Laura“Kenapa kamu membiarkan aku tidur sendirian, Mama?” tanya putriku ketika aku kembali ke kasur bersamanya. Aku memandang Gideon yang berdiri di sana dan menatap kami.“Karena aku hanya sedang berbicara dengan Papa Gid, sayangku,” jawabku padanya sambil mengusap rambutnya.“Dia bukan ayahku,” katanya sambil cemberut. “Kenapa Mama selalu mengacaukan kepalaku? Ayah Richard juga ada di mana?”“Astaga, Anna. Jangan begini. Jangan bersikap seperti itu. Kamu dan aku telah membicarakan hal ini berkali-kali,” tegurku sambil mengelus kepalanya.“Namun, Papa bilang Gideon ingin menjauhkan Mama dariku seperti Richard pada saat itu,” katanya dengan wajah yang marah dan aku melihat jam. Saat itu sudah pukul 05:00 pagi. Gadis ini tidak akan kembali tidur sekarang karena dia selalu bangun pagi.Gideon menghampiri kami dan berjongkok di depan Anna dan mengelus lengannya. “Aku tahu ada terlalu banyak informasi yang harus dipahami oleh gadis sekecilmu. Percayalah aku, bahkan para orang dewasa
Jason“Apa? Aku ada di mana?” Aku melihat ke sekitarku dan sedikit terkejut ketika aku terbangun. Aku sedikit kebingungan melihat tempatku berada. Ingatan terakhirku adalah aku berada di bar dan sedang minum alkohol. Setelah itu, tidak ada lagi yang kuingat. Ada banyak informasi yang datang dan pergi di saat yang bersamaan.“Tenanglah. Anda sedang di rumah sakit sekarang. Anda mengalami kecelakaan dan sekarang sedang dalam perawatan. Apakah Anda ingat itu? Aku mendengar suara wanita yang terdengar sangat manis dan lembut, begitu lembut hingga suaranya membuatku sedikit lebih tenang dan aku tidak mulai panik seperti sebelumnya.Aku menatap wanita itu, sedikit terkejut dan bingung. “Apa? Rumah sakit? Bagaimana bisa?” Aku terjebak, melihat bahwa aku benar-benar sedang berbaring di ranjang rumah sakit dan seluruh kaki kiriku diperban. “Duh, tubuhku sakit,” rintihku kesakitan.“Iya, ternyata, rasanya sakit jika Anda ceroboh,” kata wanita itu yang tampaknya merupakan dokternya, masih mem
Jason“Baiklah, kalau begitu. Aku akan ke sana bersama Anna,” katanya, lalu dia menyerahkan ponselnya ke putri kami. Aku sedikit terkejut mengetahui bahwa dia bersedia datang dan menemuiku. Bukan hanya itu, aku juga tidak tahu aku cukup penting baginya hingga dia akan meninggalkan rumah pacarnya hanya untuk datang kemari dan menemuiku, mengetahui bahwa aku baru saja memberitahunya bahwa aku mematahkan kakiku.Laura memang b*rengsek. Dia melakukan itu, memberikan harapan padaku dan kemudian merenggutnya kembali dengan sekejam mungkin, tapi aku masih berharap bisa bertemu dengannya bersama dengan Anna.“Terima kasih sudah memberikan ponselnya. Aku tadi perlu berbicara dengan putriku,” kataku sambil menyerahkan ponselku ke dokter itu. Meminta untuk berbicara dengan Anna adalah hal pertama yang kulakukan setelah aku terbangun.“Saya harap Anda sekarang bisa menenangkan diri. Kita tidak ingin terjadi hal lain pada kesehatan Anda, bukan?” kata dokter itu dengan ponselku di tangannya.Se
