“Mulai sekarang kau harus menahan dirimu dan bersikaplah dengan baik karena kau sedang berada dalam lingkungan sekolah, mengontrol diri itu sangat penting,” nasihat Chaning yang kini duduk di samping Ferez. “Aku tahu,” jawab Ferez singkat. Chaning melihat ke sisi, memperhatikan jalanan yang di lewatinya, di belakangnya ada sebuah mobil yang selalu mengikutinya untuk pengawalan seperti biasa. “Untuk satu minggu ini aku akan menunggumu di sekitar sekolah, saat pulang kau datang ke taman, aku akan menunggu di sana.” “Tidak perlu.” “Suka tidak suka, ini harus di lakukan,” tegas Chaning tidak mau di bantah, Chaning harus memastikan sendiri jika Ferez melewati harinya dengan baik dan tidak membuat masalah lagi. Ferez langsung bersedekap dan mendengus kesal karena tidak nyaman di perhatikan Chaning. “Kau tidak membawa senjata tajam kan?” Tanya Chaning lagi karena kini mereka sudah berada di depan sekolah baru Ferez, Chaning harus memastikan bahwa puteranya sudah benar-benar bersih dan
Darrel terduduk di tempat kerjanya tengah membaca satu persatu surat yang di terima, kesibukan selalu harus dia hadapi setiap harinya tanpa henti. Darrel tidak beristirahat meski terkadang kini dia sering sakit karena usianya. Petri masih sangat muda, Darrel harus menunggunya tumbuh dewasa, setidaknya sepuluh tahun lagi agar Petri bisa menerima semua tanggung jawab pekerjaannya. Suara ketukan di pintu terdengar beberapa kali, Darrel mengangkat wajahnya dan melihat ke arah pintu. “Masuk,” perintahnya dengan suara yang sedikit serak karena lelah. Pintu di depan Darrel terbuka perlahan, pria itu langsung melihat kehadiran Leary yang kini membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan kerjanya. Dengan sesak Darrel menarik napasnya dalam-dalam. Lagi dan lagi Darrel harus melihat wajah Leary yang terus menerus berada di sekitarnya selama satu minggu ini. Leary terlalu mirip dengan Olivia, bahkan meski Leary memiliki warna mata yang sama seperti Darrel, namun tatapan cerah penuh ketulusan dan
“Nona, Anda terlihat sangat begitu senang,” komentar Burka sedikit menggoda, sejak Leary masuk ke dalam rumah beberapa hari yang lalu, ini untuk pertama kalinya Burka melihat Leary tersenyum begitu lebar, wajah cantiknya dengan kulit seperti porselen itu kini bersemu bahagia. “Aku memang sedang sangat senang Burka, sekarang tuan Darrel mengizinkanku memanggilnya ayah, sepertinya tuan Darrel sedikit menyukaiku,” cerita Leary dengan menggebu penuh dengan kebahagiaan. Burka yang semula tersenyum langsung merenung penuh penilaian, Burka tidak mengerti jika ternyata hal sekecil dan sesederhana ini begitu membuat Leary sangat bahagia. Betapa polos dan sederhananya Leary *** Ferez duduk di bangku kayu dengan sebuah buku di tangannya, angin sejuk dan suara dedaunan yang bergerak di sekitarnya membuat Ferez merasa tenang. Membaca buku ternyata lebih baik daripada harus menghabiskan waktunya dengan orang-orang aneh di sekitarnya. Beberapa hari menjalani kehidupan di sekolah barunya membua
