar Hilmi. Lalu dia segera menghubungi RS Suwanda.Darren memiliki golongan darah Rh negatif yang sangat langka, dan persediaan darah di rumah sakit kecil pasti tidak menyediakannya, makanya dia harus meminta seseorang untuk mengantarkan darah itu dari rumah sakit besar.“Kemarin malam kebetulan ada ibu hamil
Sementara itu Shania sedang menikmati anggur sambil bersantai di sofa rumah keluarganya.“Ronald beneran minta kamu main sekali lagi? Kedengarannya dia suka banget sama piano. Kamu harus belajar yang benar sama Alice, siapa tahu suatu saat dia jatuh cinta sama kamu,” ujar Vrilla sambil mengupas kulit anggur.“Aku juga mikir begitu. Tapi Darren parah banget, dia nggak kasih aku main piano di rumahnya.”“Anak itu kenapa, sih, selalu saja cari ribut sama kamu? Harusnya waktu itu kita nggak bawa dia ke rumahnya Ronald.”“Ngomong kayak gini sekarang juga nggak ada gunanya. Kalau aku sudah menikah sama Ronald nanti, bakal aku kasih pelajaran dia.”Di saat kedua ibu dan anak itu sedang asyik mengobrol, tiba-tiba salah seorang pembantu mereka datang, “Bu, Non, Pak Ronald atang ….”Ronald langsung masuk ke dalam di saat yang sama saat pembantu itu berbicara. Shania langsung bangkit dari sofa dan menyambut Ronald sambil merapikan rambutnya, “Eh, Ronald, tumben datang kemari. Kenapa nggak bilang
Tatapan mata Shania dipenuhi dengan rasa takut dan cemas. Tidak! Jangan sampai darahnya diambil! Waktu itu dia sudah menjalani pemeriksaan NNA dengan anaknya, hanya saja waktu itu dia diam-diam menggantikan sampelnya dengan sehelai rambut Rachel. Namun kali ini, dia harus menjalani tes darah tepat di depan Ronald, sehingga semua trik yang dia miliki tidak bisa lagi digunakan.“Lepasin aku! Ronald, lepasin!”“Kenapa kamu memberontak?” tanya Ronald sambil menatapnya sinis.Sorot mata Ronald begitu tajam bagaikan pikiran yang mampu menembus niat jahat orang lain dalam lubuk hati yang terdalam.“Ron, beneran darahku bukan Rh negatif. Kamu jangan buang-buang waktu lagi! Biar aku telepon temanku sekarang, siapa tahu dia darahnya cocok sama Darren ….”“Aku sudah suruh anak buahku untuk nyari, kamu ikut aku dulu tes darah.”“Nggak mau!” teriak Shania, lalu dia mundur dan berhasil menjaga jarak dari jangkauan Ronald.“Darren itu anak kandungku. Sebagai mama, sudah pasti aku yang paling khawatir
Hilmi sontak menarik tangan Rachel dan berbicara padanya, “Aku sudah jagain Den Darren dari dia masih kecil. Aku yang gendong dan kasih makan dia … tapi kenapa dia pergi begitu saja … ini semua salahku. Kalau bukan gara-gara kelalaianku, Den Darren nggak bakal celaka ….”“Pak Hilmi, kan sudah kubilang tadi Darren nggak apa-apa, beneran. Pak Hilmi nangis terus yang ada malah nyumpahin Darren nanti.”“Mana mungkin Den Darren nggak apa-apa? Dia kehilangan darah banyak banget … tanpa donor yang cocok, Den Darren nggak bakal bisa bertahan! Aku harus gimana ngomong ke Pak Ronald ….”Rachel sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia perbuat, ditambah lagi dia juga merasa sedikit pusing dan lemas setelah berdiri cukup lama.Kebetulan saat itu pengawal keluarga Tanjaya datang dan memberikan berkas persetujuan operasi kepada Hilmi, “Darah Rh negatif sebanyak 800 ml sudah diantar ke ruang operasi. Dokter bilang Den Darren nggak apa-apa. Begitu operasinya selesai, tinggal proses penyembuhan saja.”B
Mendadak ponsel Ronald berdering ketika dia hendak mengatakan sesuatu. Jantungnya terasa sakit bagai ditusuk oleh benda tajam saat melihat panggilan masuk itu berasal dari Hilmi. Setiap kali Hilmi menelepon, pasti ada hal penting yang ingin disampaikan olehnya. Saat ini Darren sedang menjalani operasi, jika Hilmi menghubunginya sekarang, apakah mungkin ….Jari pria yang biasanya dingin seperti es itu kini gemetar ketakutan.“Pak Ronald, kondisi Den Darren sudah aman! Operasinya sebentar lagi selesai. Dokter bilang, kalau nggak ada apa-apa, nanti malam harusnya Den Darren sudah sadar!”“Donor darahnya gimana?” tanya Ronald sambil berjalan masuk ke rumah sakit.Memang sebelumnya Ronald sudah menghubungi kenalannya untuk meminta donor darah, tapi tidak mungkin darahnya sampai secepat ini.“Bu Rachel … itu, kakak kandungnya Bu Shania, kebetulan golongan darah dia juga Rh negatif! Bu Rachel juga ada di tempat kejadian waktu Den Darren ketabrak. Dia yang bawa Den Darren ke rumah sakit, dan d
Ronald juga duduk di sisi ranjang yang lain dan berkata kepada Hilmi, “Pak Hilmi, siapin satu gelas the hangat.”Selain Darren yang masih belum sadarkan diri, kini hanya ada Ronald dan Rachel di kamar yang dipenuhi dengan bau alkohol.“Makasih, ya, untuk hari ini. Kalau kamu butuh apa-apa nantinya, jangan ragu buat kasih tahu kau.”“Aku ikhlas nolong Darren karena aku suka sama dia. Lagi pula … dia pasti kabur dari rumah lagi gara-gara mau ketemu aku, makanya dia jadi kecelakaan ….”Suara Rachel berbicara terdengar sedikit lesu, dan alis matanya juga seperti sedang menyembunyikan segala macam perasaan yang saat ini dia alami.“Dia memang suka sama kamu,” tutur Ronald.Spontan Rachel mengelus wajah Darren yang sedang terbaring di ranjang. Sejak pertama kali bertemu dengan Darren di bandara, Rachel sudah punya firasat kalau dia pasti akan menyukai anak ini. Setelah itu, beberapa kali Darren menemuinya, dan hati Rachel yang telah lama mengeras pun seketika melunak.Bisa dibilang, selain M