JasonSetelah dokter itu melakukan tes-tes yang diperlukan padaku, dia memberiku obat dan kemudian membuatku terlelap. Aku tertidur selama beberapa saat untuk melihat apakah tenagaku akan pulih dan rasa sakitnya akan berkurang. Dia juga berkata bahwa temanku Tama membawaku ke sini kemarin pagi dan bahwa dia tetap berada di sini hingga larut, menungguiku untuk melihat apakah aku membaik. Namun, setelahnya, aku menjelaskan padanya bahwa aku hanya beristirahat, jadi dia memutuskan untuk pergi, berjanji akan kembali kapan pun.Karena Laura, Tama, maupun Anna tidak akan datang, aku memutuskan untuk tidur sebentar, tapi aku sangat bahagia ketika aku melihat gadis kecilku berjalan melalui pintu kamar rumah sakit tempatku berada.“Papa! Aku rindu sekali. Apakah kamu kesakitan? Jangan khawatir, Anna ada di sini sekarang untuk merawatmu,” oceh putriku seraya dia berlari menghampiriku, memanjat ranjang rumah sakit, dan memelukku begitu erat hingga aku merasa tulang rusukku menjerit.“Aduh! Ra
LauraAku masih tertegun oleh kelancangan dokter yang merawat Jason. Dia bilang aku berteriak pada Jason. Selain itu, dia memarahiku di depan putriku. Iya, aku memang berteriak pada Jason, tapi itu karena pria itu memberiku banyak alasan untuk melakukannya. Tiba-tiba, wanita yang bahkan tidak kukenal ini merasa dia berhak bersikap kasar padaku karena Jason. Yah, aku tahu wanita itu pasti menyukai Jason. Aku tidak percaya wanita itu berbicara padaku seperti itu hanya karena aku mengganggu pemulihan seorang pasien yang kakinya patah.Aku menggertakkan gigiku dengan kesal tanpa menyadarinya sambil memikirkan hal itu. “Dasar wanita menyebalkan,” gumamku pada diri sendiri, tapi putriku ternyata mendengarnya.“Siapa yang menyebalkan, Mama?” tanyanya dengan tatapan polosnya seperti biasa. Dia dan aku baru saja meninggalkan ruangan tempat ayahnya beristirahat. Aku sedang memegangi tangannya dan kami sedang berjalan ke arah tempat parkir rumah sakit.“Em …. Bukan siapa-siapa, tuan putriku,
Laura“Kita? Apakah kamu membicarakan dirimu sendiri juga? Bagaimana bisa kamu merasa sedih karena hal ini ketika kamu telah memperjelas bahwa kamu tidak ingin ada aku di sekitarmu?” tanyaku. Lagi pula, dialah yang menghapusku dari kehidupannya.“Aku tidak menginginkan ini lagi. Aku lelah berada jauh darimu, Lau. Aku ingin kamu kembali ke hidupku,” katanya dengan wajah sedih, membuatku kehabisan kata-kata.Aku sedang duduk di kursi yang nyaman di balkonnya. Pagi itu menjanjikan hari yang baik dan indah. Fia dan aku sedang duduk dan mengobrol, sementara putri kami sedang bermain bersama di lantai atas. “Apa?” Aku harus bertanya untuk memastikan bahwa aku mendengarnya dengan benar. Dia baru saja meminta maaf padaku dan ingin kami meneguhkan kembali persahabatan kami.“Dilemaku bukan karenamu, Lau …. Meskipun aku pikir wanita itu hanya memanfaatkan kebaikanmu untuk mengambil keuntungan darimu, aku tetap tidak menganggapmu jahat. Aku tidak pernah berpikir begitu. Bukan salahmu kamu ora
LauraSiang itu, aku melihat pelayan Jason memapahnya dari mobil ke dalam rumah. Putriku ada di sekitar mereka, benar-benar mengkhawatirkan ayahnya.“Hati-hati! Kalau begitu, dia bisa jatuh dan lukanya akan makin parah,” katanya pada para pelayan dengan gelisah.Tama, yang juga ada di sana untuk membantunya, tertawa ketika dia mendengar perkataan gadis itu. “Jason beruntung sekali memiliki putri sepertimu, Anna yang manis,” komentarnya sambil tertawa.“Yah, setidaknya seseorang harus mencintaiku, ‘kan?” jawab Jason seraya dia dipapah ke dalam rumah. Mereka meletakkannya untuk duduk di kursi di sofa dan membetulkan posisi duduknya dengan baik karena kakinya diperban penuh. “Astaga, situasi yang malang sekali!” gumamnya kesal.“Apakah kamu lapar, Papa? Apakah mau kubawakan sesuatu untuk dimakan?” tanya Anna, masih khawatir.Jason tertawa sambil membelai wajah Anna. “Boleh, tuan putriku,” jawabnya. Gadis itu mengangguk dan berlari ke arah dapur. “Dia menggemaskan, ‘kan?” komentarnya
