LauraSiang itu, aku melihat pelayan Jason memapahnya dari mobil ke dalam rumah. Putriku ada di sekitar mereka, benar-benar mengkhawatirkan ayahnya.“Hati-hati! Kalau begitu, dia bisa jatuh dan lukanya akan makin parah,” katanya pada para pelayan dengan gelisah.Tama, yang juga ada di sana untuk membantunya, tertawa ketika dia mendengar perkataan gadis itu. “Jason beruntung sekali memiliki putri sepertimu, Anna yang manis,” komentarnya sambil tertawa.“Yah, setidaknya seseorang harus mencintaiku, ‘kan?” jawab Jason seraya dia dipapah ke dalam rumah. Mereka meletakkannya untuk duduk di kursi di sofa dan membetulkan posisi duduknya dengan baik karena kakinya diperban penuh. “Astaga, situasi yang malang sekali!” gumamnya kesal.“Apakah kamu lapar, Papa? Apakah mau kubawakan sesuatu untuk dimakan?” tanya Anna, masih khawatir.Jason tertawa sambil membelai wajah Anna. “Boleh, tuan putriku,” jawabnya. Gadis itu mengangguk dan berlari ke arah dapur. “Dia menggemaskan, ‘kan?” komentarnya
Laura“Rasanya sulit sekali ketika hati kita hancur,” komentar Tama seraya memandang kaki langit. Pada saat itu, matahari sudah terbenam dengan tenang di laut. Segala hal terlihat tenang dan damai dan aku hanya sedang mencari cara untuk memperbaiki hidupku.“Iya, itu memang sulit, kawan, tapi setelah dikecewakan berkali-kali, kurasa aku sudah menjadi ahli dalam hal ini,” jawabku padanya, lalu aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum dan mengusap lengannya dengan pelan. “Mari berusaha lakukan yang terbaik dan rawat anak kita seolah-olah itu adalah misi kita dalam dunia ini.” Aku mengingatkannya akan hal itu. Lagi pula, dia memiliki anak dengan Suzy dan mungkin tergoda untuk pergi setelah apa yang terjadi. Aku perlu mengingatkannya bahwa Emy tidak salah apa-apa.Dia tersenyum padaku dan mengangguk. “Jangan mengkhawatirkan itu. Aku akan selalu merawat semua anak-anakku dengan baik. Terima kasih banyak, Laura,” katanya, masih tersenyum.“Terima kasih sudah mengatakannya, Tama,” kataku p
LauraAku meninggalkan kamar putriku setelah menidurkannya dengan benar. Dia ingin tidur dengan ayahnya karena dia sangat mengkhawatirkan Jason, tapi aku meyakinkannya bahwa ayahnya perlu beristirahat sendirian, jadi itu adalah satu-satunya cara Anna bisa tidur juga. Aku sekarang sedang berjalan menyusuri lorong besar di lantai teratas rumah besar Jason dan berakhir di pintu ruangannya. Aku pun mengetuk pintunya dengan pelan, menunggu izinnya untuk memasuki kamarnya.“Masuklah,” ujarnya dari dalam ruangan, jadi aku memasuki ruangan, melihatnya berbaring di kasur dengan kakinya yang diperban diletakkan di atas bantal seperti yang direkomendasikan oleh perawatnya.“Hai …. Aku berhasil menidurkan Anna,” komentarku sambil menghampirinya. Dia sedang memegang buku, menandakan bahwa dia sedang membaca buku sebelum waktunya tidur.“Untunglah. Dia pasti lelah mengkhawatirkan aku terus seharian,” jawabnya sambil terkekeh.“Gadis itu sangat menempel padamu,” kataku padanya.“Itu bagus, ‘kan
Laura“Jadi, ternyata tidak ada cara untuk berbicara denganmu, ya? Jadi, kita hanya akan bertemu satu sama lain di pengadilan? Baiklah kalau begitu, kuharap malammu buruk,” kataku sambil bangkit dari kursi dan beranjak ke arah pintu kamar mandi.“Hei, tunggu!” katanya, membuatku menoleh ke arahnya dengan alis yang meninggi. “Aku sedang menderita. Tolong temani aku ke kamar mandi.”“Apa?” Apa yang dia bicarakan?“Kamu bilang kamu mau membantuku pergi ke kamar mandi,” dia beralasan sambil mengangkat bahunya.“Namun, kenapa harus begitu jika kamu bisa minta tolong pada salah satu perawatmu?” tanyaku. Aku tidak tahu kenapa dia membayar empat profesional perawatan kesehatan jika di akan memintaku melakukan segalanya untuknya.“Sudah kubilang aku tidak akan menyingkapkan diriku seperti itu,” katanya.“Sejak kamu kamu sekonservatif ini, Jason?” Aku gatal dan menggaruk pelipisku.“Kenapa kamu sangat tidak ingin membantuku? Apakah kamu takut akan tertarik padaku lagi begitu kamu melihat
