Pagi itu suasana rumah Mario sudah ramai karena beberapa tetangga dan ketua RT berdatangan. Mario terpaksa menceritakan setiap detail peristiwa yang baginya cukup janggal. Mulai dari paket misterius hingga rusaknya tanaman Hana, semua seperti dilakukan dengan rencana matang dan disengaja. "Kita harus memperketat keamanan di lingkungan kita ini. Entah ada motivasi apa, tetapi tindakan orang tersebut sudah membuat suasana menjadi kurang nyaman. Saya rasa bukan keluarga Pak Hadi yang merasa terancam dan gelisah, tapi juga semua tetangga. Sudah seharusnya kita saling bekerja sama agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali," kata Pak Hamid, ketua RT di lingkungan rumah Mario itu. "Saya setuju, Pak. Mungkin harga tanaman yang rusak tidak seberapa, sejauh ini kami juga tidak mengalami luka atau apapun yang buruk, tetapi rangkaian kejadian ini sangat menyita pikiran kami," kata Mario. Saat itu David datang dan segera bergabung bersama mereka. Ia melihat Riana sedang menggandeng tanga
"Pak Akbar...." Semua orang yang ada di ruangan itu mengenali pria yang ada di tengah-tengah mereka. Tidak pernah ada yang menduga, kalau pria itu yang melakukan teror pada keluarga Mario. Pak Akbar tinggal hanya berjarak dua rumah dari rumah Mario. Usia beliau tidak terlalu jauh dibandingkan dengan Hadi dan Hana. Sudah cukup lama ia tinggal di lingkungan itu dan bertetangga dengan Hadi. Di usia senjanya, Akbar tinggal sendirian karena istrinya sudah meninggal dunia dan putrinya merantau ke Jakarta. Putri Pak Akbar hanya pulang setahun sekali ketika hari Idul Fitri tiba. "Jadi Bapak yang merusak tanaman ibu dan mengirim paket itu? Bagaimana bisa? Apa tujuan Bapak melakukan ini?" tanya Mario. Hana nyaris tidak percaya bahwa tetangga mereka sendiri yang selama beberapa hari ini menimbulkan kegelisahan. Selama ini hubungan mereka sebagai tetangga cukup baik. Hana sering memberi rejeki pada Akbar dan beberapa tetangga di sekitar rumahnya. Keadaan ekonomi Pak Akbar memang sedang kura
Hari Minggu siang itu Cindy sedang merapikan pakaian dan barang-barangnya. Sudah cukup lama ia berada di kampung halamannya karena mengalami kecelakaan dan acara pertunangannya dengan Mario. Besok Cindy harus kembali ke rumah tantenya di luar pulau. Masih banyak harapan dan impian yang harus ia rajut di sana, sebelum waktunya tiba untuk menikah dengan Mario. Suara sepeda motor yang berhenti di halaman mengalihkan sejenak perhatian Cindy. Ia membuka pintu dan melihat Mario baru saja tiba. Seuntai senyum manis timbul di bibir Cindy saat melihat pria yang ia cintai. Mario menatap Cindy dengan lesu, ia masih belum siap untuk kembali menjalin hubungan jarak jauh dengan kekasihnya. Cindy menggandeng tangan Mario dan masuk ke dalam rumahnya. Mario melihat koper dan beberapa barang Cindy masih tergeletak di atas tempat tidurnya. Mario duduk di kursi dan terdiam memandangi wajah Cindy. "Kenapa?" Cindy menyadari kalau Mario sedang menatap wajahnya dengan lekat dan memikirkan sesuatu. "Apa
"Halo, Nyonya, saya Akbar.""Ada apa lagi? Kenapa kamu masih menghubungi saya?" tanya Sandra. "Nyonya, saya butuh uang sepuluh juta lagi," jawab Akbar dengan mudahnya. "Apa?! Kamu pikir siapa kamu sampai bisa dengan mudahnya meminta uang seperti itu? Urusan kita sudah selesai. Saya sudah melunasi pembayaran untuk tugasmu kemarin," kata Sandra. "Nyonya, gak semudah itu. Apa Nyonya pikir ini mudah bagi saya? Saya ini sudah menjadi kambing hitam. Semua orang dan tetangga di sini membenci saya. Seumur hidup, saya akan dicap sebagai pelaku teror.""Itu urusan kamu, Akbar. Seharusnya kamu pikirkan konsekuensi itu sejak awal. Kalau kamu memang gak mau dicap jelek, seharusnya kamu menolak sejak awal. Ingat, Akbar, kamu juga diuntungkan dalam hal ini. Kita saling membantu dan menguntungkan satu sama lain. Jadi jangan coba-coba untuk memeras saya," jawab Sandra dengan tegas. Mendengar perkataan Sandra yang keras, Akbar mulai sedikit melunak. Ia memang sudah mengerti akibat dari perbuatannya