Laura“Rasanya sulit sekali ketika hati kita hancur,” komentar Tama seraya memandang kaki langit. Pada saat itu, matahari sudah terbenam dengan tenang di laut. Segala hal terlihat tenang dan damai dan aku hanya sedang mencari cara untuk memperbaiki hidupku.“Iya, itu memang sulit, kawan, tapi setelah dikecewakan berkali-kali, kurasa aku sudah menjadi ahli dalam hal ini,” jawabku padanya, lalu aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum dan mengusap lengannya dengan pelan. “Mari berusaha lakukan yang terbaik dan rawat anak kita seolah-olah itu adalah misi kita dalam dunia ini.” Aku mengingatkannya akan hal itu. Lagi pula, dia memiliki anak dengan Suzy dan mungkin tergoda untuk pergi setelah apa yang terjadi. Aku perlu mengingatkannya bahwa Emy tidak salah apa-apa.Dia tersenyum padaku dan mengangguk. “Jangan mengkhawatirkan itu. Aku akan selalu merawat semua anak-anakku dengan baik. Terima kasih banyak, Laura,” katanya, masih tersenyum.“Terima kasih sudah mengatakannya, Tama,” kataku p
Suzy Allen Musim kemarau Jakarta menyebar ke mana-mana, tapi cuacanya tidak dingin maupun panas. Aku sedang memandang pemandangan yang tidak menarik melalui jendela ruang tunggu penjara kota itu. Bahkan, pemandangan di luar hanyalah sebuah titik buta. Benakku melayang begitu jauh selagi aku merokok dengan gugup. Terlalu banyak hal yang dipertaruhkan bagiku untuk bahkan melemaskan otot-ototku.Berminggu-minggu telah berlalu sejak aku meninggalkan putriku pada Tama dan istrinya. Sejak saat itu, aku belum bisa tidur dengan damai. Mimpi buruk mengerikan tentang Emy menghantuiku setiap malam. Rasanya seolah-olah anak itu sudah mati dan menghantuiku dalam sosok hantu jahat.Dia selalu menyalahkan aku karena telah membuatnya sakit dan meninggalkannya. Dia mengharapkan hal-hal buruk untukku dan berharap aku akan menderita. Itu sangat menggangguku sehingga aku harus hidup dengan obat-obatan. Gadis yang telah kulahirkan adalah mimpi terburukku.“Nona Allen.” Aku mendengar seseorang memanggi
LauraSepanjang perjalanan pulang, Anna menceritakan pada kami apa yang terjadi selama tujuh hari terakhir. Dia tinggal di rumah Keluarga Kusuma dan tampaknya bersenang-senang dengan anak-anak mereka.“Itu menyenangkan sekali! Abel dan aku bermain dengan bayi-bayi sebelum tidur. Mereka menggemaskan sekali! Hansel itu bayi yang menggemaskan dan Emy suka tidur,” katanya dengan bersemangat.“Untunglah kamu bersenang-senang di sana, sayangku.” Aku membetulkan rambutnya sambil tersenyum.“Em, tampaknya Keluarga Kusuma hampir mencuri putri kami dari kami. Karena kamu senang tinggal di rumah Keluarga Kusuma, apakah kamu tidak keberatan menghabiskan waktu bersama kami sekarang, tuan putri?” tanya Jason dengan cemburu.“Tentu saja aku akan tinggal denganmu, dasar konyol.” Gadis itu memeluk lengan ayahnya. “Aku amat sangat merindukan kalian.”“Keluarga Kusuma memang luar biasa, tapi Anna tidak akan menukar kita untuk siapa pun. Kamu tidak perlu cemburu. Benar, ‘kan, sayang?” kataku dengan