SuzyAku sedang berbaring di kasurku sambil mengirim pesan pada Tama dan menikmati tanggapan ketakutannya. Rasanya seru sekali-kali menggodanya.Suzy: Aku tahu istri tercintamu belum memuaskanmu akhir-akhir ini karena kehamilannya, tapi aku yakin dia tidak pernah membuatmu puas, ‘kan? Tidak seperti malam itu kita bercinta ….Aku mengetik itu dan mengirimkannya pada Tama sambil menggigit bibirku dan tersenyum bersemangat. Rasanya seru membuatnya kebingungan seperti itu. Dia merasa tertekan karena berpikir dia sedang melakukan hal yang tidak senonoh dan itu terlihat lucu.Tama: Hentikan, Suzy. Aku bahkan tidak mengingat malam itu. Berhenti membuatku mengulang kesalahanku.Aku terkekeh skeptis ketika aku membaca pesannya.Suzy: Kesalahan, katamu? Akan tetapi, kita berdua tahu malam itu adalah malam terbaik yang pernah kita lalui dalam hidup kita, malam yang sangat panas. Kamu tahu? Aku akan selalu siap sedia untuk mengulangnya dan aku yakin kamu akan menyukainya.Tama: Tolong berhe
Suzy“Iya. Kamu bahkan tidak dapat membayangkan betapa kecewanya aku mengetahui apa yang sedang kamu lakukan setelah aku memercayaimu dan berjuang keras untukmu, Suzy,” jawab Laura, suaranya masih terkendali.Aku mengernyit mendengar perkataannya. “Apa yang kamu bicarakan, Lau? Tidakkah kamu bisa melihat apa yang orang-orang ini lakukan padaku? Apakah kamu lupa bahwa mereka membenciku? Baiklah, aku memang telah mengatakan beberapa hal pada Tama, tapi itu tidak dengan nada jahat seperti yang kamu siratkan, oke? Ini semua adalah akal-akalan Tama dan istrinya. Aku yakin mereka melakukan ini hanya untuk menyakitiku!”“Suzy, aku telah tinggal bersamamu selama beberapa bulan belakang dan aku telah mencoba melakukan segala hal untuk membantumu karena entah kenapa aku mengenali diriku di dalam dirimu. Aku bahkan mengakhiri persahabatanku karena kamu, karena aku memercayaimu. Kalau dipikir-pikir, kurasa Fia pantas mendapatkan permintaan maaf dariku karena aku belum menjadi teman yang baik ba
SuzyAku berusaha keras untuk menenangkan diriku sendiri dan putriku karena dia tidak mau mendengarkan aku dan terus menangis tanpa henti. Frustrasi, aku menggendongnya dan duduk di kursi untuk menyusuinya, membuatnya berhenti menangis. Aku tidak bisa memikirkan perbincanganku dan Laura. Dia telah membuatku sangat kecewa. Luar biasa bagaimana dia bersikeras menjilat kaki Fia. Selama kami tinggal bersama, dia belum mempelajari apa pun mengenaiku.“Kamu pikir aku memiliki keuntungan sepertimu, Laura, dasar bodoh? Kamu adalah hipokrit!” gumamku dengan jengkel, merasa jijik olehnya.Aku ingin berbicara pada Clara, tapi aku mengumpat ketika aku mengingat bahwa aku telah melempar ponselku ke dinding karena marah. Aku menghela napas tidak berdaya dan beranjak meletakkan putriku kembali ke tempat tidurnya. Bukan hanya itu, aku kembali mengambil semua majalah edukasi yang Laura miliki dan menyuruhku mengambilnya—aku membuangnya ke tempat sampah, bersamaan dengan semua hadiah yang telah dia b