Hari berusaha mundur, tetapi Sandra tidak memberinya ruang untuk menjauh. Kini Hadir dan Sandra saling berhadapan dalam jarak dekat. Hadi menatap wajah Sandra yang pucat dan memelas. "Bu, Pak Hadi sepertinya gak nyaman bertemu dengan Ibu. Sebaiknya Ibu pulang saja!" kata orang yang merawat Hadi. "Beri aku waktu sepuluh menit saja untuk bicara dengannya! Aku janji setelah itu akan pergi dari sini." Sandra memohon. Hadi menganggukkan kepalanya. Sejenak hatinya tersentuh melihat kondisi Sandra yang menyedihkan saat ini. Hadi memberi isyarat pada pria yang mengurusnya untuk meninggalkan mereka sejenak. Setelah pria itu dan orang kepercayaan Sandra pergi, Sandra mulai bicara. Ia mengulurkan tangannya dan memegang tangan Hadi. "Mas, aku minta maaf sama kamu. Sampai saat ini aku masih merasa bersalah atas apa yang telah aku perbuat. Apa kamu melihat kondisiku saat ini? Aku sangat menderita, Mas. Aku sendirian dan kesepian. Aku sakit dan gak bisa lagi beraktivitas seperti dahulu."Hadi d
Dalam perjalanan kembali ke rumahnya, Sandra hanya diam membisu. Bayangan kebahagiaan Hadi dan keluarganya kembali membuatnya cemburu.Mario, putra Hadi selalu berusaha melindungi keluarganya. Hana juga bisa menerima kembali suaminya yang telah melakukan kesalahan. 'Kenapa ada keluarga yang sempurna seperti mereka? Kenapa Hadi bisa bahagia, sementara aku harus sendirian dan mengalami ini?' Pertanyaan itu timbul dalam hati Sandra. 'Kalau aku menderita, Hadi dan keluarganya juga harus menderita. Aku gak rela mereka bahagia. Aku harus melakukan sesuatu.'Sandra tiba di rumah dan kembali ke kamarnya. Perawat yang selalu menjaganya bertanya, apakah Sandra membutuhkan sesuatu. Namun, Sandra memilih sendirian di dalam kamarnya. Ia meminta perawat itu keluar dan meninggalkan dirinya. Sandra menatap pantulan dirinya di cermin. Ia merasa kondisinya sangat menyedihkan saat ini. 'Apa yang harus aku lakukan?' pikir Sandra. Ia sadar, ia tidak mungkin mengusik keluarga Hadi dengan cara yang sam
Hana menatap Sandra yang duduk di kursi roda di hadapannya. Ia merenungkan kata-kata Sandra yang baru ia dengar. Sewajarnya memang, jika seseorang dalam kondisi sakit dan lemah seperti Sandra saat ini, ia akan bertobat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. 'Apa Sandra benar-benar menyesali perbuatannya? Bila aku membayangkan apa yang terjadi saat ini padanya, itu memang sangat gak mudah baginya. Perubahan yang begitu drastis telah terjadi dalam hidupnya. Apa aku harus mempercayai dia?' pikir Hana dalam hatinya. Air mata Sandra mengalir dengan deras dan tubuhnya bergetar. "Hana, kecelakaan yang aku alami saat itu telah membangkitkan trauma dan ketakutan yang berusaha aku kubur dalam-dalam dan lupakan. Aku teringat pada saat aku mengalami kecelakaan menjelang hari pernikahanku dengan Hadi. Aku sangat ketakutan kalau aku harus mati saat itu. Aku sadar bahwa diriku telah bersalah dan mempunyai dosa besar. Aku memohon pada Tuhan agar memberi aku kesempatan untuk berubah dan bertobat
Riana dan David sore itu sedang berada di sebuah kafe. Seperti biasanya, David menjemput Riana di kampusnya setelah. selesai kuliah. David sudah terjun langsung membantu bisnis papanya sejak lulus kuliah. "Ah, aku senang sekali karena kondisi di rumah sudah mulai membaik. Hubungan ibu dan ayah sudah kembali harmonis. Orang yang meneror dan mengancam keluarga kami juga sudah diketahui identitasnya. Semoga tetangga kami itu jera dan gak akan berbuat seperti itu lagi. Teror kecil kemarin memang sederhana, tapi itu sudah berhasil membuat kami cemas," kata Riana. "Iya, aku turut senang karena keluargamu kembali mampu melewati masalah. Aku sangat kagum pada ibu dan ayahmu, karena bisa bertahan dalam pernikahan sampai saat ini. Itu bukan hal yang mudah, Ria. Banyak pasangan yang gak bisa mempertahankan pernikahan mereka, walaupun sudah melewati usia pernikahan yang cukup panjang. Sebagian mengatakan bahwa mereka sudah jenuh dan gak saling mencintai lagi. Ada pula yang gak setia dan berseli