Laura“Mama Papa! Kalian sudah kembali!” panggil Anna pada kami seraya dia berlari menghampiri kami di bandara. Jason dan aku baru saja tiba dan hal pertama yang kami dapatkan adalah pelukan yang dalam dan hangat dari putri kami.“Astaga, sayang. Kami sangat merindukanmu,” kataku seraya aku mengusap punggungnya. Dengan lengan kecilnya melingkari leherku dan lengannya yang lain melingkari leher ayahnya, kami berdua harus berlutut supaya bisa memeluknya dengan benar.“Untunglah kalian sudah kembali. Fia bilang kalian berdua perlu berlibur, tapi kalian akan pulang nanti,” katanya sambil memandang kami dengan senyuman lebar. Dia sangat menggemaskan.“Iya, Fia benar, tapi kita sudah pulang,” kata Jason sambil menepuk kepala putrinya. “Bagaimana kabarmu? Apakah kamu bersikap dengan baik di rumah Keluarga Kusuma?”“Iya, aku bersikap dengan baik. Aku hanya kehilangan satu gigi,” jawabnya sambil menunjuk giginya yang tanggal.“Oh, itu normal, sayang. Anak-anak seumuranmu pasti akan kehila
LauraJason dan aku sedang tinggal di pulau cinta yang mana segala hal begitu sempurna bagi jiwa kami. Tempat itu luar biasa dan menyegarkan, tapi karena kebahagiaan tidak selalu bertahan selamanya, ketika kami terbangun pagi itu, kami tahu hari ini adalah hari ketujuh. Kami melakukan rutinitas kecil kami yang kami lakukan satu pekan ini sambil berpura-pura seolah-olah tenggat waktunya tidak ada di ambang pintu.Jason sedang berada di area kolam sekarang, hanya duduk di kursi santai, memandang pemandangan pagi dengan raut wajah murung. Aku menghampirinya dengan dua gelas anggur dan duduk di sampingnya, menyerahkan anggur itu padanya.Dia tersenyum padaku, menerima gelasnya. “Terima kasih.”Aku menyesap anggur itu sambil menikmati pemandangan. “Di sini indah sekali. Rasanya seperti disihir,” komentarku sambil tersenyum. Tempat itu benar-benar tidak dihuni karena, selama kami tinggal di sini selama berhari-hari, kami tidak melihat satu pun manusia ataupun hewan besar. Itu pasti adala
LauraDia dan aku sedang memandang satu sama lain dengan dalam sambil membelai satu sama lain. “Kapan kamu menyadari bahwa kamu mencintaiku? Kapan itu terjadi?” tanyaku, ingin mengetahui sesuatu yang sangat intim pada saat itu yang sangat penting bagiku.Aku telah menghabiskan seluruh waktuku, menunggunya untuk akhirnya mencintaiku karena dia tidak menikahiku karena cinta, tapi Jason tidak pernah mengatakan padaku bahwa dia mencintaiku ketika dia dan aku masih menikah. Namun, sekarang, berjarak lima tahun, dia bilang dia mencintaiku setiap kali ada kesempatan. Itu membuatku penasaran kapan dia akhirnya menyadari bahwa dia mencintaiku.Dia melemparkan kepalanya sedikit dan tertawa terbahak-bahak. “Apakah kamu benar-benar ingin mengetahuinya?”Aku mengangguk. “Aku hanya ingin tahu kapan kamu mulai mencintaiku.”Dia sedang membelai wajahku sekarang. “Kenyataannya adalah aku selalu mencintaimu sedari dulu, Laura. Namun, aku harus kehilangan dirimu dulu untuk menyadarinya,” katanya, ma
LauraSiang itu, Jason dan aku bermain di air laut yang dingin seakan-akan kami adalah dua anak-anak tanpa kekhawatiran sedikit pun. Saat-saat yang bisa kumiliki dengannya sangat berharga. Tawa muncul dengan begitu mudah dan sentuhan dilakukan tanpa rasa takut. Aku terus-menerus mengingat saat-saat ketika cintaku padanya bersemi untuk pertama kalinya, di umur yang naif, ketika yang kuinginkan hanyalah dia.Jason meletakkanku di punggungnya dan berenang denganku bergantung ke lehernya, menggunakan tubuhnya sebagai pelampung. Terkadang dia akan menjatuhkan aku ke air dan aku akan melempar air padanya. Kami terus berenang di sana hingga kaki dan tangan kami tidak kuat lagi dan telapak tangan kami menjadi keriput karena terlalu banyak kontak dengan air.Ketika kami meninggalkan laut, hari sudah hampir malam. Dia dan aku berjalan kembali ke rumah pantai, berpelukan karena kami tidak ingin terpisah.“Aku benar-benar harus lebih sering melakukan ini,” komentarku seraya dia dan aku beranja