LauraPanggilan telepon membangunkanku malam itu. Aku mengulurkan tanganku dan meraih ponselku dengan enggan, masih bingung siapa yang meneleponku semalam itu.“Halo? Ini Laura,” kataku setelah mengangkat telepon itu.“Hai, ini Jason. Tama baru saja meneleponku dan bilang Fia sedang dalam proses melahirkan. Kupikir kamu mungkin akan ingin tahu tentang itu,” katanya padaku.Aku terkesiap. Jam menunjukkan saat ini pukul 2:00 malam. “Astaga …. Terima kasih sudah memberitahuku, Jason,” kataku padanya sambil bangkit dari kasur dan mematikan ponselku.“Ada apa? Siapa yang menelepon?” tanya Gideon yang tadi tidur di sampingku, terbangun juga.“Tidak, tidurlah kembali. Jason hanya memberitahuku bahwa bayi Fia akan segera lahir. Aku berjanji aku akan menemaninya sekarang,” kataku padanya sambil tersenyum, berlari ke lemari baju untuk berpakaian dengan terburu-buru.“Baiklah …. Aku masih tidak mengerti kenapa harus Jason yang meneleponmu,” ujarnya sambil bangkit duduk di kasur.“Aku bisa
Albert“Abel? Abel.” Dia bisa mendengar suara Max yang samar-samar memanggilnya seakan-akan dia sedang berada di bawah air. Albert membenamkan wajahnya di antara kedua kakinya, sedang putus asa. “Rick dan yang lain sudah khawatir. Apakah kamu akan keluar dari toilet atau tidak?” Max masih membanting-banting pintu bilik.“Aku akan ke …,” ujarnya, tapi mulutnya tidak dapat bersuara pada awalnya, jadi dia berdeham dan berbicara dengan lebih lantang sekarang. “Aku akan ke sana.”Tidak lama, dia pun meninggalkan bilik. Max ada di depan cermin, sedang membetulkan rambutnya. Beberapa pria sedang keluar-masuk di kamar mandi pria klub itu yang canggih itu ketika Max melihat Albert melalui cermin, berbalik ke arahnya, dan menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya. Tangannya yang hangat mengenai kulit wajah Albert yang dingin. Dengan cahaya terang dari kamar kecil di sana, Albert bisa melihat lagi betapa tampannya Max. Mata Max berbinar-binar saat dia menatap mata Albert.“Apakah kamu sungguh
“Williams Muda,” ujar salah satu pemegang saham. “Aku memahami posisimu, tapi apa yang menjamin kami bahwa perubahan radikal ini tidak akan membawa kehancuran bagi perusahaan?”Beberapa pemegang saham mengekspresikan persetujuan mereka mengenai masalah itu, kegaduhan mulai terdengar di sana.“Saya jamin, kami telah meneliti proyek ini selama berbulan-bulan, batas untuk kesalahannya sangat kecil.”“Kenapa kami harus memercayaimu? Lagi pula, ini berhubungan dengan miliaran rupiah,” ujar seseorang, jadi Ernest bangkit berdiri.“Hadirin sekalian, masalah ini harus didiskusikan dengan lebih tenang dan lebih banyak waktu. Kita tidak bisa menyetujui segala hal sekarang. Jadi, dalam satu kuarter, kita akan putuskan lagi apakah proyek ini akan diterima atau tidak. Untuk sekarang, rapatnya ditutup.”Orang-orang masih gaduh seraya mereka memindahkan kertas-kertas, membawa folder mereka dan pergi, masih membicarakan topik yang baru saja dibicarakan.Rick, teman Albert, berjalan menghampiriny
“Jangan naif. Kamu tahu seberbahaya apa dunia ini. Kita tidak boleh hanya berniat untuk melakukan hal baik, tapi melaksanakannya juga.”“Aku juga begitu, tapi tidak dengan niat baik.” Albert pergi keluar dari sana dengan terburu-buru sehingga Max tidak dapat mengejarnya.Terkadang, dia tidak tahan dengan Max dan semua orang di dunia. Ada hal-hal sangat sederhana yang dia ingin bisa lakukan tanpa harus menyuruh seseorang melakukannya untuknya. Kurangnya privasi adalah puncaknya. Dia tidak bisa menahannya lagi. Dari balkon kompartemen studio kosong, Albert terus melihat ke bawah sana, menyadari orang-orang bergerak di jalanan untuk menjalankan kehidupan mereka masing-masing. Albert terkadang hanya ingin memiliki kebebasan seperti yang mereka miliki. Dia hanya ingin menjadi salah satu orang-orang itu. Ponselnya bergetar dengan Max meneleponnya. Lagi pula, masih ada hal-hal yang harus dia lakukan dalam jadwalnya.Siang itu, Albert mempresentasikan usulannya untuk inovasi di perusahaan.