“Bonekaku robek!” Leary mengerjap bingung karena dia ingat betul tidak merobeknya apalagi boneka mahal Ellis mustahil mudah robek karena terbuat dari bahan bagus. “Tadi saya mengambil dengan hati-hati, tidak merobeknya, saya berani bersumpah,” jawab Leary mulai panik. “Itu boneka baru yang dibeli satu minggu lalu, tidak mungkin robek jika kau mengambilnya hati-hati, tadi boneka itu baik-baik saja,” ucap Ellis lagi terdengar memojokan. “Ada apa ini?” suara Petri terdengar, dia datang karena mendengarkan teriakan dan tangisan Ellis. Melihat kedatangan Petri, Ellis langsung tertunduk dan kembali menunjukan boneka yang masih di pegang oleh Leary. “Leary merobek bonekaku,” ungkap Ellis dengan tatapan terintimidasi seakan dia takut dengan Leary. Wajah Leary memucat, gadis kecil itu terpaku kaget karena Ellis menuduhnya begitu saja, padahal Leary hanya berniat membantu Ellis agar berhenti menangis. Pandangan Petri langsung tertuju pada boneka yang Leary pegang, boneka itu basah dan ro
Waktu jam makan makan malam sudah tiba, Leary sudah keluar, namun anak itu terlihat bimbang dan takut untuk bergabung makan malam bersama. Meski Leary tidak merasa salah atas kejadian tadi siang, namun dia tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya dari Petri yang dengan begitu mudahnya menamparnya. Seumur hidup untuk pertama kalinya Leary mendapatkan tamparan, bahkan bibi Willis yang selama ini sering Leary anggap jahat, tidak pernah sekalipun dia memukul dan mencubit Leary. Dengan bimbang Leary berjalan melewati lorong, tempat kamar Leary berada sangat jauh dan memiliki bangunan yang berbeda dari kamar Petri maupun Ellis. Meski mereka tinggal di satu tanah dan perumahan, nyatanya Leary tinggal di bangunan terpisah, lebih tepatnya tinggal di belakang rumah utama yang di tempati Darrel, Ellis dan juga Petri. Leary melihat ke sekitar dan menyadari bahwa para pekerja tidak terlihat, begitu pula dengan Burka yang sudah pergi dan akan kembali besok. Begitu sudah berada di depan pintu ru
Menghabiskan satu roti isi membuat Leary merasa sangat puas, ketidak ada’anya para pelayan dan pekerja lainnya membuat Leary merasa bebas berlari berkeliaran di sekitar rumah yang luas, memperhatikan setiap bunga dan tanaman lainnya yang tumbuh terawat terlihat indah di bawah cahaya lampu-lampu taman yang menyala. Dengan langkah lebar Leary berlari melewati jalanan setapak yang terlihat sudah cukup lama tidak terpakai. Jalanan setapak itu akhirnya mengantarkan Leary pada ujung sisi halaman rumah. Kepala Leary mendongkak, melihat pagar rumput yang berdiri menjulang, sementara di sisinya ada pintu pagar kayu yang sudah tua. Rasa penasaran membuat Leary memutuskan menarik pintu kayu itu. Leary tercekat kaget, matanya terbelalak, seketika Leary menutup mulutnya. Bola mata Leary berbinar melihat sungai Thames yang langsung terlihat dan hanya terhalang satu rumah. Rupanya, belakang rumah keluarga McCwin lansung berhadapan dengan sungai Thames. Leary menelan salivanya dengan kesulitan,
Napas Leary tersenggal-senggal karena takut, kakinya terus bergerak berlari hingga membuat dia tidak sadar bahwa satu sepatunya terlepas. Dari kejauhan Leary melihat seseorang yang berjalan kearanya, semakin Leary bergerak cepat berlari, dapat Leary lihat orang itu masih muda sepertinya. Begitu sudah berada di jangkauannya, refleks Leary langsung menangkap tangan anak pria itu dan menariknya dengan keras. Ferez tersentak kaget karena seorang gadis kecil tiba-tiba saja menarik tangannya dan mengajaknya berlari. Anehya Ferez ikut berlari karena genggaman kuat Leary di tangannya terus menariknya. Leary melihat ke belakang, pandangannya bertemu dengan Ferez yang kebingungan dengan tindakannya. “Jangan ke sana, di sana ada orang-orang jahat, ayo berlari, nanti mereka melukaimu,” ajak Leary hampir dengan teriakan. “Tunggu dulu, tapi ak,” Ferez tidak dapat melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba Leary mendorongnya ke sudut tembok dan memeluknya dengan erat, tubuh kecil rapuhnya gemetar h
