Sean merasa bersalah saat menatap wajah lelah Lila. Mungkin karena pengaruh hormon kehamilan, perempuan yang selama ini selalu mandiri dan kuat, tiba-tiba menjadi manja. Bahkan Lila tidak bisa tidur sebelum Sean mengusap punggungnya.Dan karena semalam dia pulan terlambat, maka membuat Lila juga terlambat untuk tidur, dan sepertinya itu sangat berpengaruh pada kondisi fisiknya saat ini.Setelah Lila selesai memasangkan dasinya, Sean langsung menarik tubuh istrinya ke dalam pelukannya, merasakan kehangatan yang menenangkan hatinya.Sean mengurai pelukan tetapi segera menggenggam tangan Lila seolah takut kehilangan. Dalam benaknya, Sean sadar masalahnya belum selesai, masalah yang berhubungan dengan Miranda yang saat ini berada di apartemen mereka.“Sean,” panggil Lila pelan sambil menatap wajah suaminya dengan saksama. Ada beban yang tidak bisa dia sembunyikan.“Ada masalah?”Sean terlihat ragu, lalu dia menghela napas dalam-dalam. Tidak ada gunanya berbohong kepada istrinya, karena ce
Lila mengerutkan kening, pikirannya mulai menghubungkan berbagai kemungkinan."Kalau dia benar-benar dalam bahaya, mengapa dia tidak mencari perlindungan dari keluarga suaminya? Mengapa dia justru lari?"Sean menatap Lila lama. "Itu yang harus kita cari tahu."Lila menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. "Sean, aku tahu kau berniat baik. Tapi kita harus berhati-hati. Mungkin kau berpikir memberi pertolongan, tetapi bisa saja Miranda membawa masalah besar yang akan menyeret kita semua."Sean meraih tangan Lila lagi, menggenggamnya erat. "Aku janji, aku akan menyelesaikan ini tanpa membahayakanmu atau anak-anak kita."Lila menatap suaminya dengan ragu. "Apa kau yakin kau bisa?"Sean terdiam sejenak. Dalam hatinya, dia sendiri tidak yakin. Tapi dia harus melindungi keluarganya, dan juga mencari tahu kebenaran di balik kejadian yang menimpa Miranda."Aku harus yakin, Lila," jawabnya akhirnya. "Aku butuh kepercayaan dan dukungan darimu."Lila memeluk Sean dengan erat. Dia mempercayai
“Aku tidak mungkin melakukan hal itu.”Ruangan itu mendadak sunyi setelah Sean mengangkat suaranya. Napasnya memburu, matanya menyala penuh kemarahan.Selo Ardi dan Theo saling pandang, menyadari betapa seriusnya Sean dalam hal ini."Lila sedang hamil kembar, Sel!" Sean mengulang dengan suara lebih rendah, tapi penuh tekanan. "Membawa tubuhnya saja dia sudah kepayahan, kau pikir aku tega menambah bebannya dengan masalah Miranda?"Bayangan tentang masa lalu kembali menghantam benak Sean. Berulang kali Sean menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Baginya sangat mengerikan saat-saat dia kehilangan jejak Lila yang waktu itu sedang hamil tua.Selo Ardi tetap tenang, menatap Sean dengan mata tajam. "Pikirkan apa yang akan terjadi, saat publik atau orang-orang yang mencari Miranda menemukannya di apartemenmu?"Tidak ada jawaban, hanya keheningan yang membuat suasana terasa semakin mencekam.“Itu akan menjadi peluang besar untuk menghancurkanmu. Reputasimu, bisnismu, bahkan mung
Belum sempat salah satu dari mereka berbicara, pintu masuk apartemen terbuka secara otomatis, dan cahaya dari dalam memantulkan bayangan mereka ke lantai marmer.Pak Slamet melirik Lila dengan penuh tanya."Mbak, kita langsung masuk?" tanya Pak Slamet, tak menyadari kegelisahan yang kini memenuhi dada Lila.Lila tetap diam. Matanya masih terpaku pada dua sosok itu.Lila menarik napas dalam, mencoba memahami situasi yang semakin rumit. Masalah Miranda ternyata bukan sekadar pelarian dari seseorang, tetapi sudah menyentuh ranah hukum. Itu sebabnya Sean melibatkan Chiara dan Ari Nugraha.Dia menatap Chiara dengan penuh tanya. "Kenapa tidak bersama dengan Pak Cyrus?” Bukan bermaksud mengabaikan keberadaan Ari Nugraha yang juga berprofesi sebagai pengacara, tetapi Lila bertanya karena Chiara adalah istri dari Cyrus.Chiara tersenyum tipis. "Cyrus sedang menangani kasus lain di luar negeri. Lagipula, aku datang bukan sebagai istri Cyrus, tapi sebagai perwakilan LSM yang selama ini aku urus.