Kebenaran pahit di balik layarAlbert suka mengemudi mobilnya sendiri, jadi begitu mereka memasuki mobil, dia menyalakan mesin, roda-rodanya meluncur dengan lancar di atas jalanan Jakarta. Max dalam diam memainkan ponselnya sementara Albert mengemudi dengan lancar.“Kenapa kamu tidak terima tawaran ibuku saja dan langsung tinggal di mansion Williams?” kata Albert. “Maksudku, kamu hampir sudah menjadi bagian dari keluarga, tidak masuk akal kamu masih tinggal sendirian.”“Apakah kamu pernah mempertimbangkan bahwa aku suka dan ingin tinggal sendirian?” jawab Max dengan sarkastis.“Kamu bahkan tidak tinggal di apartemenmu, kamu selalu ada di rumah. Aku sudah tidak bisa menghitung berapa kali kamu tidur di sana, dasar bodoh. Jelas-jelas, kamu ingin tinggal bersama kami.” Itu benar, bahkan pakaian Max bisa ditemukan di kamar Albert.“Aku tidak mau membicarakan itu.“Hei, kamu bahkan tidak mau menjelaskannya padaku?” Dia menghela napas dengan lantang dan dramatis.“Karena aku tidak ing
“Tidak bisakah kamu batalkan akademinya, Nalendra?”“Lagi, Williams? Kenapa tidak tutup tempatnya saja sekalian?” jawabnya dengan tegas.“Wah, kamu keras sekali hari ini, ya?”“Seperti batangku!”“Seperti apa?” Itu adalah suara Emily Raya Williams, ibu Albert, yang menatap mereka dengan penasaran. Mereka baru saja tiba di ruang makan. Di tengah-tengah begitu banyak pelayan mansion yang sibuk dengan tugas pagi mereka, Albert dan Max tidak menyadari bahwa wanita itu sudah duduk di sana, menunggu ditemani supaya dia bisa mulai sarapan.“Seperti …,” Max terbata-bata, malu. Lagi pula, dia tidak bisa mengulang kata kasar yang biasanya dia lontarkan pada putra wanita itu.“Seperti barang barunya, Bu.” Albert dengan cepat membantu temannya dengan senyuman lembut yang diarahkan kepada ibu tersayangnya. Dia menghampirinya dan mencium pipinya. “Selamat pagi, ibuku yang cantik,” katanya.Wanita itu membalas kasih sayang putranya dan mengundang mereka untuk duduk bersamanya. Max juga duduk s
Kisah Williams muda dimulai bertahun-tahun yang lalu, ketika dia masih tidak dapat memahami ayahnya dan kehidupan rumit yang dia jalani sebagai miliarder berpengaruh.Ketika Albert terbangun di pagi itu, dia berguling-guling di ranjang besarnya dengan malas, sudah membayangkan bagaimana harinya akan berlalu—membosankan seperti biasa. Dia bangkit sambil menggeram, beranjak membersihkan dirinya, dan mengambil kesempatan untuk berendam dengan santai. Garam mandi membuat tempat itu senyaman ranjangnya. Setelah beberapa menit, dia berhenti di depan cermin besar di dalam kamar mandinya di depan wastafel untuk membasuh wajahnya.Dia mengamati wajahnya. Rambutnya masih basah, ada lingkaran hitam menutupi matanya karena tidak tidur dengan teratur, mata kehijauannya terlihat lelah, dan bibirnya gemetar, masih memandang bayangannya di cermin. Kehidupan itu terlalu melelahkan baginya dan dia baru berusia 25 tahun. Itu berarti dia ingin bepergian keliling dunia, menikmati masa mudanya yang singka
