“Apa Tante mau mengadopsiku?” tanya Anggun sambil membuka matanya lebar-lebar.Rania sempat tertegun sejenak lalu tersenyum lembut seraya berkata, “Kalau begitu, apa kamu mau Tante adopsi?” Anggun langsung menunjuk ke arah Gani lalu berkata, “Kak Gani lebih pintar dan penurut daripada aku. Gimana kalau Om dan Tante mengadopsi dia saja?”Anggun rela memberikan kesempatan emasnya ini kepada Gani karena dia tahu kalau Gani sangat menginginkan sebuah keluarga dan memiliki orang tua. “Anggun, jangan asal bicara begitu! Kamu sudah cukup beruntung Om dan Tante ini suka sama kamu dan mau mengadopsimu. Jadi, jangan kamu sia-siakan kesempatan ini,” ujar Kepala Panti berusaha menasihati Anggun. Anggun hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya dan meremas jarinya dengan penuh kegelisahan di hatinya.“Kalian semua pasti benci sama aku!” seru Gani lalu berbalik dan pergi meninggalkan mereka semua. Fandi langsung berpikir kalau apa yang dikatakan istrinya ternyata benar adanya. Anak perempu
“Aku pastinya ingat, kok,” jawab Anggun.Kemudian Rania menggendongnya dan menempatkannya di bagian tengah motor listrik. Anggun menatap panti asuhan yang sudah ditinggalinya lebih dari 2 tahun dengan perasaan enggan untuk meninggalkannya. Dia berjanji di dalam hatinya kalau dia akan memberikan semua anak di panti asuhan ini sebuah keluarga baru ketika dia sudah dewasa nanti.*** Rashel memarkirkan mobilnya di depan perusahaan. Kemudian asistennya langsung menyambut kedatangan Rashel seraya berkata, “Bu Rashel, asisten Pak Ronald ada di ruang tamu.Rashel langsung mengangguk. Asistennya sudah meneleponnya ketika dia masih berada di panti asuhan. Jadi, buru-buru meninggalkan panti asuhan untuk kembali menuju kantornya. Dia juga masih belum tahu kalau ternyata Anggun sudah diadopsi dan tidak lagi tinggal di panti asuhan. Rashel bergegas pergi menuju ruang tamu perusahaan dan mengesampingkan semua pikirannya mengenai Anggun. Rashel masuk ke dalam ruang tamu lalu meletakkan tasnya dan me
Rashel merenung selama kurang dari tiga detik, sebelum dengan cepat menandatangani kontrak tersebut.Setengah bulan lagi, dia akan pergi ke Suwanda untuk bekerja sebagai sekretaris untuk pria itu. Keuntungan dari proyek ini akan dianggap sebagai bayaran atas kerjanya.Randi menghela napas lega, "Kalau begitu, Bu Rashel, sampai jumpa setengah bulan lagi."Rashel tersenyum, "Nggak sampai setengah bulan, kok. Dua hari lagi saya akan ke Suwanda, ikut acara Internet Expo.""Wah. Bagus sekali." Randi senang."Kami akan menyambut Bu Rashel di Tanjaya Group.""Kalau begitu, terima kasih sebelumnya."Rashel tersenyum sembari mempersilahkan Randi keluar.Karena masalah bekerja sebagai sekretaris presiden Tanjaya Group ini tidak bisa dihindari, maka Rashel merasa dia harus terlebih dahulu mencari tahu orang seperti apa pria itu sebenarnya.Dalam posisi apa pun, seseorang harus terlebih dahulu mengenali lawan dan dirinya sendiri supaya tidak dalam posisi pasif.Di Suwanda.Villa keluarga Tanjaya t
"Kak, nggak ada hubungannya sama Kakak ..." Michelle memeluknya, "Bukan Mama yang nggak mau pulang, tapi Mama nggak bisa pulang ...."Mata Michael menyipit, "Michelle, apa maksudmu?"Michelle mendongak, menatap tepat ke arah ketiga saudara di depannya, "Pernah nggak kalian mikir bahwa sebenarnya Mama kecelakaan, jadi Mama nggak bisa pulang?""Nggak mungkin!" Eddy dengan dingin menyangkal, "Mama nggak mungkin kecelakaan. Nggak mungkin!"Eddy lebih memilih sang ibu tidak pernah kembali, daripada terjadi sesuatu pada ibunya ….Dia selalu berharap Mama-nya masih hidup dan sehat di suatu tempat di dunia ini …."Kakak, kamu mikir apa. Maksud aku ... mungkin saja Mama hilang ingatan." Michelle mengerucutkan bibirnya, kemudian melanjutkan, "Karena hilang ingatan, Mama lupa sama kita, lupa sama papa. Jadinya Mama nggak tahu gimana caranya pulang ...."Michael menatap Michelle, kemudian berkata dengan suara pelan, "Michelle, kamu tahu sesuatu?""Aku …,” suara Michelle tercekat. Hasil tes DNA m