Miranda meronta di dalam dekapan Ari Nugraha, tetapi pria itu tidak melepaskannya begitu saja. Tangannya yang kokoh menahan bahu Miranda agar tidak bergerak liar. Napas Miranda memburu, tangisnya semakin keras."Lepaskan aku! Aku tidak bisa lagi! Aku sudah habis!" serunya dengan suara pecah.Chiara bergegas mengambil pisau yang telah terjatuh ke lantai, lalu menjauhkannya dari Miranda. Dengan hati-hati, dia meletakkannya di meja dapur, jauh dari jangkauan.Sementara itu, Lila perlahan melangkah mendekati Miranda. Dia melihat luka-luka samar di lengan perempuan itu, sisa lebam yang belum sepenuhnya memudar. Lila tidak tahu pasti apa yang telah dialami Miranda, tetapi dia tahu satu hal, perempuan di depannya sedang berada di ujung keputusasaan.Tanpa ragu, Lila merengkuh Miranda ke dalam pelukannya. Miranda menegang sejenak, tetapi begitu merasakan kehangatan Lila, tubuhnya melemas. Isaknya semakin memilukan, bahunya terguncang hebat."Kami di sini, Miranda. Kamu tidak sendiri," bisik L
Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara isakan Miranda yang mencoba mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan ceritanya. Lila, Chiara, dan Ari Nugraha menunggu dengan sabar, membiarkan Miranda mengambil waktu untuk membuka luka yang selama ini dia pendam sendiri."Semuanya berubah sejak Papa meninggal." Suara Miranda bergetar kala berbicara dibarengi tangis. "Aku pikir Mas Satrio akan menjadi suami yang melindungiku. Tapi aku salah. Dia mengambil alih perusahaan Papa dan menyingkirkan adik-adikku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan mereka menyalahkanku. Mereka menganggap aku berpihak pada Mas Satrio."Lila menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Keluarga adalah harta yang tidak ternilai, setelah kehilangan sang papa, Miranda dipisahkan dengan keluarganya.Lelehan air mata Miranda jatuh semakin deras, seolah menunjukkan luka mendalam di hatinya."Mereka membenciku. Adik-adik yang selama ini aku perjuangkan ... mereka bahkan tidak mau melihat wajahku lagi. Aku mencoba menjelaskan, tapi m
Sean menatap foto itu dengan rahang mengeras. Sosok Satrio Wibisono terlihat jelas, duduk santai dengan seorang perempuan cantik bersandar di bahunya. Mereka berada di sebuah vila mewah, tampak begitu mesra."Beberapa waktu lalu," gumam Sean sambil melempar foto ke meja, "pihak marketing sempat menyodorkan nama perempuan ini sebagai kandidat brand ambassador untuk perusahaan kita."Theo mengangguk, ekspresinya tetap dingin. "Dan sekarang, artis itu sedang hamil."Sean mengangkat alisnya. "Hamil?""Ya. Dan ini yang membuat semuanya semakin rumit. Miranda tidak mau dipoligami, tapi dia juga tidak mau diceraikan begitu saja. Satrio sudah menguasai seluruh harta keluarganya. Jika dia pergi, dia tidak punya apa-apa."Sean menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap langit-langit dengan frustrasi. Dia tidak menduga mantan kekasihnya yang dahulu terlihat mandiri dan memiliki karir cemerlang akan memiliki kehidupan rumah tangga yang mengenaskan.Sean berusaha menekan rasa kasihan yang mulai ti