LauraAku mengamati Layla pergi dan hatiku hancur. Aku tidak bisa mengatakan bahwa dia adalah sahabatku, tapi setelah waktu yang kami habiskan, bekerja bersama dan mengembangkan perusahaan ini, tentu saja aku merasakan keterikatan emosional dengannya. Lagi pula, aku sedang membicarakan Layla.Kemudian, aku menghela napas pasrah, merasa kasihan tentang apa yang sedang dia lalui. Aku tahu dia benar-benar mencintai Gideon, tapi apa gunanya gairah dan cinta jika itu tidak terbalas dan jika hubungan itu beracun?Bukannya aku tidak mau melihat dia bahagia dengan pria yang dia cintai, tapi masalahnya adalah Gideon lebih menghancurkan Layla dibandingkan membantunya. Namun, segala hal yang harus kulakukan sudah kulakukan. Aku sudah memberikan saranku. Jika Layla tidak mau mendengarnya, maka itu bukan masalahku lagi. Aku hanya bisa menyesal melakukan itu.“Dia benar-benar mengatakan hal-hal itu padamu di depan istrinya sendiri?” komentar Jason, terlihat terkejut. Saat itu sedang jam makan si
LaylaSebut saja aku gila karena membuka jalan bagi mantan suamiku untuk berbicara dengan suamiku lagi seperti ini, tapi aku tahu Gideon hanya akan mendengarkan aku jika Laura berbicara padanya dulu. Aku harus mencoba lagi, aku tidak akan kalah seperti ini.“Jadi, Laura, maukah kamu melakukan ini untukku?” tanyaku dengan suara yang takut-takut. Dia berhak menolak permintaanku. Lagi pula, berbicara dengan Gideon lagi bisa saja menjadi pemicu baginya, belum lagi itu sangat tidak nyaman.Aku melihat dia mengembuskan napas. “Entahlah, Layla … aku bahkan tidak memiliki nomor ponselnya lagi.” Dia mencoba menghindar, tapi aku langsung mengangkat tanganku dengan ponselku.“Aku punya! Aku akan memberikannya padamu, tolong telepon dia saja. Aku di sini memintamu sebagai istri yang khawatir, Laura. Aku mengkhawatirkan suamiku,” pintaku. Kalau aku harus menangis, aku akan menangis juga, aku sudah tidak peduli lagi.“Tidak apa-apa, Layla. Aku akan bicara padanya,” katanya, akhirnya menyerah. A
LaylaKeesokan paginya, aku bersiap-siap, siap untuk membuat beberapa perubahan dalam situasi menyakitkan yang sedang kulalui. Merasa terancam dan takut oleh kesempurnaan Laura, aku mengenakan gaunku yang paling mahal, supaya aku tidak terlalu merasa malu dan supaya aku berpikir bahwa kendati segala hal yang sedang terjadi, setidaknya sekarang aku memiliki uang untuk dibuang-buang dan aku tidak lagi mengenakan pakaian murah seperti yang dulu biasanya kupakai.Aku akan menemui Laura di kantornya. Aku telah menghubungi beberapa karyawan di sana, teman-teman lama, terutama karena aku menghabiskan bertahun-tahun bekerja di tempat itu dan menjalin pertemanan yang bertahan lama. Beberapa orang menyebutku pengkhianat karena aku berakhir menikahi seorang pria yang sebelumnya merupakan kekasih bosku, tapi beberapa dari mereka mendukungku dan memercayai cinta yang kurasakan untuk Gideon. Lagi pula, aku tidak membiarkan pendapat mereka memengaruhiku.Namun, aku benar-benar tidak ingin Laura me