LauraKILAS BALIKBeberapa saat kemudian, aku berjalan menyusuri taman rumah besar Santoso di Bekasi dengan Rosa di sampingku. Kami sedang membicarakan kebodohan wanita selagi dia dan aku membentuk ikatan karena dia adalah ibu Jason dan aku akan menjadi istri Jason. Kami perlu terbiasa dengan satu sama lain dan itu tidak sulit bagiku.“Hm, jadi maksudmu kamu bertemu dengannya di kampus dan memiliki romansa klise sebelum dia memintamu menikah dengannya?” tanyanya, setengah mengejek.“Iya, kami bertemu di kampus, tapi tentang klise itu, kurasa kamu tahu bahwa sebenarnya tidak begitu, Rosa,” jawabku sambil tertawa kecil.Dia memutar bola matanya, masih bercanda. “Tentu saja aku tahu. Jason itu tidak normal. Aku mengenal anak laki-laki yang kulahirkan.” Dia menggelengkan kepalanya seakan-akan dia mengetahui semua eksploitasi putranya dan tidak merendahkan.“Itu jadi membuatku yakin lagi. Untunglah kamu sadar terhadap situasinya,” komentarku sambil tersenyum kecil dan kemudian memanda
LauraKILAS BALIKJadi, Jason membawaku ke Bekasi, tempatku bertemu dengan keluarganya. Seperti yang diduga, ibunya adalah wanita yang manis, sangat penyayang dan perhatian sehingga aku ingin menjadi dekat dengannya. Dia tidak membuatku merasa aneh atau seperti ikan yang berada di luar air. Malah sebaliknya, aku merasa disambut dan dihargai oleh kedua wanita di dalam hidup Jason, yaitu ibunya dan neneknya.“Hidangan ini luar biasa, Rosa. Selamat,” kataku, memuji makanannya dengan senyuman manis. Ibu mertuaku telah mempersiapkan hidangan indah yang dimasak sendiri dengan penuh cinta dan perhatian karena dia ingin menyenangkan aku. Itu berarti segalanya bagiku.“Aduh, terima kasih banyak, cantikku. Untunglah kamu menyukainya,” katanya sambil tersenyum konyol mendengar pujian itu. “Jason pilih-pilih makanan, jadi dia jarang memuji masakanku. Untunglah setidaknya kamu berbeda dengannya.” Dia tertawa, dengan pelan menarik telinga putranya dan membuatnya mengernyit.“Duh, Rosa,” kata Ka
LauraKILAS BALIK“Karena kamu sudah berjanji pada ibuku, apakah kamu masih berpikir untuk menolak ajakanku?” tanya Jason, memasukkan ponselnya kembali ke dalam sakunya.Aku menghela napas pasrah sambil tersenyum. “Sebenarnya, akan menyenangkan bertemu dengannya,” jawabku, benar-benar menginginkan itu. Jason telah mengejutkanku dengan menelepon ibunya dengan sangat tiba-tiba, tapi aku tidak dapat menjelaskan bagaimana berbicara dengan Rosa telah membuatku merasa lebih tenang. Tampaknya dia adalah wanita periang yang tidak akan bersikap arogan padaku atau merendahkan aku karena aku berasal dari realitas yang berbeda dari mereka. Jadi, aku ingin bertemu dengannya dan melaksanakan pernikahannya.“Hm, kalau begitu sebaiknya kita segera mengemasi barang-barangmu, benar? Di mana kamarmu?” tanyanya, sudah beranjak menyusuri lorong rumah kecil bibiku.“Ya ampun … di sana,” kataku sambil menunjuk ke arah yang benar.“Ruangan tuan putri, ya,” komentarnya sambil terkekeh ketika dia melihat