“Ya, Sayang,” ucap Sean saat menyapa Lila menghubunginya melalui ponsel.“Aku sedang menuju ke rumah sakit.”“Ada masalah dengan baby-baby, atau kau ….”“Tidak,” sergah Lila agar tidak membuat suaminya semakin khawatir. “Aku dan Chiara akan menemani Miranda untuk visum.Sean menggenggam ponselnya erat, rahangnya mengatup rapat. Dia menarik napas dalam, mencoba meredam kekhawatiran yang mulai merayapi pikirannya. Lila sedang hamil, dan sekarang dia ada di tengah masalah yang bisa meledak kapan saja.“Hati-hati, ya! Kabari setiap perkembangannya! Kamu jangan terlalu capek!”Sean menghujani istrinya dengan berbagai pesan. Bukan hanya menunjukkan perhatiannya kepada sang istri, tetapi lebih pada rasa khawatir yang tidak bisa dia kendalikan.Setelah pembicaraan selesai, Sean kembali meletakkan ponselnya.Theo yang duduk di depannya langsung menangkap perubahan ekspresi Sean. "Apa yang terjadi?" tanyanya cepat."Miranda sedang menjalani visum," jawab Sean singkat.Theo menghela napas. "Kala
Dengan susah payah, Lila membantu Sean duduk di sofa. Napasnya sedikit memburu, bukan hanya karena perutnya yang semakin besar, tetapi juga karena ketegangan di ruangan ini.Sekar dan Ryan masih berdiri di depan mereka, wajah mereka penuh kemarahan dan kekecewaan. Lila yang dia bela terlihat takhluk pada rasa cinta.Lila menatap mereka dengan penuh keteguhan.“Aku tahu apa yang telah terjadi sebenarnya, Ma,” ucap Lila lirih, terdengar lelah dan nelangsa. “Dan ini tidak seperti yang kalian pikirkan.” Hati Lila hancur melihat keadaan Sean, dia yakin jika suaminya mampu melawan Ryan, tetapi dia lebih memilih mengalah agar masalah tidak melebar.Sekar mendengus sinis. “Jangan bodoh, Lila! Jangan biarkan dirimu terpedaya oleh cinta! Kau pikir dia tidak pernah berbohong padamu?”Lila menggeleng, menahan perasaan. “Ini bukan soal percaya atau tidak percaya. Aku tahu apa yang terjadi. Dan aku tidak akan membiarkan kalian menyudutkan Sean tanpa mendengar kebenarannya.”Ryan yang sejak tadi dia
Setelah memasuki mbilnya, Ryan mengirim pesan kepada Rina jika dia pulang terlambat hari ini. Tanpa menunggu balasan, dia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Ryan mematikan mesin mobilnya begitu tiba di halaman rumah Sean. Petugas keamanan sudah membuka gerbang tanpa banyak tanya, mengenali mobilnya sebagai salah satu yang sering keluar-masuk rumah ini.Begitu Ryan keluar dari mobil, suara langkah kecil terdengar berlari mendekat. Brilian, dengan wajah penuh antusias, langsung menghampirinya.“Om Ryan!” seru Brilian penuh antusias dan keceriaan. Namun, begitu ia melihat ke dalam mobil dan tidak menemukan sosok yang diharapkannya, ekspresinya berubah kecewa. “Om Ryan nggak ajak Renasya?”Ryan tersenyum tipis, berlutut di hadapan Brilian. “Maaf, Brili. Renasya lagi di rumah sama Bunda.”Brilian mendengus kecil, menundukkan kepala, lalu tanpa berkata-kata lagi berbalik masuk ke dalam rumah. Ryan hanya bisa menghela napas, memahami kekecewaan bocah itu.Saat ia melangkah ke
Sean keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah. Lila duduk di tepi tempat tidur, menatapnya dengan tatapan lembut tapi penuh kekhawatiran.Tanpa berkata apa-apa, Sean berjalan mendekat dan merengkuh Lila ke dalam pelukannya. Erat. Seolah-olah jika dia melepaskannya, sesuatu yang buruk akan terjadi."Aku takut kehilangan kalian." Suara Sean terdengar serak.Lila membalas pelukannya, mengusap punggung suaminya dengan lembut."Kami baik-baik saja, Sean." Meski sebenarnya dia juga merasakan kekhawatiran yang sama.Sean memejamkan mata, menghirup aroma tubuh istrinya, mencari ketenangan yang sepertinya sulit ia dapatkan. Kabar Miranda keguguran menghantamnya lebih keras dari yang dia kira. Itu bukan sekadar tragedi bagi Miranda, tapi juga pengingat betapa rapuhnya kehidupan. Betapa mudahnya kehilangan.Setelah beberapa saat, Lila berkata dengan lembut, "Sekarang Miranda sudah tidak di apartemen. Chiara membawanya ke tempat penampungan di kantor LSM-nya. Dia akan lebih aman di sana.