Leary berlari dengan cepat melewati taman rumah dan masuk ke wilayah perumahan, malam sudah sangat larut, dia harus segera sampai sebelum seseorang menyadari bahwa dia sudah pergi berkeliaran keluar. Baru saja Leary berpikir demikian, kini langkah Leary terhenti seketika, tubuhnya sedikit terhuyung ke sisi karena berpas-pasan dengan Petri yang baru keluar perpustakaan untuk mengambil buku pelajarannya. Dalam satu langkah Leary langsung mundur menjaga jarak, anak itu tertunduk tidak berani bertatapan dengan Petri yang kini memperhatikan penampilan Leary yang acak-acakan dan satu kakinya tidak mengenakan sepatu. Wajah Leary merah sembab terlihat sudah habis menangis, napasnya tersenggal-senggal karena banyak berlari. Melihat penampilan Leary yang acak-acakan, Petri bertanya-tanya dalam benaknya. Apakah anak itu menangis karena kejadian tadi siang? “Kemana sepatumu?” tanya Petri dengan dingin. Kaki mungil Leary yang sedikit kotor dan terluka itu bergerak bersembunyi di belakang kak
Langit terlihat memerah, dalam waktu beberapa menit lagi akan benar-benar tenggelam. Leary duduk di rerumputan melihat banyaknya daun semanggi yang tumbuh subur.Gadis kecil itu terlihat merenung teringat Petri yang pernah dia beri daun semanggi.Petri, entah mengapa Leary ingin lebih dekat dengannya dan terus memikirkannya. Leary gelisah melihat Petri yang terlihat bersedih.“Apa yang kau lakukan di sini? Masuklah,” titah Chaning yang datang menyusul, sekilas pria itu melihat jauh keberadaan Ferez yang masih menunggangi kudanya di pacuan.Wajah Leary terangkat, menatap lekat Chaning yang kini disinari sinar matahari sore. Pria itu terlihat kuat, indah dan hangat, sehangat matahari sore.Leary tidak bersuara, namun anak itu terus menatap Chaning dalam diam, Leary bergumul dalam pikirannya mencoba untuk merangkai sesuatu untuk diungkapkan.“Kenapa?” tanya Chaning yang menyadari sesuatu.Leary segera berdiri. “Paman, apa boleh saya berteman baik dengan Petri?” tanya Leary terdengar seper
Ferez berjalan sendirian keluar dari kantin sekolah, beberapa saat yang lalu dia sempat pergi ke kelas Leary untuk memastikan keadaannya karena ingin tahu keadaannya. Ferez tidak menemukan keberadaannya, dia sempat berpikir Leary pergi ke kantin sekolah, namun ternyata Leary juga tidak ada.Cukup jauh Ferez melangkah akhirnya dia sampai di taman sekolah, tidak membutuhkan waktu lama untuknya mencari Leary karena kini perhatiannya langsung tertuju pada gadis kecil itu yang kini tersenyum melambaikan tangannya pada Petri yang beranjak pergi meninggalkannya.Ferez juga melihat Duke yang kini tengah berdiri di bawah pohon, Ferez tidak habis pikir dengan keputusan ayahnya yang mengirim Duke dibandingkan pengawal lainnya. Padahal Duke memiliki fisik yang mencolok dibandingkan dengan Romero.Tanpa pikir panjang Ferez segera pergi menghampiri Leary.“Ferez,” sapa Leary dengan senyuman lebar terlihat senang.“Bagaimana kelas pertamamu?” tanya Ferez seraya duduk, namun tatapannya yang tajam it