Sebuah pesawat melintas di atas kota Abrha, mendarat di bandara Suwanda."Akhirnya!" Ivone sangat gembira, "Kak, nanti ajak aku jalan-jalan, ya. Aku dengar di Suwanda ada tempat yang bagus ....""Kalau mau jalan, ya jalan sendiri saja." Jecson mengerutkan kening, "Kamu balik ke apartemen dulu, taruh barang bawaanmu. Setelah itu, terserah lah mau ngapain.”Ivone berkata dengan tidak senang, "Ibuku bilang kamu harus jagain aku. Kamu nggak boleh dong nggak jagain aku gini.”Jecson menatapnya, "Aku dan Rashel ke Suwanda buat urusan bisnis. Kamu di sini ngapain? Jangan ganggu kami, lah.""Huh!"Ivone berjalan lebih dulu sambil menyeret kopernya.Jecson menggelengkan kepala tak berdaya.Sepupunya ini, memang sudah pengacau sejak kecil. Tidak kalah dari Fendi jika disuruh membuat masalah.Entah mengapa bibinya setuju Ivone membuntutinya ke Suwanda.Rashel mengatupkan bibirnya sambil berkata lirih, "Dia sudah dua puluh dua tahun. Orang dewasa harus belajar bertanggung jawab atas dirinya sendir
“Suwanda nambah satu cewek cantik lagi. Bakal nyangkut ke pria kaya mana lagi ini cewek, ya."Rashel sudah terbiasa dengan panangan seperti itu. Dalam tiga tahun ini, setiap kali Rashel ikut Sania menghadiri acara, dia selalu menjadi pusat perhatian para pria.Dia tidak peduli dengan pandangan seperti itu, tetap dengan tenang berjalan menggunakan sepatu hak tingginya. Rashel terus berjalan hingga ke depan pintu masuk. "Halo, silakan tunjukkan undangan Anda.”Orang yang menjaga di depan pintu berkata dengan formalitas.Orang-orang yang memandangi Rashel sejak tadi, seketika mendekat. Dengan melihat undangan wanita cantik itu, mereka akan langsung tahu siapa namanya. Rashel membuka tas kecilnya. Dia seketika tercengang. Di mana undangannya? Mengapa tidak ada?Dia kembali mencarinya di tas. Masih tidak ketemu. Pandangan mata orang-orang di sekitar Rashel seketika berubah. "Nggak punya undangan kok ikutan pesta kayak gini. Jangan-jangan dia perempuan yang cuma mau cari mangsa saja, ni
"Aku dengar Pak Ronald panggil dia Non Rashel Rolando. Sejak kapan ada nama keluarga Rolando di kota Suwanda?""Keluarga Rolando ada, sih. Tapi bukan keluarga yang gimana-gimana.""Kecantikan perempuan ternyata memang senjata paling ampuh, ya. Bahkan Pak Ronald pun terpikat.""Ngomong-ngomong tentang Pak Ronald, kalian inget nggak sama kabar heboh tentang perceraiannya empat tahun yang lalu? Masalah perceraian Pak Ronald dan istrinya sampai sekarang masih belum ada hasilnya.""Sudah cerai kali. Kalau nggak, kenapa Non Rachel nggak pernah muncul di hadapan publik empat tahun ini?""Bisa jadi. Perempuan tercantik di Suwanda itu hampir tiap bulan masuk berita sejak dia kembali ke Suwanda. Sembunyi selama empat tahun kayaknya bukan gaya dia, deh. Mungkin karena sudah nggak tahan lagi di Suwanda, dia tinggal di luar negeri.""Eh eh, kalian memangnya nggak merasa cewek yang tadi itu mirip banget sama Non Rachel?""Eh, iya deh kayaknya ...."Para ibu-ibu kaya bergosip di depan pintu masuk, se
Rashel berjalan dengan sangat pelan sambil memegang gelas, lalu berbalik berjalan ke arah balkon. Setelah perhatian orang-orang mulai terpecah, barulah dia menuju ruang istirahat melalui pintu samping. Itu adalah ruang tunggu dengan fasilitas terbaik. Tak ada seorang pun yang berjaga di depan pintu.Ronald duduk di sofa sembari memandanginya, “Saya kira kamu nggak bakal datang.”“Pak Ronald sangat menarik perhatian di sini. Saya nggak pengin jadi musuh bersama seluruh wanita di kota Suwanda.” Rashel masuk ke dalam, kemudian duduk di sofa yang berjarak paling jauh dari pria itu. “Pak Ronald, silakan bicara kalau memang ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Saya akan dengarkan baik-baik.”Ronald menggoyang-goyangkan gelasnya, pandangannya tertuju pada Rachel, “Kamu kelihatannya sama sekali nggak takut sama saya.”“Pak Ronald sama seperti semua orang. Punya sepasang mata dan satu mulut. Kenapa saya harus takut sama Bapak?” Wajah Rashel datar, dia melanjutkan, “Kalau memang nggak ada yang