Miranda menatap dokter muda di hadapannya dengan mata membelalak, bibirnya bergetar tanpa suara. Lila yang berdiri di sampingnya refleks menggenggam tangan Miranda, berusaha menyalurkan ketenangan."Apa maksud dokter?" suara Miranda terdengar lirih, hampir tak terdengar.Dokter menarik napas dalam, lalu menjelaskan dengan nada tenang namun tegas."Dari hasil USG, tampak bahwa kehamilan Anda tidak berkembang. Ini berarti Anda mengalami keguguran. Saya menyarankan untuk segera melakukan kuretase agar tidak terjadi komplikasi yang lebih serius."Miranda menunduk, bahunya bergetar. Sejak kapan dia hamil? Sejak kapan dia membawa nyawa kecil dalam tubuhnya tanpa ia sadari? Dan sekarang, semuanya sudah hilang.Rasanya ujian hidup masih enggan pergi dari hidup Miranda. Model cantik itu sudah dijauhkan dari kedua anaknya, dan kini dia harus kehilangan janin tidak berdosa dalam rahimnya.Lila menatap dokter dengan wajah penuh tanya. Dia mengusap perutnya yang membesar dan sejak tadi terasa kenc
“Ya, Sayang,” ucap Sean saat menyapa Lila menghubunginya melalui ponsel.“Aku sedang menuju ke rumah sakit.”“Ada masalah dengan baby-baby, atau kau ….”“Tidak,” sergah Lila agar tidak membuat suaminya semakin khawatir. “Aku dan Chiara akan menemani Miranda untuk visum.Sean menggenggam ponselnya erat, rahangnya mengatup rapat. Dia menarik napas dalam, mencoba meredam kekhawatiran yang mulai merayapi pikirannya. Lila sedang hamil, dan sekarang dia ada di tengah masalah yang bisa meledak kapan saja.“Hati-hati, ya! Kabari setiap perkembangannya! Kamu jangan terlalu capek!”Sean menghujani istrinya dengan berbagai pesan. Bukan hanya menunjukkan perhatiannya kepada sang istri, tetapi lebih pada rasa khawatir yang tidak bisa dia kendalikan.Setelah pembicaraan selesai, Sean kembali meletakkan ponselnya.Theo yang duduk di depannya langsung menangkap perubahan ekspresi Sean. "Apa yang terjadi?" tanyanya cepat."Miranda sedang menjalani visum," jawab Sean singkat.Theo menghela napas. "Kala
Sean menatap foto itu dengan rahang mengeras. Sosok Satrio Wibisono terlihat jelas, duduk santai dengan seorang perempuan cantik bersandar di bahunya. Mereka berada di sebuah vila mewah, tampak begitu mesra."Beberapa waktu lalu," gumam Sean sambil melempar foto ke meja, "pihak marketing sempat menyodorkan nama perempuan ini sebagai kandidat brand ambassador untuk perusahaan kita."Theo mengangguk, ekspresinya tetap dingin. "Dan sekarang, artis itu sedang hamil."Sean mengangkat alisnya. "Hamil?""Ya. Dan ini yang membuat semuanya semakin rumit. Miranda tidak mau dipoligami, tapi dia juga tidak mau diceraikan begitu saja. Satrio sudah menguasai seluruh harta keluarganya. Jika dia pergi, dia tidak punya apa-apa."Sean menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap langit-langit dengan frustrasi. Dia tidak menduga mantan kekasihnya yang dahulu terlihat mandiri dan memiliki karir cemerlang akan memiliki kehidupan rumah tangga yang mengenaskan.Sean berusaha menekan rasa kasihan yang mulai ti
Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara isakan Miranda yang mencoba mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan ceritanya. Lila, Chiara, dan Ari Nugraha menunggu dengan sabar, membiarkan Miranda mengambil waktu untuk membuka luka yang selama ini dia pendam sendiri."Semuanya berubah sejak Papa meninggal." Suara Miranda bergetar kala berbicara dibarengi tangis. "Aku pikir Mas Satrio akan menjadi suami yang melindungiku. Tapi aku salah. Dia mengambil alih perusahaan Papa dan menyingkirkan adik-adikku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan mereka menyalahkanku. Mereka menganggap aku berpihak pada Mas Satrio."Lila menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Keluarga adalah harta yang tidak ternilai, setelah kehilangan sang papa, Miranda dipisahkan dengan keluarganya.Lelehan air mata Miranda jatuh semakin deras, seolah menunjukkan luka mendalam di hatinya."Mereka membenciku. Adik-adik yang selama ini aku perjuangkan ... mereka bahkan tidak mau melihat wajahku lagi. Aku mencoba menjelaskan, tapi m
Miranda meronta di dalam dekapan Ari Nugraha, tetapi pria itu tidak melepaskannya begitu saja. Tangannya yang kokoh menahan bahu Miranda agar tidak bergerak liar. Napas Miranda memburu, tangisnya semakin keras."Lepaskan aku! Aku tidak bisa lagi! Aku sudah habis!" serunya dengan suara pecah.Chiara bergegas mengambil pisau yang telah terjatuh ke lantai, lalu menjauhkannya dari Miranda. Dengan hati-hati, dia meletakkannya di meja dapur, jauh dari jangkauan.Sementara itu, Lila perlahan melangkah mendekati Miranda. Dia melihat luka-luka samar di lengan perempuan itu, sisa lebam yang belum sepenuhnya memudar. Lila tidak tahu pasti apa yang telah dialami Miranda, tetapi dia tahu satu hal, perempuan di depannya sedang berada di ujung keputusasaan.Tanpa ragu, Lila merengkuh Miranda ke dalam pelukannya. Miranda menegang sejenak, tetapi begitu merasakan kehangatan Lila, tubuhnya melemas. Isaknya semakin memilukan, bahunya terguncang hebat."Kami di sini, Miranda. Kamu tidak sendiri," bisik L
Belum sempat salah satu dari mereka berbicara, pintu masuk apartemen terbuka secara otomatis, dan cahaya dari dalam memantulkan bayangan mereka ke lantai marmer.Pak Slamet melirik Lila dengan penuh tanya."Mbak, kita langsung masuk?" tanya Pak Slamet, tak menyadari kegelisahan yang kini memenuhi dada Lila.Lila tetap diam. Matanya masih terpaku pada dua sosok itu.Lila menarik napas dalam, mencoba memahami situasi yang semakin rumit. Masalah Miranda ternyata bukan sekadar pelarian dari seseorang, tetapi sudah menyentuh ranah hukum. Itu sebabnya Sean melibatkan Chiara dan Ari Nugraha.Dia menatap Chiara dengan penuh tanya. "Kenapa tidak bersama dengan Pak Cyrus?” Bukan bermaksud mengabaikan keberadaan Ari Nugraha yang juga berprofesi sebagai pengacara, tetapi Lila bertanya karena Chiara adalah istri dari Cyrus.Chiara tersenyum tipis. "Cyrus sedang menangani kasus lain di luar negeri. Lagipula, aku datang bukan sebagai istri Cyrus, tapi sebagai perwakilan LSM yang selama ini aku urus.