“Apa boleh saya duduk di sini?” tanya Leary memberanikan diri.Sekali lagi Petri menarik napasnya dalam-dalam, dan berkata, “Duduklah.”Leary memutuskan untuk duduk di samping Petri, sementara Duke berdiri menunggu di bawah pohon sambil berbicara dengan seorang anak laki-laki yang meminta tolong kepadanya karena bolanya menyangkut di dahan pohon.Leary dan Petri duduk berdampingan, keduanya terlihat terjebak dalam kecanggungan meski hatinya saling memiliki rasa penasaran dan bertanya-tanya ingin tahu kabar masing-masing.Petri melirik Leary yang kini membuka bekal makanannya di atas pangkuannya. “Kau mulai sekolah hari ini?”Leary mengangguk dengan senyuman.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Petri lagi.“Luar biasa, saya sangat senang.”Petri ikut tersenyum meski jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sedikit iri karena tidak bisa pergi bersama ke sekolah dengan adiknya, malahan kini mereka berdua tampak seperti dua orang asing yang sedang mengobrol.Leary mengambil roti isi yang dibuat o
Noah menopang dagunya memperhatikan gurunya tengah berbicara di depan, perhatiannya sempat teralihkan pada Petri yang tengah membaca buku. Sejak kejadian hari itu, Petri menjadi jarang sekolah, dia harus menanggung banyak tanggung jawab dan lebih mementingkan untuk belajar khusus bisnis dibandingkan dengan sekolah umum untuk anak-anak seusianya.Keadaan Darrel tidak kunjung membaik dan dia terus mendapatkan perhatian khusus, bisa dikatakan mungkin kini keadaan jauh lebih buruk. Beruntung Adelle sering datang membantu Petri dikala dia kesulitan. Kini kediaman keluarga McCwin sudah kosong tidak berpenghuni, Petri lebih memilih tinggal bersama Andrew yang sampai saat ini masih setia kepadanya meski sudah mengundurkan diri.Karena kejadian di hari itu, Petri sempat tidak sekolah selama satu bulan, dia harus mendapatkan banyak bimbingan agar bisa melewati masa traumanya.Kini, Petri yang cerdas dan selalu kompetitif dalam belajar sudah berubah, dia lebih banyak diam dan menyendiri, menja
Chaning dan Liebert duduk dalam ketegangan, kehadiran kedua pria itu membuat seseorang guru yang mengurus administrasi pendaftaran sekolah sempat dibuat diam dan tersenyum canggung.Hari kemarin seseorang bertubuh tinggi besar dangan wajah bertato yang datang memberikan semua berkas keperluan, dan kini yang datang menjadi wali adalah dua pria bertubuh besar.Chaning dan Liebert berpenampilan rapi, namun aura mematikan mereka tetap saja tidak bisa dihindarkan. Terlebih, sebelumnya Russel pernah bertemu dengan Chaning yang pernah mendaftarkan Ferez.Nama Benvolio sangat begitu jarang digunakan, dan nama itu dikenal sebagai nama klan besar keluarga mafia.“Kita pernah bertemu sebelumnya, Anda orang tuanya Ferez?” ucap Russel berbasa-basi, padahal sebelumnya dia sudah dihubungi secara khusus oleh petinggi sekolah bahwa akan ada tamu penting yang akan medaftar anaknya sekolah.Chaning mengangguk samar.Russel berdeham pelan sambil menyeka keringat dingin di keningnya. “Jadi, anak atas nama
“Aku paman kandungnya, aku akan menjadi walinya,” Liebert angkat bicara ditengah-tengah sarapan pagi yang akan dimulai.Pagi ini Chaning dan Liebert tengah berdiskusi mengenai sekolah pertama Leary, nampaknya diskusi itu sedikit terganggu karena Chaning dan Liebert sama-sama ingin menjadi wali Leary.Chaning menengok seketika, pria itu mendorong piring makanan untuk Ferez. “Apa kau sudah lupa? Sekarang aku menjadi ayah angkatnya secara sah, secara garis besar aku lebih berhak menjadi walinya.”Kening Liebert mengerut samar, pria itu tampak tidak setuju dengan apa yang telah Chaning katakan kepadanya. “Ayah angkat di atas kertas, Leary masih memanggilmu paman.”“Memangnya kenapa? Saat kecil, Ferez juga memanggilku Chaning dibandingkan dengan sebutan ayah. Lagi pula, Leary lebih dekat denganku.”Liebert tersenyum miring, pria langsung bersedekap sombong. “Oh ya? Jika kalian sangat dekat, apa kau tahu keahilannya?”“Apa maksudmu? Aku lebih tahu tentang dia dibandingkan denganmu,” debat C
Empat bulan kemudian..Leary terbaring dalam kegelisahan, gadis kecil itu terlihat beberapa kali melihat baju seragam sekolahnya yang digantung di depan lemari. Besok adalah hari pertama dia akan sekolah, Leary sangat gugup dan berdebar hebat tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok.Keadaan Leary sudah pulih sejak tiga bulan yang lalu, namun karena dia masih kesulitan berbicara dan takut dengan orang asing, butuh waktu lama untuknya bisa pulih seperti sekarang.Kini, Leary telah kembali menjadi anak yang penuh semangat dan selalu ceria. Sejak tinggal di rumah Chaning, secara perlahan Leary mendapatkan lebih banyak keberaniannya berkat dorongan semua orang.Chaning maupun Liebert, mereka berdua memang tidak begitu bisa bersikap manis dan lembut seperti orang lain. Namun, mereka berdua mampu memberikan banyak kenyamanan dan rasa aman untuk Leary, mereka berdua selalu menumbuhkan rasa percaya diri Leary agar dia berhenti berpikiran buruk lagi dengan orang-orang yang ada di se
Desa Bibury, tempat yang telah Leary tinggalkan, tempat kenangan terakhir Olivia hidup, kini berada di depan mata. Leary berdiri terpaku, berdiri di tengah-tengah rumah kecil sederhana dan kumuh. Pandangannya mengedar melihat ke penjuru tempat, merasakan kembali kenangan indah dirinya bersama ibunya dulu.Leary mengusap dadanya, merasakan sesuatu perasaan yang kosong kini terasa kembali penuh hanya dengan membayangkan wajah Olivia, mencium sisa-sisa aromanya yang masih tertinggal.Di tempat ini, Leary melewati masa indah terakhirnya bersama ibunya. Leary melangkah pelan dalam tuntunan Chaning, mendekati sebuah tungku perapian. Di tempat itu, Olivia menghembuskan napas terakhirnya dalam pelukan Leary. Leary masih ingat, dia memeluk tubuh Olivia yang semula hangat berubah dingin, Leary yang sudah berjanji untuk menjadi anak yang kuat menahan air matanya hingga hembusan napas terakhir Olivia, hingga detak jantung terakhirnya, Leary menangis tanpa suara agar Olivia tidak mendengarnya.
Leary terduduk di kursi rodanya dengan sebuah pakaian yang tebal, gadis kecil itu tidak berhenti memandangi Liebert yang sejak tadi menyisir rambutnya, membantu mengenakan pakaian tebal hingga membantu mempersiapkan kepergian mereka karena pulang dari rumah sakit.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak terduga Petri berdiri di ambang pintu. Ini untuk pertama kalinya Petri keluar usai kejadian itu, kini konisi Petri sudah mulai stabil berkat bantuan dokter. Petri berdiri tertunduk terlihat ragu untuk menatap.“Apa aku dibolehkan masuk?” Tanya Petri terdengar pelan nyaris tidak terdengar.Liebert sempat terdiam, pria itu lebih dulu melihat reaksi Leary. Jika Leary ketakutan, maka Liebert akan menolak.Melihat Leary yang terlihat tenang, Liebert akhirnya segera berdiri. “Masuklah,” jawab Liebert memberi izin.Petri mencoba memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menatap Liebert, orang sudah menembak kaki ayahnya dengan kejam. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian di dalam ha